Keesokan harinya, Lina yang baru saja membersihkan diri langsung berjalan ke arah meja makan. Dia terlihat terkejut saat melihat meja tersebut masih kosong. Sementara itu Niko yang duduk tidak jauh dari Rani terlihat sedang memainkan ponselnya.
"Kenapa belum ada makanan di meja ini," batin Lina sambil menatap meja makan yang masih kosong. "Rani, apa makanannya belum disediakan?" tanyanya pada sang menantu sambil terus melihat ke arah meja makan. "Tanya saja sama menantu kedua Ibu." Rani menjawab sambil terus menatap ke layar ponselnya. "Yuli! Yuli. Mana sarapan hari ini?!" tanya Lina sambil berteriak. "Iya. Bu! Sebentar lagi," jawab Yuli dengan sedikit berteriak. "Dasar wanita lelet. Bagaimana mungkin dia bisa terlambat menyiapkan sarapan," gerutu Lina yang masih berdiri di samping Rani. Sambil meletakkan ponselnya di atas meja. "Sudahlah. Bu, siapa tahu dia kesiangan. Lebih baik kita tunggu saja, mungkin sebentar lagi siap." "Niko! Kenapa sih kamu selalu membela wanita kampung itu, apa jangan-jangan otakmu sudah di cuci sama pelacur miskin itu!" bentak Lina yang tidak terima dengan sikap sang putra. "Bukan begitu. Bu, aku hanya … ." "Sudah-sudah! Ibu nggak mau dengar alasan apapun dari mulutmu," ucap Lina sambil membuang muka. "Awas saja kamu Yuli. Aku akan membuat hidupmu menderita seperti di neraka," batin Lina sambil melipat tangannya. Yuli yang sudah menyelesaikan pekerjaannya di dapur. Langsung meletakkan sup yang baru saja matang ke dalam mangkuk. Dan segera membawanya ke meja makan. "Ya ampun. Gara-gara perutku yang terus mual aku jadi terlambat menyiapkan sarapan," ucap Yuli lirih sambil membawa sup tersebut. Melihat menantu keduanya berjalan dengan terburu-buru. Membuat Lina memiliki niat jahat pada wanita tersebut. Tanpa sepengetahuan Niko dan Rani, Lina sengaja meletakkan kakinya di depan Yuli. Hingga membuatnya terjatuh, dan akhirnya sop yang ada di tangan Yuli tumpa hingga mengenai pakaian Rani dan Niko. "Ya Ampun! Lagi-lagi kamu merusak bajuku!" teriak Rani yang langsung berdiri. "Isht!" Niko langsung berdiri. Sambil membersihkan jas Niko."Maafkan aku, Mas. Aku benar-benar nggak sengaja." "Eh perempuan kampung! Apa kamu enggak bisa bekerja dengan hati-hati, lihat baju anak dan menantuku sampai basah karena ulahmu!" bentak Lina sambil bertolak pinggang. "Sudah-sudah," jawab Niko yang langsung berjalan ke arah kamarnya. Rani yang sejak tadi sibuk membersihkan bajunya. Tiba-tiba menjambak rambut Yuli."Kamu pikir ini baju murah! Asal kamu tahu, harga baju ini jauh lebih mahal dibandingkan harga rahimmu itu." "Ya Allah. Kuatkan aku dalam menghadapi perlakuan mereka," batin Yuli yang kini sudah berada di bawah kaki Rani. "Eh. Malah bengong, kamu dengar enggak!" bentak Lina hingga membuat Yuli terkejut. "Sa-saya minta maaf, Mbak. Saya benar-benar enggak sengaja," jawabnya gugup. "Asal kamu tahu, aku mene … ." Tiba-tiba Lina menyenggol tangan Rani dan melirik ke arah Niko yang sedang menuruni anak tangga. Sambil melepaskan tangannya dari rambut Yuli. "Mas. Kamu nggak makan dulu." "Enggak perlu, aku makan diluar saja," jawabnya sambil terus berjalan ke arah pintu. "Ibu urus perempuan ini. Ingat jangan sampai ada yang tahu siapa dia sebenarnya, aku mau ganti baju dulu." Rani langsung melangkah ke arah kamarnya. "Itu masih permulaan, aku pastikan jika akan banyak kejutan yang menantimu. Kamu pikir bisa semudah itu menjadi Nyonya besar di rumah ini," ucap Lina sambil menarik lengan Yuli. "Apa ini semua karena perbuatan Ibu?" tanya Yuli sambil menatap mertuanya dengan rasa penasaran. "Iya! Kenapa, kamu nggak terima. Atau kamu mau mengadu pada putraku?" ucap Yuli sambil bertolak pinggang. "Astagfirullahaladzim. Kenapa Ibu bisa melakukan hal itu padaku, apa jangan-jangan Ibu juga yang merusak baju Mbak Rani?" tanya Yuli sambil menangis. "Kamu benar, Ibu yang sudah merusak baju itu. Dan kesalahanmu adalah masuk ke kehidupan putraku," ucap Lina. "Sudah. Sekarang lebih baik kamu bereskan semua ini, dan cepat selesaikan semua pekerjaan yang ada di belakang." "Tunggu!" teriak Rani hingga membuat dua wanita itu menoleh ke arahnya. "Kamu cuci baju itu sampai bersih, ingat jangan sampai ada noda sedikitpun. Atau aku enggak akan segan-segan untuk menyakitimu," ancam Rani sambil melemparkan baju yang ada di tangannya. "Baik, Mbak." Yuli menjawab sambil menunduk. Setelah memberikan baju miliknya pada madunya itu. Rani langsung pergi menuju ke lokasi syuting. Sementara itu Lina yang sejak tadi berdiri di hadapan Yuli langsung berjalan ke arah kamarnya. *** Malam hari, setelah menikmati makan malam. Rani dan Niko langsung masuk ke dalam kamarnya. Kehidupan keduanya tidak seperti pasangan suami istri yang lain. Dimana pasangan suami istri biasanya hidup dalam keromantisan di saat bersama. Mereka justru terlihat sibuk dengan laptop atau ponsel masing-masing. Bahkan keduanya hampir tidak pernah berbincang-bincang atau pun bersenda gurau. "Mau kemana kamu. Mas?" tanya Rani saat melihat sang suami akan keluar kamar. "Aku mau keluar sebentar," jawabnya sambil membuka pintu. "Aku yakin dia pasti akan ke kamar Yuli," ucap Rani lirih. Apa yang menjadi dugaan Rani ternyata benar. Sang suami memang sedang menikmati malam panas bersama istri keduanya. Keesokan harinya, Niko yang sudah rapi terlihat begitu segar begitu juga dengan Yuli. "Sepertinya mereka sudah menikmati malam panas," batin Rani sambil melirik ke arah Yuli dan Niko secara bergantian. Suasana pagi ini benar-benar membuat Rani merasa kesal. Dia terlihat memainkan makanan yang ada di hadapannya. Sambil sesekali melirik ke arah sang suami. "Mau apa kamu?" tanya Rani saat melihat Yuli akan duduk bersama mereka. "Saya mau makan, Mbak." Wanita itu menjawab dengan gugup. "Siapa yang menyuruhmu makan disini? Ingat kamu disini hanyalah seorang pembantu!" bentak Rani sambil melebarkan matanya. "Rani! Tutup mulutmu." Niko tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya. "Kenapa? Benarkan wanita ini enggak lebih dari seorang pembantu," jawab Rani sambil meletakkan sendok yang ada di tangannya. "Niko! Apa-apaan kamu, kenapa kamu justru membela wanita kampung itu daripada istrimu sendiri!" bentak Lina sambil membanting sendoknya. "Terserah kalian! Aku mau berangkat ke kantor." Niko langsung meninggalkan rumah. "Kenapa kamu masih berdiri di situ? Cepat kembali ke dapur!" perintah Lina sambil berteriak. Rani yang sudah muak dengan apa yang terjadi langsung mengikuti langkah kaki suaminya. Dia terlihat berjalan ke arah mobil dengan kesal. Baru juga dia akan membuka pintu mobil, Rani dikejutkan dengan kedatangan Sari mantan asisten rumah tangganya. "Permisi. Mbak," sapa Sari yang sudah berdiri di depan pagar. "Mau apa kamu kesini?" tanya Rani sambil menoleh ke arah wanita berusia 50 tahun itu. "Saya kesini hanya untuk bertemu dengan Yuli. Saya sangat merindukannya," jawab Sari sambil menunduk di hadapan mantan majikannya itu. "Gawat! Jika wanita ini bertemu dengan Yuli semua rahasiaku akan terbongkar," batin Rani sambil memalingkan wajahnya."Ada apa sih. Mas? Malam-malam begini teriak-teriak!" bentak Rani yang saat itu bertemu dengan sang suami di ruang makan. "Iya, kamu ini bisa tidak tenang sebentar saja. Ibu sedang sakit kepala," Lina menatap Niko dengan kesal. "Yuli. Yuli pingsan di kamarnya," jawab Niko dengan gugup. Sambil melebarkan mata. "Apa! Wanita benalu itu pingsan." "Halah, biarkan saja. Nanti juga dia bangun sendiri, sudah. Ah! Ibu mau istirahat," jawab Lina sambil melangkah pergi. "Tunggu. Bu, kita tidak bisa membiarkan wanita itu pingsan disini. Aku tidak mau berurusan dengan hukum jika terjadi sesuatu padanya," ucap Rani hingga membuat Lina menghentikan langkahnya. "Ya sudah, lebih baik sekarang kita bawa dia ke Rumah sakit!" ajak Niko yang langsung berjalan ke arah paviliun. "Ah! Menyusahkan saja," gerutu Lina sambil berjalan mengikuti Niko dan sang menantu. Beberapa saat kemudian mereka akhirnya tiba di Rumah sakit. Yuli yang saat itu belum sadarkan diri langsung mendapatkan penangan di ru
Sambil terus menatap majalah yang ada di tangannya. "Mau kemana kamu, Mas.""Aku mau ke paviliun sebentar. Aku khawatir dengan keadaan Yuli, lagipula siapa tahu dia membutuhkanku," jawab Niko sambil berjalan ke arah pintu."Kamu tidak boleh kesana." Rani menutup majalahnya dan menoleh ke arah sang suami.Niko yang berjalan ke arah pintu seketika berhenti setelah mendengar ucapan wanita yang ada di belakangnya. Sesaat dia terlihat menarik nafas dalam-dalam. Sebelum akhirnya menoleh ke arah Rani yang sudah berdiri di belakangnya."Apa kamu lupa kalau Yuli itu sedang hamil muda, siapa tahu malam ini dia sedang merasa tidak nyaman." Niko mencoba memberi penjelasan pada sang istri.
Sambil melemparkan kantong plastik ke arah Yuli. "Ini untukmu."Yuli yang penasaran langsung melihat isi dalam kantong tersebut. Terlihat beberapa buah-buahan dan beberapa kardus susu untuk ibu hamil. Melihat barang-barang itu Yuli langsung menoleh ke arah Rani yang berdiri di hadapannya."Ini untuk saya. Mbak?" tanya Yuli dengan penasaran."Kamu tidak lihat itu susu hamil, jika bukan buatmu lalu buat siapa lagi," jawab Rani dengan ketus sambil duduk di sofa."Alhamdulillah." Yuli terlihat bahagia."Kamu jangan bahagia dulu, aku memberi barang-barang itu bukan karena aku peduli padamu. Aku hanya tidak mau anak itu lahir cacat,"
Pagi ini semua sudah berkumpul di meja makan. Termasuk Rani dan Niko yang baru saja menikmati sarapan mereka. Setelah mengusap mulutnya, Rani segera memanggil Yuli yang sedang berada di dapur."Yuli! Yuli." Rani berteriak dengan keras.Sambil meletakkan gelas di atas meja. "Apa kamu tidak bisa memanggilnya dengan lembut.""Yuli. Yuli!" teriak Rani seolah tidak mempedulikan ucapan sang suami.Sambil berlari dengan teburu-buru. "Iya. Mbak, apa ada yang bisa saya bantu.""Ini upahmu bulan ini," ucap Rani sambil menyerahkan sebuah amplop coklat."Alhamdulillah, terim
Rani yang sudah berdiri di ruang tamu terlihat terkejut saat melihat sosok yang ada di hadapannya. Sosok yang sangat dikenalnya selama ini. Dengan segera ia pun langsung berjalan ke arah wanita itu."Yuli. Mau kemana kamu membawa tas seperti itu?" tanya Rani sambil berjalan ke arah Yuli."Sa-saya. Ehm … ."Sambil langsung mencengkram lengan Yuli. "Kamu pasti mau kabur dari rumah ini 'kan."Yuli yang ketakutan hanya bisa menunduk tanpa berani menatap mata wanita itu. Rani yang sudah tidak dapat menahan emosinya. Langsung menyeret Yuli ke arah paviliun."Ampun. Mbak! Saya tidak bermaksud kabur, saya hanya ingin menjenguk I
"Darimana saja kamu. Mas?" tanya Rani saat melihat Niko yang baru saja masuk."Dari Cafe, memang mau darimana lagi." Niko terus berjalan masuk ke dalam rumah."Pembantu sialan itu sudah pergi dari rumah ini. Dan semua ini gara-gara ibumu yang tidak becus ini!" bentak Rani sambil menunjuk ke arah Lina."Jika kamu tahu ibuku tidak becus, lalu kenapa kamu memintanya menjaga Yuli. Kenapa bukan kamu sendiri saja yang menjaganya," jawab sang suami sambil menoleh ke arahnya."Mas! Aku serius, Yuli sudah kabur dari rumah ini. Dan dia membawa anak kita!" bentak wanita itu sambil berjalan ke arah Niko."Anak kita, sejak kapan kamu membia
"Kenapa makanan belum ada di meja makan," ucap Rani yang baru saja sampai di meja makan.Sejak kepergian Yuli beberapa minggu yang lalu Lina menggantikan semua tugas rumah tangga. Namun, kali ini ada yang berbeda. Lina yang biasanya sudah menyiapkan sarapan sejak pagi kini belum terlihat sama sekali."Ibu. Ibu!" teriak Rani sambil terus melihat ke arah meja yang ada di depannya."Iya. Nak! Ada apa?" jawab Lina sambil terlihat berlari ke arah sang menantu."Ada apa? Ibu tidak melihat jika di meja ini tidak ada makanan! Apa Ibu lupa jika hari ini aku ada kegiatan pagi," bentak Rani sambil bertolak pinggang."Maafkan Ibu. Nak, har
"Milik siapa ini. Mas?" tanya Rani sambil memperlihatkan sebuah lipstik yang ada di tangannya."Lipstik itu! Bagaimana bisa benda itu jatuh di koperku," batin Niko yang terlihat terkejut."Kenapa kamu diam. Aku tanya sekali lagi, lipstik siapa ini?" tanya Rani sambil berjalan ke arah sang suami."I-itu lipstik untukmu, aku sengaja membelinya saat pulang tadi." Niko terlihat gugup."Untukku, tapi kenapa kamu terlihat gugup saat aku menanyakan hal itu. Apa jangan-jangan kamu …."Sambil memegang tangan Rani. "Sudah jangan berpikiran macam-macam, aku gugup karena aku heran bagaimana bisa kamu menemukan barang itu dengan muda