Share

Halo, Kisah Lama Belum Kelar!
Halo, Kisah Lama Belum Kelar!
Author: Estaruby

1. Apa Kabar Dinara?

Author: Estaruby
last update Last Updated: 2022-06-26 02:53:44

Sikat gigi di kantong  dan handuk yang tersampir di bahu hampir terjatuh begitu saja kala Dinara bersitatap singkat dengan lelaki  yang pagi- pagi telah berdiri di depan pagar rumahnya.

Jemari panjangnya dengan cekatan membuka kunci gerbang. Mata yang belum terbuka sepenuhnya itu sedikit menyipit saat menemukan sosok tinggi mengenakan kaos tanpa lengan dan sepatu olahraga berdiri dihadapannya. Orang itu jelas baru selesai olahraga pagi. Tidak seperti Dinara yang baru saja beranjak dari ranjang kesayangannya. Kalau bukan karena suara baritone orang dihadapannya ini, Dinara mungkin masih sibuk berkelana dalam mimpi.

Memang apa yang diharapkan dari hari minggu Dinara? Setelah setiap hari bekerja sambil kuliah, setidaknya dia ingin minggu menjadi hari santainya. 

Dinara masih mengenakan kaos kebesaran ditambah rambutnya super acak- acakan. Bahkan dia tak repot- repot mengenakan alas kaki untuk keluar rumah. 

"Cari siapa, ya?" tanyanya sembari masih berusaha mengumpulkan nyawa.

Lelaki yang memegang kotak bening itu mematung sebentar. Beberapa detik kemudian senyumnya tercetak jelas meskipun wajahnya ditutupi masker berwarna hitam. Untuk beberapa saat Dinara sempat terpana karena garis dahi lelaki itu menurutnya sangat menawan.

Dia bahkan sudah kelihatan tampan saat masih menggunakan masker. Selain itu, postur fisiknya lumayan. Tinggi semampai, rambut sedikit panjang yang basah ditambah dengan otot bisep dan dada yang sepertinya cukup terlatih. 

Dinara  hampir saja menganga karena menurutnya laki-laki tersebut bahkan ada diatas rata- rata tampan. Kapan lagi dia bisa mendapat pemandangan gratis se-menyenangkan ini?

"Maaf mengganggu pagi- pagi, saya tetangga baru disebelah." Lelaki itu membuyarkan lamunan Dinara sebentar. Dia menunjuk rumah yang berada tepat disebelahnya. Dinara ikut melirik kesamping dan baru menyadari bahwa rumah kosong disebelahnya ternyata kini telah berpenghuni.

Oh tetangga baru, ya? Dalam hati saja Dinara sudah jingkrak-jingkrak tak karuan. Mimpi apa dia semalam tiba- tiba punya tetangga ganteng begini? 

Dinara fokus pada hazel gelap dan bulu mata tebal yang mengerjap kearahnya. Laki- laki itu jelas punya jenis tatapan yang mempesona. 

Meskipun Dinara cukup lama menjomblo dan memang sedang tak punya secuil pun ketertarikan untuk menjalin hubungan sekarang ini, melihat lelaki tampan tetap saja merupakan bagian dari cuci mata yang sah-sah saja.

"Ini dari mama saya, sebagai perkenalan dengan tetangga," lanjut lelaki itu. 

Dinara perlahan menerima uluran dua kotak kue dengan senang hati. Kalau tadi dia sempat terpesona dengan si lelaki, kali ini fokusnya dicuri oleh dua kotak coklat cookies yang dia pegang. Memang pesona makanan gratis amat bisa mengalahkan apapun baginya. 

"Terimakasih," Dinara berujar tulus nan riang. Senyumnya mengembang cerah, hampir mengalahkan binar matahari pagi ini. Ada keheningan sebentar sebelum suara  lelaki itu kembali mengalun lembut.

"Dinara.."

"Ya?" Dinara refleks menyahut dengan senyuman. 

Tapi sebentar...

Mereka baru bertemu pagi ini, kan? Bagaimana bisa laki- laki dihadapannya itu langsung tahu namanya?

Senyum di wajah Dinara perlahan memudar. Dia menatap lelaki asing tersebut dengan was-was. Apa jangan- jangan orang itu adalah penguntit? 

"Remember me?"

Dahi Dinara makin berkerut. Dia tiba- tiba saja merasa bulu kuduknya merinding. Ditambah lagi, suara baritone yang dalam dan serak itu tiba- tiba terdengar familiar bagi indra pendengarannya.

Dengan tinggi 168 senti, Dinara masuk golongan perempuan yang cukup tinggi. Tapi laki- laki dihadapannya memang sepertinya punya tinggi yang menjulang juga sehingga Dinara masih  harus mendongak untuk menatapnya. Ditengah terpaan kebingungan, Dinara refleks melangkah mundur ketika lelaki asing itu justru mendekat kearahnya.

"K-kamu mau apa?" 

Jarak ini terlalu dekat, apalagi untuk lelaki asing yang pertama kali bertemu dengannya. Wangi alami tubuh sang lelaki menyeruak memenuhi indra penciuman Dinara membuatnya sedikit pusing. Bukan karena bercampur keringat, namun karena terlalu maskulin dan sepertinya bisa membuat lututnya lemas, hehehe.

Dengan gerakan pelan, tangan besarnya membuka masker perlahan. Saat itu, Dinara sempat terpana karena seperti dugaannya, lelaki dihadapannya memang diatas kata tampan.

Tapi tunggu dulu, kenapa wajah ini terlihat familiar? 

Dinara melotot sekaligus melongo. Dia hampir saja terjerambab ke belakang jika saja tangan besar itu tidak menahan pinggangnya. Kini deru nafas lelaki dihadapannya terasa makin dekat berhembus di kulit wajahnya.

Sebuah senyuman iblis terpatri disana, menggantikan segala kelembutan yang sempat Dinara bayangkan. Laki- laki dihadapannya sekarang bukanlah malaikat, melainkan iblis yang menyamar di bumi.

"N-ngapain disini?!" Dinara akhirnya berhasil menjaga keseimbangan dan mendorong keras tubuh besar itu untuk memberi jarak. Dia tak bisa lengah apalagi ketika menyadari tatapan yang berusaha keras dia lupakan sejak lima tahun lalu itu. 

Kedua alis laki- laki tersebut naik dibarengi bibirnya yang menyeringai, "udah jelas, kan?"

Dinara merutuk, bagaimana bisa laki- laki ini menjadi tetangganya sekarang? Bagaimana nasib hari-hari temaram Dinara selanjutnya?

"Apa kabar, Dinara?"

Hampir saja jantungnya mencelos kebawah karena sebuah pertanyaan sederhana. Gadis itu berusaha mengumpulkan kembali kesadaran dan rasionalitas yang telah dia rangkai bertahun- tahun. Dia tak akan terjebak lagi akan pertanyaan klise yang disampaikan iblis dihadapannya itu.

Pandangannya kini berubah dingin nan menajam. Dinara mengeraskan rahangnya tak gentar. 

"Lo lihatnya gimana?" dia menjawab ketus. 

Lelaki itu tertawa kecil, dia menatap Dinara dari atas ke bawah yang membuat Dinara benar- benar risih.

"Tentu, lo masih kelihatan luar biasa. Masih sama cantiknya seperti dulu," ujarnya santai sembari memasukkan kedua tangannya di kantong celana pendek yang dia kenakan.

Tidak ada pipi merona atau debaran menyenangkan yang Dinara rasakan. Saat ini dia justru terus meningkatkan genderang kewaspadaan.

"Baru bangun tidur, ya?"

Pertanyaan semakin sok akrab dan Dinara sangat benci itu. 

"Bukan urusan lo!"

Lelaki itu kembali tertawa kecil, "anyway.."

Dia menjeda kalimat sembari menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal. Lalu berdehem, "enggak sebesar itu tapi laki- laki manapun bisa saja tergoda."

Dahi Dinara makin mengerut, lelaki dihadapannya menjeda dengan berdehem lagi untuk kesekian kali.

"Sebaiknya jangan dipamerin."

Telunjuknya mengarah dengan kurang ajar. Dinara tanpa sadar mengikuti kemana arah telunjuk itu berlabuh.

"Nyeplak," tandas lelaki itu akhirnya. Dia tersenyum miring saat Dinara akhirnya menyadari kemana arah pembicaraan ini.

Gadis itu jelas melotot kaget. Dia menutup gerbang secara cepat lalu berlari masuk dan segera membanting pintu utama keras- keras. Cookies dia letakkan di meja dan tangannya kini reflek menyilang di depan dada. 

Dinara menghentakkan kedua kakinya keras, rasanya dia ingin menghilang dan pindah ke Planet Mars sekarang.

"SANDI ARSENA BRENGSEK!"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Taufik Hidayat
Senang kaliii hahhahhhhahaha
goodnovel comment avatar
Baeblue xx00
malu banget jadi dinara wkwkwkw
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   2. Ruang Tamu

    Rasanya Dinara ingin mencak-mencak meluapkan seluruh kekesalannya. Hari minggu yang biasanya menjadi hari temaram kesayangannya kini seolah berubah menjadi mimpi buruk. Sepertinya Dinara harus menandai kalender hari ini sebagai hari apes khususnya.Bertahun- tahun tidak bertemu, tadi pagi Dinara justru bertemu si menyebalkan Sandi Arsena dengan tampilan paling memalukan. Padahal Dinara kan ingin sekali seperti gadis- gadis di cerita fiksi yang seolah membalaskan dendam pada lelaki masa lalu yang menolak mereka. Tumbuh menjadi gadis cantik dan sukses yang bisa memamerkan kesuksesannya sehingga para lelaki bodoh itu menyesal menyia-nyiakan mereka.Ah, itu semua tinggal angan- angan. Sandi sudah merusak khayalan sempurnanya itu pagi tadi. Meskipun bukan seratus persen salah lelaki tinggi itu, tetap saja Dinara tidak terima. Kenapa juga dia harus tampil memalukan seperti itu?Tapi masalahnya belum berakhir. Sekarang ini Dinara benar- benar tidak tahu lagi harus meletakkan wajahnya dimana.

    Last Updated : 2022-07-17
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   3. Grasa-Grusu Pagi Hari

    Dinara mengenakan sepatu hak tinggi miliknya dengan tergesa. Berkas masih belum rapi dan tas yang bertanggar di bahu keadaan resleting terbuka. Gadis dua puluh dua tahun itu hampir saja terjerembab jatuh dari tangga kalau saja tadi sang adik tidak menahan tubuhnya. "Kakak panik banget ! Hati- hati dong!" teriak Dikta yang telah mengenakan seragam sekolah lengkap. Dinara tak mengindahkan kicauan siapapun, dia langsung menarik satu potong roti dan berlalu keluar pintu rumah. "Semuanyaa, Dinara berangkat duluan!" teriaknya sambil berlalu.Kalau saja kemarin malam dia tidak memaksakan diri mengerjakan berkas sampai subuh, mungkin sekarang Dinara tidak akan terlambat bangun. Sebenarnya kalaupun tidak dikerjakan, gadis itu masih punya cukup waktu untuk mengerjakannnya di kantor. Tapi begitulah Dinara jika sudah tenggelam dalam satu pekerjaan. Mungkin jika ada gempa bumi-pun dia tidak akan sadar. Langkah grasa-grusunya terhenti kala netranya menyadari bahwa mobilnya tak berada di tempat s

    Last Updated : 2022-07-17
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   4. Kiriman Untuk Dinara

    "Lain kali izin H-1 sama gue!" Dinara menerima kunci sembari sebelah tangannya menoyor pelan adik sepupunya. Keenan meringis, dia memasang tampang kesal karena Dinara masih saja suka menoyornya sembarangan."Ya namanya juga mendadak, kak. Gue juga gaktau kalo si semok mogok begitu," ujarnya membela diri.Dinara mengernyit, "si semok?" Keenan memutar bola matanya malas, "mobil gue," balasnya. Dinara hampir menganga mendengar jawaban acak adik sepupunya itu. Lelaki dua puluh tahun yang merupakan putra dari adik ayahnya. Rumah mereka kebetulan berada di kompleks yang sama sehingga kalau ada apa- apa jadi mudah saling bantu. Apalagi baik orang tua Dinara ataupun Keenan sama-sama pebisnis yang sering hilir mudik keluar kota meninggalkan anak- anak di rumah.Gadis itu tidak ingin meladeni lebih jauh perbincangan tidak penting tentang nama aneh mobil sepupunya itu. Dia bersidekap sembari mengusir Keenan dari wilayah tempat kerjanya. Namun sekali lagi laki- laki itu melebarkan senyuman men

    Last Updated : 2022-07-22
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   5. Tawanan Kabur

    Jalanan lenggang membuat Dinara berhasil tiba lebih cepat. Dia membelokkan mobil masuk kompleks perumahan dan akhirnya sampai tepat di kediamannya. Ketika hendak menutup kembali gerbangnya, Dinara melirik rumah sebelah yang nampak ramai dengan beberapa mobil- mobil asing. Pikirnya, mungkin keluarga Sandi kedatangan beberapa tamu berhubung mereka baru saja pindah. Dinara tentu tak ambil pusing. Dia langsung masuk kedalam rumah dan menemukan situasi sepi seperti biasanya. Dia mengambil segelas air lebih dulu sebelum memutuskan naik kearah kamar tidurnya. Sebelum masuk, lebih dulu Dinara memeriksa kamar Dikta, adiknya. Didapatinya remaja itu sedang tekun di meja belajarnya. "Mama sama papa udah berangkat, dek?" tanyanya. Memang semalam kedua orang tuanya itu sudah memberi info bahwa mereka akan pergi keluar kota selama beberapa hari untuk mengurus pekerjaan. Dikta membalik tubuhnya dan mengangguk pada Dinara. Remaja laki- laki itu melepas kaca mata belajar miliknya. Dinara terseny

    Last Updated : 2022-07-22
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   6. Night Out

    Dinara memutar bola matanya malas sebab nasi goreng yang tadinya dia siapkan untuk diri sendiri sekarang harus dia bagi dua. Setelah memutuskan untuk membawa Sandi masuk kedalam rumahnya, dia harus merelakan porsinya dibagi dua. Lelaki yang duduk santai lesehan di ruang tamu itu makan dengan super lahap seolah tidak sempat makan tiga hari. "Lo ada acara di rumah gak sempet colek makanan dikit gitu?" sarkas Dinara sembari menyuap nasi goreng di piringnya."Jangankan makanan, gue aja kaget yang dateng tiba- tiba sekampung. Awalnya gue cuma ngajakin sepuluh orang. Eh mereka pada ngajakin pacarnya, belum lagi pacar- pacarnya pada bawa temen," ujar Sandi menggebu. Lelaki itu meneguk air dalam gelas yang juga sudah Dinara siapkan sebelumnya. Piringnya sudah bersih sekarang. "Tempat cuci piringnya dimana, Nar?" tanya sandi sembari berdiri. Dinara yang baru saja menghabiskan nasinya ikut beranjak. "Sini biar gue aja!" Tangannya hendak menagih piring di tangan Sandi. Namun dengan cepat le

    Last Updated : 2022-07-22
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   7. Momongan

    Lampu remang- remang yang sedari tadi menyorot mendadak berkedip. Seolah seirama dengan mata Dinara yang mengedip heran mendengar ucapan mendadak Sandi. Lelaki dengan rahang tegas itu seolah menenggelamkannya dalam tatapan kelam. Dinara merasakan dejavu yang mendadak membuat ngilu kembali menjalar di hatinya. Ada kebingungan yang sempat mencuat namun dengan cepat ditepis oleh sisi rasionalnya. Gadis itu kembali pada wajah datarnya, "Sekarang gue paham kenapa lo sampai dikejar- kejar penggemar gila. Lo gampang mengumbar omongan," ujarnya. Sandi yang awalnya diam kini kembali tertawa kecil. "Lo gak baper?" tanya Sandi."Kalau maksudnya bawaan laper, ya gue baper," jawabnya tanpa beban. Sekali lagi Sandi tergelak akan jawaban santai bernada datar milik Dinara.Awalnya Sandi pikir Dinara adalah sosok kaku seperti apa yang teman-temannya ceritakan dahulu. Mereka bilang Dinara hanyalah gadis ambisius yang tidak bisa bercanda. Masuk daftar hitam untuk didekati karena sulit digapai. Namu

    Last Updated : 2022-08-07
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   8. Si Pasti Fix

    "Din, Mas Alam udah kirim fotonya. Tolong langsung buatin deskripsinya sekarang ya!""Minta tolong revisian naskah yang Pak Samsul kemarin dong, Din!""Bu Alana minta draft-nya harus rampung nanti sore, langsung print out aja kalo udah kelar!"Hari-hari hectic Dinara berjalan seperti biasanya. Penuh dengan pekerjaan yang padat merayap namun syukurnya masih bisa dia kerjakan dengan baik. Jemarinya tak henti bergerak lincah diatas keyboard saat merevisi naskah buatan rekan-rekan satu timnya. Setelah selesai, Dinara akan langsung mengirimkannya pada Kepala Divisi untuk ditinjau kembali atau mengembalikannya lengkap dengan catatan.Terdengar suara-suara sendi saat Dinara mulai meregangkan tubuhnya di depan meja kerja. Gadis itu melirik jam yang melingkar manis di pergelangan tangan kiri menunjukkan pukul empat lebih tiga puluh menit, dia bisa pulang tiga puluh menit lagi kalau memang tidak ada lembur hari ini. Dinara meninjau lagi daftar pekerjaannya. Menandai mereka dengan tanda centan

    Last Updated : 2022-08-07
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   9. Calon Pendamping Wisuda Dinara

    "Oh iya, surat pengajuan cuti dua hari kamu sudah disetujui HR. Good luck wisudanya, ya!" Bu Alana berujar usai dia melahap potongan terakhir brownies bagiannya. Dinara yang mendengar kabar baik langsung memamerkan deretan giginya, "terimakasih, bu!"Ia memang telah mengajukan cuti dua hari untuk wisudanya nanti. Satu untuk gladi dan satu lagi untuk hari wisuda. Meskipun masih dua minggu lagi, Dinara harus mengajukan jauh-jauh hari karena itulah prosedur yang berlaku di perusahaan.Mendengar wisuda, tiga serangkai yang tadinya masih asik menghabiskan cemilan langsung kembali bersuara. "Emang udah selesai ngurus surat-surat kelengkapan wisuda, Din?" tanya Stecia.Dinara mengangguk, "udah kelar minggu lalu. Itu lho pas gue izin datang terlambat karena harus ke kampus nyetor berkas kelengkapan wisuda," ujar Dinara. Stecia menerawang karena baru ingat. "Terus kebaya sama MUA juga udah siap?" tanya Kalila kali ini. Dinara mengangguk lagi. Semuanya memang sudah disiapkan sejak lama. K

    Last Updated : 2022-08-09

Latest chapter

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   125. D'DAY

    Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari dan seterusnya sampai tak terasa bahwa waktu berjalan terlalu cepat. Ini tepat dua tahun setelah malam dimana Dinara dan Sandi digoda untuk membicarakan pernikahan oleh kedua pihak keluarga. Tidak langsung mengiyakan. Malam itu mungkin titik balik hubungan keduanya. Alih-alih menerima usulan duo mami untuk langsung menikah, baik Sandi maupun Dinara sepakat mengundurnya. Sandi benar-benar menepati janjinya untuk menunggu Dinara. Gadis itu ingin menikah setelah mereka berdua cukup settle. Baginya, terlalu dini untuk berpuas diri pada keadaan. Apalagi saat itu keduanya masih dalam misi untuk bisa naik jabatan. Sampai akhirnya, tiga bulan lalu Sandi memantapkan diri melamar Dinara. Alhasil, hari ini keduanya berjalan di altar dan mengucap janji sehidup semati. Hari dimana rasanya tidak akan pernah siap dia jalani. Pada kenyataannya, hari itu terjadi juga. Dua tahun belakangan bukan waktu yang mudah. Setelah beragam drama dan

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   124. Deep Talk with Camer

    Sore ini Sandi sudah mewanti-wanti Dinara untuk pulang bersama. Rencananya hari ini Sandi mau pulang ke rumah keluarganya, sekalian mengantar Dinara. Tidak lupa bahwa mereka tetangga, kan? Sandi menyetir dengan satu tangan, tak lupa satunya lagi dia gunakan untuk sesekali menggenggam jemari Dinara. Sandi Bucin Arsena selalu punya tingkah menggemaskan yang kadang membuat Dinara jadi geleng- geleng kepala.Netra si cantik akhirnya tertuju pada gantungan polaroid yang dipasang Sandi tempo hari. Menampakkan foto lawas mereka saat liburan dulu.“Eh, kamu masih ada foto ini? Ya ampun, padahal nggak lebih dari dua tahun, tapi kok kita kelihatan muda banget ya?” Sandi tersenyum tipis, akhirnya Dinara notice keberadaan selfie mereka waktu liburan di Nusa Penida dulu. “Waktu itu soalnya belum terlalu mikirin kerjaan,” respon santai Sandi ternyata langsung dicegat oleh Dinara. Keningnya berkerut, “ah enggak juga. Waktu itu aku kan juga udah kerja,” ucapnya. Sandi tersenyum tipis, “ya tapi w

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   123. Makan Siang Mencekam

    Ketidaktenangan Sandi berlanjut. Setelah pesan menyebalkan pagi itu, Sandi harus kembali menahan kecemburuannya saat menemukan Dinara tertawa lepas di cafe depan kantor barunya bersama dengan Valdi. Yap, Valdi yang itu! Valdi rekan kerja Dinara di kantor lama Dinara yang sempat membuat Sandi agak insecure karena lelaki itu kelihatan punya perangai yang mirip dengan Dinara. Sebagai sama-sama lelaki, Sandi pun menyadari bahwa Valdi punya intensi khusus pada Dinara. Apa lagi kalau bukan naksir?Kok bisa-bisanya mereka bertemu lagi disin? Bukankah jarak antara kantor lama dan kantor Dinara yang sekarang cukup jauh, ya?Sandi yang berniat mengajak Dinara untuk makan siang bersama pun mengurungkan niatnya sebentar. Dia menjaga jarak dan mengamati keduanya dari posisi agak jauh. Meskipun sebenarnya hatinya ketar-ketir mendapati pemandangan itu. Dibanding teman-teman lelaki Dinara yang lain, Sandi paling tidak suka pada Valdi. Pasalnya, radar Sandi menangkap bahwa Valdi ini juga golongan le

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   122. Astaga, Kamu Ini Berdosa Banget!

    Sandi mengerutkan kening sejak subuh tadi. Tangan kanannya masih sibuk mengutak-atik ponsel milik Dinara yang menyala. Sejak pertama kali mereka berpacaran dua tahun lalu, ini mungkin kali pertama Sandi nekat mengusik privasi gadisnya itu. Dia melirik Dinara yang masih terlelap disampingnya, memastikan bahwa gadis itu masih berada di alam kapuk. Kalau sampai Dinara tahu dia melakukan ini, entah pasal saling percaya mana lagi yang akan Dinara gaungkan.Lelaki itu menahan gemeretak di gigi, sorot matanya yang sebenarnya kurang tidur ini terlihat jelas. Awalnya dia baik-baik saja sampai ketika dia menyadari bahwa ponsel Dinara terus saja menyala dan mendentingkan nada pertanda pesan masuk. Sandi yang gemas akan hal itu pada akhirnya berusaha untuk mengaktifkan mode hening. Alangkah terkejutnya dia saat menemukan beragam notifikasi dari nomor yang tak dikenal serta nama-nama asing di akun instagram Dinara. Maka itulah yang mengawali aktivitas stalking Sandi. Menjudge pria-pria yang meng

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   121. Cuddly

    “Apa kabar Dinara?” Satu kalimat pendek yang Alana layangkan pertengahan januari lalu membuka kembali komunikasi antar mantan rekan kerja itu. Alana tak mau banyak basa-basi dan langsung menawarkan pekerjaan meskipun dia tahu Dinara masih dalam masa menyelesaikan studinya. Alana cukup tahu kapasitas kerja Dinara Jeandra. Dia mengenal Dinara sejak gadis itu masih magang di perusahaan lama. Apa yang dia tawarkan saat itu juga merupakan sesuatu yang fleksibel yang untungnya disanggupi oleh Dinara sendiri. Meskipun pada awalnya wanita muda itu agak meragukan dirinya sendiri. Bisa dibilang, Alana pada akhirnya dengan percaya memberikan posisi tetap pada Dinara. Syukur juga Dinara berkesempatan lulus lebih awal sehingga dia bisa kembali ke Indonesia lebih dulu. Dan disinilah dia sekarang. Tanah kelahirannya yang amat dia rindukan. Berdiri dengan anggun memperkenalkan diri sebagai junior manager salah satu cabang perusahaan milik keluarga Alana. Pertemuannya dengan Sandi disini pun sebe

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   120. It's Me

    “Kalau bukan karena Kak Alana, gue nggak bakal bela-belain dateng, sih!” Arkasa tertawa kecil menyambut kedatangan sepupu kesayangannya yang berjalan kearahnya dengan wajah setengah cemberut. Tapi siapapun tahu bahwa raut itu jelas dibuat-buat karena beberapa detik kemudian si pelaku justru menjabat tangan Arkasa dengan santai dan menampilkan senyuman lebarnya. Wajahnya jadi agak lucu, kontras dengan setelan desainer serta sisiran rambutnya yang ditata rapi. Lelaki itu kemudian lanjut bersalaman dengan pemilik utama perhelatan, Alana Diandra Yasmin. “Katanya lo maraton kesini setelah dari acaranya Damian, ya?” tanya Alana memastikan info yang dia dapat dari asistennya.Sang suami lebih dulu menambahi, “Udah makin sering gantiin Om Seno di event-event gede! Tinggal nunggu peresmian aja sih kalau gini,” godanya.Sandi Arsena memasang wajah malas, pun menggeleng sebagai tanggapan lanjutan. Memang setelah hampir setahun mengabdi di anak perusahaan, akhirnya secara resmi Sandi diperkena

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   119. Piggyback

    Memang benar bahwa waktu adalah hal paling berharga yang tak boleh disia-siakan. Rasanya baru sebentar berkunjung ke museum, foto-foto di beberapa bagian town square, belanja ke toko buku dan lanjut mengisi perut di restoran terdekat. Namun sekarang ini langit gelap telah menyapa dua insan berbeda gender yang tengah berjalan kaki menyusuri jalanan malam Cambridge. Jangan tanya kenapa destinasi wisata keduanya jadi terlihat akademis begitu. Mau bagaimana lagi? Tempat semacam itulah yang dimiliki oleh salah satu wilayah institusi pendidikan ini. Dinara paling malas kalau harus berkendara jauh, sementara Sandi juga tidak terlalu mengenal banyak tempat disana. Maka dari itu keduanya memilih untuk berwisata sesuai panduan di internet, mendatangi tempat-tempat sekitar mereka yang jadi pilihan turis. Dinara sempat membeli beberapa buku dan sangat menikmati kunjungannya. Sementara Sandi sih sebenarnya sama sekali tidak masalah mau kemanapun, poin pentingnya adalah dia harus menghabiskan wak

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   118. Rencana

    Terbangun dari mimpi indahnya yang seakan hanya berlangsung dua detik. Dinara mendapati dirinya telah berada dalam kamar asrama—masih dengan pakaian semalam karena gadis itu ternyata justru ketiduran. Melirik jam di meja, masih ada waktu sekitar dua jam sebelum dia harus ke kampus untuk mengumpulkan hardcopy tugas. Semuanya sudah siap, Dinara tinggal mandi dan siap-siap sedikit lalu berjalan menuju kampus yang hanya sekitar lima menit dari asrama. Pandangannya kini tertuju pada langit-langit kamar, memandang kosong atau bahkan lebih tepatnya memutar kembali memori semalam yang masih berbekas. Kali pertama dia melangkah lebih jauh dengan Sandi—maksudnya ya belum sampai dijebol tapi sepertinya ini sudah sangat intim baginya.Dinara masih ingat pandangan kelam dan bibir bengkak Sandi dihadapannya, begitu juga selatannya yang jelas terasa mengganjal. Cahaya remang-remang dan bahkan mereka hanya berdua dini hari kemarin. Meskipun Sandi berhasil menyentuh kulitnya lebih banyak, tetap saja

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   117. Rayuan Dini Hari

    Pada akhirnya, dua insan yang sempat terpisah jarak dan waktu itu hanya bisa duduk dalam diam. Dinara yang masih berusaha menenangkan lidahnya yang terbakar serta Sandi yang merasa terlalu meluap-luap hingga berprasangka buruk begitu saja. Canggung? Tentu. Setelah semua yang terjadi, bagaimana bisa Sandi bersikap seolah tak terjadi apa-apa? Itu yang mendasari pada akhirnya kata maaf meluncur beberapa kali. Meskipun sebenarnya Dinara masih sedikit gondok menghadapinya.“Besok kamu ada kelas jam berapa?” tanya Sandi pada akhirnya.Dinara meliriknya sebentar, “sekitar pukul sebelas, hanya submit tugas,” jawabnya. Sandi mengangguk paham, “aku disini seminggu kedepan. Kapan ada waktu luang? Temenin jalan-jalan, bisa?” tanya Sandi lagi.“Kemana?” Dinara mau, tapi sejujurnya dia tidak terlalu tahu banyak tempat disini. Seperti yang sudah dia jelaskan sebelumnya, Dinara bahkan sama sekali belum sempat jalan-jalan. “Kemana aja. Kamu nggak akan nyasar, kok!” ucap Sandi seolah menjawab kekh

DMCA.com Protection Status