Share

Bab 3

Mungkin anak yang tidak diinginkan harus lebih berusaha untuk bertahan hidup.

Hubunganku dengan ibuku sepenuhnya hancur.

Ketika Jason menyatakan cinta padaku.

Dia berdiri di hadapanku dengan wajah memerah dan mengucapkan tiga kata dengan gugup. "Aku suka kamu."

Aku ingin memanfaatkannya untuk mendapatkan perhatian ibuku.

Namun, aku mengurungkan niatnya.

Aku menolak Jason.

Jason tidak menyerah.

Dia makin sering datang ke rumahku.

Bahkan memasukkan surat cinta ke kamarku.

Hari itu, ketika aku pulang ke rumah, ibuku sudah menungguku dengan memegang surat cinta.

Aku belum berbicara, tetapi ibuku langsung menamparku.

Aku memegang wajahku dengan kebingungan.

Surat cinta itu menghantam wajahku.

"Jason beda denganmu, dia harus masuk Universitas Bagari!"

"Ayahmu nggak urus kamu, aku juga nggak bisa urus kamu. Apalagi aku bukan wali kelasmu, kamu jual diri pun, bukan urusanku!"

"Tapi, kamu nggak boleh goda muridku!"

Goda?

Aku tidak mengerti kenapa ibuku mengucapkan hal seperti ini.

Namun, aku tidak salah dan tidak ingin disalahkan.

"Dia yang nyatakan cinta ke aku!"

Ibuku menjambak rambutku sambil berkata, "Oke, sekarang sudah pandai melawan! Kamu nggak goda dia, dia mana mungkin nyatakan cinta ke kamu. Kenapa bukan ke orang lain?"

Ibuku menyeretku masuk ke kamar.

Ibuku mengambil pakaianku dan memotongnya menjadi beberapa bagian.

Aku melihat potongan kain di lantai.

Mungkin dia lupa, semua pakaian ini bekas kakak sepupuku.

Kakak sepupuku adalah keponakan yang paling dia banggakan.

Di matanya, seolah-olah aku tidak pantas lahir.

Namun, dialah yang berusaha untuk melahirkanku.

Entah kenapa aku keluar dari rumah.

Ketika aku tersadar, aku sudah berada di bawah rumah ayahku.

Aku tidak ingin mengganggu keluarga ayahku.

Namun, ketika berbalik, aku melihat mereka sekeluarga.

Putri kecilnya duduk di pundaknya.

Istrinya tersenyum manis sambil bermain dengan putrinya.

Namun, begitu melihatku, senyumannya menghilang.

Di dunia ini, seolah-olah tidak ada tempat untukku.

Aku malu dan melarikan diri.

Akan tetapi, ayahku mengejarku.

Mungkin karena sudah memiliki anak perempuan, wajah tegas lelaki tua di hadapanku ini dibaluti dengan kasih sayang.

Aku ingin memanggilnya, tetapi tidak tahu panggilan yang pantas.

Mereka menganggapku sebagai hal yang memalukan.

Aku mengubah panggilan "ayah" menjadi "Pak Ferdy".

Ayahku tersenyum sambil mengangguk, lalu mengeluarkan dua ratus ribu dari tasnya dan memberikan uang itu padaku.

"Jangan cari aku lagi, aku sudah punya keluarga baru. Adikmu bisa cemburu."

Aku menggelengkan kepala dan hendak menjelaskan.

Namun, terdengar suara manis dari belakang. "Ayah."

Ayahku tersenyum bahagia. Kerutan di keningnya memudar, dia segera berlari menghampiri gadis kecil itu.

Dia menggendong gadis kecil itu dengan lembut.

"Ayah, siapa dia?"

"Anak teman Ayah."

Tersisa aku sendirian.

Aku menatap dua ratus ribu yang sudah kuremas hingga kusut.

Jelas-jelas, orang tuaku masih hidup dan aku masih bisa bertemu mereka.

Namun, aku tidak memiliki keluarga.

Sepertinya aku hanya beban bagi mereka.

Aku adalah masa lalu paling memalukan yang ingin mereka lupakan.

Seolah-olah keberadaanku hanya akan mengingatkan mereka pada kejadian konyol itu.

Aku berkeliaran di luar untuk cukup lama, sampai aku merasa ibuku sudah tenang.

Aku melihat setumpuk barang di depan pintu.

Dua kotak itu berisikan barang-barangku.

Aku mengetuk pintu.

"Bu Laura."

Aku masih remaja dan tidak memiliki teman, aku tidak tahu harus pergi ke mana.

"Kenapa! Kamu bukan cuma putriku, cari ayahmu!"

Seiring dengan teriakan marah ini, terdengar suara pintu terkunci.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status