"Ibu. Ibu mau kemana?" tanya Yuli yang baru saja keluar dari dapur.
"Ibu, Ibu. Eh ingat ya, sampai kapanpun aku tidak akan mengakuimu sebagai menantu! Jadi jangan pernah memanggilku dengan sebutan Ibu. Lagi pula kemana pun aku pergi itu bukan urusanmu!" bentak Lina sambil melebarkan matanya.
"Maaf, Bu. Eh maksud saya, Nyonya. Mas Niko hanya berpesan untuk menjaga Nyonya sampai dia kembali," jawab Yuli dengan gugup.
"Kamu pikir aku anak kecil yang harus diawasi 24 jam! Sudah lebih baik kau urusi saja dirimu, aku bisa menjaga diriku sendiri." Lina memandang Yuli dengan penuh kebencian.
Sambil berjalan ke arah Yuli dan Lina. "Katanya bukan anak kecil, tapi kelakuan masih seperti bayi! Eh, Nyonya
"Mas, apa hari ini kamu akan pergi untuk mencari pekerjaan?" tanya Yuli sambil menggendong Ria."Sepertinya begitu, karena kalau aku tidak segera mendapatkan pekerjaan bagaimana kita bisa membayar sewa rumah ini." Niko terlihat menyisir rambutnya yang basah.Sambil duduk di tempat tidur. "Mas, kemarin Bu Tejo ke rumah. Dan dia bilang saat ini lapak sayurnya membutuhkan tukang untuk mengangkut sayuran ke truk, bagaimana kalau kamu menerima tawaran Bu Tejo.""Maksudmu bekerja sebagai kuli panggul?" jawab Niko yang langsung menoleh ke arah sang istri."Untuk sementara, kalau kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik kamu bisa berhenti," jelas Yuli sambil memegang tangan sang suami.
"Mbak Rani! Cepat kembalikan putriku," teriak Yuli. "Mas Niko cepat keluar, jangan jadi pria pengecut yang hanya bisa bersembunyi di belakang kekayaan istrimu."Berkali-kali Yuli berteriak di depan rumah artis terkenal itu. Apa yang dilakukan Yuli tentu menyorot perhatian dari beberapa orang yang ada disekitar rumah itu. Tidak berapa lama beberapa orang mendekatinya sambil membawa sebuah kamera di tangannya."Kalau boleh tahu, apa yang anda lakukan disini? Kenapa anda berteriak di depan rumah Rani." Seorang pria bertubuh jakung bertanya sambil menyodorkan sebuah mikrofon."Sepertinya mereka adalah seorang Wartawan. Aku bisa menggunakan cara ini untuk mendapatkan putriku kembali," batin Yuli yang terlihat terkejut.
"Yuli! Yuli," panggil Niko sambil mengetuk pintu."Ria! Alhamdulillah, akhirnya kamu pulang. Nak." Yuli langsung mengambil Ria dari gendongan sang suami."Yuli. Aku minta maaf karena sudah meninggalkanmu dan memisahkanmu dari Ria," ucap Niko dengan wajah ragu."Aku sudah memaafkanmu, terima kasih kamu sudah mau mengembalikan Ria." Yuli hanya memandang Niko dengan datar."Kalau begitu apa masih ada kesempatan untuk kita kembali bersama?" tanya Niko dengan penuh harap.Sambil tersenyum. "Aku memang sudah memaafkanmu, tapi untuk kembali padamu … maaf, aku tidak bisa."
"Yuli. Menikahlah dengan suamiku." Rani menatap wanita yang berdiri di hadapannya dengan tajam. Ucapan wanita itu langsung membuat Yuli dan semua orang yang ada di ruangan itu langsung terkejut. "Apa! Menikah dengan Tuan Niko. Enggak, Mbak. Itu nggak mungkin." Yuli terlihat kaget mendengar ucapan majikannya itu. Rasanya sangat aneh mendengar permintaan Rani siang itu. Bagaimana mungkin seorang istri mengizinkan suaminya melakukan poligami, sementara di luaran sana banyak wanita yang ketakutan akan hal itu. "Rani! Apa-apaan kamu, aku memintamu untuk memberi keturunan. Bukan menyuruhku untuk menikah lagi!" bentak Niko yang saat itu duduk di samping sang istri. "Aku tahu, tapi aku emang enggak mau memiliki anak. Apa kamu tahu masa kehamilan itu akan membuat ku menjadi gemuk, belum lagi saat anak itu lahir dan aku harus menyusuinya." Wanita itu kini berdiri dari tempat duduknya sambil melipat tangannya. "Kamu terlalu berlebihan. Banyak wanita diluar sana masih terlihat cantik dan m
Keesokan harinya, Rani yang sudah terlihat rapi langsung keluar dari kamarnya untuk segera menuju ke ruang makan. "Yuli. Dimana suami saya, apa dia belum bangun?" tanya Rani saat melihat madunya sibuk mempersiapkan sarapan. "Tuan Niko …." "Aku di sini, Sayang." Tiba-tiba terdengar suara seorang pria dari kejauhan. Rani yang terkejut segera menoleh ke arah suara. "Kamu tidur di ruang tamu, Mas." Wanita itu kini terlihat bingung saat melihat suaminya turun dari lantai dua. "Iya, kenapa. Apa kamu keberatan?" tanya Niko yang sudah berdiri di hadapan sang istri. Rani terlihat sedikit lega, pasalnya dugaannya tentang malam pertama Yuli dan suaminya ternyata tidak benar. Niko masih begitu sangat menjaga kesetiaannya selama ini. "Yaudah, sekarang kamu duduk. Kita makan sama-sama." Rani mempersilahkan suaminya dengan senyum bahagia. Pria itu langsung duduk di hadapan sang istri dan segera mengambil sepotong roti di hadapannya. Sementara itu di sisi lain, Rani terlihat melirik ke
Sejak malam itu Yuli dan Niko mulai sering melakukan hubungan suami istri. Bahkan pria itu terlihat lebih sering menghabiskan malam panas bersama Yuli daripada Rani-istri pertamanya. Hal itu rupannya membuat kecemburuan tersendiri di hati Rani, terlebih Lina yang sangat menentang hubungan mereka. Tiga bulan berlalu, tidak ada yang berubah dengan kehidupan Yuli. Selain statusnya yang kini berubah menjadi istri kedua Niko. Hingga suatu hari, Rani yang saat itu baru saja mengambil baju di dalam lemari. Tiba-tiba terkejut saat melihat baju kesayangannya berlubang. "Bagaimana bisa baju ini berlubang. Ini pasti kerjaan pembantu tolol itu," ucapnya dengan kesal. Rani yang tidak terima langsung berjalan keluar kamar. Dengan tergesah-gesah dia mulai menuruni anak tangga. Sesampai di lantai dasar dia langsung berteriak memanggil nama Yuli. "Yuli! Yuli." "Rani. Kamu kenapa berteriak seperti itu?" tanya Lina yang baru saja turun dari tangga. "Ibu, dimana wanita kampung itu?" tanya Rani.
Keesokan harinya, Lina yang baru saja membersihkan diri langsung berjalan ke arah meja makan. Dia terlihat terkejut saat melihat meja tersebut masih kosong. Sementara itu Niko yang duduk tidak jauh dari Rani terlihat sedang memainkan ponselnya. "Kenapa belum ada makanan di meja ini," batin Lina sambil menatap meja makan yang masih kosong. "Rani, apa makanannya belum disediakan?" tanyanya pada sang menantu sambil terus melihat ke arah meja makan. "Tanya saja sama menantu kedua Ibu." Rani menjawab sambil terus menatap ke layar ponselnya. "Yuli! Yuli. Mana sarapan hari ini?!" tanya Lina sambil berteriak. "Iya. Bu! Sebentar lagi," jawab Yuli dengan sedikit berteriak. "Dasar wanita lelet. Bagaimana mungkin dia bisa terlambat menyiapkan sarapan," gerutu Lina yang masih berdiri di samping Rani. Sambil meletakkan ponselnya di atas meja. "Sudahlah. Bu, siapa tahu dia kesiangan. Lebih baik kita tunggu saja, mungkin sebentar lagi siap." "Niko! Kenapa sih kamu selalu membela wanita
"Ada apa sih. Mas? Malam-malam begini teriak-teriak!" bentak Rani yang saat itu bertemu dengan sang suami di ruang makan. "Iya, kamu ini bisa tidak tenang sebentar saja. Ibu sedang sakit kepala," Lina menatap Niko dengan kesal. "Yuli. Yuli pingsan di kamarnya," jawab Niko dengan gugup. Sambil melebarkan mata. "Apa! Wanita benalu itu pingsan." "Halah, biarkan saja. Nanti juga dia bangun sendiri, sudah. Ah! Ibu mau istirahat," jawab Lina sambil melangkah pergi. "Tunggu. Bu, kita tidak bisa membiarkan wanita itu pingsan disini. Aku tidak mau berurusan dengan hukum jika terjadi sesuatu padanya," ucap Rani hingga membuat Lina menghentikan langkahnya. "Ya sudah, lebih baik sekarang kita bawa dia ke Rumah sakit!" ajak Niko yang langsung berjalan ke arah paviliun. "Ah! Menyusahkan saja," gerutu Lina sambil berjalan mengikuti Niko dan sang menantu. Beberapa saat kemudian mereka akhirnya tiba di Rumah sakit. Yuli yang saat itu belum sadarkan diri langsung mendapatkan penangan di ru