Begitu mendengar pertanyaan itu, aku merasa selain Kakek, ada orang lain yang juga memandangku lekat-lekat. Pertanyaan ini sangat sulit dijawab dan aku tidak ingin membohongi Kakek. Namun, jika aku berkata jujur, Kakek pasti tidak akan membiarkan kami bercerai.Melihat aku yang masih belum menjawab setelah ragu beberapa saat, Kakek pun berkata dengan pengertian, “Oke, Kakek mengerti. Anak itu sudah kehilangan ibunya dari muda, makanya dia baru punya tabiat seburuk ini. Kakek harap, kamu bisa lebih bersabar dalam menghadapinya.”Kemudian, Wulio menjewer Kenneth dan menegur, “Kalau kamu rasa aku begitu mengganggumu, kamu boleh buat aku mati kesal secepatnya. Setelah aku mati, nggak akan ada yang peduli lagi biarpun kamu mau bercerai!”“Sekarang, Kakek bahkan mau mengancamku dengan kematian?” cibir Kenneth.“Dasar anak kurang ajar!” Wulio sangat marah dan hendak memukul Kenneth lagi. Namun, Kenneth sempat menghindar kali ini. Dia akhirnya mengalah dan berkata, “Aku mengerti maksud Kakek.
Saat ini, waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Bukankah tadi Kenneth pulang bersama Solana? Kenapa dia bisa pergi minum-minum bersama Samuel dan yang lain? Jika dinilai dari kata-kata Samuel, Solana tidak bersama mereka.Aku menelepon Samuel lagi, tetapi ponselnya berada dalam keadaan tidak aktif. Seharusnya itu karena ponselnya sudah kehabisan daya. Aku mau tak mau berganti pakaian dan naik taksi ke klub pribadi di mana mereka sering berkumpul.Begitu tiba, orang lainnya sudah pulang. Di dalam ruang privat, hanya tersisa Samuel, Stephen, dan Kenneth. Kenneth masih mengenakan jas kerjanya. Saat ini, dia tampak tidur nyenyak di sofa sambil melipat kakinya.Begitu melihatku, Samuel berkata dengan tidak berdaya, “Kak Jasmine, hari ini, entah kenapa Kak Kenneth tiba-tiba ajak Stephen minum-minum. Setelah itu, nggak ada yang bisa menghentikannya lagi.”Aku samar-samar tahu alasannya. Dia pasti masih menganggap ada sesuatu di antara aku dan Stephen. Seharusnya, semua pria juga berpikir begit
Belasan menit kemudian, kami pun tiba di rumah. Aku membuka pintu mobil sambil berkata, “Kenneth, sudah sampai rumah.”Tak disangka, pria yang sudah sepenuhnya mabuk itu langsung jatuh bersandar ke arahku. Aku pun mengerutkan kening dan hanya bisa memaksakan diri untuk memapahnya. Aku bertanya, “Apa kamu bisa kerahkan tenaga?”Namun, dia tidak merespons. Jadi, aku hanya bisa menelepon Lina untuk membangunkannya dan membantuku memapah Kenneth masuk ke kamar.“Nyonya, ada yang perlu kubantu?” tanya Lina.“Nggak perlu. Bi Lina tidur balik saja,” jawabku dengan perasaan bersalah. Aku sudah mengganggu tidurnya dan tidak mungkin merepotkannya lagi.Setelah Lina pergi, aku membuka sepatu dan dasi Kenneth sambil menahan rasa mual dari mencium bau alkohol. Kemudian, aku pun hendak langsung pergi. Namun, dia malah tiba-tiba menggenggam tanganku. Dia memejamkan matanya sambil bergumam, “Istriku ....”Sebenarnya, aku tidak merasa dia sedang memanggilku. Kemungkinan terbesar adalah, dia dan Solana
Jelas-jelas ada selapis kain yang memisahkan kami. Namun, pinggangku yang dipeluknya terasa sangat panas. Aku pun seperti sudah kesurupan dan sama sekali tidak bisa bergerak. Untungnya, aku masih bisa berpikir jelas. Aku berkata, “Kita sudah bicarakan hal ini dengan jelas. Aku nggak mau ada orang ketiga dalam pernikahan kita.”“Maaf,” kata Kenneth sambil membenamkan kepalanya ke punggungku.Hatiku tentu saja bisa luluh. Siapa yang dapat dengan mudahnya melupakan perasaan yang sudah dibangun setelah menghabiskan waktu bersama selama ini? Aku sangat ingin memberinya sebuah kesempatan lagi. Namun, apa yang terjadi akhir-akhir ini kembali menghantuiku. Apa aku harus memilihnya atau diriku sendiri?Aku menghela napas berat, lalu menjawab, “Kenneth, kamu selalu minta maaf, tapi tetap mengulangi kesalahan yang sama. Itu nggak ada artinya.”Kali ini, aku memilih diriku sendiri. Sudah cukup aku memilihnya selama 7 tahun.Kenneth terdiam untuk waktu yang sangat lama.“Lepaskanlah aku. Kita hanya
Aku sudah mulai merenovasi rumah ini dari beberapa hari setelah Kenneth memberikannya kepadaku. Demi mengawasi renovasinya, aku juga selalu keluar pagi dan pulang malam. Namun, dia tidak pernah menanyakannya.Tidak peduli seberapa malam pun aku pulang ke rumah, dia paling-paling hanya akan berbasa-basi seperti “Malam banget pulangnya” atau “Sepertinya, departemen desain sibuk juga, ya”. Dia tidak pernah bertanya aku ke mana atau melakukan apa. Sebab, itu bukanlah hal yang perlu diperhatikannya.Berhubung sudah memutuskan untuk bercerai darinya, aku juga tidak perlu menahan diri lagi dan menjawab, “Mungkin waktu kamu sibuk temani Solana.”Alhasil, raut wajah Kenneth pun menegang. Setelah melihat ekspresi itu, aku merasa sangat puas.“Akhir-akhir ini, aku sudah nggak berhubungan dengannya lagi.”“Kamu nggak usah menjelaskannya padaku.” Sekarang, sudah tidak ada yang perlu dijelaskan. Jadi, aku hanya berkata, “Kalau mau, kamu boleh langsung menikahinya begitu kita bercerai.”“Jasmine, ken
Dulu, aku tidak merasa Kenneth adalah orang yang pendendam. Pada akhirnya, aku hanya bisa memberanikan diri untuk mengikutinya. Tak disangka, sebelum aku sempat menjelaskannya, Kakek sudah terlebih dahulu berkata sambil tersenyum hangat, “Kata Lina, kamu sudah pindah ke luar?”“Benar, Kek.” Aku hanya bisa mengakuinya. Jika Kakek marah, aku akan cari cara untuk menghiburnya.Namun, Kakek tidak berniat untuk mempermasalahkan hal ini denganku. Dia hanya memelototi Kenneth dan memaki, “Dasar nggak berguna! Kamu bahkan nggak mampu pertahankan istrimu!”“Kakek, tolong bersikap adil sedikit. Dia sendiri yang mau pindah ke luar, apa yang bisa kulakukan?”“Kalau dia lari, memangnya kamu nggak bisa kejar?” Wulio berkata dengan kesal, “Kamu ini benar-benar mirip ayahmu! Buah memang nggak jatuh jauh dari pohonnya!”“Bukannya Ayah itu anak Kakek juga?” tanya Kenneth sambil tertawa.“Dasar anak busuk!” Wulio mengambil sebuah cangkir teh dan hendak melemparnya ke arah Kenneth. Namun, dia akhirnya me
“Kakek, jangan khawatir.” Aku mengambilkan sepotong tahu untuk Kakek, lalu berkata dengan lembut, “Dia nggak akan bisa menindasku.”Lagi pula, kami akan segera bercerai.Seusai makan, Kenneth menemani Kakek bermain catur di halaman belakang. Sementara itu, aku menyeduhkan teh dengan santai di samping mereka.Kenneth sangat jago bermain catur. Setelah disekak sekali lagi, Wulio pun memelototinya dan berkata dengan marah, “Kamu kira kamu lagi hadapi orang luar? Kenapa kamu sama sekali nggak sisakan jalan keluar untuk kakekmu ini?”“Iya, iya,” jawab Kenneth sambil tertawa.Setelah Kenneth mengalah, Wulio baru merasa gembira. Dia pun tertawa ceria, lalu berkata dengan maksud tersirat, “Nak, kamu harus ingat. Keluargamu dan orang luar itu beda.”Aku menuangkan teh untuk Kakek dan berkata, “Kakek, nih minum teh lagi.”“Oke!” jawab Wulio. Setelah minum teh, dia berkata dengan senang, “Andaikan kalian tetap seharmonis ini, aku pasti bisa segera gendong cicit.”Begitu mendengar ucapan itu, aku
Apa Kenneth khawatir aku akan berselingkuh sebelum bercerai dengannya? Dia memang adalah orang seperti itu. Aku malas menjelaskannya dan hanya menjawab dengan acuh tak acuh, “Teman baik.”“Teman baik yang mana?”“Kenneth!” Aku tersenyum manis, lalu berkata dengan lembut, “Orang yang sudah mati nggak akan punya begitu banyak pertanyaan.”Berhubung bersedia menjadi seperti mantan suami yang sudah mati, dia tidak perlu tahu terlalu banyak hal mengenaiku.Kenneth merasa sangat marah. Kemudian, dia hanya menjawab sambil tersenyum sinis, “Oke.”Setelah tiba di pemakaman dan turun dari mobil, aku langsung berjalan menaiki tangga. Saat menyadari Kenneth belum mengikutiku, aku pun berhenti dan menunggunya. Begitu menoleh, aku langsung melihat dia yang sedang menjinjing sebuah keranjang berisi campuran bunga krisan berwarna kuning dan putih. Aku pun tertegun, lalu berkata, “Terima kasih.”“Buat apa kamu berterima kasih? Ini adalah hal yang sudah sepantasnya aku lakukan,” jawabnya dengan santai.