Share

Gegara Potong Tahu

Selamat membaca 🤗

🍁🍁

"Anaya! Apa yang kau lakukan!"sentak Mama, dan sentakannya itu sukses membuatku terkejut sampai aku menjatuhkan pisau yang tengah aku gunakan untuk mengiris tahu.

Aku bingung, dan tidak langsung menimpali sentakan Mama. Dengan wajah kesal dan terlihat tidak suka, Mama mendekati ku.

"Apa yang kau lakukan dengan tahu ini?"tanyanya sambil menunjukkan satu potong tahu yang baru saja aku iris tadi, tepat di depan wajahku.

"Aku, mengirisnya Ma,"jawabku dengan gugup karena melihat wajah Mama yang begitu sangar tidak seperti beberapa menit lalu, di saat dia sedang menceritakan Mas Fandi. Membuatku takut dengan perubahan sekejap itu.

"Mama tau kau mengiris Tahu ini, tapi apa seperti ini cara mengiris tahu yang benar?"Mama kembali menyentakku.

"Maksud Mama?"Tanyaku bingung.

"Astaga! Anaya, apa kau tidak pernah di ajari cara memasak dengan Ibu mu?"

Deg!Dadaku langsung tersentak mendengar kata-kata Mama yang malah melibatkan Ibuku.

"Bukan seperti ini cara memotong Tahu yang benar, Mama tidak habis pikir. Bagaimana bisa kau memotong Tahu sekecil ini! sedangkan Tahu ini untuk di goreng."Ucapnya lagi dengan suara yang menggema.

"Ada apa Ma, Anaya? Kenapa ribut sekali?"Mas Fandi datang. Mungkin dia mendengar kegaduhan di dapur yang jaraknya memang tidak terlalu jauh dari ruang keluarga.

Mama mertua segera mendekati Mas Fandi. Dengan wajah yang memerah beliau berkata pada Mas Fandi.

"Lihat ini Fan, lihat apa yang istrimu kerjakan, memotong Tahu saja tidak bisa. Kamu taukan jika Mama tidak bisa, kalau ada kesalahan dalam setiap masakan yang Mama sajikan."

"Ma, maafkan Anaya, mungkin Anaya tidak tau harus memotongnya seperti apa."Bela Mas Fandi.

"Tidak tau! Jika tidak tau, seharusnya dia bertanya pada Mama. Bukan asal-asalan mengerjakan hingga membuat kesalahan seperti ini."Marah Mama yang tidak terima.

Astaghfirullah! Aku sampai tidak bisa bicara apapun karena terkejut dengan apa yang terjadi di hadapanku ini. Sungguh aku melihat sosok lain pada Mama mertuaku, dia terlihat begitu galak dengan kata-kata makian yang membuatku tersinggung. Padahal aku hanya salah memotong Tahu yang tidak sesuai keinginannya, tapi apa harus dia marah sampai seperti ini?

"Sudah Ma, Mama jangan marah-marah seperti ini, nanti tensi darah Mama naik. Biar aku yang bicara pada Anaya, ini juga salah Fandi Ma, karena Fandi tidak mengatakan apa yang harus Naya lakukan ketika sedang memasak bersama Mama."Ujar Mas Fandi, menenangkan ibunya.

Meskipun aku sedikit senang dengan Mas Fandi yang membelaku, tapi aku masih di buat bingung dengan semua ini.

PLUK!

Mama melemparkan Tahu yang tadi ada di tangannya, tepat di hadapanku sembilan berucap."Mama sudah tidak berselera untuk masak, istrimu itu merusak semuanya."

Mas Fandi diam sesaat begitu juga denganku.

"Naya, tolong bereskan semuanya, aku ingin mengantar Mama ke kamar dulu."Ujar Mas Fandi, dan setelah mengatakan itu dia pergi dari Dapur dengan menuntun Mama yang masih memasang wajah kesal dan terlihat sedikit menyeramkan di mataku.

***

Aku mengambil Tahu yang tadi di lemparkan Mama, aku menatap Tahu itu dengan Iba, tapi rasa ibu itu tentu untuk diriku sendiri yang entah kenapa aku bisa melakukan kesalahan yang bisa membuat Mama begitu marah padaku.

Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika Mama membenciku karena ini. Tidak! Tentu tidak mungkin jika Mama membenciku hanya karena masalah seperti ini kan. Aku terus saja meyakinkan diriku, dan aku berjanji akan memperbaiki semua kesalahanku ini, ya aku harus kembali membuat Mama senang.

Dengan penuh semangat, aku kembali melanjutkan apa yang sudah aku kerjakan tadi, dengan mengira-ngira ukuran yang ideal sebuah Tahu Goreng. Aku kembali memotong Tahu-tahu yang masih tersisa.

Semoga ini sesuai keinginan Mama, harapku sambil menatap sepiring Tahu goreng yang sudah aku masak dengan sangat teliti dan hati-hati.

***

Tiba di waktunya makan malam.

Aku menyusun semua menu makan malam yang aku masak tadi di meja makan, di bantu dengan Fatia, anak pertama Mbak Wina. Sedangkan Mas Fandi dan Mama sejak tadi masih berada di dalam kamar begitu juga dengan Mbak Wina dan suaminya.

"Fatia, tolong panggilkan Ibu dan Ayahmu, katakan pada mereka jika makan malam sudah siap, biar Tante Naya yang akan memanggil Nenek dan Om Fandi."Ucapku pada gadis kecil yang masih berumur 8 Tahun itu.

"Jangan! Tante,"cegah Fatia yang langsung menghentikan langkah kakiku yang sudah akan beranjak menuju kamar Mama.

"Kenapa, apa Fatia yang ingin memanggil Nenek dan Om Fandi?"tanyaku.

Fatia menggeleng.

"Lalu?"tanyaku kembali.

"Nenek pasti akan marah jika di ganggu saat sedang bersama Om Fandi."

Alasan yang di ucapkan Fatia tentu membuat aku bingung.

"Kenapa harus marah? Tante tidak menggangu nenek dan Om Fandi, Tante hanya ingin mereka makan malam karena ini memang sudah waktunya makan malam kan?"

"Tetep saja, apapun alasannya itu Nenek pasti akan marah, Tante Naya tunggu saja di sini Nenek sudah tau ko ini waktunya makan malam pasti sebentar lagi akan keluar dari kamar, dan aku akan panggil Ibu serta Ayah."

Setelah memintaku untuk menunggu, Fatia melenggang pergi menuju kamar Orang tuanya.

Dan aku sendiri jadi kepikiran dengan kata-kata Fatia tadi.

Apa yang sedang di lakukan Mama dan Mas Fandi, sehingga dia akan marah jika ada seseorang yang mengganggunya? Pertanyaan ini hadir begitu saja di kepalaku, dan dengan cepat aku menepis dan membuang jauh-jauh pertanyaan yang tentu aku sendiri tidak tau jawabannya. Yang aku tau saat ini Mas Fandi tengah menenangkan Mama yang tadi kesal karena kesalahan yang aku buat di dapur.

**

Mbak Wina dan suaminya yang bernama Hanan muncul bersama Anak kedua mereka yang masih berumur 2 Tahun.

"Di mana Nenek mu?"tanya Mbak Wina pada Fatia yang sudah lebih dulu duduk di kursi makan.

"Di Kamar, bu."Sahut Fatia.

"Apa bersama Om Fandi?"tanya Mbak Wina kembali.

"Iya."

Setelah mendapat jawaban dari Fatia, Mbak Wina mengangguk lalu ia mengambil piring yang sudah aku sediakan di sana lalu menyendok nasi beserta lauk pauk.

"Maaf Mbak Wina, apa tidak sebaiknya kita menunggu Mama dan Mas Fandi terlebih dahulu,"ucapku. Dan ucapanku ini tentu beralasan, karena selama beberapa hari aku tinggal di sini aku mendapati ketaatan di meja makan bahwa tidak ada yang boleh makan terlebih dahulu sebelum Mama berada di kursinya.

"Tidak perlu, kita makan saja duluan. Jika kita menunggu Mama dan Fandi keluar tentu saja anak-anakku akan kelaparan,"sahut Mbak Wina yang masih terus menggerakkan tangannya, mengisi piring makan Mas Hanan dan anaknya yang paling kecil.

Aku terdiam dalam kebingungan. Tentu saja ini yang pertama karena sebelumnya aku tidak tahu akan hal ini. Jika Mas Fandi dan Mama berada di dalam kamar akan membutuhkan waktu yang lama, bukankah tadi Fatia bilang, jika Neneknya pasti akan keluar kamar, jika waktu makan malam tiba.

Ingin rasanya aku bertanya kepada mereka, apakah Mas Fandi harus selalu menemani Mama di dalam kamar jika Mama sedang dalam suasana hati kesal atau marah? rasanya aku juga ingin mengetuk pintu kamar Mama Mertuaku dan bertanya langsung kepada Mas Fandi, yang masih berada di sana sudah lebih dari dua jam. Tapi tentu aku tidak berani untuk melakukan semua itu karena aku masih merasa bersalah kepada Mama.

"Sudah Naya, kau makan saja, tidak usah memikirkan apapun,"ucap Mas Hanan yang sepertinya menyadari jika aku tengah memikirkan sesuatu.

"Terima kasih Mas, kalian makan duluan saja, biar aku menunggu Mas Fandi."Ucapku, yang memang tidak ingin melewati makan malam bersama suamiku itu.

BERSAMBUNG..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status