"Yuli. Menikahlah dengan suamiku." Rani menatap wanita yang berdiri di hadapannya dengan tajam. Ucapan wanita itu langsung membuat Yuli dan semua orang yang ada di ruangan itu langsung terkejut.
"Apa! Menikah dengan Tuan Niko. Enggak, Mbak. Itu nggak mungkin." Yuli terlihat kaget mendengar ucapan majikannya itu. Rasanya sangat aneh mendengar permintaan Rani siang itu. Bagaimana mungkin seorang istri mengizinkan suaminya melakukan poligami, sementara di luaran sana banyak wanita yang ketakutan akan hal itu. "Rani! Apa-apaan kamu, aku memintamu untuk memberi keturunan. Bukan menyuruhku untuk menikah lagi!" bentak Niko yang saat itu duduk di samping sang istri. "Aku tahu, tapi aku emang enggak mau memiliki anak. Apa kamu tahu masa kehamilan itu akan membuat ku menjadi gemuk, belum lagi saat anak itu lahir dan aku harus menyusuinya." Wanita itu kini berdiri dari tempat duduknya sambil melipat tangannya. "Kamu terlalu berlebihan. Banyak wanita diluar sana masih terlihat cantik dan memiliki tubuh yang indah." "Mas aku bilang enggak ya enggak! Aku nggak mau mengorbankan karir ku hanya demi memberikanmu seorang anak." Rani menoleh ke arah Niko. Kini kedua mata wanita itu terlihat menyipit. "Tunggu-tunggu! Rani, apa nggak bisa kamu pikirkan lagi. Nak? Bagaimana mungkin kamu menyuruh Niko menikah dengan pembantu miskin ini," timpal Lina sambil memegang tangan Rani yang berdiri di depannya. "Nggak bisa. Bu," ucap Rani. "Dan kamu, Yuli. Kamu nggak perlu khawatir jika kamu mau menerima tawaranku, aku pastikan hidupmu dan keluargamu akan berubah." Yuli yang masih duduk di tempatnya hanya bisa menunduk. ia terlihat memikirkan jawaban atas tawaran sang majikan. Keadaan Aminah yang sakit-sakitan memang membuatnya sangat membutuhkan banyak uang. Namun, menurutnya tawaran Rani sangatlah tidak masuk akal. Pasalnya mana mungkin ada seorang istri mau menerima kehadiran wanita lain. Terlebih hidup dalam satu atap. "Bagaimana, apa kamu bersedia?" tanya Rani hingga membuat Yuli terkejut. "Tapi, Mbak. Apa kata orang jika Mas Niko menikah dengan saya, terlebih Mbak Rani adalah seorang bintang terkenal." Yuli terlihat gugup. "Sudah, aku nggak mau membahas masalah ini lagi." Niko yang sudah mulai kesal langsung meninggalkan ruangan itu. "Mas, Mas Niko! Kamu nggak bisa pergi begitu saja, Mas!" teriak Rani sambil menoleh ke arah Niko yang sudah berjalan keluar. "Rani! Lebih baik kamu pikirkan lagi tentang keputusanmu," ucap Lina sambil berdiri. Ia langsung memegang tangan menantunya sambil melirik ke arah Yuli yang masih duduk di sofa. "Semua sudah aku pikirkan matang-matang, dan aku rasa hanya ini jalan satu-satunya agar Mas Niko bisa memiliki anak," jawab Rani yang terlihat sungguh-sungguh dengan ucapannya. Sambil berdiri dari tempat duduknya. "Maaf, saya permisi dulu. Karena masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan di dapur." "Tunggu! Aku memberimu waktu 3 hari untuk menjawab semuanya, kamu enggak perlu khawatir. Aku akan membayarmu jika kamu menerima tawaranku," ucap Rani sambil berjalan ke arah Yuli. Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir wanita itu selain anggukan kecil. Dengan langkah pasti Yuli langsung keluar dari ruang kerja dan berjalan ke arah dapur. Sementara itu Lina yang masih berdiri di dekat Rani langsung menarik tangan menantunya itu. "Rani. Apa kamu tahu keputusanmu ini hanya akan menghancurkan rumah tanggamu." "Enggak. Bu, aku nggak menghancurkan rumah tanggaku, justru aku menyelamatkannya dari kehancuran." Rani melepaskan tangan mertuanya dengan cepat. "Menyelamatkannya dari kehancuran, menyelamatkan bagaimana? Kamu tahu seiring berjalannya waktu Ibu yakin Niko akan meninggalkanmu." Sambil tersenyum. "Bu, aku bukan perempuan bodoh. Jika wanita itu bersedia menikah dengan Mas Niko dia dan Mas Niko harus menandatangani surat perjanjian." "Surat perjanjian. Maksudmu?" tanya Lina penasaran. Yuli Angraeni adalah seorang gadis manis dari desa Tlogo Ungu. Usianya yang masih 23 tahun tentu sangat terlalu muda untuk berjuang mencari nafkah. Keberadaan Yuli di rumah Rani adalah untuk bekerja sebagai seorang pembantu menggantikan ibunya yang sudah tua. Aminah yang memiliki riwayat penyakit jantung membutuhkan pengobatan rutin. Biaya hidup serta pengobatan sang ibu yang tidak sedikit membuat Yuli harus rela menamatkan pendidikannya di Sekolah menengah atas. Yuli yang saat itu baru saja menyelesaikan sekolahnya langsung bekerja sebagai karyawan di sebuah toko sembako di pasar tradisional. Hingga suatu hari, dia mendapat telepon dari Rani yang mengabarkan jika sang ibu sedang di rawat di rumah sakit. Sejak saat itulah Yuli meminta Aminah untuk beristirahat di rumah. Sementara dia harus bekerja bersama bintang terkenal itu menggantikan sang ibu. Kini tiga tahun sudah Yuli bekerja sebagai seorang pembantu di rumah Rani. Perkenalan yang tidak singkat itu membuat Rani begitu sangat mengenal sosok Yuli. Mungkin karena itulah Rani memilihnya untuk menjadi istri kedua Niko. *** Yuli yang malam itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya di dapur. Tiba-tiba terkejut saat melihat sang majikan sudah berdiri di depan pintu dapur. Rani yang saat itu baru saja pulang, terlihat memperhatikan wanita itu dari jauh. Perlahan Rani mulai mendekati sang pembantu. "Bagaimana apa kamu sudah mendapatkan jawaban atas tawaranku." Gadis manis itu hanya terlihat menunduk saat Rani berdiri di hadapannya. Rasa ragu dan takut terus menghantui perasaannya. Hingga akhirnya jari tangan Rani mengangkat wajah Yuli agar memandangnya. "Aku bertanya padamu. Apa kamu sudah mendapat jawaban tentang tawaranku?" tanya Rani sambil memegang dagu Yuli. "Be-belum, Mbak." Yuli terlihat ketakutan. "Belum! Apa kamu lupa kalau aku sudah memberimu waktu tiga hari untuk menjawab tawaranku. Lagi pula harusnya kamu bersyukur, aku memilihmu menjadi istri kedua suamiku seorang pria tampan yang memiliki banyak harta." Rani memandang wajah Yuli dengan tajam. "Bukan begitu. Mbak, aku hanya … ." "Aku nggak mau tahu apapun alasanmu! Kamu harus memberi jawaban padaku malam ini juga. Atau aku akan memecatmu sekarang juga," ancam Rani hingga membuat Yuli terkejut. "Ya Allah. Bagaimana ini?" batin Yuli sambil memandang kedua mata Rani. Dengan ragu, Yuli akhirnya menerima tawaran Rani untuk menjadi madunya. Mendengar jawaban gadis polos itu Rani langsung tersenyum lebar. Beberapa hari kemudian pernikahan kedua antara Niko dan Yuli dilakukan secara tertutup. Pernikahan siri itu hanya dihadiri kedua mempelai dan keluarga inti saja. Terlihat air mata mengalir membasahi pipi Yuli yang saat itu duduk di samping Niko. Namun, pemandangan berbeda terlihat dari wajah Rani yang terlihat tersenyum bahagia saat menyaksikan ijab kabul sang suami. Dalam satu tarikan nafas Yuli kini sudah menyandang status Nyonya Niko. Setelah acara ijab kabul. Setelah acara selesai dilakukan. Rani segera meminta Yuli untuk menandatangani surat perjanjian. Sebuah surat yang menyebutkan jika Yuli berjanji akan menyerahkan anaknya setelah melahirkan. Dan dia juga akan langsung menceraikan suaminya sebulan setelah bersalin. Bahkan di surat tersebut juga dijelaskan nominal uang yang diterima Yuli, serta konsekuensi yang harus diterima jika ia melanggar perjanjian itu. "Malam ini mereka pasti sedang melakukan malam pertama." Rani terlihat duduk dengan gelisah. Dia tidak dapat membayangkan bagaimana permainan panas yang dilakukan Niko dan Yuli malam ini.Keesokan harinya, Rani yang sudah terlihat rapi langsung keluar dari kamarnya untuk segera menuju ke ruang makan. "Yuli. Dimana suami saya, apa dia belum bangun?" tanya Rani saat melihat madunya sibuk mempersiapkan sarapan. "Tuan Niko …." "Aku di sini, Sayang." Tiba-tiba terdengar suara seorang pria dari kejauhan. Rani yang terkejut segera menoleh ke arah suara. "Kamu tidur di ruang tamu, Mas." Wanita itu kini terlihat bingung saat melihat suaminya turun dari lantai dua. "Iya, kenapa. Apa kamu keberatan?" tanya Niko yang sudah berdiri di hadapan sang istri. Rani terlihat sedikit lega, pasalnya dugaannya tentang malam pertama Yuli dan suaminya ternyata tidak benar. Niko masih begitu sangat menjaga kesetiaannya selama ini. "Yaudah, sekarang kamu duduk. Kita makan sama-sama." Rani mempersilahkan suaminya dengan senyum bahagia. Pria itu langsung duduk di hadapan sang istri dan segera mengambil sepotong roti di hadapannya. Sementara itu di sisi lain, Rani terlihat melirik ke
Sejak malam itu Yuli dan Niko mulai sering melakukan hubungan suami istri. Bahkan pria itu terlihat lebih sering menghabiskan malam panas bersama Yuli daripada Rani-istri pertamanya. Hal itu rupannya membuat kecemburuan tersendiri di hati Rani, terlebih Lina yang sangat menentang hubungan mereka. Tiga bulan berlalu, tidak ada yang berubah dengan kehidupan Yuli. Selain statusnya yang kini berubah menjadi istri kedua Niko. Hingga suatu hari, Rani yang saat itu baru saja mengambil baju di dalam lemari. Tiba-tiba terkejut saat melihat baju kesayangannya berlubang. "Bagaimana bisa baju ini berlubang. Ini pasti kerjaan pembantu tolol itu," ucapnya dengan kesal. Rani yang tidak terima langsung berjalan keluar kamar. Dengan tergesah-gesah dia mulai menuruni anak tangga. Sesampai di lantai dasar dia langsung berteriak memanggil nama Yuli. "Yuli! Yuli." "Rani. Kamu kenapa berteriak seperti itu?" tanya Lina yang baru saja turun dari tangga. "Ibu, dimana wanita kampung itu?" tanya Rani.
Keesokan harinya, Lina yang baru saja membersihkan diri langsung berjalan ke arah meja makan. Dia terlihat terkejut saat melihat meja tersebut masih kosong. Sementara itu Niko yang duduk tidak jauh dari Rani terlihat sedang memainkan ponselnya. "Kenapa belum ada makanan di meja ini," batin Lina sambil menatap meja makan yang masih kosong. "Rani, apa makanannya belum disediakan?" tanyanya pada sang menantu sambil terus melihat ke arah meja makan. "Tanya saja sama menantu kedua Ibu." Rani menjawab sambil terus menatap ke layar ponselnya. "Yuli! Yuli. Mana sarapan hari ini?!" tanya Lina sambil berteriak. "Iya. Bu! Sebentar lagi," jawab Yuli dengan sedikit berteriak. "Dasar wanita lelet. Bagaimana mungkin dia bisa terlambat menyiapkan sarapan," gerutu Lina yang masih berdiri di samping Rani. Sambil meletakkan ponselnya di atas meja. "Sudahlah. Bu, siapa tahu dia kesiangan. Lebih baik kita tunggu saja, mungkin sebentar lagi siap." "Niko! Kenapa sih kamu selalu membela wanita
"Ada apa sih. Mas? Malam-malam begini teriak-teriak!" bentak Rani yang saat itu bertemu dengan sang suami di ruang makan. "Iya, kamu ini bisa tidak tenang sebentar saja. Ibu sedang sakit kepala," Lina menatap Niko dengan kesal. "Yuli. Yuli pingsan di kamarnya," jawab Niko dengan gugup. Sambil melebarkan mata. "Apa! Wanita benalu itu pingsan." "Halah, biarkan saja. Nanti juga dia bangun sendiri, sudah. Ah! Ibu mau istirahat," jawab Lina sambil melangkah pergi. "Tunggu. Bu, kita tidak bisa membiarkan wanita itu pingsan disini. Aku tidak mau berurusan dengan hukum jika terjadi sesuatu padanya," ucap Rani hingga membuat Lina menghentikan langkahnya. "Ya sudah, lebih baik sekarang kita bawa dia ke Rumah sakit!" ajak Niko yang langsung berjalan ke arah paviliun. "Ah! Menyusahkan saja," gerutu Lina sambil berjalan mengikuti Niko dan sang menantu. Beberapa saat kemudian mereka akhirnya tiba di Rumah sakit. Yuli yang saat itu belum sadarkan diri langsung mendapatkan penangan di ru
Sambil terus menatap majalah yang ada di tangannya. "Mau kemana kamu, Mas.""Aku mau ke paviliun sebentar. Aku khawatir dengan keadaan Yuli, lagipula siapa tahu dia membutuhkanku," jawab Niko sambil berjalan ke arah pintu."Kamu tidak boleh kesana." Rani menutup majalahnya dan menoleh ke arah sang suami.Niko yang berjalan ke arah pintu seketika berhenti setelah mendengar ucapan wanita yang ada di belakangnya. Sesaat dia terlihat menarik nafas dalam-dalam. Sebelum akhirnya menoleh ke arah Rani yang sudah berdiri di belakangnya."Apa kamu lupa kalau Yuli itu sedang hamil muda, siapa tahu malam ini dia sedang merasa tidak nyaman." Niko mencoba memberi penjelasan pada sang istri.
Sambil melemparkan kantong plastik ke arah Yuli. "Ini untukmu."Yuli yang penasaran langsung melihat isi dalam kantong tersebut. Terlihat beberapa buah-buahan dan beberapa kardus susu untuk ibu hamil. Melihat barang-barang itu Yuli langsung menoleh ke arah Rani yang berdiri di hadapannya."Ini untuk saya. Mbak?" tanya Yuli dengan penasaran."Kamu tidak lihat itu susu hamil, jika bukan buatmu lalu buat siapa lagi," jawab Rani dengan ketus sambil duduk di sofa."Alhamdulillah." Yuli terlihat bahagia."Kamu jangan bahagia dulu, aku memberi barang-barang itu bukan karena aku peduli padamu. Aku hanya tidak mau anak itu lahir cacat,"
Pagi ini semua sudah berkumpul di meja makan. Termasuk Rani dan Niko yang baru saja menikmati sarapan mereka. Setelah mengusap mulutnya, Rani segera memanggil Yuli yang sedang berada di dapur."Yuli! Yuli." Rani berteriak dengan keras.Sambil meletakkan gelas di atas meja. "Apa kamu tidak bisa memanggilnya dengan lembut.""Yuli. Yuli!" teriak Rani seolah tidak mempedulikan ucapan sang suami.Sambil berlari dengan teburu-buru. "Iya. Mbak, apa ada yang bisa saya bantu.""Ini upahmu bulan ini," ucap Rani sambil menyerahkan sebuah amplop coklat."Alhamdulillah, terim
Rani yang sudah berdiri di ruang tamu terlihat terkejut saat melihat sosok yang ada di hadapannya. Sosok yang sangat dikenalnya selama ini. Dengan segera ia pun langsung berjalan ke arah wanita itu."Yuli. Mau kemana kamu membawa tas seperti itu?" tanya Rani sambil berjalan ke arah Yuli."Sa-saya. Ehm … ."Sambil langsung mencengkram lengan Yuli. "Kamu pasti mau kabur dari rumah ini 'kan."Yuli yang ketakutan hanya bisa menunduk tanpa berani menatap mata wanita itu. Rani yang sudah tidak dapat menahan emosinya. Langsung menyeret Yuli ke arah paviliun."Ampun. Mbak! Saya tidak bermaksud kabur, saya hanya ingin menjenguk I