Home / Romansa / Illegitimate Child / Bagian 9: Kecemasan Surtini

Share

Bagian 9: Kecemasan Surtini

Author: Puziyuuri
last update Last Updated: 2022-01-16 10:13:56

"Argggh!"

Erangan menyayat membuat Rukmini yang tengah mengaduk-aduk adonan bakwan tersentak. Gerakan tangannya terhenti sejenak. Dia mengerutkan kening, juga menajamkan pendengaran.

"Argggh! Ugh! Saya mohon Anda harus lari! Lari!"

Kebingungan Rukmini berubah menjadi kecemasan. Dia bisa mengenali jelas suara yang tengah menjerit-jerit itu, Surtini. Rukmini melepaskan sendok pengaduk adonan bakwa, lalu mengelap tangan dengan cepat.

"Argggh! Lari!" Teriakan Surtini kembali terdengar.

Rukmini bergegas menuju kamar. Pintu hampir saja dibantingnya. Kecemasan semakin bertambah saat melihat Surtini bergerak-gerak gelisah di kasur dengan daster basah oleh keringat. Gadis itu tampak memegangi perut sambil terus mengerang.

"Ya ampun, Surti! Kamu kenapa, Nak! Nyebut, Surti! Nyebut!" jerit Rukmini panik.

Dia duduk di tepian tempat tidur sembari terus memanggil Surtini. Namun, gadis itu tidak juga membuka mata, malah mengerang lebih keras. Napasnya terlihat berat, seolah sedang sekarang. Rukmini menyentuh kening Surtini, tetapi suhu tubuhnya normal saja.

"Surti! Surti, bangun, Nak."

Rukmini menepuk pelan pipi Surtini. Satu tepukan tak ada reaksi apa pun. Dia terpaksa menepuk sedikit lebih keras. Surtini tersentak, langsung bangkit dan duduk secara mendadak.

"Kodok kejepit pintu!" jerit Rukmini refleks.

Namun, seruan latahnya tidak juga membangunkan Surtini. Gadis itu malah terlihat panik. Dia menggeleng cepat seolah dalam keadaan sadar padahal dengan mata terpejam.

"Tidak! Saya mohon Anda larilah!" seru Surtini sambil mencengkram lengan kanannya.

Air mata mulai menuruni pipi gadis itu. Surtini terisak-isak sembari memohon agar seseorang yang diajaknya bicara cepat lari. Rukmini pun menjadi semakin cemas.

"Surti! Surti! Nyebut, Nak! Bangun!" 

Surtini masih tak sadar juga. Rukmini terpaksa melakukan tindakan lebih ekstrim. Dia mengambil cangkir di meja dan memercikkan ke wajah Surtini, membuat gadis itu terbatuk.

"Uhuk! Ugghhh ...."

Surtini perlahan membuka mata. Melihat wajah cemas Rukmini, tangisnya malah menjadi kencang. Dia memeluk tubuh sang ibu tiri dengan erat.

Rukmini mengusap-usap punggung Surtini dengan lembut. Gadis itu mulai tenang, hanya tertinggal sedikit isakan dan suara ingus yang disedot. Setelah tangis Surtini benar-benar reda, Rukmini menatap lembut tepat di manik mata putrinya. 

"Kamu kenapa, Sur? Emak takut sekali tadi. Ada yang sakit?"

Surtini menggeleng. Dia menyeka kasar sisa-sisa air mata di pipi.

"Surti mimpi buruk, Mak. Mimpinya aneh."

Rukmini mengerutkan kening.

"Mimpi aneh?"

"Iya, Mak. Surti ketemu orang ganteng banget, Mak. Terus, kami dikelilingi banyak orang yang badannya gede dan mukanya serem. Perut Surti rasanya sakit, ternyata ketusuk pisau. Surti jatuh, Mak, ditangkap sama orang ganteng itu. Surti suruh dia melarikan diri, tapi dia enggak mau. Pas kami mau dikeroyok dan Surti kena tembak, Emak ngebangunin."

Rukmini mengelus kepala Surtini dengan lembut. 

"Itu cuma mimpi, semoga anak Emak selalu sehat dan selamat, jauh dari marabahaya."

"Tapi, mimpinya kok seperti nyata, ya, Mak. Surti juga ngerasa kenal sama orang ganteng itu."

"Kamu, kan, emang jelalatan, makanya sampai kebawa mimpi. Susah, sih, kalo anak pelakor, enggak bisa liat cowok ganteng pasti ngiler," celetuk Hastuti yang tiba-tiba menangkring di depan pintu dengan tangan menyilang di depan dada. 

Senyuman sinis tak lepas dari bibirnya. Mata Surtini langsung berkaca-kaca. Bukannya merasa iba, Hastuti malah tertawa sinis.

"Mau Nangeees? Cewek murahan, ya, emang suka sok lemah biar dibela, kan, ya?"

"Tuti!"

"Kenapa, Mak? Ada yang salah sama kata-kataku? Bener, 'kan? Cewek murahan emang suka sok lemah. Kayak lagak ibunya dia dulu pas nuduh Emak yang enggak-enggak biar Bapak berpaling," cerocos Hastuti hampir tanpa jeda.

Pecahlah tangis Surtini. Rasa bersalah yang menggayuti hati membuat air mata tak henti menuruni pipi. Meskipun ibu kandungnyalah yang telah berbuat jahat, dia sadar juga menjadi luka hati bagi Rukmini.

Merawat anak pelakor dengan wajah mirip si pelakor tentu tidak mudah. Surtini tahu itu, sehingga kata-kata Hastuti menjadi hantaman keras untuk mentalnya.

"Tuti, keluar!" seru Rukmini.

"Ck! Emak susah dibilangin! Bela terus itu si anak haram!" umpatnya sebelum keluar dari kamar.

"Anak itu! Ugh!"

Rukmini menekan kening yang mendadak berdenyut. Melihat sang ibu tiri tampak kesakitan, Surtini seketika menghentikan tangisnya. Dia cepat-cepat mengusap bekas air mata, lalu mengusap punggung Rukmini dengan lembut.

"Enggak apa-apa, Mak. Jangan marah, nanti tensi Emak naik."

Rukmini mengatur napas sejenak. Perlahan, denyut di kepalanya berkurang. Sementara itu, Surtini melihat ke arah jam dinding. Dia seketika melompat dari tempat tidur.

"Waduh! Sudah jam segini! Surti kesiangan! Emak pasti repot kerja sendirian. maaf, ya, Mak!" serunya sambil melangkah cepat ke arah pintu kamar.

Rukmini ikut turun dari kasur dan menahan langka Surtini. "Lho, mau ke mana kamu, Sur?" tanyanya.

"Mandi, Mak, biar bisa bantu-bantu," sahut Surtini.

"Hari ini, Emak cuma bikin pesanan Pak Aris, enggak terlalu repot. Kamu istirahat aja dulu."

Surtini menggeleng cepat. 

"Enggak bisa gitu dong, Mak. Surti harus bantu Emak."

Rukmini melotot. Surtini seketika mengkerut. Dia yang tadi bersikeras hendak mandi, kembali ke tempat tidur.

"Nah, sekarang istirahat!" titah Rukmini.

"Kalau bantu buat masak makan siang ...."

"Surti ...."

"Iya, Mak, iya, Surti istirahat."

"Kamu seminggu ini belajar keras untuk ujian, makanya capek badan capek pikiran. Akhirnya, sampai mimpi buruk yang aneh-aneh. Istirahatlah yang bener!"

"Iya, Mak."

Rukmini tersenyum hangat. Dia mengusap kepala Surtini sebelum ke luar kamar. Adonan bakwan di dapur telah menunggunya.

***

"Aduh, gimana, Mak?"

Surtini bolak-balik keluar masuk rumah. Tangannya menenteng sepatu. Rukmini yang baru selesai menyapukan bedak di wajah menggeleng-gelengkan kepala.

"Gimana apanya? Cepatlah kamu pakai sepatu sana! Kok malah mondar-mandir tidak jelas!"

"Surti gugup, Mak. Bagaimana kalo enggak lulus? Atau nilainya jelek? Apa enggak usah ke sekolah aja, ya?"

Rukmini menepuk kening sendiri.

"Ya ampun, Surti, Surti. Kamu itu belajarnya rajin, pas mengerjakan ujian juga kamu bilang tidak kesulitan. Jadi, tenang saja."

"Tapi, Mak ... kalo misalnya Surti enggak lulus? Aduh! Jangan sampai Emak malu!"

Rukmini mengusap kepala Surtini dan bergumam lembut, "Selama kamu menjadi anak yang baik, Emak tetap bangga. Tapi, Emak yakin kamu lulus dengan nilai yang bagus."

"Doain, ya, Mak."

"Pasti Emak doain. Itu sepatu cepat dipakai, nanti kita terlambat!" perintah Rukmini, lalu menyampirkan tali tas di bahu.

Surtini berpose hormat, lalu bergegas ke teras dan memasang sepatu. Rukmini terkekeh melihat tingkahnya. Meskipun masih wajar bocah berusia 12 tahun bertingkah seperti itu, tetapi tampak sedikit lucu jika mengingat badan Surtini yang begitu bongsor.

Setelah memastikan penampilannya sudah rapi, Rukmini ikut keluar dan mengunci pintu. Tak lama kemudian, mereka pun berangkat ke sekolah Surtini. Hari itu akan ada pembagian rapor.

Sesampainya di sekolah, Surtini langsung mengajak sang ibu ke kelas. Ruangan persegi yang cukup luas itu sudah terisi oleh para wali murid. Tak lama kemudian, acara pembagian rapor dimulai.

Kegiatan diawali dengan sambutan dari wali kelas. Beliau memberikan sedikit petuah untuk para murid. Oleh karena akan diskusi dengan orang tua, siswi dan siswa diminta menunggu di luar.

Satu persatu wali murid akan dipanggil berdasarkan nomor absen anaknya. Surtini kembali gelisah. Dia mondar-mandir tidak jelas di koridor. Tepukan di bahu membuatnya hampir saja pingsan.

"Ish! Bagus, ngagetin aja!" sungutnya saat mengetahui Bagus yang menepuk bahunya.

Anak laki-laki itu menyengir lebar, lalu menyodorkan satu cup es krim.

"Nih, biar kamu lebih tenang."

Meskipun kesal, Surtini tetap menerima es krim yang disodorkan. Akhirnya, dua anak itu makan es krim sambil duduk di selasar.

"Orang tua siswi Surtini!" 

Suara wali kelas terdengar sampai ke luar ruangan, membuat Surtini menelan ludah berkali-kali. Es krim yang tadinya begitu manis mendadak terasa hambar.

***

Related chapters

  • Illegitimate Child   Bagian 10: Ancaman

    "Sur? Surti?"Bagus menepuk-nepuk pundak Surtini. Namun, gadis itu tak menyahut. Dia asyik menggigiti sendok es krim."Surti!" panggil Bagus dengan suara lebih keras.Surtini tersentak. Dia refleks melemparkan cup es krim dan mendarat tepat di wajah Bagus. Bukannya minta maaf, gadis itu malah mendelik."Kena karma, kan, kamu. Suka ngagetin sih," omelnya.Untunglah, Bagus bukan teman yang mudah emosian. Dia malah terkekeh sambil membersihkan wajah dari lelehan es krim."Bukannya ngagetin, Sur. Kamunya yang suka ngelamun. Hati-hati loh, entar kesambet lagi, kita semua repot.""Bukan ngelamun, aku tuh lagi cemas, Gus, takut nilaiku jelek. Aku enggak mau bikin Emak malu."Surtini memilin-milin ujung rok merahnya. Bagus lagi-lagi terkekeh. Gadis itu memajukan bibirnya."Kalo yang rajin kayak kamu nilainya jelek, aku pasti merah semua."Surtini mencubit lengan Bagus dengan sadis. Anak laki-laki itu hanya bisa meri

    Last Updated : 2022-01-17
  • Illegitimate Child   Bagian 11: Keputusan

    Rukmini menggigit ujung kuku. Dia terus mengeluarkan ponsel, lalu menyimpannya lagi di saku. Setelah mondar-mandir hampir sepuluh kali, Rukmini kembali mengambil ponsel. "Semoga Bu Amira bisa membantu," doanya lirih saat menghubungi Amira. Namun, tiga panggilan tak mendapat jawaban. Keberanian Rukmini menyusut. Akhirnya, dia kembali ke dapur untuk menggarap kue dan berpura-pura ceria agar Surtini tidak curiga. "Mak, soal hutang Bapak ...." Brak! Surtini tersentak. Dia tak menyangka kata-katanya membuat Rukmini sampai menjatuhkan pengaduk adonan kue. Lantai menjadi sedikit kotor. "Kamu tidak usah pikirkan itu, ya. Kamu ini masih kecil, jangan banyak pikiran!" "Tapi, Mak ...." "Sudah, sudah, mending bantu Emak lanjut bikin kuenya!" "Iya, Mak." Rukmini memungut kembali pengaduk adonan kue, lalu mencucinya. Sementara Surtini membersihkan lantai dari ceceran adonan. Setelah itu, mereka pun sibuk membuat kue. Tepat saat kue telah dibungkus rapi, ponsel di saku Rukmini berdering. J

    Last Updated : 2022-01-18
  • Illegitimate Child   Bagian 12: Kamu Terlalu Polos

    Surtini merinding. Dia tanpa sadar merapatkan jaket. Entah kenapa ruangan tersebut mendadak terasa dingin seperti hawa kulkas ketika dibuka. Keheningan sesaat yang membekukan. "Anda bisa kembali bertugas, Pak Rivan." Suara dingin Mirna memecahkan keheningan. Surtini sempat tersentak. Untung saja, dia bisa menahan diri, sehingga tidak meloncat ke belakang dengan tiba-tiba. "Baik, Bu." Rivan menoleh kepada Surtini. "Tugas saya terkait kamu sudah selesai. Selanjutnya, kamu akan ada di bawah bimbingan Bu Mirna." Surtini sempat termangu cukup lama sebelum menyahut, "Baik, Pak. Terima kasih." Rivan hanya mengangguk kecil. Dia berpamitan dengan Mirna, lalu keluar dari ruangan. Surtini mengiringi kepergian laki-laki itu dengan sorot mata takut-takut. Meskipun Rivan juga membuatnya takut, ditinggalkan bersama wanita asing berwajah datar tentu lebih mengancam. "Duduklah, ada beberapa hal yang harus kita bicarakan lebih dulu!"

    Last Updated : 2022-02-02
  • Illegitimate Child   Bagian 13: Luka Hati Seorang Ibu

    "Tut, kenapa Surti belum pulang, ya?"Rukmini mendesah berat beberapa kali. Dia sedari tadi mondar-mandir di ruang tamu. Hastuti mengangkat bahu."Keasyikan main kali, Bu?" sahutnya malas, seolah benar-benar tidak tahu.Akting Hastuti benar-benar hampir sempurna. Sorot mata cuek seperti biasa, juga tak ada perubahan sedikit pun dari raut wajahnya. Dia asyik bermain ponsel, seolah tak ada urusan dengan hilangnya Surtini, padahal gadis itu sudah berbuat jahat untuk menyingkirkan sang adik.Rukmini menggigit ujung kuku."Biasanya kalau main paling cuma sebentar," gumamnya semakin resah."Mana aku tau, Mak. Mungkin aja mainnya hari ini asyik banget, 'kan? Nanti juga pulang palingan kalo lapar," sinis Hastuti.Rukmini menghela napas berat. Akhirnya, dia memutuskan untuk pergi mencari Surtini. Namun, baru saja membuka pintu, Matanya menangkap selembar amplop putih di meja teras, tepatnya di bawah asbak."Ini apa?"

    Last Updated : 2022-02-03
  • Illegitimate Child   Bagian 14: Keberuntungan dari Kemalangan

    Barang-barang di tas Surtini hanya sedikit. Penggeledahan tak memakan waktu lama. Pelayan yang memeriksa menggeleng pelan, menandakan dia tak menemukan cincin. "Berarti, Surtini bersih. Sekarang, kita akan lanjut kepada yang lain," putus Mirna. "Hah? Surti benar-benar bersih, Bu?" pekik Sari tanpa sadar. Mirna yang tadinya hendak melangkah ke luar kamar menghentikan langkah. Dia berbalik. Sari menelan ludah menyadari kecerobohannya. Sorot mata dingin Mirna menelisik tajam. "Apa tadi yang kamu katakan, Sari?" Sari cepat memperbaiki raut wajahnya. Dia tiba-tiba saja berekspresi seperti penuh haru. "Saya senang Surti benar-benar tidak terlibat dalam kasus ini, Bum Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kami harus bersikap nanti jika dia benar-benar pelakunya," kilahnya. "Oh begitu." Meskipun kata-katanya seperti percaya, tetapi Mirna mengucapkannya dengan nada sarkastik. "Baiklah, kita lanjutkan ke kamar lain– tunggu!"

    Last Updated : 2022-02-03
  • Illegitimate Child   Bagian 15: Harapan untuk Rukmini

    Amira mondar-mandir di ruang rawat inap suaminya. Pikirannya masih dihantui firasat buruk. Laporan Rehan bahwa keluarga Surtini baik-baik saja tidak cukup menenangkan. Sebenarnya, Amira juga menelepon Rukmini beberapa kali, tetapi tidak diangkat. Kadang, Hasuti yang menerima panggilan. Gadis itu mengatakan ibunya mandi, atau sedang pergi dan ketinggalan ponsel. "Aduh, kenapa susah dihubungi, ya?" gumam Amira resah. Dia dan sang suami memang tengah berada jauh dari keluarga Surtini. Dokter menyarankan Aris untuk dirawat di Singapura. Oleh karena itu, di Negeri Merlion inilah mereka kini berada. Melihat tingkah galau sang istri, Aris yang sedari tadi menikmati semangkuk bubur terpaksa menghentikan sarapannya. "Kenapa, Ma? Dari tadi mondar-mandir terus?" celetuknya. "Masih kepikiran sama Bu Rukmini, Pa. Firasat Mama tuh enggak enak banget. Kok, kayaknya ada yang salah gitu," cerocos Amira. Dia mengempaskan tubuh di sofa. Rupanya,

    Last Updated : 2022-02-05
  • Illegitimate Child   Bagian 16: Peri?

    Kini, pintu kamar terbuka sempurna. Surtini terperangah. Bibirnya tak henti berdecak kagum, sampai-sampai harus dicubit oleh Tanti."Yang sopan, Surti," tegur Tanti.Surtini menyengir lebar."Maaf, Bu, maaf."Tak salah Surtini terpesona. Kamar sang nona memang sangat indah dan megah. Ruangan luas yang mirip dengan kamar bangsawan Eropa tempo dulu, lengkap dengan ranjang ukuran king size, sofa, dan meja perjamuan. Dinding dan jendelanya penuh dengan ukiran yang estetik nan elegan. Surtini merasa sedang memasuki negeri dongeng.Sementara itu, sang nona duduk di meja perjamuan dengan membelakangi pintu. Rambut halus bergelombang sepinggangnya tertiup semilir angin dari jendela. Jemari yang lentik membolak-balik lembaran buku di meja."Selamat pagi, Non. Hari ini, saya membawa pelayan baru yang akan melayani Non Eka," ucap Tanti sambil membungkukkan badan.

    Last Updated : 2022-02-06
  • Illegitimate Child   Bagian 17: Taktik Nona

    Gayatri terus mengomel. Sikap Eka tak berubah. Dia masih saja bertingkah menyebalkan. Sementara Jihan berkata-kata manis, seolah menenangkan, padahal jika ditelaah justru terasa semakin menjelekkan Eka. Surtini meremas jemari. Dia harus sekuat tenaga menahan diri agar tetap diam. Gadis itu ingin sekali mengungkapkan kebenaran, tetapi rasa patuh kepada Eka menahannya. "Sepertinya, kamu perlu tambahan pelajaran etika! Aku akan mengirim guru etika yang baru," putus Gayatri akhirnya. "Tidak perlu membuang uang Anda, Nyonya Besar. Guru etika hanya sia-sia." "Kamu harus nurut apa kata Oma, Eka," bujuk Jihan dengan raut wajah sok keibuan, padahal senyuman puas terukir samar di sudut bibirnya. "Memukul kaki pelayan hingga pincang sebelah," celetuk Eka tiba-tiba. Gayatri mengerutkan kening. Dia mungkin tak mengerti arah pembicaraan Eka. Namun, si menantu yang berdiri di sebelahnya tampak menelan ludah. "Menyiram pelayan yang c

    Last Updated : 2022-02-06

Latest chapter

  • Illegitimate Child   Bagian 103: Akhir Cerita Kita (END)

    Untuk Apa lagi kamu ke sini? Hah? Pergi! Pergi!" usir Hastuti dengan mata melotot.Dia begitu emosi. Suaminya sampai kewalahan menyabarkan. Awalnya, mereka hendak mengunjungi Rukmini. Kebetulan, tiba bersamaan dengan kedatangan Eka. Jadilah, Hastuti mengamuk.Keributan itu terdengar sampai ke dalam rumah. Rukmini dan Surtini ke luar rumah dengan tergopoh-gopoh. Melihat gadis yang dicintainya, Eka sempat-sempatnya mengerling nakal. Hastuti langsung berdiri menghalangi.Rukmini menghela napas berat. "Saya mohon pergilah, Nak Eka. Sudah cukup kamu menyakiti putri saya. Tolong jangan ke sini lagi," pintanya.Eka malah mengenggam tangan Rukmini. "Tapi, Ibu ... saya tidak berniat menyakitinya. Saya justru ingin membahagiakannya."Hastuti merangsek maju, melepaskan paksa genggaman tangan Eka. "Dasar gila! Kau pikir kami bodoh! Pulang sana! Pulang!" bentaknya dengan dada turun naik.Dia mendorong Eka dengan kasar. Sebenarnya, dorongan itu tidak terlalu kuat. Namun, Eka memang banyak akalnya d

  • Illegitimate Child   Bagian 102: Pembalasan

    Hanya dalam 6 bulan, Mahardika berhasil mengakuisisi perusahaan utama milik Hartono Group. Seperti perkiraan Eka, ayahnya memang tidak kompeten. Gilang mudah sekali memberikan tanda tangannya, sehingga aset juga bisa diambil alih dengan cepat. Hari ini, Bambang datang ke perusahaan. Namun, tindakannya sudah sangat terlambat. Dia hanya bisa murka kepada sang putra dan menggeram galak ke arah Mahardika yang tersenyum licik. Sementara Eka tentu saja ikut berakting marah."Kenapa Om Dika tega melakukan ini? Padahal, aku percaya Om benar-benar membantu kami!" serunya."Kau itu murid jenius, Eka. Kenapa masalah sepele begini saja malah tertipu?" ejeknya, tentu juga berpura-pura. Mereka justru sudah merencanakan kehancuran Bambang Hartono sejak awal.Brak!Bambang tiba-tiba menggebrak meja. "Puas kau, Mahardika! Ternyata kau sama busuknya dengan ayahmu!" umpatnya.Mahardika tertawa lepas. "Saya sedikit koreksi ucapan Anda, Pak Bambang. Ayah dari Mahardika sama sekali tidak busuk. Tapi, kala

  • Illegitimate Child   Bagian 101: Perangkap

    "Jadi, solusi apa yang kau tawarkan, Eka?""Menjalin kerja sama dengan perusahaan lain yang mumpuni dan mendapat simpati publik. Kita juga bisa menjaminkan beberapa aset," sahut Eka sembari menunjukkan beberapa dokumen.Gilang mengambil dokumen. Dia mengernyitkan kening saat membaca nama perusahaan yang tertulis di kertas. Keraguan menyusup di hati. Perusahaan Keluarga Pratama memang tidak akan menimbulkan masalah. Gilang hanya khawatir Bambang tidak akan menyetujui kerja sama dengan pihak Prasetya. Namun, Eka juga benar. Kedua perusahaan tersebut besar, keuangan stabil, dan mendapat simpati publik karena bersih dari kecurangan dan sering melakukan kegiatan amal. Gilang memijat-mijat keningnya yang mendadak berdenyut."Eka, kakekmu mungkin tidak akan setuju untuk Mahardika Group. Kamu tahu, kan, pendirinya bekas orang kepercayaan Om Danu.""Iya, Pak Gilang. Saya tahu benar perselisihan tak habis-habisnya antara Pak Bambang Hartono dan Pak Langit Prasetya. Tapi, bukankah generasi suda

  • Illegitimate Child   Bagian 100: Titik Balik

    Aula Hotel Blue Sky mulai ramai. Para tamu dari kelas atas saling berbincang. Bisnis atau barang mewah yang menjadi bahan obrolan. Eka tersenyum. Proyek yang telah menyita waktunya sebulan terakhir sukses besar dan pesta hari ini adalah untuk merayakannya.Namun, rasa bangga Eka dengan cepat berubah menjadi kecemasan. Dia tak sengaja melihat sosok familiar di antara para tamu. Gadis yang selama ini dirindu itu tak seharusnya berada di sana. Ya, Surtini tampak sedang sibuk menata kue-kue di meja.Eka memanggil salah seorang staf bagian makanan. "Setahu saya, gadis itu bukan bagian dapur, kenapa ada di sana?" tanyanya sambil menunjuk Surtini."Ah, itu karena Bu Sylvia, Pak. Beliau menambahkan menu kue dari toko kue favoritnya. Gadis itu dari toko kue tersebut," jelas staf."Oh begitu, terima kasih penjelasannya. Kamu bisa kembali bekerja."Staf bagian makanan itu membungkukkan badan, lalu pamit pergi. Eka seketika mendecakkan lidah. Mau seenak apa pun kue di toko Rukmini, mustahil seora

  • Illegitimate Child   Bagian 99: Setia

    Usaha toko kue Rukmini berkembang semakin pesat. Dia bahkan sudah membuka dua cabang. Hastuti sampai mengundurkan diri dari pekerjaannya demi mengelola cabang pertama. Sementara cabang satunya lagi dipegang oleh Surtini. Sudah 3 minggu berlalu sejak hari pembukaan cabang kedua toko kue Rukmini. Pelanggan semakin bertambah setiap harinya. Bahkan, mereka juga sudah menerima pesanan besar beberapa kali. Akibatnya, Surtini menjadi sangat sibuk. Namun, anehnya, dia sering melihat ke jalan raya, sedikit berharap Eka akan tiba-tiba datang. "Ada apa, Mbak Sur?" tegur salah seorang karyawan saat Surtini lagi-lagi tanpa sadar menatap sendu kaca jendela yang menghadap ke jalan raya."Eh, iya, Dek? Apa?""Aku liat dari tadi Mbak Surti liat ke luar terus, kirain ada apaan?"Surtini menyengir lebar. "Aku cuma berharap seseorang datang, tapi kayaknya enggak bakal datang deh."Karyawan itu mengangguk-angguk meskipun masih penasaran. Dia tak mungkin mengorek-ngorek informasi atasan sembarangan. Akhi

  • Illegitimate Child   Bagian 98: Salah Sandera

    Hastuti terlempar menghantam dinding. Surtini menjerit kaget. Tenaga laki-laki dan perempuan secara normal jelas memiliki perbedaan signifikan. Beno tentu bisa dengan mudah membanting putrinya."Mbak Tuti!"Surtini menghambur ke arah Hastuti, mencoba melakukan pertolongan pertama. Namun, baru berhasil menghentikan pendarahan di kening sang kakak, tubuhnya sudah ditarik dengan kasar. Beno mencengkeram kuat lengan Surtini dan menyeretnya paksa."Tunjukan di mana uang yang disimpan Rukmini! Atau kamu akan kujual!" desis Beno tajam di telinga Surtini.Brak!Pintu dibuka paksa dari luar. Lima petugas berseragam merangsek masuk. Beno mengumpat, lalu mencengkeram lengan Surtini dengan lebih kuat. Kuku-kukunya yang panjang dan kehitaman menggores luka di kulit gadis itu."Saudara Beno, menyerahlah! Anda sudah terkepung!" seru salah seorang polisi.Bukannya takut, Beno malah terbahak-bahak. Para polisi mengarahkan moncong senjata, memberikan ancaman. Namun, hal tersebut tidak juga menyurutkan

  • Illegitimate Child   Bagian 97: Keputusan Surtini

    "Aku sangat berterima kasih atas perhatian Mas Rehan, tapi perasaan tidak bisa dipaksakan. Maaf, Mas, aku tidak bisa menerima perasaanmu," tutur Surtini dengan perasaan tak enak hati. Dia tak menyangka perkataan Amira beberapa waktu lalu terbukti kebenarannya. Ternyata, Rehan memang memendam rasa bahkan sejak mereka masih remaja. Menolak cinta pemuda baik tentu menyisakan rasa bersalah dan kecanggungan yang sungguh mencekik. Namun, Surtini juga tidak akan pernah coba-coba dengan perasaan orang lain. Dia tidak mau menerima Rehan dengan masih menyimpan Eka di hati. Hal seperti itu sangat kejam dan tidak adil. Pemuda dengan kualitas sekelas Rehan tak seharusnya menjadi pelarian.Sorot mata Rehan jelas memancarkan kekecewaan, tetapi pemuda itu berusaha tersenyum tegar. "Baiklah, Mas mengerti.”Meskipun menjawab seperti itu, harapan Rehan belum pupus. Dia berpikir Surtini hanya masih terluka. Jika suatu saat gadis itu sudah move on, pasti akan membuka hatinya lagi untuk cinta yang baru.

  • Illegitimate Child   Bagian 96: Menjauh

    Waktu berlalu dengan cepat. Sylvia telah benar-benar masuk ke tim proyek terbaru. Perlahan, dia menjalin keakraban dengan Eka. Taktik yang digunakannya adalah tampil sebagai wanita cerdas dan kreatif. Sylvia berusaha menunjukkan dirinya sudah berubah, tidak akan ada lagi anak manja sombong.Sayangnya, semua itu palsu. Ide-ide brilian yang sering diajukan dan mendapat pujian dari Eka tidak orisinil. Secara rutin, Sylvia berkomunikasi dengan asisten kakeknya yang juga dikenal sebagai jenius.Seperti hari ini, Sylvia kembali datang ke kantor Eka. Dia membawa beberapa dokumen. Surtini sempat melirik sinis, tetapi cepat berpura-pura mengerjakan laporan ketika Eka memberi peringatan lewat isyarat mata."Kalo begini bagaimana, Ka?" tanya Sylvia saat sudah duduk di hadapan Eka. Dia menunjukkan lembar kedua dari dokumen yang dibawanya.Eka membaca isi dokumen. Mata elangnya menelaah setiap baris kalimat. Beberapa kali, dia mengelus dagu. Sylvia mencuri kesempatan untuk memandangi wajah tampan i

  • Illegitimate Child   Bagian 95: Kondisi Memanas

    Ruang wakil direktur Hartono Group terasa mencekam. Dua pria berhadapan dengan topik pembicaraan yang pelik. Eka mengetuk meja dengan ujung pulpennya beberapa kali. Sementara lelaki paruh baya di depannya terus menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan pihak perusahaan mereka, sehingga permasalahan semakin membesar dan dapat menyebabkan proyek harus ditunda atau bahkan dihentikan.“Surti, mana laporan yang kuminta kemarin!” titah Eka dengan wajah dingin.Surtini segera mencarikan laporan yang diminta dan segera menyerahkannya. Eka membuka lembaran dokumen. Mata elangnya tiba-tiba mendelik. Dia mendecakkan lidah."Ini sudah yang ketiga kalinya, Surti! Kenapa mengerjakan ini saja kamu tidak bisa!" bentak Eka sembari menghempaskan dokumen di meja.Sudah seminggu berlalu sejak masalah menimpa proyek yang tengah ditangani Eka. Dia mudah menjadi emosional dan jauh lebih sensitif dibandingkan biasanya. Hampir tak ada karyawan yang lolos dari amukannya. Hari-hari yang lalu, Surtini selal

DMCA.com Protection Status