Keesokan harinya, saat Revan sedang menyuapi Anjani sarapan dia mendapat panggilan dari Andre. Andre memberinya kabar jika Alex menyanggupi janjinya bertemu sekitar pukul sepuluh pagi. Dia juga sudah mengantongi identitas lelaki itu. "Baik, segera ringkus dan bawa ke markas Reno. Aku akan segera ke sana." Anjani yang tengah mengunyah makanan seketika menghentikan aktivitasnya."Ada apa Mas? Apa ada masalah?" "Ah tidak ada Dek cuma masalah kantor, biasalah!" ujar Revan berkilah. Anjani hanya ber oh ria saja. Setelah menyelesaikan makan, Revan mencoba bertanya langsung pada Anjani penyebab dia bisa terjatuh. "Dek, kamu mau nggak ceritain awal mula kamu bisa sampai terjatuh?" Anjani menghela nafas sambil menutup mata sebelum memulai bercerita. Dia sedang menyiapkan hati untuk menceritakan hari kelam yang merenggut nyawa bayinya. "Jadi, beberapa hari lalu ada asisten baru menggantikan Mbak Jum, Mas. Mbak Jum sampai saat ini masih belum kembali katanya ada kepentingan. Nah siang itu
Revan tersenyum kecut, dia sendiri juga belum sempat ke makam anaknya karena sibuk menjaga Anjani.“Kalau kamu sudah kuat dan sudah siap, kita ke sana hari ini ya. Sekalian pulang!” ujar Revan sambil mengelus kepala Anjani. Wajah Anjani tampak sumringah setelah mendengarnya. *** Sore harinya Anjani sudah ke luar dari rumah sakit. Dengan hati hati dia turun dari brankar dan berpindah ke kursi roda. Revan segera membawa Anjani ke dalam mobil. “Pak, kita ke pemakaman dulu. Jangan langsung pulang. Bapak tahu kan letak makam anak saya?” perintah Revan pada sopir. “Baik, Tuan saya tahu!” Sesampainya di depan pemakaman, Revan mengajak Anjani untuk membeli bunga yang dijual di depan area pemakaman. Setelahnya Revan bergegas membawa Anjani ke makam anak mereka. “Di sinilah anak kita dimakamkan.” Anjani turun dari kursi rodanya. Dia duduk di samping makam anaknya dan mengelus batu nisannya. Dia menyiramkan air dan menaburkan bunga di atas makam anaknya. “Nak, walau Mama belum sempat mem
Raisa terkesiap dan langsung membalikkan tubuhnya ke arah Revan. Revan hanya menatapnya datar.“Revan, aku ke sini mau jengukin Anjani,” jawab Raisa selembut mungkin. “Katanya kemarin sudah melahirkan.”“Dari mana kamu tahu alamat rumahku?”“Aku tanya Tante Linda, Van. Kamu nggak mempersilahkan aku masuk? Aku udah jauh jauh ke sini lho.”Revan bergeming, dia langsung masuk diikuti Raisa di belakangnya.“Tunggu di situ!” perintah Revan menyuruh Raisa duduk di sofa.Revan bergegas ke kamar memberi tahu Anjani jika Raisa datang menjenguknya.“Sayang, Raisa ke sini menjengukmu. Kamu ingin menemuinya atau tidak? Kalau tidak juga tidak masalah aku akan menyuruhnya pulang sekarang juga.”“Jangan Mas, kita akan menemuinya. Bagaimanapun dia adalah tamu kita Mas, dan kita harus menghargai niat baiknya,” ucap Anjani tersenyum. Dalam hati Revan sangat
Raisa masih diam saja enggan menanggapi celotehan Arya. Dia terus memalingkan muka ke arah luar. “Lagi galau ya? Tanya Arya lagi dan hanya diangguki oleh Raisa.“Galau kenapa lagi? Masalah sama orang yang kamu kejar kejar kemarin?” Lagi lagi Raisa hanya mengangguk.Arya tertekan nafas perlahan, sangat sulit membuka topik dengan wanita keras kepala ini. “Emangnya ada apa? Istrinya nglabrak kamu?” Raisa memutuskan untuk menceritakan masalahnya dengan Arya, dia percaya Arya lelaki yang baik.“Aku cemburu melihat kemesraan mereka, harusnya mereka tidak menunjukkannya di depanku.” Arya tergelak mendengar jawaban Raisa. Ingin tertawa keras tapi takut bidadari di depan ini marah.“Lho memangnya apa hubungannya denganmu? Sah saja kan jika mereka bermesraan? Mereka juga sudah menikah. Lalu kenapa kamu merasa cemburu?” “Mereka seharusnya menghargai perasaanku apalagi Revan tahu aku mencintainya!” ucap Raisa sambil menyobek tisu.“Gimana kalau kamu nikah sama aku aja? Nanti aku akan bahagiain
Revan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya Revan sendiri tidak bisa memasak, tapi dia ingin memberikan Anjani makanan dari hasil olahannya sendiri.“Ya kan bisa lihat tutorial google dulu Dek,” ucap Revan menampilkan barisan giginya.“Ya sudah tapi aku ikut ya Mas, mau lihat Mas Revan masak,” sahut Anjani cekikikan.“Tapi kamu jangan ikutan masak ya, cukup lihat suamimu yang tampan ini memasak!” seloroh Revan menaik turunkan alisnya.“Iih Mas Revan kok narsis banget sih ha ha ha.” Anjani terpingkal pingkal dengan tingkah Revan.Anjani menunggu Revan di meja makan sambil memperhatikan suaminya yang masih sibuk mengikuti tutorial di youtube.‘Aku bersyukur bisa dipertemukan denganmu Mas, walau awal pertemuan kita diwarnai dengan hal yang menyakitkan, tapi aku berharap semoga kamulah yang Tuhan takdirkan untuk menemani masa tuaku!’ batin Anjani tersenyum.
Bekti sangat malu dengan kelakuan Mayra yang sudah di luar batas.“Mohon maafkan anak saya Tuan Andre, saya sendiri yang akan mengurus Mayra. Saya akan menyuruhnya untuk segera pulang!” “Baik, kurasa itu saja yang ingin saya sampaikan. Saya mohon undur diri!”“Baik Tuan silahkan!” Sepeninggalnya Andre dari kediaman Bekti, lelaki paruh baya itu marah besar. Dia segera ke luar ruangan kerja untuk mencari istrinya.“Fatmaaaaaa ... sini kamu!” Fatma yang sedang duduk di taman belakang terlonjak mendengar teriakan Bekti. Dengan langkah cepat, dia segera menemui Bekti.“Ada apa sih Pa kok teriak teriak?” “Lihat, akibat didikan kamu yang selalu memanjakan Mayra sekarang anak itu malah menjadi beban masalah untuk kita!” DeggFatma tersentak, sepertinya suaminya sudah mengetahui ulah anaknya.“Kamu ngomong apa sih Yah? Memangnya apa yang sudah Mayra lakukan?” tanya Fatma pura pura tidak tahu.Bekti tersenyum miring, “Jangan berpura pura bodoh Fatma! Kamu pasti sudah tahu kalau Mayra sudah
Fatma langsung melepaskan genggaman teleponnya setelah mendapat kabar jika Mayra mengalami kecelakaan. Tubuhnya limbung dan seketika ambruk ke lantai. Dia berteriak memanggil suaminya hingga membuat pembantunya kembali menghampirinya."Nyonya ada apa Nyonya? Kenapa Nyonya menjadi seperti ini?" Pembantunya sangat panik melihat keadaan majikannya."Cepat telepon Tuan, Bi. Mayra kecelakaan," ucap Fatma panik.Pembantunya terkejut, dia segera menelepon Bekti namun sayang Bekti tidak kunjung mengangkatnya."Maaf Nyonya, Tuan tidak menjawab teleponnya."Fatma teringat jika suaminya sedang ada meeting hari ini. Dia tidak akan bisa menghubungi suaminya dalam satu jam ke depan."Nindi, ya aku harus mengabari Nindi!" Dia segera menghubungi adiknya."Halo Nindi, kamu di mana sekarang?" "Aku di rumah Kak, memangnya kenapa?""Mayra kecelakaan Ndi, sekarang dia dilarikan ke rumah sakit Citra Medika. Tolong kamu ke sana dulu, aku masih berusaha menghubungi Mas Bekti Nin. Aku nggak bisa ke sana sen
Revan masih terdiam sambil menyilangkan kakinya. "Bukankah harusnya kau sudah tahu apa tujuanku datang ke mari, Tuan Alex!" ujar Revan penuh penekanan."Ayolah Revan, aku ini bukan peramal yang bisa tahu isi hatimu!" ujar Alex sedikit mencairkan ketegangan. Revan tersenyum sinis."Aku ingin tahu apa alasanmu membebaskan Dika?" DegggBenar dugaan Alex, dia pasti menanyakan perihal bebasnya Dika."Ya karena dia bilang hanya dijebak oleh rekannya itu. Dia dipaksa dan dimanfaatkan oleh temannya untuk menculik Anjani," ujar Alex berbohong. Tentu dia juga ingin menyelamatkan anaknya."Oh ya?" Revan segera memutar rekaman yang didapat dari mata mata yang bertugas mengawasi gerak gerik Mayra dan Dika.Alex mendadak pucat pasi setelah mendengar rekaman itu. "Sekarang bagaimana anda bisa menjelaskan rekaman ini? Bukankah anda sangat mengenal suara rekaman ini?" tanya Revan tersenyum smirk."Bi-bisa saja itu bukan suara Dika, Van!" "Lihatlah, anda bahkan masih bisa mengelak setelah bukti nyat