Malam hari saat Revan sedang menyuapi Anjani, wanita itu melayangkan protes.
"Ayo buka mulutmu sekali lagi saja," pinta Revan.
"Mas, udah Mas aku udah kenyang Mas," protes Anjani.
"Tinggal dikit lagi habis Dek, sayang lho kalau nggak dihabiskan."
"Nanti kalau aku gemuk gimana Mas hayo?"
"Ya nggak apa apa gemuk malah empuk ha ha ha ... "
"Iiihhh Mas Revan. Eh Mas aku lupa mau ngomong sama kamu."
"Ngomong apa Dek?" tanya Revan penasaran.
"Besok Ayah dan Ibu mau ke sini Mas. Katanya dapat kabar kalau aku lahiran terus ya seperti biasalah Ibu merepet dan bilang kalau besok mau ke sini."
"Ya nggak apa apa kalau ke sini biarkan saja," ujar Revan santai.
"Kamu nggak masalah Mas? Kamu kan tahu sendiri Mas Ibu itu gimana," unar Anjani ragu ragu.
"Nggak apa apa Dek, aku malah senang kalau mereka mau ke sini, kan kamu jadi ada temannya. Dan aku juga jadi tenang waktu di perusahaan."
"Makasih ya Mas, kamu
"Kita cari makanan ringan dulu ya buat stok camilan," ucap Arya. Mereka berdua bergegas mencari makanan ringan dan beberapa minuman di supermarket. Saat Raisa sibuk mengambil minuman, tak sengaja dia menyentuh tangan orang lain yang juga ingin mengambil minuman itu. Keduanya terlonjak kaget."Ehh maaf maaf nggak sengaja" ucap Raisa.Namun lelaki itu malah reflek memanggil Raisa. "Raisa, ini bener kamu kan?" tanya seseorang itu.Raisa menautkan alisnya, dari mana lelaki ini tahu namanya. "Iya saya Raisa, anda siapa kok sudah kenal sama saya?" "Aku valdi, Sa. Kamu gimana kabarnya? Lama banget kita nggak ketemu," tanya Valdi antusias.Seketika dia mengingat Valdi. "Astaga Valdi ternyata kamu, kirain tadi siapa. Kabarku baik, kamh sendiri gimana kabarnya?" "Aku juga baik, eh kamu sama siapa ke sini? Kita ngopi dulu yuk," ajak Valdi.Belum sempat Raisa menjawab, dia sudah mendengar suara deheman."Ehhmm, Sa udah belum? Kalau udah buruan bawa ke kasir!" "Eh ini siapa Sa? Pacar kamu ya?"
Menjelang sore hari, Anjani mendapat kabar jika orang tua angkatnya sudah sampai di stasiun. Mereka meminta dijemput."Mas, Ayah dan Ibu sudah sampai di stasiun dan minta dijemput Mas!" "Ya sudah biar nanti dijemput sopir ya Dek." Revan lalu memerintahkan sopir untuk menjemput kedua orang tuanya.Dua jam kemudian mereka sudah sampai di rumah Anjani. "Kamu tuh gimana sih Jan, kok tega teganya nyuruh kami berdua buat nunggu terlalu lama. Capek tahu!" omel Ratin sesampainya di kediaman Anjani."Ya gimana lagi, Ibu aja telat ngabarin. Jadi ya mana kami tahu!" ucap Anjani mengedikkan bahu."Tuh kan mulai ngelawan lagi!" "Buu, udah dong kamu tuh selalu aja marah marah nggak jelas. Kamu nggak kasihan sama Anjani? Dia baru aja kena musibah Bu!" ucap Danu mengingatkan."Habisnya Anjani tuh nggak ada rasa kasihan sama kita Yah!" "Yang penting kita kan sudah sampai di sini Bu, kalau kamu ngomel ngomel terus lebih baik kita pulang saja!" gertak Danu.Sedangkan Anjani dan Revan hanya menggeleng
“Kami sudah berhasil menangkap salah satu pelaku percobaan pembunuhan Nyonya Anjani. Sekarang tawanan berada di ruang bawah tanah,” kata Reno.“Bagus, aku jadi ingin melihat wajah mereka. Antar aku ke ruangan mereka!” ajak Revan.Reno berjalan mendahului Revan. Sesampainya di depan ruangan sel tempat Ina ditawan, raut wajah Revan mendadak jadi dingin. Sedangkan Ina yang melihat kedatangan seseorang semakin meronta minta dilepaskan.“Tuan tolong bebaskan saya, orang itu telah sembarangan menangkap dan menuduh saya. Saya tidak bersalah Tuan tolong lepaskan saya!” Revan tersenyum penuh seringai ke arah Ina.“Katakan padaku siapa yang menyuruhmu mencelakai istriku?” “Saya tidak mencelakai istri anda Tuan, saya hanya difitnah. Tolong percaya pada saya Tuan!”“Baik kalau kau tidak mau mengakuinya tidak masalah. Kudengar anakmu di kampung hanya tinggal dengan Neneknya saja. Sekarang lebih baik kau memilih jujur dan keluargamu di kampung selamat atau kau tetap menutupi kebohonganmu dan kelua
Raisa membekap mulutnya tak percaya jika Arya akan melamarnya secepat itu.“Ar, kamu nggak bercanda kan? Kita baru kenal berapa hari?” “Tapi aku sudah yakin denganmu Sa, dan kuharap kamu mau menerima pinanganku. Aku memang bukan orang yang romantis tapi aku akan selalu berusaha untuk membahagiakanmu dengan caraku.”“Apa yang membuatmu memutuskan memilihku Ar? Bukankah kamu tahu sendiri kalau aku?” “Ya Sa, aku tidak melihat kelebihanmu, tapi aku ingin melengkapi kekuranganmu dan kita sama sama berjalan meniti kehidupan ini. Dan aku juga ingin kamu membuka mata dan menyadari jika masih ada lelaki yang jauh lebih tulus menerimamu. Bagaimana? Apa kamu bersedia?”Mata Raisa mengembun, dia terharu dengan setiap ucapan yang ke luar dari mulut Arya. Dia tidak menyangka akan dilamar oleh orang yang bahkan sebelumnya tidak dikenalnya.“Ya Ar, aku menerimanya!” Arya menaikkan sudut bibirnya. Dia lalu menyematkan cincin di jari manis Raisa. Setelahnya mereka melanjutkan acara makan malam romant
Kedua Alis Agung bertaut, tidak biasanya istrinya ini terus membahas Arya. “Nggak tahu Papa, kamu kenapa kok tiba-tiba nanya kayak gitu?” “Ya siapa tahu kalau pulang pulang kita langsung punya mantu ha ha ha…” seloroh Nurma.“Ooh jadi kamu pengen punya mantu nih?”“Ya iya dong Pa, apa lagi kalau anak kita yang satunya udah ketemu, wah pasti rame deh rumah!” ucap Linda.Tak terasa mereka sudah sampai di rumah besar mereka. Sopir membantu menurunkan barang barang mereka sedangkan Nurma langsung melangkah masuk ke dalam rumah.“Rumah ini masih sama seperti dulu ketika kami meninggalkan rumah ini, tidak ada yang berubah” gumam Nurma.“Kenapa kok melamun?” tanya Agung mengagetkan.“Ahh enggak kok Pa. Papa ngagetin aja deh. Eh iya, Arya ke mana ya Pa kok nggak ada?” tanya Nurma.“Paling masih di kantor Ma, ini kan jam kerja.” Nurma sontak melirik jam yang terpampang di dinding kemudian memasang jidatnya.“Mama lupa Pa he he!” Asisten mereka yang kebetulan baru pulang terkejut melihat ked
“Ini lho Pa si Arya bawa calon istri!” ujar Nurma berbinar.“Benarkah itu Arya? Sebaiknya kita persilahkan mereka duduk dulu Ma, kasihan tamu kita masa nggak disuruh duduk malah diomeli?” Seketika Nurma menepuk keningnya. Dia lalu mempersilahkan Raisa dan Arya duduk.“Arya, coba jelaskan sama Papa apa benar yang dikatakan Mamamu kalau kamu mau menikah?” tanya Agung memicingkan mata.“Iya Pa, Arya mau menikahi Raisa.” Sementara Raisa hanya menunduk saja.“Kamu nggak hamilin dia dulu kan Ar?” tanya Agung lagi“Enak aja, ya enggaklah Pa. Mana mungkin aku hamilin dia!” ucap Arya ngegas.“Biasa aja dong Ar. Terus kenapa kamu nggak bilang sama kami kalau mau menikah?”“Sebenarnya Arya mau kasih tahu tapi cari waktu yang tepat dulu Pa. Apa lagi Mama sama Papa kan masih di luar negeri, eh tahu tahu udah ada di rumah aja!”Mbok Ne
Alex yang tengah fokus menyelesaikan pekerjaannya terkesiap mendengar teriakan istrinya yang menggema ke seluruh ruangan kerja. Keningnya berkerut melihat tingkah istrinya yang mengamuk.“Ma, ada apa sih? Kenapa kamu berteriak seperti itu? Apa kamu nggak lihat kalau aku lagi kerja?”“Alex, apa maksud semua ini Lex? Siapa perempuan yang kamu panggil sayang itu?” tanya Rina sesampainya di ruangan kerja Alex.DegggAlex membatu di tempat. ‘Apakah dia sudah mengetahui kalau aku masih berhubungan dengan Linda? Tapi dari mana dia tahu?’ batin Alex.“Apa sih Ma maksud kamu?”“Jelaskan padaku siapa Linda? Kenapa dia sampai mengirimimu pesan mesra seakan akan kalian mempunya hubungan?” tanya Linda sambil menunjukkan ponsel Alex.Alex gelagapan dengan pertanyaan Rina, dia merutuki kebodohannya yang ceroboh menaruh ponsel sembarangan. “Rina, kembalikan ponselku Rin!” “Tidak sebelum kau menjawab pertanyaanku!” tegas Rina.“Emm Linda itu karyawan di kantor Papa, Ma!” ucap Alex gugup. Segagah dan
Dua hari berlalu setelah kepulangan Agung dan Nurma, Hendra mengundang mereka untuk makan malam bersama di rumahnya. Saat Hendra mengutarakan niatnya, Linda sedikit tidak menyetujuinya.“Ma, malam ini keluarga Agung akan datang ke sini untuk memenuhi undangan makan malam dari Papa. Persiapkan dirimu!”“Kenapa sih pakai acara makan malam segala Pa?” tanya Linda mendengus.“Kamu itu kenapa sih kok kayak anti banget sama keluarganya Agung? Mereka salah apa sama kamu?” Hendra bingung dengan sikap istrinya yang seperti tidak menyukai sahabatnya.“Yaa nggak ada sih tapi aku kurang nyaman aja Pa sama mereka!” ujar Linda.“Mah, tolong dong hargai sahabat Papa. Mau bagaimanapun mereka dulu pernah menolong Papa waktu merintis. Apa aku pernah melarangmu pergi bersama teman temanmu itu? Enggak kan? Tolong Ma sedikit saja mengerti aku!” ujar Hendra berlalu. ‘Aduh bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Jangan sampai mereka membuat rahasia besar ini terbongkar!’ batin Linda.Hendra segera membe