Revan masih terdiam sambil menyilangkan kakinya. "Bukankah harusnya kau sudah tahu apa tujuanku datang ke mari, Tuan Alex!" ujar Revan penuh penekanan."Ayolah Revan, aku ini bukan peramal yang bisa tahu isi hatimu!" ujar Alex sedikit mencairkan ketegangan. Revan tersenyum sinis."Aku ingin tahu apa alasanmu membebaskan Dika?" DegggBenar dugaan Alex, dia pasti menanyakan perihal bebasnya Dika."Ya karena dia bilang hanya dijebak oleh rekannya itu. Dia dipaksa dan dimanfaatkan oleh temannya untuk menculik Anjani," ujar Alex berbohong. Tentu dia juga ingin menyelamatkan anaknya."Oh ya?" Revan segera memutar rekaman yang didapat dari mata mata yang bertugas mengawasi gerak gerik Mayra dan Dika.Alex mendadak pucat pasi setelah mendengar rekaman itu. "Sekarang bagaimana anda bisa menjelaskan rekaman ini? Bukankah anda sangat mengenal suara rekaman ini?" tanya Revan tersenyum smirk."Bi-bisa saja itu bukan suara Dika, Van!" "Lihatlah, anda bahkan masih bisa mengelak setelah bukti nyat
Revan dan Alex sontak menoleh ke arah pintu dan terkejut dengan kedatangan wanita itu. Pun juga dengan wanita itu, dia juga sama terkejutnya karena ternyata ada Revan di ruangan Alex."Linda? Apa yang kamu lakukan di sini?""Mama, kenapa Mama ke sini?" Linda gugup melihat Revan. Dia sangat menyesal memutuskan datang ke perusahaan Alex."Mama hanya ingin membahas bisnis bersama Om Alex saja, Van!" ucap Linda beralasan. Dia mengkode Alex agar beralasan sama."Benar Van, tadi aku lupa memberi tahumu kalau Mamamu akan ke sini, katanya ingin menanam modal di perusahaan ini." "Sejak kapan Mama punya pikiran untuk menjadi investor? Bukankah selama ini Mama bisanya hanya menghamburkan uang saja?"“Ya Mama pengen aja gitu mencoba hal baru Van. Kamu sendiri ngapain ke sini?” tanya Linda mengalihkan pembicaraan.“Yang jelas kami juga sedang membicarakan urusan bisnis di sini.”“Kalau begitu kalian lanjutkan saja, Lex kita bahas lain waktu saja kalau begitu ya,” ucap Linda. Dia hendak mengambil
Di sisi lain, Fatma yang sudah sampai di perusahaan suaminya bergegas menuju ke ruangannya. Dia akan menunggu suaminya sampai meeting usai. Setengah jam berlalu akhirnya Bekti kembali ke ruangannya. Dia terkejut saat melihat Fatma sedang duduk dan menangis di ruangannya."Bunda, kamu di sini sejak kapan? Dan kenapa kamu nangis? Apa yang terjadi Bun?" tanya Bekti beruntun."Yah, anak kita Yah. Anak kita mengalami kecelakaan saat perjalanan pulang," tangis Fatma pecah setelah memberi tahu Bekti. Bekti terkejut namun segera menguasai dirinya."Sekarang dia dirawat di mana Bun?""Di rumah sakit Citra Medika Yah. Tadi Bunda minta tolong Nindi dan Lukman untuk menunggu Mayra sampai kita datang karena jarak dari rumah mereka juga lebih dekat," ujar Fatma sesenggukan."Kita ke sana sekarang!" ajak Bekti."Yah, sebaiknya jangan menyetir Yah. Kita pakai sopir saja!" usul Fatma dan disanggupi Bekti.Sepanjang perjalanan, Fatma berupaya menghubungi Nindi namun Nindi belum menjawabnya."Bagaimana
Malam hari saat Revan sedang menyuapi Anjani, wanita itu melayangkan protes."Ayo buka mulutmu sekali lagi saja," pinta Revan."Mas, udah Mas aku udah kenyang Mas," protes Anjani."Tinggal dikit lagi habis Dek, sayang lho kalau nggak dihabiskan.""Nanti kalau aku gemuk gimana Mas hayo?""Ya nggak apa apa gemuk malah empuk ha ha ha ... ""Iiihhh Mas Revan. Eh Mas aku lupa mau ngomong sama kamu.""Ngomong apa Dek?" tanya Revan penasaran."Besok Ayah dan Ibu mau ke sini Mas. Katanya dapat kabar kalau aku lahiran terus ya seperti biasalah Ibu merepet dan bilang kalau besok mau ke sini.""Ya nggak apa apa kalau ke sini biarkan saja," ujar Revan santai."Kamu nggak masalah Mas? Kamu kan tahu sendiri Mas Ibu itu gimana," unar Anjani ragu ragu."Nggak apa apa Dek, aku malah senang kalau mereka mau ke sini, kan kamu jadi ada temannya. Dan aku juga jadi tenang waktu di perusahaan.""Makasih ya Mas, kamu
"Kita cari makanan ringan dulu ya buat stok camilan," ucap Arya. Mereka berdua bergegas mencari makanan ringan dan beberapa minuman di supermarket. Saat Raisa sibuk mengambil minuman, tak sengaja dia menyentuh tangan orang lain yang juga ingin mengambil minuman itu. Keduanya terlonjak kaget."Ehh maaf maaf nggak sengaja" ucap Raisa.Namun lelaki itu malah reflek memanggil Raisa. "Raisa, ini bener kamu kan?" tanya seseorang itu.Raisa menautkan alisnya, dari mana lelaki ini tahu namanya. "Iya saya Raisa, anda siapa kok sudah kenal sama saya?" "Aku valdi, Sa. Kamu gimana kabarnya? Lama banget kita nggak ketemu," tanya Valdi antusias.Seketika dia mengingat Valdi. "Astaga Valdi ternyata kamu, kirain tadi siapa. Kabarku baik, kamh sendiri gimana kabarnya?" "Aku juga baik, eh kamu sama siapa ke sini? Kita ngopi dulu yuk," ajak Valdi.Belum sempat Raisa menjawab, dia sudah mendengar suara deheman."Ehhmm, Sa udah belum? Kalau udah buruan bawa ke kasir!" "Eh ini siapa Sa? Pacar kamu ya?"
Menjelang sore hari, Anjani mendapat kabar jika orang tua angkatnya sudah sampai di stasiun. Mereka meminta dijemput."Mas, Ayah dan Ibu sudah sampai di stasiun dan minta dijemput Mas!" "Ya sudah biar nanti dijemput sopir ya Dek." Revan lalu memerintahkan sopir untuk menjemput kedua orang tuanya.Dua jam kemudian mereka sudah sampai di rumah Anjani. "Kamu tuh gimana sih Jan, kok tega teganya nyuruh kami berdua buat nunggu terlalu lama. Capek tahu!" omel Ratin sesampainya di kediaman Anjani."Ya gimana lagi, Ibu aja telat ngabarin. Jadi ya mana kami tahu!" ucap Anjani mengedikkan bahu."Tuh kan mulai ngelawan lagi!" "Buu, udah dong kamu tuh selalu aja marah marah nggak jelas. Kamu nggak kasihan sama Anjani? Dia baru aja kena musibah Bu!" ucap Danu mengingatkan."Habisnya Anjani tuh nggak ada rasa kasihan sama kita Yah!" "Yang penting kita kan sudah sampai di sini Bu, kalau kamu ngomel ngomel terus lebih baik kita pulang saja!" gertak Danu.Sedangkan Anjani dan Revan hanya menggeleng
“Kami sudah berhasil menangkap salah satu pelaku percobaan pembunuhan Nyonya Anjani. Sekarang tawanan berada di ruang bawah tanah,” kata Reno.“Bagus, aku jadi ingin melihat wajah mereka. Antar aku ke ruangan mereka!” ajak Revan.Reno berjalan mendahului Revan. Sesampainya di depan ruangan sel tempat Ina ditawan, raut wajah Revan mendadak jadi dingin. Sedangkan Ina yang melihat kedatangan seseorang semakin meronta minta dilepaskan.“Tuan tolong bebaskan saya, orang itu telah sembarangan menangkap dan menuduh saya. Saya tidak bersalah Tuan tolong lepaskan saya!” Revan tersenyum penuh seringai ke arah Ina.“Katakan padaku siapa yang menyuruhmu mencelakai istriku?” “Saya tidak mencelakai istri anda Tuan, saya hanya difitnah. Tolong percaya pada saya Tuan!”“Baik kalau kau tidak mau mengakuinya tidak masalah. Kudengar anakmu di kampung hanya tinggal dengan Neneknya saja. Sekarang lebih baik kau memilih jujur dan keluargamu di kampung selamat atau kau tetap menutupi kebohonganmu dan kelua
Raisa membekap mulutnya tak percaya jika Arya akan melamarnya secepat itu.“Ar, kamu nggak bercanda kan? Kita baru kenal berapa hari?” “Tapi aku sudah yakin denganmu Sa, dan kuharap kamu mau menerima pinanganku. Aku memang bukan orang yang romantis tapi aku akan selalu berusaha untuk membahagiakanmu dengan caraku.”“Apa yang membuatmu memutuskan memilihku Ar? Bukankah kamu tahu sendiri kalau aku?” “Ya Sa, aku tidak melihat kelebihanmu, tapi aku ingin melengkapi kekuranganmu dan kita sama sama berjalan meniti kehidupan ini. Dan aku juga ingin kamu membuka mata dan menyadari jika masih ada lelaki yang jauh lebih tulus menerimamu. Bagaimana? Apa kamu bersedia?”Mata Raisa mengembun, dia terharu dengan setiap ucapan yang ke luar dari mulut Arya. Dia tidak menyangka akan dilamar oleh orang yang bahkan sebelumnya tidak dikenalnya.“Ya Ar, aku menerimanya!” Arya menaikkan sudut bibirnya. Dia lalu menyematkan cincin di jari manis Raisa. Setelahnya mereka melanjutkan acara makan malam romant