"Ada apa sih. Mas? Malam-malam begini teriak-teriak!" bentak Rani yang saat itu bertemu dengan sang suami di ruang makan.
"Iya, kamu ini bisa tidak tenang sebentar saja. Ibu sedang sakit kepala," Lina menatap Niko dengan kesal.
"Yuli. Yuli pingsan di kamarnya," jawab Niko dengan gugup.
Sambil melebarkan mata. "Apa! Wanita benalu itu pingsan."
"Halah, biarkan saja. Nanti juga dia bangun sendiri, sudah. Ah! Ibu mau istirahat," jawab Lina sambil melangkah pergi.
"Tunggu. Bu, kita tidak bisa membiarkan wanita itu pingsan disini. Aku tidak mau berurusan dengan hukum jika terjadi sesuatu padanya," ucap Rani hingga membuat Lina menghentikan langkahnya.
"Ya sudah, lebih baik sekarang kita bawa dia ke Rumah sakit!" ajak Niko yang langsung berjalan ke arah paviliun.
"Ah! Menyusahkan saja," gerutu Lina sambil berjalan mengikuti Niko dan sang menantu.
Beberapa saat kemudian mereka akhirnya tiba di Rumah sakit. Yuli yang saat itu belum sadarkan diri langsung mendapatkan penangan di ruang UGD. Hampir satu jam mereka menunggu, hingga akhirnya seorang Dokter keluar dari ruang UGD.
"Bagaimana keadaan istri saya. Dok?" tanya Niko yang terlihat khawatir.
"Istri anda baik-baik saja, hal ini wajar untuk wanita yang sedang hamil muda." Dokter itu menjelaskan dengan ramah.
"Hamil. Jadi pembantu itu sedang mengandung anak Mas Niko," batin Rani yang terlihat terkejut.
"Saya akan menuliskan resep untuk pasien, nanti setelah pasien bangun dia sudah diperbolehkan untuk pulang. Tetapi saya harap Bapak bisa menjaganya agar tidak bekerja terlalu berat, karena itu akan membahayakan kandungannya," jelas sang dokter sambil menatap Niko.
"Baik. Dok, terima kasih," ucap Niko sambil mengangguk kecil.
Setelah memberikan penjelasan pada pria tampan itu. Sang dokter langsung meninggalkan tempat itu. Sementara itu Niko langsung masuk ke dalam ruang UGD untuk melihat kondisi Yuli.
Kebahagiaan terlihat jelas di wajah Niko saat mendengar berita kehamilan Yuli. Namun, tidak dengan Rani yang terlihat begitu syok dengan berita tersebut. Dia tidak menyangka jika Yuli akan mengandung secepat itu.
Sambil memegang tangan Rani. "Rani, kamu tidak apa-apa 'kan. Nak."
"Tidak. Bu, aku tidak apa-apa. Aku hanya terkejut mendengar berita kehamilan pembantu itu," jawab Rani sambil duduk di salah satu kursi.
"Rani. Ibu sudah memperingatkanmu, jika apa yang kamu lakukan ini salah. Nak, secara tidak langsung kamu sudah menghancurkan rumah tanggamu," ucap Lina sambil duduk di samping menantunya.
"Tidak. Bu, aku tidak menghancurkan rumah tanggaku, tapi justru menyelamatkannya. Karena aku yakin kehadiran anak itu akan membuat Mas Niko tetap setia padaku," jawabnya sambil menoleh ke arah Lina.
"Kamu ini benar-benar keras kepala," ucap Lina yang terlihat kesal dengan sikap menantunya itu.
***
"Mau kemana kamu. Mas?" tanya Rani saat mereka sudah masuk ke dalam rumah.
"Aku mau mengantar Yuli ke kamarnya," jawab Niko sambil memeluk pinggang istri keduanya.
"Tidak perlu! Dia hanya hamil, bukan lumpuh. Jadi aku rasa dia bisa jalan sendiri ke kamarnya," jawab Rani yang langsung menarik tangan suaminya. Dan langsung berjalan ke arah kamar mereka.
"Kamu pikir dengan kehamilanmu ini bisa merubah semua keadaan? Itu tidak akan pernah terjadi, karena aku tidak akan pernah membiarkan putraku mencintai perempuan miskin sepertimu." Lina berbisik di telinga Yuli.
Yuli yang masih berdiri di ruang tamu hanya bisa menunduk. Dengan lembut dia mengusap perutnya yang terlihat rata. Ada rasa bahagia dalam hatinya akan kehamilan yang dijalaninya. Namun, disisi lain ada duka yang tersimpan dalam hatinya.
Perlahan Yuli berjalan ke arah paviliun. Dengan perlahan dia duduk di tempat tidur. Entah apa yang dirasakannya saat ini hingga membuat air matanya menetes dengan deras.
"Ya Allah, terima kasih atas kebahagiaan ini. Jagalah anak dalam kandunganku ini seperti engkau menjagaku dan Ibu," ucap Yuli sambil mengusap perutnya.
Keesokan harinya, Rani yang sudah rapi langsung berjalan ke arah meja makan. Tetapi alangkah terkejutnya dia saat melihat meja makan masih dalam keadaan kosong. Dengan keras ia langsung memanggil madunya.
"Yuli! Yuli." Rani berteriak berulang kali. Namun, tidak ada jawaban hingga akhirnya dia berjalan ke arah paviliun.
Yuli yang saat itu masih terlelap dalam tidurnya terkejut saat Rani mendobrak pintu kamarnya. Dengan kasar Rani langsung menarik tangan wanita malang itu. Niko yang baru saja turun dari anak tangga langsung terkejut mendengar kegaduhan yang ada di paviliun.
"Rani. Lepaskan!" bentak Niko yang baru saja tiba di paviliun.
Sambil melepaskan tangannya dari tubuh Yuli. "Lihat apa yang dilakukan istri keduamu ini, memang dia pikir dia ini siapa. Jam segini masih tidur."
"Maafkan saya. Mbak, saya benar-benar tidak sengaja. Semalaman saya muntah-muntah hingga membuat badan saya begitu lemas," jawab Yuli yang terlihat ketakutan.
"Hei! Aku tidak peduli dengan penderitaanmu, itu sudah tugasmu mengandung anak dari suamiku. Tetapi kamu jangan lupa, tugas utama mu di rumah ini adalah sebagai pembantu. Jelas!" bentak Rani sambil melebarkan matanya.
"Sudah-sudah." Niko terlihat bingung dengan pertengkaran kedua istrinya.
Niko yang tidak ingin pertengkaran itu langsung meminta Yuli untuk segera menyiapkan sarapan. Sementara itu dengan kasar dia langsung menarik tangan sang istri. Dan membawanya ke ruang kerja.
"Lepaskan aku. Mas!" perintah Rani sambil melepaskan tangan Niko dengan kasar.
"Apa kamu sudah gila! Kamu tahu apa yang sudah kamu itu bisa berbahaya buat Yuli dan bayinya," ucap Niko sambil menatap sang istri dengan tajam.
Sambil memalingkan wajahnya. "Aku tidak peduli, bagaimanapun juga wanita itu adalah pembantu di rumah ini. Jadi mau tidak mau dia harus tetap mengerjakan pekerjaannya."
"Jika kamu tidak peduli dengan keselamatan anak itu, lalu untuk apa kamu meminta agar aku menikah dengannya." Niko memutar tubuh wanita yang ada di hadapannya.
"Mas, yang menginginkan anak itu kamu bukan aku. Lagi Pula apa urusanmu melarang ku bersikap kasar padanya? Jangan bilang kalau kamu sudah mulai mencintainya," ucap Rani sambil melipat tangannya.
Ucapan Rani itu seketika membuat Niko terdiam. Sebenarnya apa yang dilakukannya ini bukanlah karena cinta. Tetapi lebih pada keselamatan anak yang ada di kandungan Yuli.
"Ingat, ya. Mas, apa yang saat ini ada pada dirimu adalah milikku. Jika kamu berani macam-macam di belakangku, aku tidak akan segan-segan menjadikanmu gembel seperti saat sebelum kau mengenalku," ancam Rani yang langsung berjalan meninggalkan suaminya sendiri.
Niko yang masih berdiri di ruang kerja hanya bisa terdiam mendengar ucapan sang istri. Kondisi rumah tangganya saat ini benar-benar membuatnya frustasi. Di sisi lain dia sangat mengharapkan kehadiran anak itu, di sisi yang lain ia tidak ingin kehilangan apa yang dimilikinya saat ini.
"Ah!" teriak Niko sambil mengacak-acak rambutnya.
Sambil terus menatap majalah yang ada di tangannya. "Mau kemana kamu, Mas.""Aku mau ke paviliun sebentar. Aku khawatir dengan keadaan Yuli, lagipula siapa tahu dia membutuhkanku," jawab Niko sambil berjalan ke arah pintu."Kamu tidak boleh kesana." Rani menutup majalahnya dan menoleh ke arah sang suami.Niko yang berjalan ke arah pintu seketika berhenti setelah mendengar ucapan wanita yang ada di belakangnya. Sesaat dia terlihat menarik nafas dalam-dalam. Sebelum akhirnya menoleh ke arah Rani yang sudah berdiri di belakangnya."Apa kamu lupa kalau Yuli itu sedang hamil muda, siapa tahu malam ini dia sedang merasa tidak nyaman." Niko mencoba memberi penjelasan pada sang istri.
Sambil melemparkan kantong plastik ke arah Yuli. "Ini untukmu."Yuli yang penasaran langsung melihat isi dalam kantong tersebut. Terlihat beberapa buah-buahan dan beberapa kardus susu untuk ibu hamil. Melihat barang-barang itu Yuli langsung menoleh ke arah Rani yang berdiri di hadapannya."Ini untuk saya. Mbak?" tanya Yuli dengan penasaran."Kamu tidak lihat itu susu hamil, jika bukan buatmu lalu buat siapa lagi," jawab Rani dengan ketus sambil duduk di sofa."Alhamdulillah." Yuli terlihat bahagia."Kamu jangan bahagia dulu, aku memberi barang-barang itu bukan karena aku peduli padamu. Aku hanya tidak mau anak itu lahir cacat,"
Pagi ini semua sudah berkumpul di meja makan. Termasuk Rani dan Niko yang baru saja menikmati sarapan mereka. Setelah mengusap mulutnya, Rani segera memanggil Yuli yang sedang berada di dapur."Yuli! Yuli." Rani berteriak dengan keras.Sambil meletakkan gelas di atas meja. "Apa kamu tidak bisa memanggilnya dengan lembut.""Yuli. Yuli!" teriak Rani seolah tidak mempedulikan ucapan sang suami.Sambil berlari dengan teburu-buru. "Iya. Mbak, apa ada yang bisa saya bantu.""Ini upahmu bulan ini," ucap Rani sambil menyerahkan sebuah amplop coklat."Alhamdulillah, terim
Rani yang sudah berdiri di ruang tamu terlihat terkejut saat melihat sosok yang ada di hadapannya. Sosok yang sangat dikenalnya selama ini. Dengan segera ia pun langsung berjalan ke arah wanita itu."Yuli. Mau kemana kamu membawa tas seperti itu?" tanya Rani sambil berjalan ke arah Yuli."Sa-saya. Ehm … ."Sambil langsung mencengkram lengan Yuli. "Kamu pasti mau kabur dari rumah ini 'kan."Yuli yang ketakutan hanya bisa menunduk tanpa berani menatap mata wanita itu. Rani yang sudah tidak dapat menahan emosinya. Langsung menyeret Yuli ke arah paviliun."Ampun. Mbak! Saya tidak bermaksud kabur, saya hanya ingin menjenguk I
"Darimana saja kamu. Mas?" tanya Rani saat melihat Niko yang baru saja masuk."Dari Cafe, memang mau darimana lagi." Niko terus berjalan masuk ke dalam rumah."Pembantu sialan itu sudah pergi dari rumah ini. Dan semua ini gara-gara ibumu yang tidak becus ini!" bentak Rani sambil menunjuk ke arah Lina."Jika kamu tahu ibuku tidak becus, lalu kenapa kamu memintanya menjaga Yuli. Kenapa bukan kamu sendiri saja yang menjaganya," jawab sang suami sambil menoleh ke arahnya."Mas! Aku serius, Yuli sudah kabur dari rumah ini. Dan dia membawa anak kita!" bentak wanita itu sambil berjalan ke arah Niko."Anak kita, sejak kapan kamu membia
"Kenapa makanan belum ada di meja makan," ucap Rani yang baru saja sampai di meja makan.Sejak kepergian Yuli beberapa minggu yang lalu Lina menggantikan semua tugas rumah tangga. Namun, kali ini ada yang berbeda. Lina yang biasanya sudah menyiapkan sarapan sejak pagi kini belum terlihat sama sekali."Ibu. Ibu!" teriak Rani sambil terus melihat ke arah meja yang ada di depannya."Iya. Nak! Ada apa?" jawab Lina sambil terlihat berlari ke arah sang menantu."Ada apa? Ibu tidak melihat jika di meja ini tidak ada makanan! Apa Ibu lupa jika hari ini aku ada kegiatan pagi," bentak Rani sambil bertolak pinggang."Maafkan Ibu. Nak, har
"Milik siapa ini. Mas?" tanya Rani sambil memperlihatkan sebuah lipstik yang ada di tangannya."Lipstik itu! Bagaimana bisa benda itu jatuh di koperku," batin Niko yang terlihat terkejut."Kenapa kamu diam. Aku tanya sekali lagi, lipstik siapa ini?" tanya Rani sambil berjalan ke arah sang suami."I-itu lipstik untukmu, aku sengaja membelinya saat pulang tadi." Niko terlihat gugup."Untukku, tapi kenapa kamu terlihat gugup saat aku menanyakan hal itu. Apa jangan-jangan kamu …."Sambil memegang tangan Rani. "Sudah jangan berpikiran macam-macam, aku gugup karena aku heran bagaimana bisa kamu menemukan barang itu dengan muda
Malam ini Niko dan Rani sedang menikmati malam berdua di dalam kamar. Suasana yang biasa terasa dingin, kini terlihat mulai mencair. Rani yang malam itu terlihat begitu cantik dengan lingerie merahnya langsung berbaring di sebelah Niko.Sambil memeluk tangan sang suami. "Sayang, selama ini aku selalu memintamu untuk tidak menyentuhku. Bagaimana kalau malam ini kita nikmati malam indah kita.""Sepertinya tidak bisa, karena malam ini aku harus bersiap-siap untuk ke Surabaya besok pagi," jawab Niko sambil melepaskan tangan sang istri."Apa tidak bisa kamu mempersiapkannya besok pagi, lagi pula selama ini kita sudah jarang bersama." Rani terlihat memandang Niko dengan kesal."Tidak bisa, Sayang.