"Aku baru saja bertemu dengannya di sana, dan lihat dia memberiku kartu nama." Natasya begitu bahagia.
"Kamu yakin dia orang baik?""Tentu saja aku yakin lah, secara aku lihat sendiri bagaimana dia, uuuhh, tampan sekali." Semakin tinggi khayalan Natasya terhadap pemuda yang baru saja dia kenal."Eh, sudah! Kita pulang sekarang!""Tapi, Nau ...""Udah, ayok kita pulang." Bahkan Naura berjalan lebih dulu meninggalkan Natasya, gadis itu berlari mengejar Naura sambil meletakkan tali tas di pundaknya.Usai mengantar temannya sampai ke rumah Natasya pulang dan mengetahui mobil Sean yang sudah terparkir di depan rumah.Secepatnya dia turun untuk menemui kakak sepupunya. "Kakak," teriaknya.Sean hanya diam mendengar teriakan itu, walau diam tapi Tasya tau kalau sepupunya itu ada di kamarnya."Dari mana saja kau?" Sean masih saja diam."Hei, Kak. Aku bertanya kau dari mana saja?"Pria gagah ya"Pagi, Kak.""Hem," jawab Sean singkat sambil mengoles selai kacang di rotinya. Dengan lincah Natasya menghampiri untuk sarapan bersama seperti biasanya.Sesekali Sean melirik penuh tanda tanya kenapa sepupunya ini terlihat berbeda. "Ada apa denganmu?""Hem?" Natasya menjawab sambil mengangkat alisnya."Aku lihat-lihat sepertinya kau sedang bahagia?""Ah, biasa aja." Tapi tak semudah itu Sean untuk percaya. Dia bukan tipe orang yang bisa dibohongi begitu saja."Aku berangkat dulu, kak. Bye." Natasya beranjak dari tempat duduknya bahkan setumpuk roti pun tidak dia habiskan. Tasya pergi dari hadapan Sean.Wanita itu bersenandung saat menyetir mobil menuju kampus. Sesampainya di sana satu orang yang menjadi tujuan utama dia cari, siapa lagi kalau bukan si gadis bercadar yang kini tengah duduk sambil membaca buku."Hai, Nau.""Kamu baru sampai?" Karena biasanya Natasya yang lebih dulu sampai di ka
"Aku tau apa yang menjadi kelemahan, Tuan Alexander. Dengan cara itu aku yakin dia akan setuju untuk kerja sama dengan kita." Tuan Erdo menyeringai setelah melihat Sean dan Naura bersama. Dia yang tak sengaja lewat dan mendapati mobil Sean yang berhenti di depan kampus merasa panasaran dan mengintai dari kejauhan. Melihat adegan saat Sean merengkuh pinggang Naura, tuan Erdo yakin kalau gadis itu yang menjadi kelemahannya."Kita atur siasat nanti dan aku yakin kita akan berhasil," tawanya dengan beberapa anak buah.* * *"Dari mana aja kau?" Wajah Sean terlihat tak bersahabat saat Natasya pulang ke rumah."Aku ..., aku dari kampus, kak."Brak!Tubuh mungil itu melonjak saat Sean tiba-tiba menggebrak meja dengan sangat keras. "Jangan bohong kau! Kau pikir aku percaya dengan alasanmu?"Degh!"Nggak, kak. Aku nggak bohong!"Tap!Natasya mendongakkan wajahnya saat tangan kokoh itu menceng
"Adnan, Ibu harus menghubungi Adnan." Wanita tua itu masuk ke dalam rumah dan mengambil ponsel milik Naura untuk menghubungi Adnan.Laki-laki yang tengah beberes seisi hotel meletakkan ponselnya di dalam tas sehingga beberapa kali bu Ningrum menelepon tidak juga Adnan angkat."Ya Allah angkat, Adnan. Angkat, Ibu mau bicara." Bu Ningrum semakin cemas."Adnan, tolong kamu buatkan pesanan untuk kamar nomer 026," ujar salah satu pelayan hotel sembari menyerahkan lembaran kertas tertuliskan pesanan menu untuk kamar tersebut."Oh iya, Mba. Baik!"Kedatangannya ke dapur membuat dia mendengar suara dering ponsel tersebut, penasaran dengan siapa yang meneleponnya, Adnan mengambil dari dalam tas.Perasaannya begitu bahagia setelah membaca nama yang tertera pada layar ponselnya tertuliskan nama "Naura Sayang.""Naura.""Halo, Sayang. Kamu menelepon aku?" Tapi justru suara bu Ningrum lah yang didengar."Nak, ini Ib
"Tuan Sean Alexander yang terhormat."Degh!Baru saja mendengar sapaan itu Sean sudah tau itu suara siapa, dia membenarkan posisi duduknya dan bersiap dengan apa yang akan tuan Erdo lakukan."Untuk apa kau meneleponku?""Aku punya kejutan yang bagus untuk anda." Panggilan suara kini berpindah ke panggilan vidio call. Darah Sean mendidih kala melihat si gadis bercadar dalam keadaan terikat. Gadis itu terus meronta seolah meminta tolong dengan suaranya yang tercekat."You fuck shit! Untuk apa kau melibatkan dia dalam urusan kita?""Ouuuhhhh, jadi wanita ini kekasih anda? Ini benar-benar luar biasa!" goda tuan Erdo."Jangan berani kau sentuh dia, atau ...!""Atau apa? Aku bisa saja melepaskan wanita ini, tapi dengan satu syarat!""Syarat?" Sean memicingkan matanya."Kau harus menandatangani surat kerja sama kita dalam bisnis yang kemaren saya tawarkan."Degh!"Shit!"Sun
"Nau, Nau tolong maafkan aku! Aku nggak bisa terus seperti ini." Sesekali Adnan berusaha meraih tangan Naura tapi selalu dia tepis sambil bersungut-sungut masuk ke dalam kamar.Sama sekali Naura tak mau dengar alasan apapun yang keluar dari mulut Adnan.Brak!Dia menutup pintu dengan sedikit keras sebagai bentuk protesnya, Naura membelakangi pintu sambil menghela nafas panjang. Tubuhnya serasa kotor terkena sentuhan dari beberapa orang saat mereka memaksanya untuk ikut.Naura membersihkan diri di kamar mandi, membasuh dari ujung rambut sampai telapak kaki dia gosok dengan sangat bersih.Matanya berkaca-kaca, kenapa dia harus dihadapkan dengan kondisi saat ini.Tok! Tok!"Nau," panggil bu Ningrum karena merasa putrinya sudah lama berada di kamar mandi."Iya, Bu."Panggilan itu menandakan dia harus menyudahi mandinya. Beberapa menu makan sudah tersaji di atas meja sengaja bu Ningrum masakan untuk putrinya
"Hai, my prince. Apa kabar?" ucap Natasya sambil mencium pipi kiri dan mencium pipi kanan Jonas yang dia temui di cafe.Lewat pesan singkatnya dia menghubungi si gadis berambut pirang dan menyuruhnya untuk datang kemari. Merasa punya perasaan special terhadap laki-laki blasteran itu dengan gampangnya Tasya menuruti apa yang Jonas katakan."Kabarku sedang kurang baik, Sweety!" Jonas memasang wajah memelas."Maksudmu?" Natasya mengerutkan alisnya.Jonas mengenal nafas kasar sebelum bicara. "Aku membutuhkan uluran dana untuk perusahaanku yang tengah sepi. Aku bingung harus mencarinya kemana lagi." Natasya tau apa maksud perkataan dari Jonas."Memangnya berapa uang yang kau butuhkan?" Memang ini yang Jonas tunggu-tunggu."Tidak banyak, hanya 500 juta.""Apa, 500 juta?" Natasya membelalakkan matanya, Jonas mengangguk lesu.Tasya bingung, dia sendiri tidak mempunyai uang sebanyak itu, tapi dia juga tidak ingin pria id
Malam hari dimana semua penghuni rumah Alexander tengah terlelap dalam tidurnya, Natasya sengaja terbangun untuk misinya.Dia keluar kamar dan menoleh ke sana kemari mencari aman agar tidak ada yang melihat, merasa situasi aman terkendali dia kembali mengendap masuk ke ruang kerja Sean guna untuk mencari sesuatu yang berharga.Berangkas berkode menjadi sasaran utamanya, namun sial dia sedikit kesulitan saat membuka berangkas tersebut."Ah, sial! Berapa kode berangkas ini, ck." Sejenak dia berfikir, mendadak Natasya teringat sesuatu dan mencobanya.Klek!"Yes." Dengan tanggal lahir Sean berangkas itu berhasil dibukanya. Terlihat banyak tumpuk uang dollar dan surat penting di dalamnya.Tampan rasa bersalah dia mengambil beberapa tumpuk uang itu dan menyembunyikannya di balik saku jaket yang di kenakan.Pelan sekali dia menutup kembali berangkas sengaja agar tidak menimbulkan suara. Natasya keluar dari ruang kerja
"Selamat pagi, Tuan Sean. Seseorang telah menunggu Tuan di ruang tamu." Bertha memberitahu saat Sean baru saja sampai di kantornya.Sean hanya mengangguk karena sudah biasa dia kedatangan seorang tamu tanpa bertanya siapa yang datang.Tak perlu menunggu lama dia beranjak ke ruang tamu yang ada di lantai atas."Tuan Gultaf. Astaga, kau ada di sini?" Pengusaha itu bangun dari duduknya dan memeluk Sean sambil menepuk punggungnya."Apa kabar, Tuan Sean? Sepertinya perusahaanmu berkembang pesat? Saya senang melihatnya."Kedatangan tuan Gultaf merupakan kejutan untuknya karena pengusaha dari seberang itu sengaja tidak memberitahunya lebih dulu."Ah, tidak terlalu juga. Ya, seperti ini. Mari-mari, kita bisa habiskan waktu ini bersama."Sean mengajaknya duduk sambil minum anggur pahit yang disediakan oleh Bertha, keduanya terlibat begitu akrab duduk di lantai atas dengan dinding kaca transparan tampak keramaian kota terlihat kec