Share

Bab 2

Keesokan harinya, Rani yang sudah terlihat rapi langsung keluar dari kamarnya untuk segera menuju ke ruang makan. 

"Yuli. Dimana suami saya, apa dia belum bangun?" tanya Rani saat melihat madunya sibuk mempersiapkan sarapan. 

"Tuan Niko …." 

"Aku di sini, Sayang." Tiba-tiba terdengar suara seorang pria dari kejauhan. Rani yang terkejut segera menoleh ke arah suara.

"Kamu tidur di ruang tamu, Mas." Wanita itu kini terlihat bingung saat melihat suaminya turun dari lantai dua. 

"Iya, kenapa. Apa kamu keberatan?" tanya Niko yang sudah berdiri di hadapan sang istri. 

Rani terlihat sedikit lega, pasalnya dugaannya tentang malam pertama Yuli dan suaminya ternyata tidak benar. Niko masih begitu sangat menjaga kesetiaannya selama ini. 

"Yaudah, sekarang kamu duduk. Kita makan sama-sama." Rani mempersilahkan suaminya dengan senyum bahagia. 

Pria itu langsung duduk di hadapan sang istri dan segera mengambil sepotong roti di hadapannya. Sementara itu di sisi lain, Rani terlihat melirik ke arah Soni sambil menikmati roti yang ada di tangannya. 

"Mas, setelah makan kita ngobrol di ruang kerja sebentar ya. Ada hal yang ingin aku katakan padamu." 

"Ehm." Pria itu hanya menjawab dengan deheman. 

 

Beberapa saat berlalu, merek kini sudah ada di ruang kerja. Rani yang sudah penasaran dengan malam pertama yang terjadi antara Yuli dan Niko segera mendekati suaminya. Sambil duduk di sofa wanita itu mulai membuka obrolan mereka.

 "Kenapa kamu nggak tidur di kamar Yuli? Bukanya kamu sangat menginginkan kehadiran seorang anak." 

"Kamu benar, aku memang menginginkan kehadiran seorang anak, tapi itu darimu bukan perempuan lain. Dan pernikahan ini hanyalah sebuah keterpaksaan." Pria itu kini menatap Rani dengan tajam. Ia terlihat muak melihat sikap istrinya yang sangat keras kepala. Dia lebih mengutamakan karirnya daripada kebahagiaan Niko. 

"Harus berapa kali aku bilang ke kamu, aku nggak mau punya anak. Apa kamu mau tanggung jawab jika karirku hancur karena kehamilan yang aku dambakan!" bentak Rani sambil langsung berdiri dari tempat duduknya. 

"Dasar keras kepala, jika seperti itu jangan harap aku akan menggauli Yuli." Niko segera meninggalkan ruangan itu dan berjalan keluar rumah. 

"Mas. Kamu nggak bisa seperti ini! Kamu tahu 'kan kalau aku harus melawan sakit hati demi mengabulkan keinginanmu. Kamu pikir aku nggak sakit hati dengan pernikahan ini." 

Rani segera mengikuti langkah kaki sang suami. Jika boleh jujur pernikahan antara Niko dan yuli jelas membuatnya sakit hati. Namun, karena ia tidak ingin kehilangan karir yang selama ini ia dapatkan. 

"Aku nggak mau tahu, kamu harus segera menggauli pembantu itu! Kalau enggak kamu harus segera angkat kaki dari rumah ini." Rani terus berteriak sambil berjalan di belakang Niko yang terus berjalan keluar rumah. 

"Rani, ada apa. Nak? Kenapa kamu berteriak seperti itu." Halimah yang sejak tadi masih berada di dalam kamar tiba-tiba sudah berdiri di samping Rani. 

"Apa Ibu tahu, Mas Niko nggak mau menggauli Yuli. Kalau seperti ini sia-sia dong aku menikahkan mereka." Protes Rani yang terlihat tidak terima dengan sikap suaminya saat ini. 

"Ibu sudah bilang ke kamu, apa yang kamu lakukan itu hanya menyiksa dirimu sendiri. Lagi pula kehadiran anak itu nggak penting dalam kehidupan kalian, yang terpenting sekarang kalian bisa memiliki kehidupan yang berkecukupan. Sekarang kamu lihat, semua jadi kacau karena keputusan konyolmu itu." Halimah melipat tangannya sambil menatap sang menantu dengan kesal. 

"Jadi sekarang Ibu menyalahkan aku?" tanya Rani yang langsung menoleh ke arah Halimah.

"Bukan begitu, Nak. Ibu hanya mengkhawatirkan keutuhan rumah tangga kalian saja." Wanita paruh baya itu langsung memegang tangan Rani. Wajahnya terlihat ketakutan saat melihat tatapan mata Rani yang begitu tajam. 

Rani yang tidak mau membuang waktu untuk berdebat dengan Halimah langsung melepaskan tangannya mertuanya dengan kasar. Ia dengan segera berjalan meninggalkan Halimah begitu saja. 

***

Malam hari, ketika Rani baru saja pulang. Ia langsung menemui Yuli di paviliun, wanita itu ingin memastikan apa sang suami sudah bersama asisten rumah tangganya. Rani yang baru saja tiba di kamar Yuli, wanita itu melipat tangannya sambil bersandar di pintu kamar. 

"Yuli! Apa Mas Niko sudah pulang." 

"Belum, Mbak. Sejak tadi pagi saya belum melihat Mas Niko di rumah," jawab Yuli dengan gugup. 

"Dimana pria itu, bisa-bisanya dia belum pulang jam segini." Rani melirik ke arah jam yang melingkar di tangannya. Alisnya terlihat menempel satu sama lain, wajahnya terlihat bingung saat mengetahui jika Niko belum tiba di rumah. 

"Mbak Rani mau saya siapkan makan malam." Tiba-tiba terdengar suara Yuli, hingga membuat Rani terkejut.

"Nggak usah, aku udah makan tadi. Kalau begiti kamu istirahat saja, aku juga mau langsung tidur." Dengan segera wanita itu langsung meninggalkan kamar Yuli. 

Tepat pukul tiga malam, hujan turun dengan begitu deras di sertai suara petir yang saling menyambar. Yuli yang sudah terlelap dalam tidurnya tiba-tiba terbangun. Ia seolah merasa ada hal yang berbeda malam ini. 

"Lebih baik aku keluar, karena sepertinya aku belum mengunci pintu rumah." 

Wanita itu segera keluar dari kamarnya, dan langsung berjalan ke arah ruang tamu. Ruangan itu terlihat begitu gelap, semua lampu sudah di padamkan sejak tadi. Merasa semua tugasnya sudah selesai wanita itu segera berjalan kembali ke kamarnya. Baru saja ia akan menutup pintu kamar, tiba-tiba sebuah tangan menahan pintu tersebut hingga membuatnya terkejut. 

"Mas Niko. Ada yang bisa saya bantu, Mas." 

Dengan kasar Niko langsung mendorong tubuh Yuli hingga terjantuh ke lantai. Kini pria bertubuh tegap itu mulai berjalan ke arahnya dengan sempoyongan. Ya, pria iti rupanya pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. 

Yuli yang ketakutan berusaha untuk menghindar darinya. Namun, dengan cepat tangan kekar Niko langsung memegeng pergelangan tangannya. Bahkan pria itu lansgung menarik tangan Yuli ke arah tempat tidur dan mendorong tubuh istri keduanya dengan kasar. 

"Mas, apa yang akan kamu lakukan. Bukannya kamu nggak mau mengkhianati Mbak Rani." Yuli terlihat begitu ketakutan saat tubuh Niko sudah berdiri di hadapannya. 

Melihat wajah Yuli ketakutan, Niko hanya tersenyum dengan dingin. Perlahan ia mulai mendekatkan wajahnya ke arah Yuli. Kini wajah keduanya hanya berjara beberapa centi saja. Yuli yang merasa ketakutan segera menutup kedua matanya, ia terlihat mulai meneteskan air mata. 

"Bukankah ini yang kalian mau, bukankah malam pertama ini yang kamu inginkan." Niko terlihat melebarkan senyumannya. 

"Aku mohon Mas, jangan lakukan ini. Kembalilah ke kamarmu dengan Mbak Rani, biarkan aku di sini sendiri." Yuli terus memohon sambil meneteskan air mata. Kini tangan Niko sudah memegang tangannya dengn erat. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status