Sejak malam itu Yuli dan Niko mulai sering melakukan hubungan suami istri. Bahkan pria itu terlihat lebih sering menghabiskan malam panas bersama Yuli daripada Rani-istri pertamanya. Hal itu rupannya membuat kecemburuan tersendiri di hati Rani, terlebih Lina yang sangat menentang hubungan mereka.
Tiga bulan berlalu, tidak ada yang berubah dengan kehidupan Yuli. Selain statusnya yang kini berubah menjadi istri kedua Niko. Hingga suatu hari, Rani yang saat itu baru saja mengambil baju di dalam lemari. Tiba-tiba terkejut saat melihat baju kesayangannya berlubang. "Bagaimana bisa baju ini berlubang. Ini pasti kerjaan pembantu tolol itu," ucapnya dengan kesal. Rani yang tidak terima langsung berjalan keluar kamar. Dengan tergesah-gesah dia mulai menuruni anak tangga. Sesampai di lantai dasar dia langsung berteriak memanggil nama Yuli. "Yuli! Yuli." "Rani. Kamu kenapa berteriak seperti itu?" tanya Lina yang baru saja turun dari tangga. "Ibu, dimana wanita kampung itu?" tanya Rani. "Lihat ini! Perempuan kampung itu sudah merusak bajuku." "Ya ampun! Bagaimana mungkin bajumu bisa rusak seperti itu. Bukankah itu baju kesayanganmu." Terlihat sebuah baju dengan lubang yang sudah menganga lebar. Lina yang melihat lubang tersebut langsung melebarkan matanya. Sementara itu, Rani langsung berjalan ke arah paviliun. Rani yang sudah dalam keadaan marah langsung membuka pintu kamar madunya itu. Terlihat Yuli yang masih terlelap dalam tidurnya. Dengan kasar Rani langsung menjambak rambut wanita malang itu hingga membuatnya terkejut. "Oh jadi wanita ini masih tidur disini. Sepertinya aku harus memberi pelajaran kepadanya," batin Rani yang langsung mendekati Yuli. "Aduh!" pekik Yuli sambil langsung memegang tangan Rani. "Eh! Apa kamu pikir rumahku ini hotel. Jam segini masih tidur!" bentak Rani sambil terus menjambak rambut Yuli. "Maaf. Mbak, a-aku sedang nggak enak badan jadi aku beristirahat sebentar." Dia terlihat gugup saat menjawab pertanyaan Rani. "Aku nggak peduli dengan apapun alasanmu! Sekarang kamu lihat apa yang sudah kamu lakukan pada baju kesayanganku." Rani langsung melemparkan bajunya ke wajah Yuli. Yuli yang penasaran langsung melihat pakaian tersebut. Dia terlihat terkejut saat melihat sebuah lubang menganga di pakaian itu. Dia tidak menyangka jika pakaian yang sudah disetrikanya beberapa hari lalu bisa berlubang sebesar itu. "Baju ini … bagaimana baju ini bisa berlubang," batin Yuli sambil melihat baju yang ada di tangannya. "Aku nggak mau tahu, kamu harus mengganti baju itu!" bentak Rani hingga membuat Yuli terkejut. "Tapi, saya nggak pernah merasa melakukan kesalahan pada baju ini. Mbak," ucap Yuli yang terlihat bingung. "Kalau bukan kamu siapa lagi? Bukannya kamu yang menyetrikanya, atau kamu menuduhku yang sengaja merusaknya!" bentak Rani yang langsung menjambak rambut Yuli lagi. "Bukan begitu, Mbak. A-aku hanya … ." "Hanya apa, apa jangan-jangan kamu menuduhku yang merusak baju itu." Tiba-tiba Lina sudah berdiri di depan pintu. "Bukan begitu. Bu, aku hanya … ." Sambil menjambak rambut wanita itu. "Dasar perempuan nggak tahu diuntung, sudah bagus aku memberimu kehidupan enak! Sekarang kamu malah merusak baju kesayanganku." "Ampun, Mbak. Saya benar-benar nggak pernah merusak baju itu!" teriak Yuli sambil menangis. Niko yang baru saja keluar dari kamar langsung berjalan ke arah paviliun saat mendengar teriakan Yuli. Pernikahan antara Yuli dan Niko memang terjadi karena permintaan sang istri. Rani yang tidak ingin memiliki keturunan meminta sang suami untuk menikahi Yuli yang saat itu adalah putri dari Sari mantan asisten rumah tangganya dulu. "Rani! Lepaskan tanganmu." Niko langsung menarik tangan Rani dengan paksa. "Enggak! Aku nggak akan melepaskan wanita ini. Kamu lihat apa yang sudah dia lakukan dengan bajuku!" bentak Rani sambil menunjukkan bajunya yang sudah berlubang. "Mungkin dia nggak sengaja. Lagipula kamu juga memiliki banyak baju, jadi untuk apa mempermasalahkan hal ini," jawab sang suami yang sudah berdiri di hadapan Rani. Rani langsung menarik tangan Yuli. "Sekarang kamu ikut aku." Niko yang berdiri di samping Yuli langsung segera mengikuti langkah sang istri. Dia terlihat berusaha melepaskan tangan istri pertamanya. Namun, hal itu tidak membuat Rani berhenti menyiksa Yuli. "Rani! Aku bilang sekali lagi, cepat lepaskan tanganmu." Niko langsung mencengkeram lengan sang istri. "Aku enggak akan melepaskan wanita ini. Dia harus diberi hukuman atas kesalahannya. Mas!" bentak Rani sambil melebarkan matanya dan langsung menyeret tangan Yuli. "Aku mohon. Mbak, aku benar-benar nggak sengaja. Ampuni aku." Yuli berusaha memohon agar Rani mau memaafkannya. Sambil terus menarik tangan Yuli. "Ampun! Aku nggak akan mengampunimu, wanita kampung." "Rani!" teriak Niko yang ada dibelakang Rani. "Apa! Kamu membelanya? awas ya, Mas kalau sampai kamu membelanya. Aku pastikan kamu dan ibumu akan menjadi gembel seperti dulu." Rani menatap Niko dengan tajam dan langsung melepaskan tangannya dari wanita muda yang ada di sampingnya. "Gawat! Jika aku membiarkan Niko membela wanita itu. Aku khawatir Rani akan benar-benar mengusir kami, dan itu akan membuatku jatuh miskin," batin Lina sambil terlihat begitu khawatir. "Sudah-sudah! Niko, lebih baik kamu sekarang lebih baik kamu ikut Ibu!" perintah Lina sambil langsung menarik tangan putranya. "Tapi. Bu, aku harus membantu Yuli. Kasihan dia," jawab Niko sambil melihat ke arah sang ibu. "Sudah nggak perlu, lebih baik kamu ikut Ibu sekarang!" bentak Lina sambil langsung menarik tangan sang putra. Niko yang tidak ada pilihan lain langsung berjalan mengikuti Lina. Lina langsung mengajak sang putra ke ruang keluarga. Sementara itu Rani terus berjalan ke arah kamarnya dengan langkah kesal. "Ibu nggak mau tahu. Kamu harus segera menceraikan wanita kampung itu!" perintah Lina sambil berjalan mendekati sang putra. "Aku enggak bisa. Bu," jawab Niko sambil duduk di sofa. "Enggak bisa! Kenapa? Apa karena anak yang kamu impikan selama ini." Perempuan berusia 50 tahun itu duduk di dekat Niko. "Iya. Aku memang menikahinya karena anak," jawabnya sambil menoleh ke arah Lina. "Niko! Anak itu bisa didapatkan dengan cara apapun. Lagi pula Ibu nggak peduli jika kalian nggak memiliki anak, yang terpenting sekarang kita hidup dengan bergelimang harta," jelas Lina sambil melipat tangannya ke depan. "Bu! Anak itu penting untuk meneruskan garis keturunan kita." Niko terlihat terkejut mendengar ucapan Lina. Sambil langsung berdiri dari tempat duduknya. "Sudah-sudah! Ibu enggak mau tahu, kamu harus menceraikan wanita itu segera." Lina yang merasa kesal dengan keputusan Niko. Langsung berjalan meninggalkan ruang keluarga. Sementara itu, Niko terlihat menyandarkan tubuhnya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Niko yang terlihat frustasi dengan masalah yang dihadapinya terlihat duduk melamun. Dia perlahan mengingat kejadian beberapa bulan lalu. Kejadian dimana dia sedang bertengkar dengan Rani karena keputusan sang istri yang tidak ingin memiliki keturunan. Dengan alasan dia tidak ingin kehamilannya merusak bentuk tubuhnya. Dia juga khawatir kehamilan yang akan dialaminya membuat Rani kehilangan karirnya. Hingga suatu hari, Rani meminta sang suami menikahi Yuli yang saat itu bekerja di rumahnya untuk menggantikan sang ibu. "Kenapa semua jadi berantakan seperti ini," ucap Niko sambil mengusap wajahnya dengan kasar. *** Di dalam kamar Yuli yang masih merasakan sakit di bagian kepalanya. Terlihat menangis sambil duduk di tempat tidur. Dia tidak menyangka jika baju yang semula baik-baik saja, tiba-tiba rusak begitu saja. "Sebenarnya apa yang sudah terjadi, dan kenapa baju itu bisa rusak?" ucap Yuli sambil menatap ke arah jendela.Keesokan harinya, Lina yang baru saja membersihkan diri langsung berjalan ke arah meja makan. Dia terlihat terkejut saat melihat meja tersebut masih kosong. Sementara itu Niko yang duduk tidak jauh dari Rani terlihat sedang memainkan ponselnya. "Kenapa belum ada makanan di meja ini," batin Lina sambil menatap meja makan yang masih kosong. "Rani, apa makanannya belum disediakan?" tanyanya pada sang menantu sambil terus melihat ke arah meja makan. "Tanya saja sama menantu kedua Ibu." Rani menjawab sambil terus menatap ke layar ponselnya. "Yuli! Yuli. Mana sarapan hari ini?!" tanya Lina sambil berteriak. "Iya. Bu! Sebentar lagi," jawab Yuli dengan sedikit berteriak. "Dasar wanita lelet. Bagaimana mungkin dia bisa terlambat menyiapkan sarapan," gerutu Lina yang masih berdiri di samping Rani. Sambil meletakkan ponselnya di atas meja. "Sudahlah. Bu, siapa tahu dia kesiangan. Lebih baik kita tunggu saja, mungkin sebentar lagi siap." "Niko! Kenapa sih kamu selalu membela wanita
"Ada apa sih. Mas? Malam-malam begini teriak-teriak!" bentak Rani yang saat itu bertemu dengan sang suami di ruang makan. "Iya, kamu ini bisa tidak tenang sebentar saja. Ibu sedang sakit kepala," Lina menatap Niko dengan kesal. "Yuli. Yuli pingsan di kamarnya," jawab Niko dengan gugup. Sambil melebarkan mata. "Apa! Wanita benalu itu pingsan." "Halah, biarkan saja. Nanti juga dia bangun sendiri, sudah. Ah! Ibu mau istirahat," jawab Lina sambil melangkah pergi. "Tunggu. Bu, kita tidak bisa membiarkan wanita itu pingsan disini. Aku tidak mau berurusan dengan hukum jika terjadi sesuatu padanya," ucap Rani hingga membuat Lina menghentikan langkahnya. "Ya sudah, lebih baik sekarang kita bawa dia ke Rumah sakit!" ajak Niko yang langsung berjalan ke arah paviliun. "Ah! Menyusahkan saja," gerutu Lina sambil berjalan mengikuti Niko dan sang menantu. Beberapa saat kemudian mereka akhirnya tiba di Rumah sakit. Yuli yang saat itu belum sadarkan diri langsung mendapatkan penangan di ru
Sambil terus menatap majalah yang ada di tangannya. "Mau kemana kamu, Mas.""Aku mau ke paviliun sebentar. Aku khawatir dengan keadaan Yuli, lagipula siapa tahu dia membutuhkanku," jawab Niko sambil berjalan ke arah pintu."Kamu tidak boleh kesana." Rani menutup majalahnya dan menoleh ke arah sang suami.Niko yang berjalan ke arah pintu seketika berhenti setelah mendengar ucapan wanita yang ada di belakangnya. Sesaat dia terlihat menarik nafas dalam-dalam. Sebelum akhirnya menoleh ke arah Rani yang sudah berdiri di belakangnya."Apa kamu lupa kalau Yuli itu sedang hamil muda, siapa tahu malam ini dia sedang merasa tidak nyaman." Niko mencoba memberi penjelasan pada sang istri.
Sambil melemparkan kantong plastik ke arah Yuli. "Ini untukmu."Yuli yang penasaran langsung melihat isi dalam kantong tersebut. Terlihat beberapa buah-buahan dan beberapa kardus susu untuk ibu hamil. Melihat barang-barang itu Yuli langsung menoleh ke arah Rani yang berdiri di hadapannya."Ini untuk saya. Mbak?" tanya Yuli dengan penasaran."Kamu tidak lihat itu susu hamil, jika bukan buatmu lalu buat siapa lagi," jawab Rani dengan ketus sambil duduk di sofa."Alhamdulillah." Yuli terlihat bahagia."Kamu jangan bahagia dulu, aku memberi barang-barang itu bukan karena aku peduli padamu. Aku hanya tidak mau anak itu lahir cacat,"
Pagi ini semua sudah berkumpul di meja makan. Termasuk Rani dan Niko yang baru saja menikmati sarapan mereka. Setelah mengusap mulutnya, Rani segera memanggil Yuli yang sedang berada di dapur."Yuli! Yuli." Rani berteriak dengan keras.Sambil meletakkan gelas di atas meja. "Apa kamu tidak bisa memanggilnya dengan lembut.""Yuli. Yuli!" teriak Rani seolah tidak mempedulikan ucapan sang suami.Sambil berlari dengan teburu-buru. "Iya. Mbak, apa ada yang bisa saya bantu.""Ini upahmu bulan ini," ucap Rani sambil menyerahkan sebuah amplop coklat."Alhamdulillah, terim
Rani yang sudah berdiri di ruang tamu terlihat terkejut saat melihat sosok yang ada di hadapannya. Sosok yang sangat dikenalnya selama ini. Dengan segera ia pun langsung berjalan ke arah wanita itu."Yuli. Mau kemana kamu membawa tas seperti itu?" tanya Rani sambil berjalan ke arah Yuli."Sa-saya. Ehm … ."Sambil langsung mencengkram lengan Yuli. "Kamu pasti mau kabur dari rumah ini 'kan."Yuli yang ketakutan hanya bisa menunduk tanpa berani menatap mata wanita itu. Rani yang sudah tidak dapat menahan emosinya. Langsung menyeret Yuli ke arah paviliun."Ampun. Mbak! Saya tidak bermaksud kabur, saya hanya ingin menjenguk I
"Darimana saja kamu. Mas?" tanya Rani saat melihat Niko yang baru saja masuk."Dari Cafe, memang mau darimana lagi." Niko terus berjalan masuk ke dalam rumah."Pembantu sialan itu sudah pergi dari rumah ini. Dan semua ini gara-gara ibumu yang tidak becus ini!" bentak Rani sambil menunjuk ke arah Lina."Jika kamu tahu ibuku tidak becus, lalu kenapa kamu memintanya menjaga Yuli. Kenapa bukan kamu sendiri saja yang menjaganya," jawab sang suami sambil menoleh ke arahnya."Mas! Aku serius, Yuli sudah kabur dari rumah ini. Dan dia membawa anak kita!" bentak wanita itu sambil berjalan ke arah Niko."Anak kita, sejak kapan kamu membia
"Kenapa makanan belum ada di meja makan," ucap Rani yang baru saja sampai di meja makan.Sejak kepergian Yuli beberapa minggu yang lalu Lina menggantikan semua tugas rumah tangga. Namun, kali ini ada yang berbeda. Lina yang biasanya sudah menyiapkan sarapan sejak pagi kini belum terlihat sama sekali."Ibu. Ibu!" teriak Rani sambil terus melihat ke arah meja yang ada di depannya."Iya. Nak! Ada apa?" jawab Lina sambil terlihat berlari ke arah sang menantu."Ada apa? Ibu tidak melihat jika di meja ini tidak ada makanan! Apa Ibu lupa jika hari ini aku ada kegiatan pagi," bentak Rani sambil bertolak pinggang."Maafkan Ibu. Nak, har