Anjani tersenyum mendengar cercaan mertuanya. Dia amat tergelitik dengan sikap mertuanya yang selalu mencari pembelaan saat sudah terpojok. "Bagaimana mungkin aku tidak menjadi durhaka sama mertua kalau mertuaku saja mengajariku untuk menjadi menantu durhaka?" "Kukira kau akan mudah ditindas, ternyata aku salah besar!" desis Linda. "Lalu anda berharap saya bagaimana Ibu Mertua?" "Kau ternyata seperti bunglon ya, pura pura lemah saat ada Revan," ujar Linda."Saya tidak harus berpura pura lemah untuk mendapatkan perlindungan Ma.""Aahhh sudahlah, pokoknya jangan sampai kamu menghamburkan uang anakku!" "Rencananya kami malah ingin melaksanakan bulan madu keliling eropa setelah melahirkan nanti," ujar Anjani terus memantik api.Linda yang ingin nyerocos kembali ditahan oleh Vina. "Ma sudahlah Ma, dari tadi Mama selalu saja berusaha menyudutkan Anjani. Mama jangan gitu dong, Mama boleh nggak suka sama Anjani tapi jangan gitu juga dong Ma!" tegur Vina kesal. Linda mendengus pasrah. Dia
Sore hari Anjani berencana ke supermarket terdekar untuk membeli perlengkapan mandi karena sudah hampir habis. Namun saat pulang dari dari supermarket, dia hampir diserempet pengendara motor."Astaghfirullah, untung nggak apa apa." Anjani sangat kaget, beruntung dia tidak sampai jatuh. Dia segera mengumpulkan kembali barang belanjaannya yang berceceran. "Ternyata begini akibat kalau mau ke luar nggak bilang suami," gumam Anjani. Dia segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, dia diberi kabar asistennya jika untuk sementara waktu akan digantikan dengan asisten rumah tangga yang lain. "Ya udahlah nggak apa apa, dari pada ngerjain pekerjaan rumah tangga sendirian nanti juga pasti juga kesulitan," gumamnya sendiri. Tak lupa dia juga membicarakannya pada Revan dan Revan menyetujuinya.***Pagi harinya, asisten pengganti sudah datang untuk mulai bekerja beberap hari ke depan. Dia bekerja dengan sewajarnya. Namun ketika Anjani sedang di kamarnya, Ina sang asisten baru itu bergegas menuan
Setelah hendra menanda tangani surat persetujuan, Anjani segera dibawa ke ruang operasi. Dokter akan segera melakukan tindakan pada Anjani hari ini. Hendra mondar mandir di depan ruang operasi."Semoga saja cucu dan menantuku selamat," gumamnya berdoa.Tak berselang suster ke luar ruangan dengan terburu buru. Hendra langsung mencegat suster itu."Sus bagaimana operasinya?""Maaf Tuan, pasien kehabisan banyak darah dan membutuhkan transfusi darah secepatnya. Maaf saya harus segera pergi karena keadaan pasien saat ini mengkhawatirkan." Suster itu segera berlalu. Hendra terduduk lemas di lantai. Dia takut terjadi apa apa dengan menantu dan cucunya.***Sementara Mayra yang sedang bersantai di rumah bibinya mendapat kabar dari Ina kalau dia sudah berhasil membuat Anjani celaka.[Halo Nona, saya sudah berhasil menjalankan tugas. Nyonya Anjani mengalami pendarahan hebat karena tergelincir di lantai yang sudah bubuhi minyak goren
"Kita doakan saja semoga Bu Anjani segera melewati masa kritisnya.""Tolong selamatkan menantu saya Dok, saya mohon!" ucap Hendra mengiba."Kami akan mengusahakan yang terbaik Tuan, tapi kembali lagi kita ini hanya manusia yang hanya bisa mengusahakannya."Setelahnya Hendra pamit ke luar. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Revan jika tahu anaknya tidak bisa diselamatkan. Dia lalu melirik arlojinya ternyata sudah sore. Dia belum mengabari siapapun kalau Anjani terkena musibah."Sebaiknya aku kabari Vina saja," gumamnya. Hendra segera menghubungi Vina.[Vin, Papa cuma mau ngabarin kalau Anjani sudah melahirkan.][Oh yang benar Pa? Kok cepat sekali?][Dia terpeleset dan bayinya meninggal!][Innalillahi wa innailahi rojiun. Pa aku akan segera ke sana sekarang!][Iya. Ya sudah ya Papa mau mengurus pemakaman keponakanmu dulu.]Hendra mematikan sambungan teleponnya dan segera mengurus pe
Hendra menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Revan. "Kamu harus kuat menghadapi kenyataan ini Revan."Alis Revan bertaut, perasaannya tidak enak sejak di pesawat. "Ada apa sebenarnya Pa? Apa yang terjadi pada Anjani?""Anak kalian ... ""Kenapa dengan anakku Pa? Jangan membuatku penasaran!" sahut Revan cepat."Anak kalian tidak bisa diselamatkan," ucap Hendra lirih. Revan limbung tidak bisa menopang tubuhnya. Matanya mulai mengembun."Andai saja aku tidak meninggalkan Anjani seorang diri," ujarnya dalam sesal."Maafkan Papa, ini semua salah Papa Van. Andai Papa tidak menyuruhmu ke luar negeri pasti Anjani dan bayinya akan baik baik saja."Revan memejamkan matanya berusaha menguatkan hati. Dia berusaha legowo menerima takdirnya walau sakit. "Jangan menyalahkan diri Papa sendiri, Papa nggak bersalah. Mungkin memang Tuhan lebih sayang dengan anak kami dan tidak ingin anak kami menderita!" ujar Revan menenangkan
Revan mematung saat Anjani menanyakan anak mereka. Dia tak bisa membayangkan betapa hancurnya Anjani jika tahu anak mereka sudah tiada. "Sebaiknya kamu istirahat dulu saja ya sayang, nanti kalau sudah benar-benar pulih baru bisa bertemu sama anak kita," ujar Revan mengalihkan pembicaraan. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan anakku Mas?" Revan diam, dia tak berkutik ketika Anjani terus menanyakan anak mereka. "Kenapa diam Mas? Kalau kamu tidak mau mengantarku melihat anakku, biar aku sendiri yang ke ruangannya Mas." Anjani berusaha bangkit meski tubuhnya masih lemah. Dengan berat hati Revan akhirnya mengatakan hal yang sebenarnya pada Anjani. "Anak kita sudah tiada!" Bagai disambar petir hati Anjani saat ini. Anak yang telah dinanti kelahirannya kini sudah menyatu dengan tanah. "Enggak Mas kamu bohong... kamu pasti bohong sama aku, anakku sehat Mas anakku masih hidup!" Anjani meraung di pelukan Revan, dia histeris setelah tahu anaknya telah tiada. Mata Revan basah melihat kea
Andre terkesiap dengan penuturan Revan, dia segera meluncur ke ruangan IT untuk memeriksa rekaman CCTV hari itu. Dia melihat seorang lelaki yang mencurigakan menggunakan topeng sedang mengendap masuk ke ruangan Anjani. "Siapa lelaki misterius ini?" gumamnya. Dia fokus melanjutkan melihat rekaman CCTV itu, lelaki itu masuk ke dalam ruangan Anjani dan melepas topengnya. "Aku harus segera mencari tahu lelaki ini." Setelah mendapat petunjuk, Andre langsung mencari identitas lelaki ini. Dia menenangkan kembali ke ruangan Anjani untuk memberi tahu Revan. Revan langsung mencecar Andre dengan beberapa pertanyaan setelah sampai ke ruang perawatan Anjani. "Bagaimana Ndre? Apa kamu sudah menemukan petunjuk?" "Sudah Tuan. Sebentar, apakah Tuan mengenal lelaki ini? tanya Andre seraya menunjukkan rekaman CCTV yang sudah dicopy Andre. "Saya tidak mengenalnya sama sekali Ndre." "Apakah Tuan Revan punya musuh selama ini? Atau memang ada yang sengaja ingin melenyapkan Nyonya Anjani?" "Aku t
"Hahahahahahahaha kamu kan udah tahu alasan saya Jeng masa pura pura lupa?" ucap Linda sambil tertawa. "Hahahahaha saya kira dengan hadirnya cucu bisa membuat hati Jeng Linda luluh," jawab Widya tergelak. "Nggak akan Jeng, saya itu kalau sekali nggak suka ya enggak suka. Saya maunya Raisa yang jadi mantu saya titik nggak pakai koma." "Hahahahaha kamu itu Jeng. Oh iya kapan kita bisa ketemu Jeng? Nggak enak kalau ngobrol lewat telepon!" "Kapan aja longgar kok Jeng, atau kamu ke sini saja sekalian ajak Raisa Jeng." "Ya udah Jeng nanti aku ke sana ya sama Raisa." "Ya udah Jeng kalau gitu aku tutup ya teleponnya. Ditunggu kedatangannya!" "Ya Jeng." Tuttt tutt tuttt Widya mematikan sambungan teleponnya. Widya yang melihat Raisa yang baru saja turun dari kamarnya buru buru mencegatnya. "Sa, kamu ke rumah sakit sekarang?" "Iya Ma, ini mau berangkat." "Meningan ke sana besok aja Sa sekarang lebih baik ikut Mama ke rumah Tante Linda aja yuk," Widya pada Raisa. Raisa