Beberapa hari berlalu, Tasya masih tinggal bersama Cakrawala tetapi dia juga rajin menemui ibunya hingga komunikasi tidak pernah terputus. Hari ini gadis cantik yang semakin bersinar meluncurkan sebuah album, album pertamanya yang akhirnya dapat dinikmati oleh banyak orang. Senyuman merekah hingga menambah aura cantik di wajah Tasya. “Selamat.” Erlangga mengulurkan tangannya seiring memberikan senyuman teduh. Saat ini Tasya tidak memiliki alasan menolak Erlangga karena mereka sedang berada di antara para staf. “Terimakasih.” Dengan berat hati tangannya menjabat tangan kanan Erlangga. “Setelah ini jadwal kamu akan semakin padat. Apa kamu siap?” Masih teduh Erlangga. Raut wajahnya ini adalah raut wajah yang biasa digunakannya saat memiliki hubungan spesial dengan Tasya. “Ya. Saya juga akan berusaha.” Senyuman kecil Tasya yang dibentuk dengan terpaksa. Erlangga melepaskan jabatan tangannya dengan Tasya, tetapi rupanya pria itu meninggalkan secarik kerta yang sengaja diberikannya pad
Seorang gadis berusia dua puluh satu tahun berjalan menunduk di hadapan banyak pria yang meliriknya. Terdapat berbagai macam pria dan wanita di dalam ruangan yang mirip dengan ruangan pesta, minuman berwarna-warni tersebar di setiap meja, juga berbagai makanan manis. Namun, yang membuat gadis bernama Amira ini tidak berani mengangkat wajahnya adalah banyak sekali pasangan yang mengumbar kemesraan mereka. Entah itu wanita muda bersama pria tua atau wanita tua dan menyukai pria muda. Banyak sekali jenis pasangan aneh di dalam ruangan besar ini. Dress berwarna putih gading dengan sentuhan bias peach yang digunakan Amira cukup berani jika dibandingkan dengan usianya. Model dress dengan punggung terbelah itu tidak menyisakan sehelai benang pun untuk menutupi kulit halus nan mulusnya. Di bagian bawahnya hanya terdapat kain dress yang menggantung menutupi bokong hingga melebihi mata kaki, tetapi terdapat belahan hingga mengekpos paha putihnya. Heels yang tinggi nan ramping adalah pelengkap
“Kenapa kau berisik sekali? Bukankah semuanya sudah tertulis di dalam perjanjian!” Suara bariton yang terdengar dingin nan tenang itu mengarah pada Amira. Namun, suara itu membuat punggung si gadis menggigil ketakutan. Amira berguman gugup, “Si-siapa di sana ....” Wajahnya hanya memandangi hendle pintu yang kini bak gembok sel tahanan. Bunyi jarum jam adalah satu-satunya pengisi keheningan dalam ruangan ini. Saat ini tubuh Amira bergetar hingga membuat pria yang berdiri di ambang pintu balkon mengeryitkan dahinya sangat heran. “Hei!” Suara baritonnya kembali mengisi ruangan. Amira masih memertahankan posisinya, tetapi akhirnya dia mencoba memutar tubuhnya perlahan. Wajahnya masih menunduk hingga si pria hanya bisa menatap bentuk tubuhnya saja. Tatapan tenang bak air danau menyisir tubuh si gadis dari bawah hingga ke atas, itu adalah bentuk sempurna yang terpatri menjadi kriterianya selama ini hingga seringai nakal mulai melengkung, mengubah tatapan tenang itu menjadi riak, seolah te
Amira hanya terpaku seiring menatap bingung serta takut ke arah dalam mobil yang terlihat sangat mewah, kemudian berkata saat hampir menangis, “Tapi aku bukan gadis seperti itu ..., aku tidak pernah berniat menemui pria seperti Anda.” Mendengar kalimat Amira membuat Erzhan tersenyum kecut, kemudian bersikap datar. “Masuk saja atau mungkin kamu lebih suka menghabiskan malam ini dengan banyak pria, hm?” Seringainya tidak terbaca. Mendengar kalimatnya membuat Amira semakin bergidik, tetapi masuk ke dalam mobil pun bukan pilihan. Namun, saat ini Amira tidak mengetahui jalan pulang, terlebih dirinya tidak ingin terus tinggal di tempat seperti ini. Maka, keputusannya diambil. Gadis ini melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam mobil milik Erzhan. Pria ini hanya bersikap datar saat seorang gadis cantik duduk di sisinya, gadis yang notabene adalah barang dagangan madam. Sebenarnya, ini pertama kalinya dia menapaki tempat haram ini. Erzhan sedang mencari kesanangan di tengah-tengah depresi ya
Secara logika, seharusnya punggung Amira terasa dingin karena dirinya berdiri tepat di depan kulkas yang terbuka, tetapi udara dingin itu tidak terasa sama sekali saat embusan udara panas dari ujung hidung Erzhan menyapa leher serta daun telinganya. Mie dalam genggaman Amira segera jatuh saking gugupnya. Pria ini menyadarinya, kemudian memandangi si gadis tampa melepaskannya dari penjara kedua tangan berotot miliknya. “Lapar?” Seringai tipisnya. Amira mengangguk saat udara seakan terhenti hingga paru-parunya seakan mengering. Jawabannya membuat Erzhan melepaskan penjaranya, mengambilkan mie yang terjatuh. “Kamu bisa memasak?” Tatapannya mulai menghangat hingga atmosfer mengerikan tadi terkikis. Amira kembali mengangguk sebagai jawaban hingga Erzhan berlalu untuk mengambilkan panci yang berada di dalam lemari, meletakannya di atas kompor. “Aku akan kembali ke kamar. Jangan lupa matikan kompornya kalau kamu ingin hidup, jangan sampai kamu terpanggang di tempatku!” Seringai menyeramkan
Amira masih mengekspor villa sederhana ini seiring mencoba merapihkannya dan membersihkan debu-debu tipis di beberapa tempat. Namun, kini Fatma kembali menyusup ke dalam ingatannya. Panggilan disambungkan lewat telepon yang terpasang di rumah. “Ma, maaf Ami belum bisa pulang ....” Gadis ini bertindak sebagaimana seorang anak penurut. “Sudah, tidak perlu pulang!” larang Fatma yang mengira jika hari ini Amira sudah tidak memiliki kesucaian, sedangkan dirinya berhasil mendapatkan uang sebanyak sepuluh juta dari madam. “Maaf Ami buat Mama cemas ...,” tulus seorang gadis berusia delapan belas tahun ini. “Tidak, tidak sama sekali. Lebih baik malam ini kamu minta pada madam untuk membiarkanmu disewa!” Frontal Fatma. Dahi Amira berkerut dalam. “Disewa bagaimana, Ma?” “Astaga ..., kamu sudah melakukannya semalam dengan seorang pria. Lakukan lagi!” Seketika, kalimat Fatma membuat tubuh Amira bergetar hebat. ‘Apa benar mama menjualku?’ Fatma kembali berkata, “Lakukan yang benar, puaskan s
Amira tidak menyukai sikap Erzhan ini, tubuhnya bergetar ketakutan hingga menimbulkan keberanian untuk menepis tangan nakal si pria. “Aku bukan wanita yang Anda sewa setiap malam. Tolong perlakukan aku dengan hormat!” teganya walaupun irama suaranya sulit dijaga karena tubuhnya bergetar, maka bibirnya juga selaras. Erzhan tersenyum hambar seiring memposisikan tubuhnya hingga kembali tegap seperti sebelumnya. “Aku tidak pernah menyewa wanita. Kau harus tahu!” Pria ini berlalu sangat dingin, sedangkan Amira masih duduk di atas sofa. “Apa aku salah bicara? Bagaimana kalau pria itu mengusirku dari sini, aku harus pergi kemana?” Amira mulai cemas karena dirinya tidak memiliki tempat tinggal. Kini, kembali ke rumah ibu tirinya sudah bukan pilihan karena ibunya sendiri sudah tega menjualnya. Apa yang akan terjadi selanjutnya jika dirinya kembali, mungkin akan lebih parah dari ini. Namun, rumah milik Erzhan juga bukan pilihan, tetapi setidaknya Amira masih ingin berada di sini hingga besok
Sejenak, akal sehat Erzhan si manusia super logika terganggu akibat pesona cantik alami yang dihasilkan Amira. Namun, saat fakta jika ibunya sendiri menjual si gadis, maka akal sehat Erzhan kembali kuat bagaikan batu karang.‘Mungkin penampilan luarnya memang bercahaya, tetapi siapa yang tahu penampilan dalamnya hingga ibunya sendiri tega menjualnya pada pria hidung belang!’ Pemikiran ini masih sangat kental di kepalanya. Lalu, dirinya menegur dirinya sendiri. ‘Ck, Erzhan kau sedikit naif karena manusia memiliki banyak alasan untuk melakukan hal keji seperti itu, tapi dengan kejamnya kau berburuk sangka pada wanita yang belum jelas ini. Tapi untuk saat ini biarkan saja prasangkaku mengarah kesana, intinya mungkin gadis ini memberikan efek buruk pada keluarganya. Jadi sadarlah!’Erzhan sudah berhasil mengontrol dirinya, kini dirinya berkata sangat datar, “ Penampilanmu baik dan sopan. Kita akan langsung mengunjungi rumah orangtuaku, tapi ingat jangan panggil aku Anda, tuan atau panggil