Kondisi Humaira mulai membaik, dokter memperbolehkan Humaira pulang siang ini. Bu Gita berkemas di ruang perawatan Humaira.
"Tok... Tok... Tok... " Suara pintu kamar Humaira diketok. Bu Gita menghentikan kegiatannya. Beliau membuka pintu. Betapa terkejutnya beliau nelihat siapa yang datang. Beliau mematung. Darah beliau tiba-tiba terasa mendidih. Namun, orang tersebut langsung masuk tanpa permisi.
"Hai gadis cantik." Sapa orang itu tanpa menghiraukan bu Gita. Humaira terlihat sedikit bingung. Orang tersebut menyerahkan boneka beruang berwarna pink berukuran sedang. "Lupa ya sama Om?" Tanyanya. Humaira tersenyum menerima boneka tersebut.
"Om teman bunda kan?" Tanya Humaira. Ya, orang yang datang itu adalah Dito. Ayah biologis Humaira. Sementara bu Gita menatap Dito penuh amarah. Beliau ingin sekali menyeret laki-laki itu keluar. Tapi beliau mencoba menahan diri. Menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. "Terima kasih bonekanya y
Jaka tiba di ruangan Humaira. Dilihatnya Humaira sedang tertidur. Sedangkan Wati dan bu Gita terlihat gusar."Ada apa?" Tanya Jaka bingung."Tidak apa Bang." Jawab Wati menutupi kegusarannya."Tapi yang Abang lihat tidak seperti itu Wati. Apa lagi yang Kamu sembunyikan dari Abang?" Tanya Jaka curiga."Nanti Wati cerita Bang. Tidak sekarang. Kasian Humaira baru tidur.""Ayo kita keluar. Abang mau tau sekarang Wati!" Desak Jaka sambil mengenggam tangan Wati untuk mengajaknya keluar. "Ada apa? Bukannya harusnya kita terlihat senang karena Hunaira hari ini diperbolehkan pulang?" Tanya Jaka sesampainya di depan pintu. Wati menarik Jaka lebih jauh dari ruangan Humaira. "Ada apa sayang?" Jaka mulai cemas."Dito Bang.""Dito? Dito laki-laki brengsek itu?" Seketika wajah Jaka berubah. Terlihat kekesalan di sana."Tenangkan diri Abang dulu, baru Wati cerita!" Ucap Wati."Katakan saja
Lintang sangat senang bisa menginjakkan kakinya lagi di rumah yang pernah ia diami bersama Jaka dan Humaira. Lintang masuk ke dalam rumah tanpa salam, karena pintu rumah terbuka lebar. Lintang tersenyum melihat ke dalam rumah. Tidak ada yang berubah sedikit pun. Hanya foto-fotonya bersama Jaka sudah berubah menjadi foto-foto Jaka bersama Wati dan anak-anaknya. Lintang tersenyum kecut melihat foto berukuran besar yang ada di ruang tengah. Foto Jaka dan Wati mengenakan pakaian serba putih."Sepertinya ini foto pernikahan mereka." Batin Lintang kesal. Ingin sekali dia menurunkan foto itu. Membuang jauh dari hadapannya."Lintang!" Tegur bu Gita. Lintang menoleh. "Bisa kita bicara dulu!" Ucap bu Gita."Ada apa Bu?" Tanya Lintang dengan raut wajah tidak senang karena melihat gelagat ibunya yang ingin ceramah."Tolong jaga sikapmu selama di rumah ini!""Aku tau Ibu akan mengatakan hal itu.""Ibu serius Lintang!" Kesal bu Git
Bu Gita menemui Wati yang sedang memasak untuk makan siang. Humaira sedang tertidur di kamarnya. Lintang sudah pergi bekerja sejak tadi. Sementara Jaka ke tempat service electronicknya."Wati, marahlah! Caci makilah Lintang! Jangan diam saja!" Pinta bu Gita."Wati tidak bisa seperti itu Bu.""Lihat kejadian tadi malam? Ibu tau betul anak Ibu. Ibu tidak mau dia merusak rumah tanggamu." Kesal bu Gita. "Percuma kalau Ibu saja yang mencaci makinya. Dia sudah kebal dengan semua cacian dari Ibu. Usir kami dari sini Wati. Ibu mohon!" Bu Gita menggenggam tangan Wati."Wati serba salah Bu. Humaira sangat ingin dekat dengan bang Jaka.""Humaira bukan anak Jaka, Kalian tidak punya tanggung jawab sama sekali atas Humaira. Sudah terlalu banyak kebaikanmu kepada kami.""Apa di usianya seperti ini Humaira bisa mengerti kalau
Jaka memutuskan untuk menginap di tempat ibunya. Dia tidak ingin menghadapi keadaan tidak nyaman di rumahnya."Jaka, keputusanmu menginap di sini sangat benar." Ucap bu Ratna."Wati terlalu baik Bu. Bahkan mungkin terlalu bodoh." Kesal Jaka."Hei, jangan sebut bidadarimu seperti itu!""Jaka tidak sanggup melihatnya menangis karena sikap Lintang Bu.""Wati tidak akan tega melihat Humaira bersedih Jaka. Dia seorang ibu.""Lintang memanfaatkan semuanya Bu. Jaka muak melihat Lintang di jarak yang sangat dekat." Jaka mengacak-ngacak rambutnya saking kesalnya."Sabarlah Jaka! Wati pasti bingung harus bagaimana pada Humaira. Yang Humaira tau Wati hanyalah istri keduamu.""Kenapa masalah tak henti-henti menghampiri keluarga Kami?""
Lintang gelisah di dalam kamarnya setelah membaca pesan WA dari Dito. Dia menggigit ujung telunjuknya. Bu Gita memperhatikan Lintang.'Besok kamu harus membawanya menemuiku, dan kamu harus membuatnya tertidur, agar kita bisa melancarkan aksi kita.' Pesan dari Dito."Ada apa Lintang?" Lintang terkejut. "Ada apa?" Bu Gita mengulang ucapannya."Tidak apa Bu.""Besok tolong Kamu urus Dito!!! Tadi siang dia sudah berani datang kemari. Bukan hanya itu, dia juga bersikap kurang ajar pada Wati." Kesal bu Gita."Iya Bu. Iya..." Jawab Lintang tak kalah kesal."Ibu mau bantu Wati menyiapkan makan malam. Kamu harusnya juga ikut bantu-bantu di rumah ini Lintang.""Aku lelah Bu. Aku kan baru pulang kerja." Bu Gita berlalu meninggalkan Lintang."Aku harus car
Jaka gelisah di dalam mobil. Diliriknya jam tangannya. Waktu terasa begitu lambat baginya."Sialan lampu merah!!!" Umpat Jaka. Dia mengacak-ngacak rambutnya. Jaka benar-benar panik. "Tenang Jaka, tenang!!!" Gumamnya. "Astagfirullah... Astagfirullah... Ya Allah lindungi bidadariku." Air mata Jaka meleleh. Dia sangat frustasi. "Tenang Jaka!!!" Gumamnya terus menerus sepanjang jalan. "Harusnya Aku menyuruh orang mengemudikan mobil ini." Sesal Jaka yang sangat tau dirinya kalau sedang panik tidak bisa konsentrasi. Jaka menepikan mobilnya. Tubuhnya gemetar. "Ayolah Jaka, kamu bisa!!!" Teriaknya. Dilihatnya ke depan. Hotel yang dimaksud Rini sudah terlihat dari tempatnya berhenti. "Sedikit lagi Jaka. Cepatlah!!!" Jaka benar-benar frustasi. Dia hanya bisa menangis, tubuhnya semakin gemetar. "Apa yang harus Aku lakukan? Apa yang dilakukan laki-laki itu pada bidadariku? Sungguh Aku tidak berguna. Di saat seperti ini Aku tidak bisa melakukan apa-apa." Jaka mengu
Rini menulis nama dan nomer telponnya di counter reception. Kemudian menyerahkannya pada receptionist yang ada di hadapannya."Mba, tolong nanti kabari Saya di kantor polisi mana pemeriksaannya! Saya harus membawa teman Saya ke Rumah Sakit dulu.""Baik Bu.""Saya ucapkan terima kasih banyak atas bantuannya. Saya tidak tau bagaimana nasib teman Saya kalau terlambat menolongnya.""Terima kasih kembali Bu." Jawab receptionist dengan senyum ramah.Rini kemudian keluar dari hotel mengemudikan mobilnya. Menuju Rumah Sakit yang dituju Beni dan Jaka.*****Bu Lastri dan Bu Gita sedang membereskan meja makan setelah usai makan malam. Wati menitipkan anak-anaknya pada ibunya."Kenapa Wati belum juga kembali ya Bu?" Tanya bu Lastri kepada bu Gita. 
Wati bersama Jaka sampai di rumah. Bu Lastri langsung menyambut Wati dengan pelukan."Apa yang terjadi?" Tanya bu Lastri khawatir."Wati baik-baik saja Bu. Anak-anak mana?""Sudah tidur. Tolong katakan pada Ibu ada apa? Bu Gita bilang terjadi sesuatu sama Kamu Wati.""Tidak apa Bu. Semua baik-baik saja. Seperti yang Ibu lihat." Jaka mencoba menenangkan mertuanya."Tadi bu Gita memaksa ingin keluar dari rumah ini Wati. Ibu menahannya.""Besok Kita bicarakan ya Bu." Jawab Wati yang terlihat lelah."Kamu istirahat ya Wati." Ucap bu Lastri. Kemudian Jaka dan Wati berlalu menaiki tangga menuju kamar mereka."Sayang mau mandi dulu?" Tanya Jaka. Wati mengangguk pelan. "Biar Abang yang mandikan ya.""Ng