Share

Kaos Mas Fandi

Selamat! Membaca 🤗

Dengan hati yang berbunga-bunga aku kembali masuk kedalam Rumah, dan aku terlonjak melihat Mama yang berdiri di ambang pintu, apa sejak tadi beliau memperhatikan aku dan Mas Fandi?

"Ma, apa ada sesuatu yang Mama butuhkan?"tanyaku kaku.

"Tidak, kau bersiap-siaplah. Bukankah kamu ingin ke rumah ibumu."Ujar Mama.

Aku mengangguk dan lagi-lagi aku di buat bingun dengan ekspresi dan sikap Mama yang kali ini kembali berubah. Mungkin apa yang di katakan Mas Fandi benar, jika Mama sedang dalam suasana hati yang tidak baik karena banyak pikiran, aku harus mengerti dan memahami ini.

**

Tidak membutuhkan waktu lama, setelah siap, aku menenteng Tas dan keluar kamar. Aku langsung berpamitan pada Mama dan dengan sangat ramah beliau berkata.

"Hati-hati di jalan Anaya, Mama titip salam untuk ibumu."

Aku tersenyum.

"Iya Ma."

Ojek Online yang aku pesan sudah tiba, aku mencium punggung tangan Mama dan segera pergi dari sana. Aku sudah sangat tidak sabar ingin bertemu dengan Ibu. Baru beberapa hari saja, rasanya sudah sangat rindu.

**

Saat sampai rumah ibu, aku langsung memeluk wanita yang sudah melahirkan ku itu. Beliau sampai berkaca-kaca melihat kedatanganku.

"Naya, kamu baik-baik saja kan di sana? Apa kamu makan dengan baik? Ibu mertuamu memperlakukan kamu dengan baik kan? setiap malam ibu tidak bisa tidur karena memikirkan mu."Ujar Ibu dengan mata yang berkaca-kaca. Padahal belum ada satu bulan aku meninggalkan rumah ini, tapi kedatanganku di sambut layaknya aku yang baru pulang merantau selama bertahun-tahun. Ya, seperti inilah seorang ibu mereka akan selalu menganggap anaknya masih kecil meskipun sudah dewasa, hingga akan merasakan khawatir, sedih dan gelisah saat tidak bertemu dan memastikan anaknya baik-baik.

"Ibu ini terlalu berlebihan, Naya tinggal bersama suami dan keluarganya. Bukan sedang merantau keluar Negeri, atau tinggal dengan orang asing yang tidak ia kenali,"sahut Ayah.

"Ayah ini bagaimana, masa seperti ini saja di bilang berlebihan"tukas ibu.

Aku paham apa yang Ibu rasakan saat ini, karena sungguh akupun sangat merindukan Ibu. Aku anak bungsu di keluargaku dan aku mempunyai dua kakak laki-laki. Mas Gading dan Mas Arhan. Kedua kakakku belum menikah, entah apa yang mereka berdua kejar sehingga selalu enggan jika Ibu dan Ayah memintanya untuk segera menikah.

"Sudah, ajak Anaya masuk,"titah Ayah

Dengan semangat, Ibu menggandeng ku dan tempat pertama yang kami tuju adalah meja makan.

"Anaya, ibu sudah memasak makanan kesukaan kamu, kita makan sama-sama ya,"ajaknya.

Meskipun belum ada satu jam aku selesai sarapan, aku tentu tidak bisa menolak ajakan ibu.

"Iya Bu, aku sangat merindukan makanan Ibu."

*

Di meja makan, aku bercengkrama dengan Ibu. Tidak lupa, beliau mengingatkan aku agar selalu berbakti pada suami dan mertuaku, dan tak lama kemudian, sahabatku datang. Yaitu Karina.

***

"Jadi, bagaimana? Apa Mertuamu benar-benar Mertua idaman seperti yang kamu banggakan padaku?"tanya Karina, saat kami hanya berdua di dalam kamarku.

"Ya, Ibu Mertuaku sangat baik dan beliau juga sangat menyayangiku."Jawabku dengan sangat yakin.

"Semoga saja itu bukan pura-pura. Kamu dan Fandi baru menikah beberapa hari, jadi belum bisa mengetahui sifat asli dari Mertuamu."Ucap Karina, ketus.

Aku sedikit kesal dengan kata-kata Karina yang selalu menyudutkan Mama mertuaku, aku sangat yakin seyakin-yakinnya jika Mama adalah mertua yang sangat baik tidak seperti apa yang dikatakan oleh Karina. Jika dia trauma dengan mantan Ibu mertuanya seharusnya jangan melampiaskan dan menyudutkan Mama mertuaku, menyebalkan sekali. Tapi, meskipun menyebalkan tapi Karina sahabat terbaikku, kami sudah bersama sejak duduk di bangku SMP.

**

Setelah puas menghabiskan waktu bersama Karina di kediaman orang tuaku, hingga menjelang sore aku pulang sebelum Mas Fandi sampai rumah.

Di rumah orang tua Mas Fandi, aku kembali disambut dan diperlakukan sangat baik oleh Mama sehingga membuatku semakin yakin jika kata-kata Karina adalah bohong, wanita itu hanya sedang merasa kecewa dengan mantan Mertuanya hingga dia menganggap ibu Mertuaku sama seperti Mertuanya.

Aku yakin Mama mertuaku yang terbaik.

***

Satu bulan sudah terlewati dan saat ini usia pernikahanku dan Mas Fandi memasuki bulan kedua.

Hari-hari yang aku jalani nampak normal seperti biasa, layaknya pengantin baru pada umumnya, dan semoga saja akan terus seperti ini sampai kami menua nanti.

**

"Ma, bukankah itu kaos Mas Fandi?"tanyaku sedikit bingung. Melihat Mama yang menenteng kaos yang semalam Mas Fandi pakai.

"Eh, ini. Iya ini kaos Fandi. Semalam dia meninggalkannya di kamar Mama,"sahut Mama gugup.

Aku menangkap ekspresi kaget dari Mama sesaat setelah Mama menyelesaikan ucapannya. Beliau terlihat seperti sedang salah bicara dengan gerakan menepuk kecil mulutnya.

"Jadi semalam, Mas Fandi dari kamar Mama?"tanya ku kembali.

"Itu Naya, eeemm.... Fandi mencari kunci gudang yang memang di simpan di kamar Mama. Dia ingin mengambil alat-alat untuk membetulkan sepeda Fatia."

Mama terlihat semakin gelisah.

"Membetulkan sepeda Fatia, di malam hari?"

Aku semakin memperhatikan gesture tubuh Mama yang semakin terlihat aneh.

"Ya memangnya kapan lagi, Fandi itu kan sibuk jika siang. Jadi dia hanya bisa mengerjakan di malam hari."Jawab Mama dengan nada yang berubah kesal begitu juga dengan raut wajahnya.

Melihat kekesalan di wajah Mama, aku tidak ingin lagi bertanya lagi karena takut akan membuat Mama tersinggung, padahal di otakku begitu banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan yang berkaitan dengan kejadian semalam.

"Maafkan aku Ma, sini biar aku yang mencuci kaos Mas Fandi,"ucapku sambil mengulurkan tangan meminta kaos Mas Fandi.

"Tidak usah, biar mama saja yang mencucinya,"sahut Mama ketus sambil menepis tanganku lalu pergi begitu saja.

*

Kejadian semalam.

Semalam aku sangat mengantuk bahkan rasa kantuk itu tidak seperti biasanya, sehingga aku tidur di waktu yang tidak biasanya yaitu pukul 19:00.Tapi rasa haus yang melanda membuat tenggorokanku merasa kering meminta untuk segera di siram. Meskipun mataku berat untuk terbuka aku tetep bangun agar tidak pingsan karena kehausan. Saat aku berhasil membuka mata dengan susah payah, dan ingin mengambil air yang sudah aku sediakan di meja yang ada di kamar. Tiba-tiba aku di landa rasa heran bercampur kaget, saat melihat Mas Fandi tidak ada di kasur. Dengan mata yang aku usahakan terbuka sempurna, aku melihat jam yang tergantung di dinding kamar, dan jarum jam di sana menunjukkan pukul 00:59.

Bersambung.

Terima kasih 🙏

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status