Share

Di Meja Makan

Selamat Membaca🤗

Aku yakin dengan apa yang aku lihat tadi, jika Mama sedang memandangi Mas Fandi, sambil tersenyum malu. Ya, senyum malu-malu, bukan senyum senang karena anaknya tengah sarapan dengan lahap, layak Orang Tua pada umumnya ketika melihat sang anak tengah bernafsu makan. Aku melihat senyum berbeda di kedua sudut bibir Mama, begitu juga dengan matanya yang memancarkan kekaguman.

Dengan jari-jemari yang mencengkram kuat sendok yang ada di tanganku, aku kembali memberanikan diri untuk melihat Mama.

Benar saja, Mama masih memandangi Mas Fandi dengan mimik wajah seperti sebelumnya. Astagfirullah, ada apa ini? kenapa tiba-tiba hatiku merasa cemas dan ketakutan seperti ini, pikiran buruk tiba-tiba mengganggu kepalaku, tidak! aku tidak boleh berpikir macam-macam, aku yakin dan sangat yakin jika semuanya akan baik-baik saja. Ya, semua akan baik-baik saja, tidak perlu ada yang di khawatirkan.

''Tante Naya, kenapa tidak di makan sarapannya?''tanya Fatia, yang langsung membuatku terkejut. Mas Fandi yang duduk di sebelahku melihat piring di hadapanku yang memang masih utuh.

''Iya sayang kenapa? kenapa, tidak di makan? apa kamu tidak suka dengan makanannya?''Mas Fandi yang ikut bertanya.

''Aku tidak apa-apa, Mas, aku suka dengan makanannya. Hanya saja, perutku sedang tidak nyaman tapi aku akan segera menghabiskan makanan ini,''ucapku pada Mas Fandi lalu aku beralih pada Fatia,''tante akan memakannya Fatia, kamu juga habiskan makananmu ya.''

Gadis kecil itu mengangguk, namun saat aku memperhatikan wajah Fatia, anak itu seperti ketakutan dan ekor matanya selalu melirik ke arah Mama.

''Fatia!''panggilku.

''Iya, Tante. Aku akan segera menghabiskan makananku,''sahutnya dengan cepat lalu kembali menunduk fokus pada piringnya, tapi cara Fatia menunduk bukan seperti orang yang sedang makan pada umumnya, ia terlihat seperti sedang menghindari sesuatu yang memperhatikan dirinya, Fatia seperti sedang ketakutan. Aku yakin itu.

**

Setelah beberapa menit, momen sarapan di akhir pekan pun usai. Seperti biasa, aku bertugas membersihkan meja dan juga mencuci piring.

"Tante, aku bantuin ya,"ucap Fatia yang tiba-tiba muncul dari belakang, mengejutkanku yang sedang melamun sambil menggosok-gosok piring.

Tanpa menunggu aku menimpali ucapannya, Fatia sudah lebih dulu meraih Spon, yang ada di tanganku.

"Terima kasih Fatia. Tapi, biarkan tante saja yang mencucinya, sebentar lagi selesai,"tolakku dengan lembut sambil mencoba meraih kembali Spon yang ada di tangan Fatia.

"Tidak apa-apa, Tante. Biar aku saja yang melanjutkannya, Tante Naya ke ruang keluarga saja, mungkin Om Fandi sedang membutuhkan sesuatu,"timpal gadis itu, tapi lagi-lagi Fatia menunjukkan sikap dan mimik wajah yang tidak seperti biasanya, dia terlihat gelisah dan juga ketakutan.

"Fatia, ada apa?"tanyaku sambil menyentuh pundaknya dengan lembut.

Fatia terkejut dan langsung menatap wajahku, entah apa yang membuatnya terkejut padahal aku hanya bertanya. Bibirnya bergetar dan tangannya pun ikut bergetar, anak yang berwajah manis ini seperti ingin mengatakan sesuatu padaku namun dia ragu, entah ragu atau takut.

"Aa...aku..aku..."

"Aku, apa? Apa ada sesuatu yang terjadi?"tanyaku yang tidak sabaran karena anak ini bicara dengan terbata-bata.

"Aku, tidak apa-apa Tante, biarkan aku saja yang melanjutkan cuci piringnya, Tante Naya, cepatlah ke ruang keluarga,"dan inilah yang akhirnya di katakan Fatia. Melihatku yang masih tidak bergeming Fatia mendorong sedikit badanku agar pergi dari sana.

Apa ia sedang mengusirku? tidak! Fatia tidak bermaksud mengusirku dari sana, yang ia inginkan, aku segera pergi ke ruang keluarga. Ya, aku yakin itu. Tapi, ada apa dia sana? Kenapa Fatia memaksaku untuk pergi keruangan yang sedang di tempati Mas Fandi, Mama dan kakak ipar ku.

"Fatia, di Ibu Mamamu?"tanyaku dengan perasaan yang tidak menentu.

"Ibu pergi ke Bengkel, bersama, Ayah."

Deg! Ke bengkel! Itu artinya, kedua kakak ipar ku tidak ada di sana.

"Baiklah, Fatia terima kasih sudah membatu pekerja tante,"ucap ku yang mencoba bersikap biasa, padahal hatiku benar-benar merasa takut, takut yang aku sendiri tidak tau sebabnya.

"Iya Tante, sama-sama. Cepat, pergilah ke ruang keluarga."Sahut Fatia yang kembali memintaku untuk segera pergi.

Dengan perasaan yang takut, cemas, namun penasaran. Aku melangkah dengan gemetar menuju ruang keluarga. Entah kenapa tiba-tiba mataku sudah membayangkan apa yang akan aku lihat di sana. Tidak-tidak, tolong jangan seperti ini, itu ruang keluarga, ruangan di mana kami menghabiskan waktu dengan mengobrol dan menonton TV bersama. Tentu saja tidak akan digunakan untuk hal-hal yang lain, kenapa pikiranku bisa seburuk ini, mungkin karena kejadian semalam hingga membuatku menjadi terkesan jahat seperti ini.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status