Mungkin anak yang tidak diinginkan harus lebih berusaha untuk bertahan hidup.Hubunganku dengan ibuku sepenuhnya hancur.Ketika Jason menyatakan cinta padaku.Dia berdiri di hadapanku dengan wajah memerah dan mengucapkan tiga kata dengan gugup. "Aku suka kamu."Aku ingin memanfaatkannya untuk mendapatkan perhatian ibuku.Namun, aku mengurungkan niatnya.Aku menolak Jason.Jason tidak menyerah.Dia makin sering datang ke rumahku.Bahkan memasukkan surat cinta ke kamarku.Hari itu, ketika aku pulang ke rumah, ibuku sudah menungguku dengan memegang surat cinta.Aku belum berbicara, tetapi ibuku langsung menamparku.Aku memegang wajahku dengan kebingungan.Surat cinta itu menghantam wajahku."Jason beda denganmu, dia harus masuk Universitas Bagari!""Ayahmu nggak urus kamu, aku juga nggak bisa urus kamu. Apalagi aku bukan wali kelasmu, kamu jual diri pun, bukan urusanku!""Tapi, kamu nggak boleh goda muridku!"Goda?Aku tidak mengerti kenapa ibuku mengucapkan hal seperti ini.Namun, aku ti
Tanganku yang hendak mengetuk pintu tergantung di udara.Sebenarnya, aku tahu Jason bukanlah pemicu masalah ini, melainkan ibuku.Mungkin ibuku sudah lama ingin putus hubungan denganku.Hanya saja, tidak menemukan alasan yang tepat.Sekarang, dengan adanya masalah Jason, dia bisa menyingkirkanku, sosok yang mengingatkannya pada masa lalu yang memalukan.Aku hanya mengambil kelinci yang terletak di dalam kotak.Ini adalah pemberian nenekku, satu-satunya mainanku.Dari semua barangku, ini satu-satunya barang baru.Satu-satunya barangku.Jelas-jelas, aku tahu ibuku tidak mencintaiku. Namun, sampai sekarang, aku tetap sakit hati.Jari-jariku menyentuh alis boneka kelinci.Aku diam-diam bersumpah, 'Selamanya, aku nggak bakal tinggalkan kelinciku.'Ia satu-satunya keluargaku di dunia ini.Mulai sekarang, aku cuma punya ia.Dua ratus ribu yang diberikan ayahku adalah satu-satunya tabunganku.Aku tidak rela memesan hotel dengan uang ini.Jadi, aku mencari warnet yang beroperasi 24 jam.Aku dud
Lemariku penuh dengan sampah.Aku menatap mereka, mereka mendelikku.Kemudian, mereka menyiram seember air dingin ke kepalaku.Ember itu menempel di kepalaku, mereka langsung memukulku."Siapa suruh kamu putrinya! Rasakan!"Ternyata semua murid yang disayangi ibuku membencinya.Aku hanya merasa konyol. Ibuku menganggap mereka sebagai anak kandung, tetapi ....Hampir semuanya adalah anak manja yang tidak pernah menderita.Berbeda denganku. Sejak kecil, bekerja keras untuk bertahan hidup, seperti anak yatim piatu.Mereka bukan tandinganku.Aku menyerang balik.Namun, aku ditangkap oleh pengurus asrama.Ibuku datang dengan tergesa-gesa.Begitu masuk, dia langsung menamparku."Siapa izinkan kamu sentuh muridku?"Para gadis yang rambutnya acak-acakan itu mendekati ibuku dengan ekspresi sedih."Bu Laura, kami mau bantu Cassie berkemas. Tak sangka, dia malah pukul kami ...."Sembari berbicara, mereka mulai menangis.Ibuku menatapku dengan marah.Aku tidak ingin menjelaskan.Ketika aku masih k
Setelah dimarahi bertahun-tahun, memangnya kenapa kalau aku melawan satu kali?Aku hanya ingin memenangkan perlombaan ini. Aku ingin menjadi juara di final dan bergabung dengan tim nasional.Aku ingin meninggalkan tempat ini dan pergi ke tempat seharusnya aku berada.Sepertinya Tuhan tidak pernah memihak padaku.Perlombaan diadakan di ibu kota.Perjalanan dari kabupaten menuju ibu kota memakan waktu lama.Sekalipun aku tidak pernah menggunakan uang dua ratus ribu yang diberikan ayahku, uang itu tidak cukup.Aku menyentuh liontin kalung yang terkait di leherku, ini adalah peninggalan nenekku.Sebelum meninggal, nenekku memberikan liontin ini padaku."Uang hasil tabungan Nenek ada di sini. Cassie, kelak, kalau kamu butuh uang, gadaikan saja. Jangan nggak rela. Sayangnya, Nenek nggak bisa lihat Cassie jadi pakar Matematika. Nenek pasti akan berkati Cassie di surga ...."Nenek ... Nenek ....Air mata membuat penglihatanku kabur.Aku terisak-isak.Genggamanku menjadi makin kuat.Saat itu, a
Aku bertanya dengan ragu, "Aku benaran menang?"Bu Siska mengangguk. "Selamat, Cassie. Kamu berhak mengikuti liga!"Berita itu segera menyebar ke seisi sekolah.Pada hari pertama kembali ke sekolah, ibuku menerjang masuk ke kelas. Dia mengabaikan guru yang sedang mengajar dan bertanya di depan semua murid."Nilai Matematika-mu cuma pas-pasan. Kasih tahu aku, kamu curang waktu ujian, 'kan!""Kalau ada masalah, boleh laporkan aku ke pihak penyelenggara."Guru yang sedang mengajar segera menasihati ibuku. "Curang apanya. Mungkin Cassie beruntung."Benar, bagaimana mungkin mereka percaya pada murid yang nilai Matematika-nya pas-pasan?"Cassie, kamu ini. Kabar gembira ini, bukannya kasih tahu ibumu. Kami tahu dari pihak sekolah, ibumu pasti marah.""Aku nggak mau akui anak yang berbuat curang!"Setelah pergi, ibuku langsung melaporkanku ke Biro Pendidikan.Aku tahu ibuku tidak akan berada di sisiku.Namun, aku tidak menyangka dia akan mencelakaiku.Kalau aku curang, dia akan dianggap pahlaw
Semuanya berhenti berlari dan menatap kami.Aku keluar dari kerumunan. Bagaimana mungkin ibuku mengizinkanku mempelajari Matematika dan melihatku menciptakan prestasi dalam bidang Matematika."Bu Laura, kamu lupa? Kamu yang usir aku dari rumah!""Anak dan ibu bertengkar itu hal wajar. Nanti juga berlalu, jangan cari masalah."Mundur selangkah untuk menekan lawan, ini adalah cara yang paling sering digunakan ibuku.Begitu mendengar ucapan ini, orang asing di sekitar mulai membujukku. Seolah-olah akulah yang mencari masalah dengan ibuku.Tidak ada yang tahu betapa sulitnya hidupku selama beberapa tahun ini.Tidak ada yang tahu bahwa ibuku hanya akan mengakuiku di saat seperti ini.Hanya saja, kali ini berbeda.Bu Siska yang sedang lari pagi bersama para murid mendekat dengan terengah-engah dan berhenti di depanku."Cassie, dasar nggak tahu terima kasih. Kukasih tahu, kalau hari ini kamu nggak pulang, jangan harap bisa ikut ujian masuk universitas!""Aku nggak bakal kasih kamu KTP-mu! Kam
Tanganku menjadi makin mati rasa.Aku berusaha untuk mendorong ibuku dan bergegas maju dengan terhuyung-huyung.Namun, karena kehilangan terlalu banyak darah, tubuhku menjadi lemas dan aku terjatuh ke tanah.Ibuku yang sedang memegang batu bata berjalan menghampiriku sambil tersenyum aneh.Ketika aku mengira tangan kananku akan patah, beberapa mahasiswa menyadari keberadaanku.Melihat situasi ini, ibuku menghentikan langkahnya. Dia menyalakan motornya dan pergi secepat kilat, seolah-olah semua ini tidak pernah terjadi.Mungkin Tuhan pun mengasihaniku. Para mahasiswa itu kebetulan adalah mahasiswa kedokteran.Ada yang membantuku menelepon ambulans dan ada yang memeriksa kondisiku.Tanganku terselamatkan.Namun, aku tidak bisa menggunakan tangan kananku untuk sementara waktu.Bu Siska bergegas datang. Melihat tangan kananku digips, matanya memerah, tetapi dia berusaha untuk menahan air matanya.Dia menghiburku. "Untung kamu baik-baik saja, untung kamu baik-baik saja ...."Saat dia menund
Setelah kompetisi berakhir, Bu Siska mengaturkan tempat tinggal yang hanya diketahui olehnya dan aku.Sistem pengajaran juga beralih ke sistem daring.Tidak boleh terjadi kesalahan lagi.Setelah kompetisi berakhir, cepat atau lambat, ibuku akan mengetahui bahwa aku kidal.Memang benar, di hari pengumuman hasil kompetisi.Para guru mengucapkan selamat pada ibuku.Tentu saja, ibuku tidak percaya."Sembarang ngomong, tangan kanan Cassie patah. Dia nggak bisa tulis, kamu salah lihat."Guru itu segera membawa ibuku pergi membandingkan hasil yang tertera di setiap sekolah."Salah lihat dari mana? Nggak sangka, anakmu itu genius."Tubuh ibuku bergetar, dia bergumam, "Nggak, nggak."Dia pergi temui Biro Pendidikan dan pihak penyelenggara lagi. Kali ini, dia menuduh Bu Siska menyuap pihak penyelenggara.Setelah diselidiki, Bu Siska terbukti tidak bersalah.Ibuku mengatakan bahwa mesin bermasalah.Staf sangat kesal pada ibuku."Apa ada ibu macam kamu? Nggak berharap putrimu sukses!"Setelah beru
Bagaimana mungkin dia bisa menerima kenyataan bahwa alasannya membenciku selama bertahun-tahun hanyalah sebuah kesalahpahaman.Dalam sekejap, dia menua.Aku bertemu dengannya di bandara.Dia melihatku dari kejauhan.Aku berpura-pura tidak melihatnya dan berpamitan dengan Bu Siska.Tepatnya, Ibu Siska."Kota Bagari kering, harus pakai lebih banyak losion.""Nggak usah berhemat, sering-sering keluar sama teman-teman ...."Setelah Kelly datang, kami berpisah dengan enggan.Ketika aku kembali untuk mengunjungi Ibu Siska, aku bertemu ibuku lagi.Kali ini, aku akan pergi ke luar negeri untuk melangsungkan pertukaran pelajar.Aku takut Ibu Siska mengkhawatirkanku, jadi aku pulang untuk mengunjunginya.Beberapa tahun ini, aku mengikuti dosenku meneliti berbagai proyek dan menghasilkan banyak uang.Aku memasukkan kalung emas ke kotak keripik kentang.Mata Ibu Siska memerah.Kebetulan, aku melihat ibuku berdiri di dekat jendela.Dia jauh lebih kurus dan tua. Selain itu, dia tidak segalak dulu la
Ayahku duduk di ruang tamu dengan gugup. Dia terus menyeka keringat di tangannya ke celananya.Ini pertama kalinya aku melihat ayahku tersenyum ramah padaku.Begitu masuk, dia memberikan sekotak susu padaku."Cassie, ada yang ingin Ayah bicarkan sama kamu. Adikmu sangat buruk dalam pelajaran Matematika, aku mau minta kamu ajari dia. Kamu punya waktu, nggak?"Aku mengangkat mataku dengan kebingungan.Bukannya ayahku guru Matematika? Kenapa menyuruhku mengajar adikku?Ayahku menggaruk kepalanya dengan canggung."Kamu juga tahu, kalau diajari ayah sendiri, adikmu nggak bakal pintar. Aku nggak tega marahi dia."Aku tercengang.Ketika aku masih kecil, ayahku mengusirku keluar dengan sapu.Dia melemparku dengan batu dan mengucapkan berbagai kata kasar padaku.Aku tahu, sekalipun aku mendapatkan medali emas, ayahku tidak akan mengakui bahwa dirinya adalah ayahku.Bu Siska benar. Setelah mendapatkan medali emas, semua orang akan baik padaku.Aku menolak ayahku, mungkin karena kenangan buruk di
Setelah kompetisi berakhir, Bu Siska mengaturkan tempat tinggal yang hanya diketahui olehnya dan aku.Sistem pengajaran juga beralih ke sistem daring.Tidak boleh terjadi kesalahan lagi.Setelah kompetisi berakhir, cepat atau lambat, ibuku akan mengetahui bahwa aku kidal.Memang benar, di hari pengumuman hasil kompetisi.Para guru mengucapkan selamat pada ibuku.Tentu saja, ibuku tidak percaya."Sembarang ngomong, tangan kanan Cassie patah. Dia nggak bisa tulis, kamu salah lihat."Guru itu segera membawa ibuku pergi membandingkan hasil yang tertera di setiap sekolah."Salah lihat dari mana? Nggak sangka, anakmu itu genius."Tubuh ibuku bergetar, dia bergumam, "Nggak, nggak."Dia pergi temui Biro Pendidikan dan pihak penyelenggara lagi. Kali ini, dia menuduh Bu Siska menyuap pihak penyelenggara.Setelah diselidiki, Bu Siska terbukti tidak bersalah.Ibuku mengatakan bahwa mesin bermasalah.Staf sangat kesal pada ibuku."Apa ada ibu macam kamu? Nggak berharap putrimu sukses!"Setelah beru
Tanganku menjadi makin mati rasa.Aku berusaha untuk mendorong ibuku dan bergegas maju dengan terhuyung-huyung.Namun, karena kehilangan terlalu banyak darah, tubuhku menjadi lemas dan aku terjatuh ke tanah.Ibuku yang sedang memegang batu bata berjalan menghampiriku sambil tersenyum aneh.Ketika aku mengira tangan kananku akan patah, beberapa mahasiswa menyadari keberadaanku.Melihat situasi ini, ibuku menghentikan langkahnya. Dia menyalakan motornya dan pergi secepat kilat, seolah-olah semua ini tidak pernah terjadi.Mungkin Tuhan pun mengasihaniku. Para mahasiswa itu kebetulan adalah mahasiswa kedokteran.Ada yang membantuku menelepon ambulans dan ada yang memeriksa kondisiku.Tanganku terselamatkan.Namun, aku tidak bisa menggunakan tangan kananku untuk sementara waktu.Bu Siska bergegas datang. Melihat tangan kananku digips, matanya memerah, tetapi dia berusaha untuk menahan air matanya.Dia menghiburku. "Untung kamu baik-baik saja, untung kamu baik-baik saja ...."Saat dia menund
Semuanya berhenti berlari dan menatap kami.Aku keluar dari kerumunan. Bagaimana mungkin ibuku mengizinkanku mempelajari Matematika dan melihatku menciptakan prestasi dalam bidang Matematika."Bu Laura, kamu lupa? Kamu yang usir aku dari rumah!""Anak dan ibu bertengkar itu hal wajar. Nanti juga berlalu, jangan cari masalah."Mundur selangkah untuk menekan lawan, ini adalah cara yang paling sering digunakan ibuku.Begitu mendengar ucapan ini, orang asing di sekitar mulai membujukku. Seolah-olah akulah yang mencari masalah dengan ibuku.Tidak ada yang tahu betapa sulitnya hidupku selama beberapa tahun ini.Tidak ada yang tahu bahwa ibuku hanya akan mengakuiku di saat seperti ini.Hanya saja, kali ini berbeda.Bu Siska yang sedang lari pagi bersama para murid mendekat dengan terengah-engah dan berhenti di depanku."Cassie, dasar nggak tahu terima kasih. Kukasih tahu, kalau hari ini kamu nggak pulang, jangan harap bisa ikut ujian masuk universitas!""Aku nggak bakal kasih kamu KTP-mu! Kam
Aku bertanya dengan ragu, "Aku benaran menang?"Bu Siska mengangguk. "Selamat, Cassie. Kamu berhak mengikuti liga!"Berita itu segera menyebar ke seisi sekolah.Pada hari pertama kembali ke sekolah, ibuku menerjang masuk ke kelas. Dia mengabaikan guru yang sedang mengajar dan bertanya di depan semua murid."Nilai Matematika-mu cuma pas-pasan. Kasih tahu aku, kamu curang waktu ujian, 'kan!""Kalau ada masalah, boleh laporkan aku ke pihak penyelenggara."Guru yang sedang mengajar segera menasihati ibuku. "Curang apanya. Mungkin Cassie beruntung."Benar, bagaimana mungkin mereka percaya pada murid yang nilai Matematika-nya pas-pasan?"Cassie, kamu ini. Kabar gembira ini, bukannya kasih tahu ibumu. Kami tahu dari pihak sekolah, ibumu pasti marah.""Aku nggak mau akui anak yang berbuat curang!"Setelah pergi, ibuku langsung melaporkanku ke Biro Pendidikan.Aku tahu ibuku tidak akan berada di sisiku.Namun, aku tidak menyangka dia akan mencelakaiku.Kalau aku curang, dia akan dianggap pahlaw
Setelah dimarahi bertahun-tahun, memangnya kenapa kalau aku melawan satu kali?Aku hanya ingin memenangkan perlombaan ini. Aku ingin menjadi juara di final dan bergabung dengan tim nasional.Aku ingin meninggalkan tempat ini dan pergi ke tempat seharusnya aku berada.Sepertinya Tuhan tidak pernah memihak padaku.Perlombaan diadakan di ibu kota.Perjalanan dari kabupaten menuju ibu kota memakan waktu lama.Sekalipun aku tidak pernah menggunakan uang dua ratus ribu yang diberikan ayahku, uang itu tidak cukup.Aku menyentuh liontin kalung yang terkait di leherku, ini adalah peninggalan nenekku.Sebelum meninggal, nenekku memberikan liontin ini padaku."Uang hasil tabungan Nenek ada di sini. Cassie, kelak, kalau kamu butuh uang, gadaikan saja. Jangan nggak rela. Sayangnya, Nenek nggak bisa lihat Cassie jadi pakar Matematika. Nenek pasti akan berkati Cassie di surga ...."Nenek ... Nenek ....Air mata membuat penglihatanku kabur.Aku terisak-isak.Genggamanku menjadi makin kuat.Saat itu, a
Lemariku penuh dengan sampah.Aku menatap mereka, mereka mendelikku.Kemudian, mereka menyiram seember air dingin ke kepalaku.Ember itu menempel di kepalaku, mereka langsung memukulku."Siapa suruh kamu putrinya! Rasakan!"Ternyata semua murid yang disayangi ibuku membencinya.Aku hanya merasa konyol. Ibuku menganggap mereka sebagai anak kandung, tetapi ....Hampir semuanya adalah anak manja yang tidak pernah menderita.Berbeda denganku. Sejak kecil, bekerja keras untuk bertahan hidup, seperti anak yatim piatu.Mereka bukan tandinganku.Aku menyerang balik.Namun, aku ditangkap oleh pengurus asrama.Ibuku datang dengan tergesa-gesa.Begitu masuk, dia langsung menamparku."Siapa izinkan kamu sentuh muridku?"Para gadis yang rambutnya acak-acakan itu mendekati ibuku dengan ekspresi sedih."Bu Laura, kami mau bantu Cassie berkemas. Tak sangka, dia malah pukul kami ...."Sembari berbicara, mereka mulai menangis.Ibuku menatapku dengan marah.Aku tidak ingin menjelaskan.Ketika aku masih k
Tanganku yang hendak mengetuk pintu tergantung di udara.Sebenarnya, aku tahu Jason bukanlah pemicu masalah ini, melainkan ibuku.Mungkin ibuku sudah lama ingin putus hubungan denganku.Hanya saja, tidak menemukan alasan yang tepat.Sekarang, dengan adanya masalah Jason, dia bisa menyingkirkanku, sosok yang mengingatkannya pada masa lalu yang memalukan.Aku hanya mengambil kelinci yang terletak di dalam kotak.Ini adalah pemberian nenekku, satu-satunya mainanku.Dari semua barangku, ini satu-satunya barang baru.Satu-satunya barangku.Jelas-jelas, aku tahu ibuku tidak mencintaiku. Namun, sampai sekarang, aku tetap sakit hati.Jari-jariku menyentuh alis boneka kelinci.Aku diam-diam bersumpah, 'Selamanya, aku nggak bakal tinggalkan kelinciku.'Ia satu-satunya keluargaku di dunia ini.Mulai sekarang, aku cuma punya ia.Dua ratus ribu yang diberikan ayahku adalah satu-satunya tabunganku.Aku tidak rela memesan hotel dengan uang ini.Jadi, aku mencari warnet yang beroperasi 24 jam.Aku dud