Malam tiba, Erzhan kembali ke villa saat mengharapkan Amira mengunjunginya untuk memasak, tetapi bunyi jangkrik yang menemani sepinya hingga Erzhan mendesah. “Nasib bujangan.” Baru kali ini dia mengeluh karena statusnya.TinBunyi klakson mobil mengudara di halaman hingga Erzhan segera memeriksa. Segera, kedua matanya membelalak. “Mau apa dia kesini!”Alisha tersenyum manis ke arah Erzhan, kaki jenjangnya dibalut heel yang indah hingga semakin mempercantik kakinya. Langkah anggun diambil hingga berhenti di hadapan si pria. “Malam,” sapa hangatnya dengan suara merdu.Namun, Erzhan medesah malas. “Mau apa kesini, dan dari mana kamu tahu tempat ini.” Kalimat datar dan dinginnya.“Orangtua kamu.” Senyuman indah masih dipasang, kemudian mengacungkan sebuah paper bag. “Aku membawa titipan dari mama kamu.”Erzhan mengerutkan dahinya heran, “Kenapa mama bisa menitipkan sesuatu pada kamu?”“Astaga ... jangan formal begitu deh. Yuk, masuk!” Alih-alih si pemilik villa, justru Alisha yang mengand
Rencananya itu segera disampaikan saat waktu tidur tiba. “Sayang, jangan hamil dulu ya. Lagian kamu kan masih asik berkarier. Aku pikir ... lebih baik kamu memasang alat kontrasepsi untuk berjaga-jaga. Bagaimana, Sayang ....” Lembut Erlangga saat menyampaikan kalimatnya yang selaras dengan belaian telapak tangannya saat mengusap lembutnya wajah Cindy.Saat ini Cindy tidak segera memberikan jawaban, wanita ini memandangi Erlangga yang masih memancarkan kelembutan dalam tatapan matanya. “Aku memang berencana memakai alat KB, tapi mungkin tidak akan lama. Mungkin hanya kurang dari satu tahun. Kasihan mama dan papa kalau menunggu terlalu lama. Pasti mama dan papa kamu juga begitu.”Kini, Erlangga yang tidak segera memberikan jawaban karena dirinya tidak setuju jika kurang dari satu tahun. “Bagaimana kalau genap satu tahun saja? Aku yakin kehidupan kita akan lebih baik lagi di tahun-tahun mendatang. Bukankah kehidupan kita yang mapan akan membuat anak kita hidup dengan layak.” Pria ini sed
Erzhan sudah berbicara empat mata dengan Alisha, pria ini menegaskan pada wanita itu agar tidak menganggu Amira karena tidak lama lagi mereka akan menikah, tetapi tentu saja Alisha tidak menerima semua kalimat Erzhan. Maka dia mengancam, “Aku akan membeberkan tentang kalian di depan om Cakrawala dan tante Maria, kalian cuma pura-pura pacaran kan. Pasti motif Amira mau jadi pacar pura-pura karena uang. Dia berasal dari keluarga miskin, tapi aku dengar tante Maria kemarin bilang kalau Amira cuti kuliah karena fokus jadi trainee, tapi aku yakin itu semua bohong, aku yakin Amira tidak punya uang buat kuliah. Pokoknya aku akan cari bukti tentang kalian kalau kalian pura-pura!”“Jangan asal menuduh.” Erzhan menanggapi semua kalimat Alisha dengan santai agar rahasianya tidak terbongkar.“Aku tidak menuduh. Aku sudah tahu kehidupan Amira, jadi aku yakin dia tidak bisa kuliah dan aku yakin kamu memberikan upah kan buat dia selama dia mau jadi pacar pura-pura kamu. Pakai logika saja. Kamu membu
“Dia memang tampan dan kaya, tapi dia pemaksa. Selalu saja memaksakan kehendakannya demi keuntungan sendiri. Ish!” Amira memutuskan meninggalkan Erzhan, tetapi pria itu tidak membiarkannya pergi hingga tangan kanan Amira digenggamnya dengan lembut.“Jangan pulang sendiri. Aku akan mengatarmu.” Suara lembutnya selaras dengan tatapannya.“Tidak usah ...,” tolak Amira seiring membuang udara malas karena jika mereka kembali bersama mungkin Erzhan akan melanjutkan pembahasan tadi.“Aku tidak mau kamu sendirian. Aku akan mengantarmu sampai gedung.” Masih tatapan lembut Erzhan walau tatapan mata Amira berlainan, gadis itu hanya menatap lawan bicaranya dengan datar.Namun, akhirnya Erzhan kembali membawa Amira. Saat ini tidak ada pembahasan apapun hingga suasana sangat hening. Gadis ini barusaja melontarkan kata saat meminta berhenti di apotek, “Aku turun di sini. Ada obat yang harus aku beli.”Erzhan segera memokuskan perhatiannya. “Obat apa? Memangnya kamu kenapa? Aku bisa antar kamu ke dok
Hujan masih sangat lebat membuat Amira tidak dapat kemanapun selain tetap duduk di jok yang bersebelahan dengan Erzhan. “Kapan hujannya berhenti? Lapar ....” Perutnya diusap. Saat mengeluh, suaranya berhasil menarik Erzhan ke dunia nyata. Pria itu segera memutar kepalanya ke arah Amira.“Kamu sudah bangun ....” Salah satu matanya dikucek sekejap karena terlalu malu, kemudian mulai memposisikan duduknya. “Ternyata masih hujan. Lama sekali,” kekeh hangatnya padahal udara sedang sangat dingin.“Aku akan menerebos,” celetuk Amira.“Jangan, Sayang!” Erzhan segera melarang, “nanti kamu sakit. Kehujanan bisa membuat demam atau masuk angin, atau ingusan. Kamu mau potret kamu ada ingusnya,” kelakar si pria saat Amira sedang di mode serius, tetapi goyonannya berhasil membuat si gadis tertawa kecil.“Aku tidak mau fotoku jekek,” kekeh kegeliannya.“Makannya, tunggu saja sampai hujannya selesai.” Erzhan merasa puas karena kelakarnya ditanggapi Amira.“Tapi aku lapar ....” Perut Amira kembali dius
‘Erlangga belum memberikan transferan.’‘Sampai kapan ya aku hidup seperti ini? Lagian ... bagaimana caraku menikahi pria lain, apakah ada pria yang mau menikah denganku yang sudah tidak perawan? Atau ... zaman kan sudah modern, mungkin pilihan terakhirnya aku melakukan operasi supaya menjadi perawan lagi.’Kalimat sensitif Tasya sudah menyebar lewat jaringan internet. Maka satu gedung geger, hanya saja untuk orang-orang dewasa kalimat-kalimat itu tidak terlalu ditanggapi. Untuk apa, toh tidak ada gambar wajah atau apapun yang berhubungan dengan seseorang yang ada di sini walaupun nama Erlangga disebut.Namun jelas berbeda untuk para trainee, terutama geng pembully yang jumlahnya cukup banyak karena pembullyan bukan terjadi pada Amira saja yang menjadi trainee di bidang model, tetapi di bidang lainnya. Maka, bisa dikatakan pembullyan yang dialami Amira menjadi anugerah untuk korban lainnya, berkat Amira keamanan gedung diperketat sehingga semua orang tidak bisa bergerak dengan leluasa
Tasya tersenyum hambar dengan sedikit berkeringat dingin. “Biarkan saja orang seperti mereka, Kak.”“Kakak harap identitas perempuan itu segera terungkap karena orang-orang di sini segera mengaitkannya dengan Kakak karena perempuan itu menyebutkan nama Erlangga. Padahal ada banyak Erlangga di dunia ini. Ish!” Amira masih melanjutkan komat-kamitnya.Tasya semakin tersenyum hambar dan grogi. “Iya, Kak ....”Amira sudah menyelesaikan kegiatannya hari ini, kini dia merebahkan tubuhnya yang cukup lelah karena walaupun terdengar sederhana hanya latihan pemotretan tetapi kegiatan itu sama melelahkannya.Sementara, Tasya sedang menyeka keringat dingin yang terus membanjiri dahinya. ‘Sampai sekarang Erlangga belum memberikan kabar. Dia sudah mengurusnya atau belum! Kalau dibiarkan bisa-bisa orang-orang tahu kalau itu suaraku. Kamu juga kan yang kena batunya.’ Cemas menerjang secara brutal hingga Tasya tidak dapat memejamkan matanya.Saat tengah malam, diam-diam Erlangga mengirimkan chat pada k
Amira sudah bernapas lega, gadis ini bisa melangkah tanpa dibayang-bayangi oleh pergunjingan para pembully. “Syukurlah, namaku sudah bersih.” Senyuman mengembang.Namun, Tasya yang berjalan di sebelahnya tidak dapat menunjukan ekspresi yang sama dengan Amira. ‘Kakak sudah berhasil lolos dari tuduhan, otomatis Erlangga juga tidak akan dituduh apapun. Tapi bagaimana dengan aku? Suaraku bisa dikenali kapan saja. Seharusnya Erlangga juga melakukan sesuatu agar aku terbebas dari kecurigaan. Kalau mereka sampai tahu jika suara yang tersebar adalah suaraku, bukankah posisinya juga berbahaya. Aku menyebutkan nama Erlangga dengan sangat jelas. Kenapa dia tidak berpikiran kesana?’Tasya sedang diserang kekhawatiran bercampur kesal dan rasa tidak puas pada Erlangga karena seolah pria itu hanya menyelamatkan dirinya sendiri. Saat ini chat segera meluncur pada kekasih gelapnya. [Bagaimana dengan aku? Kenapa kamu mengabaikanku!]Erlangga memberikan jawaban dengan cepat. [Untuk sekarang tahan dulu s
Beberapa hari berlalu, Tasya masih tinggal bersama Cakrawala tetapi dia juga rajin menemui ibunya hingga komunikasi tidak pernah terputus. Hari ini gadis cantik yang semakin bersinar meluncurkan sebuah album, album pertamanya yang akhirnya dapat dinikmati oleh banyak orang. Senyuman merekah hingga menambah aura cantik di wajah Tasya. “Selamat.” Erlangga mengulurkan tangannya seiring memberikan senyuman teduh. Saat ini Tasya tidak memiliki alasan menolak Erlangga karena mereka sedang berada di antara para staf. “Terimakasih.” Dengan berat hati tangannya menjabat tangan kanan Erlangga. “Setelah ini jadwal kamu akan semakin padat. Apa kamu siap?” Masih teduh Erlangga. Raut wajahnya ini adalah raut wajah yang biasa digunakannya saat memiliki hubungan spesial dengan Tasya. “Ya. Saya juga akan berusaha.” Senyuman kecil Tasya yang dibentuk dengan terpaksa. Erlangga melepaskan jabatan tangannya dengan Tasya, tetapi rupanya pria itu meninggalkan secarik kerta yang sengaja diberikannya pad
Maria menemui Amira dengan fashionnya yang anggun dan ayu. “Ami sudah siap dari tadi ..., maaf ya jadi menunggu Mama,” kekeh hangatnya.“Tidak kok, Ami baru turun.” Pun, Amira menunjukan senyuman hangat untuk mertuanya. Jadi, keduanya segera menuju kediaman sanak saudara terdekat yaitu yang hanya berjarak sekitar sepuluh rumah, tetapi Maria memilih menggunakan mobil hingga menantunya dibuat sangat tabu.‘Kalau Ami sih saat menemui teman satu daerah tinggal jalan saja. Kehidupan keluarga Erzhan emang beda sekali sama Ami.’ Udara ditiup dari mulutnya.“Nanti Ami bisa kumpul sama keponakannya Erzhan, ada kok yang usianya hampir sejajar sama Ami,” tutur lembut Maria.“Iya, Ma. Tapi yang mana ya? Saat pernikahan Ami melihat keponakan Erzhan cukup banyak.”Maria terkekeh kegelian dengan singkat. “Mama tahu kok Ami pasti bingung. Memang iya, keponakan Erzhan ada banyak, makannya Mama mengajak Ami ke rumah sanak saudara agar Ami mengenal keluarga kami perlahan.”“Iya, Ma.” Senyuman bahagia Am
Amira kembali ke kediaman mertuanya. Maria segera menyambut hangat nan lembut, “Kamu dari mana saja, Sayang ....” Belaian ditambahkan selayaknya seorang ibu yang merindukan anaknya.“Ami barusaja bertemu Tasya, Ma.” Senyuman santun nan hangat Amira. Namun, ternyata kalimatnya ini membuat perubahan ekspresi pada wajah Maria.“Kenapa harus menemui Tasya, memangnya adik kamu tidak sibuk?” Senyuman hangat Maria berkurang banyak.“Sibuk sih, cuma Tasya menyempatkan waktu untuk menemui Ami,” kekeh hangat Amira tanpa mengatakan pembahasan mereka.Maria mendesah kecil, kemudian berkata lembut walau isi kalimatnya sensitif, “Kalian memang adik dan kakak, tapi kalian berbeda ibu. Maaf ya, bukan maksud Mama membatasi hubungan kalian apalagi ingin memutus hubungan kalian, tapi lebih baik jaga jarak sedikit ....”Amira tersenyum kecil. “Mama Fatma memang pernah jahat sama Ami, tapi Tasya tidak begitu kok Ma, Tasya anak yang baik, Tasya juga sering membela Ami.” Kalimat ini diungkapkan dengan maksu
Hari ini Tasya mengunjungi Amira untuk menceritakan perintah Fatma kemarin. "Kak, mama menyuruh Tasya tinggal bersama papa selama beberapa hari. Mama bilang tunggu kabar dari papa karena papa harus meminta izin pada mamanya Erzhan.""Kamu mau?" tanya Amira untuk mencari tahu isi hati Tasya."Tasya tidak mau ..., Tasya tidak mau tinggal sama mama tiri!" tegasnya walaupun selama ini posisi Amira adalah posisi yang tidak diinginkannya sekarang."Iya sih, lagian kisah hidup kamu beda sama kisah hidup Kakak. Mungkin Kakak masih baik-baik saja karena kisah hidup Kakak masih terbilang lumrah, maka mama bisa menerimanya, sedangkan kamu ...." Amira tidak lantas melanjutkan karena asal-usul kelahiran Tasya bukan untuk dibahas secara panjang lebar. Namun, Tasya tidak keberatan dengan kalimat yang dilontarkan Amira. "Tasya mengerti, Kak. Itu juga yang Tasya pikirkan.""Lebih baik tidak usah sih. Kakak takut mamanya Erzhan memperlakukan kamu tidak baik," ceplos Amira yang sudah merasakan bagaiman
Amira baru saja menemukan Maria saat mencari mertuanya di dapur. “Ami sudah memakainya, tapi sepertinya Mama lebih cocok,” kekehnya saat merendah.“Kamu juga cocok memakainya, kamu sangat cantik,” pujian tulus Maria. Kemudian mengajak menantunya ke ruang keluarga, tempat Cakrawala bersantai.Saat ini senyuman Cakrawala segera mengarah pada Maria. “Mama dari mana saja? Papa menunggu Mama sejak tadi.” Ini bukan hanya senyuman pormalitas karena berkat Amira akhirnya Cakrawala menemukan kembali masalalu indahnya dengan Maria.“Mama di dapur membantu bibi,” jawab lembut Maria yang juga bukan sekedar pormalitas karena dirinya merasa puas saat hati dan pikiran suaminya kembali padanya.Saat ini Amira mengerti situasi karena dirinya juga sudah memiliki pasangan. “Eu-Ami mau menemani Erzhan, kasihan Erzhan sedang bekerja sendiri di kamar, mungkin Erzhan butuh air apapun itu,” pamitnya menggunakan alasan untuk memberikan waktu berdua pada Cakrawala dan Maria yang tampak kembali harmonis.“Iya,
Fatma berjalan cepat meninggalkan gedung entertaint karena terlalu cemas air matanya akan menetes. Tanpa diketahui oleh Erzhan dan Tasya jika wanita ini mendengar semua percakapan mereka walaupun tanpa sengaja. Niatnya adalah mengunjungi Tasya untuk memastikan putrinya tetap aman, tetapi pendengarannya harus disuguhi oleh hal di luar dugaan yang berhasil menyayat hatinya. “Jadi selama ini Tasya mengetahui hal-hal yang aku sembunyikan.” Suaranya terkecik karena rasa sakit, dadanya dipegangi kemudian dengan cepat mengunci diri di dalam rumah.“Sengaja mama menyembunyikannya karena belum saatnya kamu tahu, Sayang ...,” lirih Fatma yang terjatuh ke atas lantai. Cakrawala dihubungi, Fatma menyimpan nomor AB Gruf bukan nomor pria itu. “Saya ingin bicara dengan tuan Cakrawala, sambungkan telepon pada tuan Cakrawala,” ucapnya tidak berbasa-basi.“Maaf Nyonya, saat ini tuan Cakrawala sedang tidak dapat diganggu.”“Saya istrinya. Sambungkan saja!” tegas Fatma yang menambahkan wibawa dalam suara
Hari ini tepat hari ketiga setelah pernikahan, Erzhan sudah kembali memulai aktivitasnya setelah mengambil cuti dari perusahaan, tetapi hal pertama yang dilakukannya saat menginjak AB Gruf adalah mengancam Cakrawala, ayahnya sendiri, “Jika Papa masih berhubungan baik dengan Fatma, jangan harap Papa akan melihat Erzhan dan mama lagi. Kami akan pergi.” Pembawaannya sangat santai.“Apa maksud pembicaraan kamu ini, Nak?” heran Cakrawala karena ternyata bukan hanya Maria, tetapi Erzhan mulai tidak menghormatinya sebagai seorang ayah padahal biasanya putranya sangat patuh dan tidak banyak bicara.“Erzhan tidak ingin punya ibu tiri dan mama tidak ingin dimadu. Erzhan yakin Papa mengerti itu.” Lagi, pembawaannya masih sangat santai.“Jangan membicarakan hal di luar bisnis. Ini perusahaan, bukan tempat bergossip.” Cakrawala berusaha menunjukan wibawa serta kedudukannya dalam keluarga maupun dalam gedung ini karena tidak ingin kehilangan martabat di depan anak dan istrinya.Namun, rupanya kalim
Fatma sedang bersantai di dalam kediamannya. “Aku harus segera mendekatkan Tasya dengan mas Cakra karena Tasya juga ahli waris, Tasya berhak mendapatkan saham AB Gruf!” Niat jahatnya meletup-letup, tetapi Fatma terlalu bingung untuk menyampaikan hal ini pada putrinya, “Tasya sedang memulai kariernya, aku tidak boleh memberikan berita mengejutkan, tapi sampai kapan aku akan menunda?”Sifat serakahnya mengatakan Tasya harus segera mendapatkan harta milik Cakrawala karena Tasya juga darah daging pria itu, tetapi hati nuraninya tidak ingin mengganggu putrinya dengan kabar mengejutkan karena pasti berpengaruh pada kariernya yang barusaja dirintis.“Aku masih harus bersabar sedikit lagi, tapi aku juga tidak bisa hanya diam menunggu. Maria sangat berbahaya, dia bisa membatalkan hak Tasya untuk mendapatkan harta Cakrawala, aku harus mengawasinya sekalian mencegah hal itu terjadi!”Hari kembali berganti, pukul sembilan pagi Erzhan dan Amira sudah didandani selayaknya pengantin daerah. Resepsi
Amira terpaku dengan wajah datar saat isi kepalanya kebingungan, maka selama beberapa saat tidak ada kalimat apapun yang keluar dari mulutnya hingga akhirnya sebuah pertanyaan diutarakan, “Memangnya kamu mau melakukannya sekarang, apa tidak mau menunggu besok?”“Astaga.” Erzhan menepuk dahinya, kemudian menerangkan, berdiri dengan gagah walaupun hanya menggunakan kemeja berdasi, “semua pria akan menjawab iya!”“Oh,” sahut datar Amira seiring mengangguk kecil hingga membuat dahi Erzhan berkerut.“Jadi bagaimana, kamu sudah mengerti kan?” Erzhan masih tidak yakin jika Amira menangkap maksud perkataannya.Amira meninggalkan duduk manisnya, berdiri di hadapan Erzhan dengan jarak pemisah sekitar dua meter. “Ya sudah.” Pun, kalimat ini dikatakan sangat datar.Erzhan memandangi Amira, mencoba mencari kebenaran dalam diri si gadis, apakah sifat polosnya masih mendominasi atau tidak. “Kamu yakin? Jika melakukannya malam ini maka kamu harus membuka semua pakaian di depanku. Terbaring pasrah di