Empat Tahun Kemudian
Wati menyiapkan barang-barangnya dan anak-anak, termasuk barang Humaira. Hari ini mereka akan pergi ke Berau setelah Jaka resmi bercerai dengan Lintang istri pertamanya.
"Bunda, Humaira apa nanti akan pindah sekolah di sana?" Tanya Humaira pada Wati.
"Tentu sayang. Karena Humaira akan lebih lama bersama Ayah dan Bunda Wati. Kalau Ayah cuti baru Ayah pulang bawa Humaira ketemu bunda Lintang."
"Apa Ayah berantem sama bunda Lintang?"
"Tidak sayang. Ayah dan bunda Lintang baik-baik saja."
"Bunda Wati mau kan anggap Humaira seperti anak Bunda?"
"Tentu saja sayang." Wati mengecup kening Humaira.
"Sudah siap berangkat?" Tanya Jaka yang sedang menggendong Habibi.
"Sudah Bang." Jawab Wati.
Mereka pun diantar bang Rahman dan ibu ke bandara yang tidak jauh dari rumah bu Lastri.
Sementara itu, Lintang kedatangan Dito di rumah yang diberikan Jaka untuknya.
"Mau apa lagi Kamu kesini mas?" Tanya Lintang saat membukakan pintu pagar. Dito langsung menerobos masuk hingga ke dalam rumah.
"Aku dengar Jaka menghibahkan rumah ini untuk Kamu." Sinis Dito.
"Mas, cukup! Mas yang ingin mengakhiri hubungan kita waktu itu? Lalu untuk apa lagi Mas tiba-tiba muncul?" Kesal Lintang.
"Nenek tua itu masuk RS karena Kamu kan Lintang?" Dito mendekatkan wajahnya ke wajah Lintang. "Bukankah sudah Aku bilang, Aku bisa melakukan apa saja kalau Kamu tidak memenuhi keinginanku."
"Uang dan selalu uang yang Mas minta. Rumah tanggaku sedang berantakan, bagaimana mungkin Aku minta uang sebanyak yang Mas minta?"
"Isi rumah ini kan cukup mewah Lintang. Kenapa tidak Kamu jual-jual saja?"
"Sudah cukup Mas kamu memerasku. Aku mohon hentikan! Aku sudah dicerai oleh mas Jaka. Jadi Aku tidak mungkin lagi minta uang. Cuma rumah ini satu-satunya yang Aku miliki." Lintang menangis.
"Kenapa tidak Kamu jual saja rumah ini."
"Tidak bisa Mas. Apa kata Mas Jaka kalau Aku langsung menjualnya."
"Oke lah Lintang, Aku muak dengan berbagai alasanmu. Aku akan mengirim foto-foto kita ke Jaka." Ancam Dito.
"Aku mohon jangan Mas!" Lintang berlutut di hadapan Dito.
"Lalu, bagaimana reaksinya kalau tau, gadis kecil kesayangannya itu bukan darah dagingnya?" Dito semakin menjadi.
"Aku mohon, jangan libatkan Humaira! Dia tidak tau apa-apa Mas, Aku mohon! Silakan Mas ambil apa saja dari rumah ini, yang penting Mas tidak melakukan itu!"
"Lintang, sudah satu bulan Kamu mengabaikan permintaanku. Kamu tau? Aku dikejar-kejar debt collector. Nyawaku hampir hilang. Aku sudah terlalu lama memberi Kamu waktu untuk mencari uang seratus juta, tapi apa? Nikmat sekali hidupmu, tinggal di rumah mewah ini, dapat biaya bulanan dari Jaka. Sedangkan Aku? Harus sembunyi dari satu tempat ke tempat lainnya."
"Apa hubunganku dengan hutang-hutangmu Mas? Apa?" Tanya Lintang kesal.
"Aku tidak peduli, Aku hanya ingin bebas dari kejaran debt collector." Dito mengambil hape androidnya. Dia mengirimkan pesan WA ke Jaka.
"Kamu sedang apa Mas?" Tanya Lintang curiga?
"Mengirimkan pesan untuk mantan suamimu yang bego itu Lintang." Jawab Dito. Lintang langsung berusaha merebut handphone Dito, tapi dia kalah tinggi. Ada panggilan telpon dari Jaka. "Apa Aku perlu mengangkatnya Lintang? Dan Aku katakan sedang bersama Kamu?"
"Jangan gila mas Dito, Aku mohon!!!"
Dito kembali mengirimkan pesan WA, kali ini foto-fotonya bersama Lintang.
"Kamu jahat mas Dito. Kamu keterlaluan." Lintang duduk tersungkur dengan tangisan yang semakin kencang. Dito kembali mengirim pesan WA untuk Jaka.
"Dito, apa yang Kamu lakukan?" Tanya bu Gita yang baru datang.
"Bu, mas Dito mengirim foto-foto itu ke mas Jaka." Lintang menangis memeluk ibunya.
"Belum puas Kamu menghancurkan hidup anakku?" Marah bu Gita.
"Apa? Menghancurkan? Apa Aku salah dengar? Dia yang datang sendiri ke kontrakanku, minta bercinta denganku. Dia yang selalu mencari-cari kepuasan denganku. Aneh sekali. Hahahahaha... " Jawab Dito sinis.
"Cukup Dito, cukup!!!"
"Bersiaplah kalian diusir Jaka dari rumah mewah ini! Bersiaplah kalian jadi gelandangan!" Ucap Dito.
"Maksud Kamu apa Dito?" Tanya bu Gita kesal.
"Menurut kalian, setelah kebohongan kalian, apa Jaka akan tetap membiarkan kalian tinggal di rumah mewah yang dia bangun ini? Konyol sekali kalau sampai dia bisa mema'afkan pengkhianat seperti Lintang. Humaira pun sebentar lagi akan jadi anak yang terbuang."
"Kamu keterlaluan Dito. Bisa-bisanya Kamu libatkan cucuku?!"
"Aku sudah sebulan ini hidup tersiksa, sedangkan kalian hidup bermewah-mewah. Kalian juga harus merasakan bagaimana rasanya jadi gelandangan."
"Kamu tidak punya hati nurani Dito."
"Hati nurani? Hahahaha... Yang Aku perlukan hanya uang dan uang."
*****
Wati dan anak-anak beserta Humaira tiba di rumah bu Lastri. Jaka membatalkan penerbangan mereka. Jaka langsung pergi ke rumah yang dia berikan untuk Lintang.
"Bunda, kenapa ayah tadi menatap Humaira seperti itu?" Tanya Humaira bingung karena Jaka menatapnya begitu tajam. Tatapan kemarahan.
"Bunda tidak tau sayang. Mungkin ayah sedang ada masalah."
"Apa Humaira ada salah Bunda?"
"Tidak ada sayang." Jawab Wati sambil tersenyum. Wati mulai gusar.
Setelah mengobrol dengan bu Lastri ibunya, Wati memutuskan menyusul Jaka ke rumah Lintang. Ternyata yang dia khawatirkan terjadi.
Jaka tidak ingin menemui Humaira lagi. Dia tidak ingin melihat Humaira lagi.
"Kasihan Humaira harus kehilangan kasih sayang ayah." Batin Wati yang masih berada di samping Jaka. "Apa yang harus Aku katakan pada Humaira kalau dia menanyakan bang Jaka?"
*****
Mohon votenya ya readers
Mohon kritik dan sarannyaTerima kasihHappy readingJaka mencoba menyadarkan Wati yang ambruk. Diletakkannya botol minyak kayu putih yang terbuka di depan hidung Wati. Perlahan Wati mulai bereaksi. Wati terbaring di sofa ruang tengah. Anak-anak menungguinya."Ada apa?" Tanya Jaka khawatir."Abang, bisa tinggalkan Wati sendiri dulu!" Pinta Wati."Ada apa? Aku suamimu Wati, bagaimana Aku meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini?" Jaka semakin khawatir. Wati beranjak dan mengambil posisi duduk bersender. Dia menatap anak-anaknya. Air matanya meleleh. "Ada apa?" Tanya Jaka sambil memegang kedua lengan atas Wati."Aditya, ajak adikmu ke ruang depan sebentar ya! Mamah mau bicara sama Bapak." Pinta Wati. Aditya mengangguk dan membawa Habibi ke ruang depan."Telpon dari siapa tadi?""Bang, Wati yakin Abang tidak akan bisa menerima kabar buruk ini.""Kabar buruk apa Wati?""Abang, Wati minta ma'af."
Jaka duduk di sofa di depan TVrumah ibunya. Wajahnya memperlihatkan ke gusarannya."Jaka, cerita lah pada Ibu! Ada masalah apa?" Ibu duduk di samping Jaka."Jaka bingung Bu harus mulai dari mana.""Apa Kamu sedang ada masalah dengan Wati?" Jaka mengangguk. "Apa yang dipermasalahkan?""Laki-laki bajingan itu Bu.""Ada apa lagi? Dia sudah tenang Jaka.""Dia menularkan penyakit terkutuk kepada kami semua." Kesal Jaka sambil menekan keningnya dengan kelima jarinya."Maksud Kamu penyakit apa Jaka?" Ibu terkejut."Aids Bu. Aids.""A... Apa?" Ibu sangat terkejut. "Astagfirullah Jaka. Kenapa bisa begitu?""Ntah Bu. Wati tidak pernah cerita tentang mantan suaminya itu. Yang Jaka tau hanya mantan suaminya itu melakukan KDRT kepada Wati.""Desi!!!" Teriak bu Ratna memanggil adiknya Jaka. Desi yang sedang di dapur membuat kopi dan teh menghampiri ibu dengan satu gelas kop
Wati dan Jaka sampai di halaman rumah bu Lastri. Jaka memarkir roda duanya. Habibi yang duduk di teras bersama bu Lastri langsung berlari menghampiri ibu dan bapaknya."Ibu... Bapak... " Teriaknya. Jaka langsung meraih tubuh mungil Habibi. Habibi memeluk erat Jaka."Bagaimana Wati?" Tanya bu Lastri tak sabar. Wati langsung memeluk bu Lastri dan tangisnya pecah. "Semua baik-baik sajakan?" Tanya bu Lastri cemas."Alhamdulillah Bu. Alhamdulillah hasilnya negatif." Ucap Wati bahagia."Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah." Ucap ibu dengan mata yang basah. "Alhamdulillah Allah masih melindungi kalian sekeluarga.""Iya Bu. Wati sangat bersyukur. Tadi di Rumah Sakit Wati ditanya, apa saat hamil Wati tidak melakukan pemeriksaan untuk ibu hamil. Itu lah salah Wati. Wati hanya USG saja. Tanpa melakukan tes lain-lainnya.""Alhamdulillah Allah masih melindungi kalian Wati." Ibu menggenggam erat tangan Wati. "Tapi..." Bu La
Wati menunggui Humaira di Rumah Sakit bersama bu Gita. Lintang harus bekerja seperti biasanya jadi dia tidak bisa menunggui Humaira. Sudah tiga hari Humaira di rawat di Rumah Sakit. Wajah gadis kecil itu semakin pucat. Jaka sampai sekarang belum muncul di hadapan Humaira. Wati menggenggam erat tangan Humaira."Bunda, kenapa ayah belum datang juga? Apa ayah marah pada Humaira?" Tanya Humaira sedih."Ma'afkan ayah sayang. Ayah sedang sibuk." Jawab Wati sekenanya."Ayah tidak sayang lagi kan pada Humaira?""Ayah sangat sayang Humaira. Ayah harus menyelesaikan pekerjaan ayah sayang.""Sampai kapan Humaira harus menunggu ayah?" Humaira mulai menangis. Wati pun tak sanggup menahan air matanya. Tiba-tiba darah keluar dari hidung Humaira. Buru-buru Wati mengambil tisu untuk membersihkan darah yang keluar."Bu, Humaira mimisan." Ucap Wati sedikit panik."Iya, dari hari pertama sudah begitu Wati. Dan kemarin Humair
Wati menjemput anak-anak di rumah bu Lastri. Mata Wati sembab karena sepanjang jalan dia terus menangis. Sesampainya bertemu ibunya dia langsung memeluk erat ibunya."Ada apa Wati?" Tanya bu Lastri cemas."Humaira Bu. Humaira.""Humaira kenapa?" Ibu semakin cemas."Humaira divonis leukimia Bu.""Leukimia? Kanker maksud Kamu Wati?" Bu Lastri sangat terkejut."Iya Bu.""Innalillahi wa innailaihi roji'un.""Kasian Humaira Bu.""Apa Jaka sudah tau?" Wati menggeleng. "Cepatlah beri tahu Jaka. Semoga hatinya bisa luluh. Ibu khawatir Wati. Bukankah banyak orang yang tidak bisa bertahan kalau punya penyakit itu?" Bu Lastri tak kuasa menahan tangis. Wati mengangguk.*****Wati keluar dari kamar mandi dengan handuk yang dililitnya di dada. Jaka menghampirinya dan langsung menyambar bibirnya."Abang... " Ucap Wati. Dilepas Jaka handuk yang melilit tubuh Wati. "Jangan sekarang
Lintang tiba di depan ruang perawatan Humaira. Dilihatnya bu Gita dan Wati duduk di depan ruangan."Ada apa Bu? Kenapa duduk di luar? Humaira kenapa?" Lintang panik dan ingin menerobos ke dalam. Ibu Gita dengan sigap menarik tangan Lintang."Jaka ada di dalam. Biarkan dia bersama Humaira!" Ucap bu Gita. Tapi Lintang justru semakin ingin masuk ke dalam. Dia menerobos pintu tanpa mengetuk terlebih dulu. Wati mengekorinya. Lintang berlari kepelukan Jaka yang sedang duduk di samping Humaira yang terbaring. Jaka terperanjat.Wati mematung melihat pemandangan itu. Hatinya begitu panas. Dadanya terasa sesak. Wati terbakar cemburu.Mata Jaka tertuju pada Wati. Sedikit pun dia tidak membalas pelukan Lintang. Ingin sekali Jaka berteriak pada Lintang. Tapi tangan Humaira menggenggam erat tangannya."Ayah jangan marah lagi ke bunda!" Pinta Humaira. Wati beranjak ke luar ruangan. Kemudian pergi. Bu Git
Kondisi Humaira mulai membaik, dokter memperbolehkan Humaira pulang siang ini. Bu Gita berkemas di ruang perawatan Humaira."Tok... Tok... Tok... " Suara pintu kamar Humaira diketok. Bu Gita menghentikan kegiatannya. Beliau membuka pintu. Betapa terkejutnya beliau nelihat siapa yang datang. Beliau mematung. Darah beliau tiba-tiba terasa mendidih. Namun, orang tersebut langsung masuk tanpa permisi."Hai gadis cantik." Sapa orang itu tanpa menghiraukan bu Gita. Humaira terlihat sedikit bingung. Orang tersebut menyerahkan boneka beruang berwarna pink berukuran sedang. "Lupa ya sama Om?" Tanyanya. Humaira tersenyum menerima boneka tersebut."Om teman bunda kan?" Tanya Humaira. Ya, orang yang datang itu adalah Dito. Ayah biologis Humaira. Sementara bu Gita menatap Dito penuh amarah. Beliau ingin sekali menyeret laki-laki itu keluar. Tapi beliau mencoba menahan diri. Menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. "Terima kasih bonekanya y
Jaka tiba di ruangan Humaira. Dilihatnya Humaira sedang tertidur. Sedangkan Wati dan bu Gita terlihat gusar."Ada apa?" Tanya Jaka bingung."Tidak apa Bang." Jawab Wati menutupi kegusarannya."Tapi yang Abang lihat tidak seperti itu Wati. Apa lagi yang Kamu sembunyikan dari Abang?" Tanya Jaka curiga."Nanti Wati cerita Bang. Tidak sekarang. Kasian Humaira baru tidur.""Ayo kita keluar. Abang mau tau sekarang Wati!" Desak Jaka sambil mengenggam tangan Wati untuk mengajaknya keluar. "Ada apa? Bukannya harusnya kita terlihat senang karena Hunaira hari ini diperbolehkan pulang?" Tanya Jaka sesampainya di depan pintu. Wati menarik Jaka lebih jauh dari ruangan Humaira. "Ada apa sayang?" Jaka mulai cemas."Dito Bang.""Dito? Dito laki-laki brengsek itu?" Seketika wajah Jaka berubah. Terlihat kekesalan di sana."Tenangkan diri Abang dulu, baru Wati cerita!" Ucap Wati."Katakan saja