Malam ini Niko dan Rani sedang menikmati malam berdua di dalam kamar. Suasana yang biasa terasa dingin, kini terlihat mulai mencair. Rani yang malam itu terlihat begitu cantik dengan lingerie merahnya langsung berbaring di sebelah Niko.
Sambil memeluk tangan sang suami. "Sayang, selama ini aku selalu memintamu untuk tidak menyentuhku. Bagaimana kalau malam ini kita nikmati malam indah kita."
"Sepertinya tidak bisa, karena malam ini aku harus bersiap-siap untuk ke Surabaya besok pagi," jawab Niko sambil melepaskan tangan sang istri.
"Apa tidak bisa kamu mempersiapkannya besok pagi, lagi pula selama ini kita sudah jarang bersama." Rani terlihat memandang Niko dengan kesal.
"Tidak bisa, Sayang.
Yuli yang merasa sangat mengenal suara itu langsung menoleh ke arah suara. Ia terlihat terkejut saat melihat Rani sudah berdiri di antara para warga. Wajah bintang terkenal itu terlihat begitu sedih."Mbak Rani!" ucap Yuli yang terlihat terkejut."Kenapa? Apa kamu terkejut melihat kehadiranku disini, kamu pikir aku akan diam saja saat kamu merebut suamiku!" bentak Rani sambil menatap Yuli dengan tajam."Tapi. Mbak! Bukankah Mbak Rani sendiri yang memintaku untuk menjadi istri kedua Mas Niko." Yuli terlihat berdiri dari tempat duduknya.Mendengar ucapan Yuli beberapa orang yang ada di tempat itu terlihat kebingungan. Mereka terlihat bingung antara siapa yang benar dan salah. Ucapan Yuli ataukah si b
Beberapa saat perempuan paruh baya itu terlihat berpikir. Hingga akhirnya dia menerima ajakan sang putra. Dengan ragu dia mulai berjalan ke rumah yang ada di pojokan jalan."Mari. Bu, silahkan diminum tehnya."Yuli meletakkan secangkir diatas meja.Lina yang begitu sangat membenci Yuli justru memalingkan wajahnya saat melihat kehadiran menantu keduanya. Terlihat jelas jika dalam hati Lina masih belum bisa menerima kenyataan jika kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang sempit. Sementara itu Niko terlihat menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah sang ibu."Diminum dulu, Bu. Kasihan Yuli sudah capek membuatkan teh itu untuk Ibu!" perintah Niko dengan lembut."Ibu tidak akan minum teh itu,
"Ibu. Ibu mau kemana?" tanya Yuli yang baru saja keluar dari dapur."Ibu, Ibu. Eh ingat ya, sampai kapanpun aku tidak akan mengakuimu sebagai menantu! Jadi jangan pernah memanggilku dengan sebutan Ibu. Lagi pula kemana pun aku pergi itu bukan urusanmu!" bentak Lina sambil melebarkan matanya."Maaf, Bu. Eh maksud saya, Nyonya. Mas Niko hanya berpesan untuk menjaga Nyonya sampai dia kembali," jawab Yuli dengan gugup."Kamu pikir aku anak kecil yang harus diawasi 24 jam! Sudah lebih baik kau urusi saja dirimu, aku bisa menjaga diriku sendiri." Lina memandang Yuli dengan penuh kebencian.Sambil berjalan ke arah Yuli dan Lina. "Katanya bukan anak kecil, tapi kelakuan masih seperti bayi! Eh, Nyonya
"Mas, apa hari ini kamu akan pergi untuk mencari pekerjaan?" tanya Yuli sambil menggendong Ria."Sepertinya begitu, karena kalau aku tidak segera mendapatkan pekerjaan bagaimana kita bisa membayar sewa rumah ini." Niko terlihat menyisir rambutnya yang basah.Sambil duduk di tempat tidur. "Mas, kemarin Bu Tejo ke rumah. Dan dia bilang saat ini lapak sayurnya membutuhkan tukang untuk mengangkut sayuran ke truk, bagaimana kalau kamu menerima tawaran Bu Tejo.""Maksudmu bekerja sebagai kuli panggul?" jawab Niko yang langsung menoleh ke arah sang istri."Untuk sementara, kalau kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik kamu bisa berhenti," jelas Yuli sambil memegang tangan sang suami.
"Mbak Rani! Cepat kembalikan putriku," teriak Yuli. "Mas Niko cepat keluar, jangan jadi pria pengecut yang hanya bisa bersembunyi di belakang kekayaan istrimu."Berkali-kali Yuli berteriak di depan rumah artis terkenal itu. Apa yang dilakukan Yuli tentu menyorot perhatian dari beberapa orang yang ada disekitar rumah itu. Tidak berapa lama beberapa orang mendekatinya sambil membawa sebuah kamera di tangannya."Kalau boleh tahu, apa yang anda lakukan disini? Kenapa anda berteriak di depan rumah Rani." Seorang pria bertubuh jakung bertanya sambil menyodorkan sebuah mikrofon."Sepertinya mereka adalah seorang Wartawan. Aku bisa menggunakan cara ini untuk mendapatkan putriku kembali," batin Yuli yang terlihat terkejut.
"Yuli! Yuli," panggil Niko sambil mengetuk pintu."Ria! Alhamdulillah, akhirnya kamu pulang. Nak." Yuli langsung mengambil Ria dari gendongan sang suami."Yuli. Aku minta maaf karena sudah meninggalkanmu dan memisahkanmu dari Ria," ucap Niko dengan wajah ragu."Aku sudah memaafkanmu, terima kasih kamu sudah mau mengembalikan Ria." Yuli hanya memandang Niko dengan datar."Kalau begitu apa masih ada kesempatan untuk kita kembali bersama?" tanya Niko dengan penuh harap.Sambil tersenyum. "Aku memang sudah memaafkanmu, tapi untuk kembali padamu … maaf, aku tidak bisa."
"Yuli. Menikahlah dengan suamiku." Rani menatap wanita yang berdiri di hadapannya dengan tajam. Ucapan wanita itu langsung membuat Yuli dan semua orang yang ada di ruangan itu langsung terkejut. "Apa! Menikah dengan Tuan Niko. Enggak, Mbak. Itu nggak mungkin." Yuli terlihat kaget mendengar ucapan majikannya itu. Rasanya sangat aneh mendengar permintaan Rani siang itu. Bagaimana mungkin seorang istri mengizinkan suaminya melakukan poligami, sementara di luaran sana banyak wanita yang ketakutan akan hal itu. "Rani! Apa-apaan kamu, aku memintamu untuk memberi keturunan. Bukan menyuruhku untuk menikah lagi!" bentak Niko yang saat itu duduk di samping sang istri. "Aku tahu, tapi aku emang enggak mau memiliki anak. Apa kamu tahu masa kehamilan itu akan membuat ku menjadi gemuk, belum lagi saat anak itu lahir dan aku harus menyusuinya." Wanita itu kini berdiri dari tempat duduknya sambil melipat tangannya. "Kamu terlalu berlebihan. Banyak wanita diluar sana masih terlihat cantik dan m
Keesokan harinya, Rani yang sudah terlihat rapi langsung keluar dari kamarnya untuk segera menuju ke ruang makan. "Yuli. Dimana suami saya, apa dia belum bangun?" tanya Rani saat melihat madunya sibuk mempersiapkan sarapan. "Tuan Niko …." "Aku di sini, Sayang." Tiba-tiba terdengar suara seorang pria dari kejauhan. Rani yang terkejut segera menoleh ke arah suara. "Kamu tidur di ruang tamu, Mas." Wanita itu kini terlihat bingung saat melihat suaminya turun dari lantai dua. "Iya, kenapa. Apa kamu keberatan?" tanya Niko yang sudah berdiri di hadapan sang istri. Rani terlihat sedikit lega, pasalnya dugaannya tentang malam pertama Yuli dan suaminya ternyata tidak benar. Niko masih begitu sangat menjaga kesetiaannya selama ini. "Yaudah, sekarang kamu duduk. Kita makan sama-sama." Rani mempersilahkan suaminya dengan senyum bahagia. Pria itu langsung duduk di hadapan sang istri dan segera mengambil sepotong roti di hadapannya. Sementara itu di sisi lain, Rani terlihat melirik ke