"Adnan, Ibu harus menghubungi Adnan." Wanita tua itu masuk ke dalam rumah dan mengambil ponsel milik Naura untuk menghubungi Adnan.
Laki-laki yang tengah beberes seisi hotel meletakkan ponselnya di dalam tas sehingga beberapa kali bu Ningrum menelepon tidak juga Adnan angkat."Ya Allah angkat, Adnan. Angkat, Ibu mau bicara." Bu Ningrum semakin cemas."Adnan, tolong kamu buatkan pesanan untuk kamar nomer 026," ujar salah satu pelayan hotel sembari menyerahkan lembaran kertas tertuliskan pesanan menu untuk kamar tersebut."Oh iya, Mba. Baik!"Kedatangannya ke dapur membuat dia mendengar suara dering ponsel tersebut, penasaran dengan siapa yang meneleponnya, Adnan mengambil dari dalam tas.Perasaannya begitu bahagia setelah membaca nama yang tertera pada layar ponselnya tertuliskan nama "Naura Sayang.""Naura.""Halo, Sayang. Kamu menelepon aku?" Tapi justru suara bu Ningrum lah yang didengar."Nak, ini Ib"Tuan Sean Alexander yang terhormat."Degh!Baru saja mendengar sapaan itu Sean sudah tau itu suara siapa, dia membenarkan posisi duduknya dan bersiap dengan apa yang akan tuan Erdo lakukan."Untuk apa kau meneleponku?""Aku punya kejutan yang bagus untuk anda." Panggilan suara kini berpindah ke panggilan vidio call. Darah Sean mendidih kala melihat si gadis bercadar dalam keadaan terikat. Gadis itu terus meronta seolah meminta tolong dengan suaranya yang tercekat."You fuck shit! Untuk apa kau melibatkan dia dalam urusan kita?""Ouuuhhhh, jadi wanita ini kekasih anda? Ini benar-benar luar biasa!" goda tuan Erdo."Jangan berani kau sentuh dia, atau ...!""Atau apa? Aku bisa saja melepaskan wanita ini, tapi dengan satu syarat!""Syarat?" Sean memicingkan matanya."Kau harus menandatangani surat kerja sama kita dalam bisnis yang kemaren saya tawarkan."Degh!"Shit!"Sun
"Nau, Nau tolong maafkan aku! Aku nggak bisa terus seperti ini." Sesekali Adnan berusaha meraih tangan Naura tapi selalu dia tepis sambil bersungut-sungut masuk ke dalam kamar.Sama sekali Naura tak mau dengar alasan apapun yang keluar dari mulut Adnan.Brak!Dia menutup pintu dengan sedikit keras sebagai bentuk protesnya, Naura membelakangi pintu sambil menghela nafas panjang. Tubuhnya serasa kotor terkena sentuhan dari beberapa orang saat mereka memaksanya untuk ikut.Naura membersihkan diri di kamar mandi, membasuh dari ujung rambut sampai telapak kaki dia gosok dengan sangat bersih.Matanya berkaca-kaca, kenapa dia harus dihadapkan dengan kondisi saat ini.Tok! Tok!"Nau," panggil bu Ningrum karena merasa putrinya sudah lama berada di kamar mandi."Iya, Bu."Panggilan itu menandakan dia harus menyudahi mandinya. Beberapa menu makan sudah tersaji di atas meja sengaja bu Ningrum masakan untuk putrinya
"Hai, my prince. Apa kabar?" ucap Natasya sambil mencium pipi kiri dan mencium pipi kanan Jonas yang dia temui di cafe.Lewat pesan singkatnya dia menghubungi si gadis berambut pirang dan menyuruhnya untuk datang kemari. Merasa punya perasaan special terhadap laki-laki blasteran itu dengan gampangnya Tasya menuruti apa yang Jonas katakan."Kabarku sedang kurang baik, Sweety!" Jonas memasang wajah memelas."Maksudmu?" Natasya mengerutkan alisnya.Jonas mengenal nafas kasar sebelum bicara. "Aku membutuhkan uluran dana untuk perusahaanku yang tengah sepi. Aku bingung harus mencarinya kemana lagi." Natasya tau apa maksud perkataan dari Jonas."Memangnya berapa uang yang kau butuhkan?" Memang ini yang Jonas tunggu-tunggu."Tidak banyak, hanya 500 juta.""Apa, 500 juta?" Natasya membelalakkan matanya, Jonas mengangguk lesu.Tasya bingung, dia sendiri tidak mempunyai uang sebanyak itu, tapi dia juga tidak ingin pria id
Malam hari dimana semua penghuni rumah Alexander tengah terlelap dalam tidurnya, Natasya sengaja terbangun untuk misinya.Dia keluar kamar dan menoleh ke sana kemari mencari aman agar tidak ada yang melihat, merasa situasi aman terkendali dia kembali mengendap masuk ke ruang kerja Sean guna untuk mencari sesuatu yang berharga.Berangkas berkode menjadi sasaran utamanya, namun sial dia sedikit kesulitan saat membuka berangkas tersebut."Ah, sial! Berapa kode berangkas ini, ck." Sejenak dia berfikir, mendadak Natasya teringat sesuatu dan mencobanya.Klek!"Yes." Dengan tanggal lahir Sean berangkas itu berhasil dibukanya. Terlihat banyak tumpuk uang dollar dan surat penting di dalamnya.Tampan rasa bersalah dia mengambil beberapa tumpuk uang itu dan menyembunyikannya di balik saku jaket yang di kenakan.Pelan sekali dia menutup kembali berangkas sengaja agar tidak menimbulkan suara. Natasya keluar dari ruang kerja
"Selamat pagi, Tuan Sean. Seseorang telah menunggu Tuan di ruang tamu." Bertha memberitahu saat Sean baru saja sampai di kantornya.Sean hanya mengangguk karena sudah biasa dia kedatangan seorang tamu tanpa bertanya siapa yang datang.Tak perlu menunggu lama dia beranjak ke ruang tamu yang ada di lantai atas."Tuan Gultaf. Astaga, kau ada di sini?" Pengusaha itu bangun dari duduknya dan memeluk Sean sambil menepuk punggungnya."Apa kabar, Tuan Sean? Sepertinya perusahaanmu berkembang pesat? Saya senang melihatnya."Kedatangan tuan Gultaf merupakan kejutan untuknya karena pengusaha dari seberang itu sengaja tidak memberitahunya lebih dulu."Ah, tidak terlalu juga. Ya, seperti ini. Mari-mari, kita bisa habiskan waktu ini bersama."Sean mengajaknya duduk sambil minum anggur pahit yang disediakan oleh Bertha, keduanya terlibat begitu akrab duduk di lantai atas dengan dinding kaca transparan tampak keramaian kota terlihat kec
Ingin rasanya Sean menjauhi Naura demi keselamatannya karena saat ini nyawanya akan terancam kalau saja tuan Gultaf tau kalau dialah wanita yang Sean suka. Tapi perasaannya tak bisa dibohongi.Semakin dia berusaha menjauh, hatinya gelisah tak tentu arah. Bahkan perasaannya ingin melindungi wanita itu dari marabahaya."Tidak, aku tidak bisa seperti ini! Aku tak bisa jauh darinya." Sean bergegas menaiki mobil menuju kampus untuk memastikan Naura baik-baik saja, karena bukan hal yang sulit untuk tuan Gultaf mencari sebuah informasi.Natasya yang baru keluar dari kampus memutar bola matanya malas saat melihat mobil Sean yang sudah berhenti di area parkiran. Dia mengira kalau sepupunya itu datang menghampirinya."Mau apa kau datang kemari?" "Aku tidak ada urusan denganmu?" Jawaban Sean membuat Natasya melongo. Lirikan matanya menunjuk pada Naura yang kini berdiri di samping Natasya.Sean berdiri di depan Naura. Perlahan Naura mendong
"Aduh, kak! Kau mau membawaku kemana?" Sean menggandeng tangan Natasya dan membawanya ke ruang kerja."Kamu lihat? Berangkasku sudah terbuka!""Iya tapi aku tidak tau!"Tanpa basa basi Sean membuka laptopnya pada rekaman CCTV dan memperlihatkan seseorang masuk mengenakan jaket hitam dan memakai penutup kepalanya."Lihat! Siapa lagi kalau bukan kau yang masuk!""Tapi itu bukan aku, Kak!" Masih saya Natasya mengelak yang membuat Sean mengangguk heran. Tapi dia tidak kehilangan akal untuk mengungkap kalau Natasya lah yang bener-benar mencuri."Oh, ok!""Kak, kau mau kemana?" "Kakak!" Gadis itu mengejar Sean yang berjalan cepat menuju kamarnya, dia menyalip dan menghalangi di ambang pintu mencegah Sean untuk masuk."Mau apa kau ke kamarku?""Kalau kau tidak bersalah, untuk apa kau takut? Minggir!" Hanya dengan satu gerakan tubuh mungil itu berhasil menyingkir dari pintu. Sean masuk dan mencari bu
Gadis itu menunduk sambil menangis tak bisa menjawab pertanyaan Sean karena Natasya sadar dia bersalah. Tak mau menambah beban pikiran adik sepupunya maka Sean memutuskan untuk diam dan berhenti menanyakan tentang dia.Sampai mereka turun dari mobil, tanpa bicara dengan kakaknya, Natasya berjalan cepat masuk ke dalam kamarnya. Perasaannya benar-benar hancur. Dia tengkurap sambil menangis sejadi-jadinya.Lelah membuat dia tanpa sadar memejamkan matanya sampai tertidur dalam tangis.* * *"Selamat pagi, Nona.""Kamu, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Naura yang baru saja keluar dari rumahnya dan mendapati Jhoni yang sudah menunggu di luar."Untuk mengantar Nona Naura ke tempat tujuan.""Nggak perlu! Dia pasti yang menyuruh kamu kan?" Jhoni terdiam."Bilang padanya, aku bisa pergi sendiri, jadi kamu tidak perlu mengikuti aku!""Tapi nyawa Nona sedang dalam bahaya.""Maksud kamu?" Naura masih b