Beranda / Romansa / Halo, Kisah Lama Belum Kelar! / 3. Grasa-Grusu Pagi Hari

Share

3. Grasa-Grusu Pagi Hari

Penulis: Estaruby
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-17 23:03:46

Dinara mengenakan sepatu hak tinggi miliknya dengan tergesa. Berkas masih belum rapi dan tas yang bertanggar di bahu keadaan resleting terbuka. Gadis dua puluh dua tahun itu hampir saja terjerembab jatuh dari tangga kalau saja tadi sang adik tidak menahan tubuhnya. 

"Kakak panik banget ! Hati- hati dong!" teriak Dikta yang telah mengenakan seragam sekolah lengkap. 

Dinara tak mengindahkan kicauan siapapun, dia langsung menarik satu potong roti dan berlalu keluar pintu rumah. "Semuanyaa, Dinara berangkat duluan!" teriaknya sambil berlalu.

Kalau saja kemarin malam dia tidak memaksakan diri mengerjakan berkas sampai subuh, mungkin sekarang Dinara tidak akan terlambat bangun. Sebenarnya kalaupun tidak dikerjakan, gadis itu masih punya cukup waktu untuk mengerjakannnya di kantor. Tapi begitulah Dinara jika sudah tenggelam dalam satu pekerjaan. Mungkin jika ada gempa bumi-pun dia tidak akan sadar. 

Langkah grasa-grusunya terhenti kala netranya menyadari bahwa mobilnya tak berada di tempat semestinya. Masih dengan mulut penuh roti dan mata membulat ssempurna, Dinara berbalik badan mendapati sang mama telah menyusulnya. 

"Ma, mobil Dinara mana?" tanyanya dengan mulut penuh. 

Sang mama mendengus, "makanya dengar dulu! Kamu sih langsung pergi- pergi aja. Itu sepupu kamu, Keenan, tadi pagi pinjam mobil buat jemput tante Nia. Soalnya mobil dia lagi di bengkel," jelas si mama sembari berkacak pinggang.

Dinara melotot, "kok mama gak bilang Dinara dulu, sih?!"

"Ya kamunya kan masih tidur. Lagipula mama kira hari ini kamu bareng sama Kalila," jawab wanita parubaya yang seolah masih belum punya kerutan di wajahnya itu. Dia nampak santai saja meskipun putrinya terlihat benar- benar cengo sekarang.

Dinara menghela nafas lelah, tidak ada waktu baginya untuk berdebat.  "Papa mau jalan jam berapa?" tanyanya ketika menyadari yang tersisa di garase hanyalah mobil sang papa.

"Papa kamu masih mandi. Nanti juga dia berangkat sekalian anter Dikta ke sekolah."

Dinara melirik jam di pergelangan tangannya, "Dikta kok belum berangkat? Ini sudah hampir jam sembilan lho, ma!" 

Mama Dinara  kembali menggeleng- gelengkan kepalanya, "sekolahnya Dikta hari ini ada acara, murid kelas sembilan justru diintruksikan datang jam sepuluh," penjelasan sang mama membuat Dinara makin pasrah. Kalau sudah begini, tidak ada harapan numpang ngebut bareng papanya. 

Biasanya memang Dinara berangkatnya santai. Kadang naik ojek online, kadang nebeng teman, kadang juga bawa mobil sendiri. Tapi hari ini Dinara sudah hampir terlambat, jadi dia tentu memikirkan opsi paling cepat. Tapi siapa sangka kesialan sepertinya sedang menyapa?

"Ah, mama punya ide!"

Dinara melongo saat mama cantiknya itu berjalan cepat melewati tubuhnya. Matanya lagi- lagi membulat kaget saat menyadari sang mama sudah membuka gerbang dan tengah berbincang dengan seseorang disana. Netranya menyipit sehingga dia baru menyadari itu Sandi Arsena yang tengah tersenyum ramah disana.

Entah apa yang mamanya katakan, yang jelas sekarang wanita empat puluhan tahun itu melambai kearahnya. Lebih tepatnya memanggil Dinara untuk segera mendekat.

"Tante titip Dinara ya, San! Maaf kalau ngerepotin," ujar sang mama lembut. Lembut sekali sampai rasanya Dinara tak ingat kapan mamanya bicara selembut itu pada putrinya sendiri.

"Gak apa kok, tan. Saya juga kebetulan lewat sana jadi bisa sekalian," Sandi melirik Dinara sekilas sebelum dia memutari mobil dan membuka pintu sebelah kemudi. 

Melihat Dinara masih melongo dan hendak protes, sang mama justru mendorongnya untuk masuk kedalam mobil.

"Sudah sana berangkat! Katanya gak mau sampai terlambat, kan?" satu kerlingan nakal hinggap di mata sang mama yang membuat Dinara meringis sebal. 

Sementara Sandi kini sudah berada disebelahnya, duduk memasang seat belt. Lelaki yang kali ini tampil dengan rambut rapi itu melirik Dinara penuh arti, "seat belt-nya dipakai, Dinara," ujarnya halus. 

Dinara tanpa babibu langsung mengikuti perintah. Mobil Civic milik Sandi pun berlalu membelah jalanan, meninggalkan kompleks perumahan keduanya.

"Lo absensi jam berapa, Nar?" tanya Sandi yang  fokus dengan setir.

"Sembilan pagi," jawabnya singkat.

Sandi melirik jam dengan merk ternama yang melekat di pergelangan tangannya. Sisa lima belas menit dan mau tak mau Sandi mempercepat laju kendaraannya. 

Lajunya cukup cepat dan Sandi menyalip secara teratur. Kalau di jalanan depan tidak macet, Dinara memperhitungkan dia bisa sampai tepat waktu. Namun tetap saja, gadis itu harus menahan kaget dan takut. Dia bahkan beberapa kali memejamkan mata dan mencengkram tasnya setengah takut.

Menyadari itu, Sandi menampilkan sedikit seringaian miring sembari memperlambat sedikit laju kendaraannya. Dinara yang merasakan laju mobil sudah lebih tenang mulai membuka mata. Mereka sekarang sudah memasuki wilayah industrial dimana gedung-gedung kantor pencakar langit berada. Mobil di daerah sini sudah lebih padat daripada jalanan sebelumnya sehingga turut menjadi alasan bagi Sandi untuk memperlambat laju kendaraan.

Tepat berhenti di depan gedung kantornya. Dinara termenung sebentar saat menyadari bahwa nyawanya ternyata masih ada di tempat. Sebenarnya hendak protes, namun Dinara masih cukup tahu diri setelah dibantu. Dinara melirik jam tangannya dan ternyata sisa lima menit lagi. Sebelum keluar dari mobil, tak lupa gadis itu mengucapkan terimakasih pada Sandi yang memberikannya tumpangan (nyaris maut) gratis.

"Makasih banyak, San! Sorry jadi ngerepotin," ujarnya.

Sandi tersenyum simpul, "sering- sering juga gak apa," balas Sandi.

"Hah?" Dinara tak begitu mendengarnya karena Sandi bicara sembari langsung keluar dari mobil. Sementara Dinara masih planga-plongo, lelaki dengan kemeja biru tua itu ternyata sudah membuka pintu penumpang dan tentu mengagetkan Dinara. Apalagi secara tiba- tiba Sandi membawa masuk setengah tubuhnya dan melewati wajah Dinara saat ia berusaha membantu melepaskan seat belt di tubuh Dinara.

"Dinara.."

Dinara mengerutkan kening saat jari telunjuk Sandi menunjuk garis bibir Dinara. Mata Dinara membulat, apa- apaan ini? Jangan bilang Sandi memintanya untuk

"Remahan rotinya berantakan disekitar bibir."

Ada semacam angin lalu yang membuat Dinara berdesirlebih tepatnnya karena malu. Bisa-bisanya otak kotornya berpikiran yang tidak- tidak. Ini pasti akibat ikut-ikutan menonton drama romansa rekomendasi Kalila! 

"Makasih," ucap Dinara singkat sembari mengusap sekitar bibirnya. Sandi juga sudah menarik diri dan keluar dari mobil. 

"Udah, makasihnya nanti aja.  Keburu telat tuh nanti," tutur Sandi lagi mengingatkan. 

Dinara mengangguk lalu dengan segenap tenaga berlari menuju pintu masuk. Syukurnya dia masih bisa absensi tepat waktu meskipun harus melewati beragam drama pagi hari. Baru menghela nafas lega, suara- suara menyebalkan tiba- tiba terdengar dari belakang punggungnya. 

"Cie Dinn, siapa tuh yang tadii?"

"Ganteng yang ini, Din! Supir Grab yang ini ada nomornya, gak?"

"Astaga Dinara akhirnya deket sama cowok guys!!"

Bola matanya dia rotasikan dengan malas. Bagaimana ya? Seumur- umur Dinara tidak pernah diantar ke kantor oleh yang tampan begini. Kalaupun ada lelaki yang mengantar Dinara, paling hanya sebatas adik sepupunya, si ayah, atau supir saja. 

Pemandangan semacam tadi sudah pasti akan jadi santapan besar untuk grup ghibah kantor.

Bab terkait

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   4. Kiriman Untuk Dinara

    "Lain kali izin H-1 sama gue!" Dinara menerima kunci sembari sebelah tangannya menoyor pelan adik sepupunya. Keenan meringis, dia memasang tampang kesal karena Dinara masih saja suka menoyornya sembarangan."Ya namanya juga mendadak, kak. Gue juga gaktau kalo si semok mogok begitu," ujarnya membela diri.Dinara mengernyit, "si semok?" Keenan memutar bola matanya malas, "mobil gue," balasnya. Dinara hampir menganga mendengar jawaban acak adik sepupunya itu. Lelaki dua puluh tahun yang merupakan putra dari adik ayahnya. Rumah mereka kebetulan berada di kompleks yang sama sehingga kalau ada apa- apa jadi mudah saling bantu. Apalagi baik orang tua Dinara ataupun Keenan sama-sama pebisnis yang sering hilir mudik keluar kota meninggalkan anak- anak di rumah.Gadis itu tidak ingin meladeni lebih jauh perbincangan tidak penting tentang nama aneh mobil sepupunya itu. Dia bersidekap sembari mengusir Keenan dari wilayah tempat kerjanya. Namun sekali lagi laki- laki itu melebarkan senyuman men

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   5. Tawanan Kabur

    Jalanan lenggang membuat Dinara berhasil tiba lebih cepat. Dia membelokkan mobil masuk kompleks perumahan dan akhirnya sampai tepat di kediamannya. Ketika hendak menutup kembali gerbangnya, Dinara melirik rumah sebelah yang nampak ramai dengan beberapa mobil- mobil asing. Pikirnya, mungkin keluarga Sandi kedatangan beberapa tamu berhubung mereka baru saja pindah. Dinara tentu tak ambil pusing. Dia langsung masuk kedalam rumah dan menemukan situasi sepi seperti biasanya. Dia mengambil segelas air lebih dulu sebelum memutuskan naik kearah kamar tidurnya. Sebelum masuk, lebih dulu Dinara memeriksa kamar Dikta, adiknya. Didapatinya remaja itu sedang tekun di meja belajarnya. "Mama sama papa udah berangkat, dek?" tanyanya. Memang semalam kedua orang tuanya itu sudah memberi info bahwa mereka akan pergi keluar kota selama beberapa hari untuk mengurus pekerjaan. Dikta membalik tubuhnya dan mengangguk pada Dinara. Remaja laki- laki itu melepas kaca mata belajar miliknya. Dinara terseny

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   6. Night Out

    Dinara memutar bola matanya malas sebab nasi goreng yang tadinya dia siapkan untuk diri sendiri sekarang harus dia bagi dua. Setelah memutuskan untuk membawa Sandi masuk kedalam rumahnya, dia harus merelakan porsinya dibagi dua. Lelaki yang duduk santai lesehan di ruang tamu itu makan dengan super lahap seolah tidak sempat makan tiga hari. "Lo ada acara di rumah gak sempet colek makanan dikit gitu?" sarkas Dinara sembari menyuap nasi goreng di piringnya."Jangankan makanan, gue aja kaget yang dateng tiba- tiba sekampung. Awalnya gue cuma ngajakin sepuluh orang. Eh mereka pada ngajakin pacarnya, belum lagi pacar- pacarnya pada bawa temen," ujar Sandi menggebu. Lelaki itu meneguk air dalam gelas yang juga sudah Dinara siapkan sebelumnya. Piringnya sudah bersih sekarang. "Tempat cuci piringnya dimana, Nar?" tanya sandi sembari berdiri. Dinara yang baru saja menghabiskan nasinya ikut beranjak. "Sini biar gue aja!" Tangannya hendak menagih piring di tangan Sandi. Namun dengan cepat le

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   7. Momongan

    Lampu remang- remang yang sedari tadi menyorot mendadak berkedip. Seolah seirama dengan mata Dinara yang mengedip heran mendengar ucapan mendadak Sandi. Lelaki dengan rahang tegas itu seolah menenggelamkannya dalam tatapan kelam. Dinara merasakan dejavu yang mendadak membuat ngilu kembali menjalar di hatinya. Ada kebingungan yang sempat mencuat namun dengan cepat ditepis oleh sisi rasionalnya. Gadis itu kembali pada wajah datarnya, "Sekarang gue paham kenapa lo sampai dikejar- kejar penggemar gila. Lo gampang mengumbar omongan," ujarnya. Sandi yang awalnya diam kini kembali tertawa kecil. "Lo gak baper?" tanya Sandi."Kalau maksudnya bawaan laper, ya gue baper," jawabnya tanpa beban. Sekali lagi Sandi tergelak akan jawaban santai bernada datar milik Dinara.Awalnya Sandi pikir Dinara adalah sosok kaku seperti apa yang teman-temannya ceritakan dahulu. Mereka bilang Dinara hanyalah gadis ambisius yang tidak bisa bercanda. Masuk daftar hitam untuk didekati karena sulit digapai. Namu

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-07
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   8. Si Pasti Fix

    "Din, Mas Alam udah kirim fotonya. Tolong langsung buatin deskripsinya sekarang ya!""Minta tolong revisian naskah yang Pak Samsul kemarin dong, Din!""Bu Alana minta draft-nya harus rampung nanti sore, langsung print out aja kalo udah kelar!"Hari-hari hectic Dinara berjalan seperti biasanya. Penuh dengan pekerjaan yang padat merayap namun syukurnya masih bisa dia kerjakan dengan baik. Jemarinya tak henti bergerak lincah diatas keyboard saat merevisi naskah buatan rekan-rekan satu timnya. Setelah selesai, Dinara akan langsung mengirimkannya pada Kepala Divisi untuk ditinjau kembali atau mengembalikannya lengkap dengan catatan.Terdengar suara-suara sendi saat Dinara mulai meregangkan tubuhnya di depan meja kerja. Gadis itu melirik jam yang melingkar manis di pergelangan tangan kiri menunjukkan pukul empat lebih tiga puluh menit, dia bisa pulang tiga puluh menit lagi kalau memang tidak ada lembur hari ini. Dinara meninjau lagi daftar pekerjaannya. Menandai mereka dengan tanda centan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-07
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   9. Calon Pendamping Wisuda Dinara

    "Oh iya, surat pengajuan cuti dua hari kamu sudah disetujui HR. Good luck wisudanya, ya!" Bu Alana berujar usai dia melahap potongan terakhir brownies bagiannya. Dinara yang mendengar kabar baik langsung memamerkan deretan giginya, "terimakasih, bu!"Ia memang telah mengajukan cuti dua hari untuk wisudanya nanti. Satu untuk gladi dan satu lagi untuk hari wisuda. Meskipun masih dua minggu lagi, Dinara harus mengajukan jauh-jauh hari karena itulah prosedur yang berlaku di perusahaan.Mendengar wisuda, tiga serangkai yang tadinya masih asik menghabiskan cemilan langsung kembali bersuara. "Emang udah selesai ngurus surat-surat kelengkapan wisuda, Din?" tanya Stecia.Dinara mengangguk, "udah kelar minggu lalu. Itu lho pas gue izin datang terlambat karena harus ke kampus nyetor berkas kelengkapan wisuda," ujar Dinara. Stecia menerawang karena baru ingat. "Terus kebaya sama MUA juga udah siap?" tanya Kalila kali ini. Dinara mengangguk lagi. Semuanya memang sudah disiapkan sejak lama. K

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-09
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   10. Permintaan Aneh

    Ada yang lebih sulit daripada pelajaran fisika yang Sandi Arsena selalu hindari saat sekolah dulu. Dia pikir itu mungkin tidak ada bedanya dengan memahami seorang Dinara Jeandra.Untuk kesekian kalinya laki-laki berusia dua puluh dua tahun itu berdecak sebal. Apalagi setelah melihat bahwa tak ada satupun pesannya yang dibalas Dinara. Dibaca saja tidak. Atau mungkinkah Dinara memblokir nomornya?"Lo janji mau ngabulin permintaan gue, kan? Cuma satu, setelah ini ayo pura- pura saling gak kenal."Sandi masih ingat kalimat singkat dengan nada datar yang Dinara ucapkan tepat di depan gerbang rumah gadis itu. Pukul dua belas lebih lima menit saat Dinara mengantarnya keluar gerbang dan seolah berbicara tanpa emosi. Saat itu, Sandi hanya bisa membeku, tak mengucapkan sepatah katapun karena terlalu bingung dengan situasi yang dia hadapi. Terhitung hampir lima belas jam, kalimat yang tak bisa Sandi pahami itu terus berputar mengacaukan kewarasannya. Ada apa? Mengapa kalimat itu terdengar sanga

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-10
  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   11. Undangan Reuni

    "Ayolah, Nar! Lo sama sekali gak pernah muncul waktu kita ngumpul. Reuni ini mau dilewatin gitu aja?" Kiran mungkin manusia kesekian yang telah menghubungi Dinara pasal reuni angkatan SMA-nya minggu depan. Dinara sudah mendapatkan undangannya secara online. Dia juga mendadak masuk grup kelas lagi pagi ini. Pagi harinya yang hectic bertambah riuh karena tumben sekali ponselnya jadi ramai. Dinara akhirnya membisukan pesan grup agar tidak mengganggu fokus bekerjanya. Apapun itu, Dinara sama sekali tidak tertarik menghadiri acara reuni semacam ini. Lagipula, Dinara bukan sosok supel banyak teman yang akan bisa bersenang- senang disana nantinya."Sekali aja, Nar! Emang lo gak kangen temen-temen SMA?" tanya Kiran lagi.Kangen? Dinara juga mempertanyakan kembali frasa kangen yang disebut oleh mantan teman sebangkunya itu. Apakah masa sekolah menengah atas Dinara dulu semenyenangkan itu sampai dia harus kangen?Tiga tahun Dinara habiskan hanya untuk belajar dan belajar. Dia tidak punya ling

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-14

Bab terbaru

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   125. D'DAY

    Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari dan seterusnya sampai tak terasa bahwa waktu berjalan terlalu cepat. Ini tepat dua tahun setelah malam dimana Dinara dan Sandi digoda untuk membicarakan pernikahan oleh kedua pihak keluarga. Tidak langsung mengiyakan. Malam itu mungkin titik balik hubungan keduanya. Alih-alih menerima usulan duo mami untuk langsung menikah, baik Sandi maupun Dinara sepakat mengundurnya. Sandi benar-benar menepati janjinya untuk menunggu Dinara. Gadis itu ingin menikah setelah mereka berdua cukup settle. Baginya, terlalu dini untuk berpuas diri pada keadaan. Apalagi saat itu keduanya masih dalam misi untuk bisa naik jabatan. Sampai akhirnya, tiga bulan lalu Sandi memantapkan diri melamar Dinara. Alhasil, hari ini keduanya berjalan di altar dan mengucap janji sehidup semati. Hari dimana rasanya tidak akan pernah siap dia jalani. Pada kenyataannya, hari itu terjadi juga. Dua tahun belakangan bukan waktu yang mudah. Setelah beragam drama dan

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   124. Deep Talk with Camer

    Sore ini Sandi sudah mewanti-wanti Dinara untuk pulang bersama. Rencananya hari ini Sandi mau pulang ke rumah keluarganya, sekalian mengantar Dinara. Tidak lupa bahwa mereka tetangga, kan? Sandi menyetir dengan satu tangan, tak lupa satunya lagi dia gunakan untuk sesekali menggenggam jemari Dinara. Sandi Bucin Arsena selalu punya tingkah menggemaskan yang kadang membuat Dinara jadi geleng- geleng kepala.Netra si cantik akhirnya tertuju pada gantungan polaroid yang dipasang Sandi tempo hari. Menampakkan foto lawas mereka saat liburan dulu.“Eh, kamu masih ada foto ini? Ya ampun, padahal nggak lebih dari dua tahun, tapi kok kita kelihatan muda banget ya?” Sandi tersenyum tipis, akhirnya Dinara notice keberadaan selfie mereka waktu liburan di Nusa Penida dulu. “Waktu itu soalnya belum terlalu mikirin kerjaan,” respon santai Sandi ternyata langsung dicegat oleh Dinara. Keningnya berkerut, “ah enggak juga. Waktu itu aku kan juga udah kerja,” ucapnya. Sandi tersenyum tipis, “ya tapi w

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   123. Makan Siang Mencekam

    Ketidaktenangan Sandi berlanjut. Setelah pesan menyebalkan pagi itu, Sandi harus kembali menahan kecemburuannya saat menemukan Dinara tertawa lepas di cafe depan kantor barunya bersama dengan Valdi. Yap, Valdi yang itu! Valdi rekan kerja Dinara di kantor lama Dinara yang sempat membuat Sandi agak insecure karena lelaki itu kelihatan punya perangai yang mirip dengan Dinara. Sebagai sama-sama lelaki, Sandi pun menyadari bahwa Valdi punya intensi khusus pada Dinara. Apa lagi kalau bukan naksir?Kok bisa-bisanya mereka bertemu lagi disin? Bukankah jarak antara kantor lama dan kantor Dinara yang sekarang cukup jauh, ya?Sandi yang berniat mengajak Dinara untuk makan siang bersama pun mengurungkan niatnya sebentar. Dia menjaga jarak dan mengamati keduanya dari posisi agak jauh. Meskipun sebenarnya hatinya ketar-ketir mendapati pemandangan itu. Dibanding teman-teman lelaki Dinara yang lain, Sandi paling tidak suka pada Valdi. Pasalnya, radar Sandi menangkap bahwa Valdi ini juga golongan le

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   122. Astaga, Kamu Ini Berdosa Banget!

    Sandi mengerutkan kening sejak subuh tadi. Tangan kanannya masih sibuk mengutak-atik ponsel milik Dinara yang menyala. Sejak pertama kali mereka berpacaran dua tahun lalu, ini mungkin kali pertama Sandi nekat mengusik privasi gadisnya itu. Dia melirik Dinara yang masih terlelap disampingnya, memastikan bahwa gadis itu masih berada di alam kapuk. Kalau sampai Dinara tahu dia melakukan ini, entah pasal saling percaya mana lagi yang akan Dinara gaungkan.Lelaki itu menahan gemeretak di gigi, sorot matanya yang sebenarnya kurang tidur ini terlihat jelas. Awalnya dia baik-baik saja sampai ketika dia menyadari bahwa ponsel Dinara terus saja menyala dan mendentingkan nada pertanda pesan masuk. Sandi yang gemas akan hal itu pada akhirnya berusaha untuk mengaktifkan mode hening. Alangkah terkejutnya dia saat menemukan beragam notifikasi dari nomor yang tak dikenal serta nama-nama asing di akun instagram Dinara. Maka itulah yang mengawali aktivitas stalking Sandi. Menjudge pria-pria yang meng

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   121. Cuddly

    “Apa kabar Dinara?” Satu kalimat pendek yang Alana layangkan pertengahan januari lalu membuka kembali komunikasi antar mantan rekan kerja itu. Alana tak mau banyak basa-basi dan langsung menawarkan pekerjaan meskipun dia tahu Dinara masih dalam masa menyelesaikan studinya. Alana cukup tahu kapasitas kerja Dinara Jeandra. Dia mengenal Dinara sejak gadis itu masih magang di perusahaan lama. Apa yang dia tawarkan saat itu juga merupakan sesuatu yang fleksibel yang untungnya disanggupi oleh Dinara sendiri. Meskipun pada awalnya wanita muda itu agak meragukan dirinya sendiri. Bisa dibilang, Alana pada akhirnya dengan percaya memberikan posisi tetap pada Dinara. Syukur juga Dinara berkesempatan lulus lebih awal sehingga dia bisa kembali ke Indonesia lebih dulu. Dan disinilah dia sekarang. Tanah kelahirannya yang amat dia rindukan. Berdiri dengan anggun memperkenalkan diri sebagai junior manager salah satu cabang perusahaan milik keluarga Alana. Pertemuannya dengan Sandi disini pun sebe

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   120. It's Me

    “Kalau bukan karena Kak Alana, gue nggak bakal bela-belain dateng, sih!” Arkasa tertawa kecil menyambut kedatangan sepupu kesayangannya yang berjalan kearahnya dengan wajah setengah cemberut. Tapi siapapun tahu bahwa raut itu jelas dibuat-buat karena beberapa detik kemudian si pelaku justru menjabat tangan Arkasa dengan santai dan menampilkan senyuman lebarnya. Wajahnya jadi agak lucu, kontras dengan setelan desainer serta sisiran rambutnya yang ditata rapi. Lelaki itu kemudian lanjut bersalaman dengan pemilik utama perhelatan, Alana Diandra Yasmin. “Katanya lo maraton kesini setelah dari acaranya Damian, ya?” tanya Alana memastikan info yang dia dapat dari asistennya.Sang suami lebih dulu menambahi, “Udah makin sering gantiin Om Seno di event-event gede! Tinggal nunggu peresmian aja sih kalau gini,” godanya.Sandi Arsena memasang wajah malas, pun menggeleng sebagai tanggapan lanjutan. Memang setelah hampir setahun mengabdi di anak perusahaan, akhirnya secara resmi Sandi diperkena

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   119. Piggyback

    Memang benar bahwa waktu adalah hal paling berharga yang tak boleh disia-siakan. Rasanya baru sebentar berkunjung ke museum, foto-foto di beberapa bagian town square, belanja ke toko buku dan lanjut mengisi perut di restoran terdekat. Namun sekarang ini langit gelap telah menyapa dua insan berbeda gender yang tengah berjalan kaki menyusuri jalanan malam Cambridge. Jangan tanya kenapa destinasi wisata keduanya jadi terlihat akademis begitu. Mau bagaimana lagi? Tempat semacam itulah yang dimiliki oleh salah satu wilayah institusi pendidikan ini. Dinara paling malas kalau harus berkendara jauh, sementara Sandi juga tidak terlalu mengenal banyak tempat disana. Maka dari itu keduanya memilih untuk berwisata sesuai panduan di internet, mendatangi tempat-tempat sekitar mereka yang jadi pilihan turis. Dinara sempat membeli beberapa buku dan sangat menikmati kunjungannya. Sementara Sandi sih sebenarnya sama sekali tidak masalah mau kemanapun, poin pentingnya adalah dia harus menghabiskan wak

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   118. Rencana

    Terbangun dari mimpi indahnya yang seakan hanya berlangsung dua detik. Dinara mendapati dirinya telah berada dalam kamar asrama—masih dengan pakaian semalam karena gadis itu ternyata justru ketiduran. Melirik jam di meja, masih ada waktu sekitar dua jam sebelum dia harus ke kampus untuk mengumpulkan hardcopy tugas. Semuanya sudah siap, Dinara tinggal mandi dan siap-siap sedikit lalu berjalan menuju kampus yang hanya sekitar lima menit dari asrama. Pandangannya kini tertuju pada langit-langit kamar, memandang kosong atau bahkan lebih tepatnya memutar kembali memori semalam yang masih berbekas. Kali pertama dia melangkah lebih jauh dengan Sandi—maksudnya ya belum sampai dijebol tapi sepertinya ini sudah sangat intim baginya.Dinara masih ingat pandangan kelam dan bibir bengkak Sandi dihadapannya, begitu juga selatannya yang jelas terasa mengganjal. Cahaya remang-remang dan bahkan mereka hanya berdua dini hari kemarin. Meskipun Sandi berhasil menyentuh kulitnya lebih banyak, tetap saja

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   117. Rayuan Dini Hari

    Pada akhirnya, dua insan yang sempat terpisah jarak dan waktu itu hanya bisa duduk dalam diam. Dinara yang masih berusaha menenangkan lidahnya yang terbakar serta Sandi yang merasa terlalu meluap-luap hingga berprasangka buruk begitu saja. Canggung? Tentu. Setelah semua yang terjadi, bagaimana bisa Sandi bersikap seolah tak terjadi apa-apa? Itu yang mendasari pada akhirnya kata maaf meluncur beberapa kali. Meskipun sebenarnya Dinara masih sedikit gondok menghadapinya.“Besok kamu ada kelas jam berapa?” tanya Sandi pada akhirnya.Dinara meliriknya sebentar, “sekitar pukul sebelas, hanya submit tugas,” jawabnya. Sandi mengangguk paham, “aku disini seminggu kedepan. Kapan ada waktu luang? Temenin jalan-jalan, bisa?” tanya Sandi lagi.“Kemana?” Dinara mau, tapi sejujurnya dia tidak terlalu tahu banyak tempat disini. Seperti yang sudah dia jelaskan sebelumnya, Dinara bahkan sama sekali belum sempat jalan-jalan. “Kemana aja. Kamu nggak akan nyasar, kok!” ucap Sandi seolah menjawab kekh

DMCA.com Protection Status