Amira tidak menyukai sikap Erzhan ini, tubuhnya bergetar ketakutan hingga menimbulkan keberanian untuk menepis tangan nakal si pria. “Aku bukan wanita yang Anda sewa setiap malam. Tolong perlakukan aku dengan hormat!” teganya walaupun irama suaranya sulit dijaga karena tubuhnya bergetar, maka bibirnya juga selaras.
Erzhan tersenyum hambar seiring memposisikan tubuhnya hingga kembali tegap seperti sebelumnya. “Aku tidak pernah menyewa wanita. Kau harus tahu!” Pria ini berlalu sangat dingin, sedangkan Amira masih duduk di atas sofa.
“Apa aku salah bicara? Bagaimana kalau pria itu mengusirku dari sini, aku harus pergi kemana?” Amira mulai cemas karena dirinya tidak memiliki tempat tinggal. Kini, kembali ke rumah ibu tirinya sudah bukan pilihan karena ibunya sendiri sudah tega menjualnya. Apa yang akan terjadi selanjutnya jika dirinya kembali, mungkin akan lebih parah dari ini.
Namun, rumah milik Erzhan juga bukan pilihan, tetapi setidaknya Amira masih ingin berada di sini hingga besok pagi, barulah gadis ini akan memikirkan rencana baru, kemana tujuannya nanti.
Amira memberanikan diri mengetuk pintu kamar Erzhan, tetapi ketukannya sangat pelan hingga hampir tidak terdengar. Jadi, dirinya berdiri kurang lebih satu menit hingga akhirnya pintu terbuka. “Ada apa?” Datar pria yang sudah mengganti pakaian formalnya.
“Eu-itu-aku ... minta maaf tetang yang tadi.” Amira menundukkan wajahnya, tetapi bola matanya bergeser ke atas mengintip Erzhan.
“Maaf saja tidak cukup, kan!” Masih datar nan dingin Erzhan yang mulai berniat mempermainkan Amira karena jarang sekali seorang perempuan meminta maaf, yang dirinya tahu kaum hawa sulit melakukan hal satu ini.
Amira mengerjap mendengarnya. “Aku sudah minta maaf, setidaknya Anda harus memberikan maaf ....” Gadis ini mulai bersikukuh karena sepanjang hidupnya dirinya selalu mendapatkan maaf dari siapapun bahkan kawan-kawan sekolahnya dulu.
Erzhan menyunggingkan setengah bibirnya. “Aku bisa memberimu maaf, tapi dengan syarat.” Seringainya mulai muncul hingga seakan pria ini sedang memikirkan hal gila.
“Tolong jangan beri sayarat yang sulit ...,” ucap berat hati Amira karena sebenarnya dirinya tidak ingin melakukan apapun, apapun syarat yang akan diberikan Erzhan, tetapi demi tinggal satu malam lagi maka gadis ini harus melawan egonya.
“Mudah, hanya berpura-pura jadi kekasihku!” Tatapan Erzhan bak elang yang hendak memangsa menggunakan cara licik.
“Itu susah ....” Amira memerotes. Segera, Erzhan keluar dari garis batas ambang pintu hingga melewati Amira begitu saja.
“Lupakan. Kemasi barangmu!” Dinginnya seiring menuruni anak tangga. Tentu saja kalimatnya yang ini membuat Amira tersentak kaget. Langkahnya segera membuntuti tuan rumah.
“Ta-tapi, Tuan.”
Erzhan tidak menoleh sama sekali bahkan langkahnya dilebarkan hingga sangat mudah menuju daun pintu utama.
“Baiklah ....” Kalimat paling berat yang dikatakan Amira, “aku akan berpura-pura, tapi setelah itu aku akan pergi. Aku hanya meminta menginap satu malam lagi ...,” mohon Amira alih-alih terdengar seperti kalimat persetujuan.
Erzhan menghentikan langkahnya bersama senyuman licik, kemudian berbalik hingga dirinya dan Amira saling bertukar tatapan. “Iya.” Setelah memberikan jawaban datar, pria ini berlalu bagikan angin hingga Amira dibuat tabu dengan sikapnya.
“Sebenarnya dia butuh aku berpura-pura jadi pacarnya atau tidak?” Amira menggaruk kepala bingung.
Satu jam kemudian, Erzhan menyampaikan tentang Amira pada ayahnya. “Maaf Pa, pertunangan malam ini tidak bisa dilakukan karena Erzhan sudah punya kekasih yang ingin Erzhan jadikan istri.” Sikap santun adalah modal utamanya, apalagi dalam keadaan seperti sekarang.
Cakrawala menatap putranya, menunjukan rasa tidak suka. “Perjodohan kamu dan Alisya sudah di atur sejak kalian masih kuliah, kamu tidak bisa membatalkannya begitu saja!”
Erzhan mencoba memerotes secara baik-baik, “Pa, bukankah yang akan menjalani rumah tangga itu Erzhan, seharusnya Erzhan berhak memilih siapa yang membuat Erzhan nyaman, tapi orangnya bukan Alisha ....”
“Nyaman atau tidak, cinta atau tidak, kamu dan Alisha akan bertunangan.” Cakrawala tidak menerima penolakan.
“Pa, biarkan Erzhan mengenalkan Amira pada Papa. Erzhan yakin akhirnya Papa akan menerima Amira ....” Pria ini sedang mencoba memohon. Sebenarnya dirinya dan Amira tidak memiliki masa depan sama sekali, gadis itu hanyalah gadis buangan bahkan ibunya yang melakukannya. Jadi, dia pikir jika Amira mungkin sumber masalah. Namun, jika perjodohan dengan Alisha diteruskan maka Erzhan akan semakin mendapatkan masalah. Pernikahan tanpa cinta adalah musibah yang dianggapnya paling berat.
Cakrawala masih tidak menerima kalimat yang dilontarkan putranya, tetapi dirinya mencoba memberikan kesempatan yang tidak akan didapatkan Erzhan untuk kedua kalinya. Maka, sore harinya pria ini memerintahkan Amira untuk ikut bersamanya, mengunjungi kediaman orangtuanya. “Pakai baju ini.” Sebuah dress disodorkan dengan lembut sebagai salah satu cara supaya gadis itu tidak berubah pikiran. Itu bukanlah dress terbuka, justru memiliki kesan sopan dan elegan.
“Kenapa memberi dress?” heran Amira yang belum menyadari maksud Erzhan.
“Kamu akan menemui orangtuaku, yakinkanlah mereka kalau kamu adalah calon pendamping yang baik untukku.” Nada suara Erzhan lebih lunak dari biasanya, pun tatapan matanya sangat hangat walau menyimpan keseriusan sebagaimana kalimatnya.
“Eu-tapi ... aku masih belum percaya diri.” Amira mengungkapkan isi hatinya sebelum hal tidak diharapkan terjadi.
“Tidak ada waktu, percaya diri atau tidak, siap atau tidak kamu akan tetap menemui orangtuaku malam ini!” tegas Erzhan yang mulai melonggarkan dasinya, kemudian menjatuhkan tubuhnya yang lelah secara mental, “beraktinglah dengan baik karena akting kamu malam ini menentukan nasibku,” desahnya.
‘Apa peduliku dengan nasibmu.’ Rajuk Amira dalam hatinya, tetapi kemudian akal sehatnya kembali mengingatkan. ‘Tapi aku bisa tetap tinggal malam ini kalau aku berpura-pura jadi pacarnya.’ Amira memberikan jawaban, “Aku akan berakting sebaik mungkin.” Anggukan kecilnya.
Erzhan memandang datar ke arah Amira, tetapi kemudian memberikan senyuman kecil. “Pakai dress itu, kita akan pergi pukul enam.” Lalu, pria ini menyodorkan sebuah paper bag berukuran kecil. “Terdapat alat make up di dalamnya, pakailah, tapi jangan terlihat bagaikan wanita nakal,” titahnya, kemudian melirik Amira dengan tatapan seolah mengintimidasi, “aku yakin kamu gadis baik-baik!”
Jadi, Amira masuk ke dalam kamarnya. Dirinya duduk di depan cermin. “Aku terlalu bingung memikirkan hidupku, nasibku dan sebenarnya aku ini siapa, apakah aku berarti untuk mama?” Bayangan ibunya masih menari-nari, hatinya masih menyangkal jika ibunya sendiri menjualnya.
Namun, kenyataan pahit mengatakan segalanya jika Fatma memang tidak menganggap Amira berarti sama sekali. Dengan menjual putri sambungnya, itu sudah menunjukan betapa kejamnya seorang ibu tiri yang tidak akan memerdulikan anak yang dibawa suami barunya. Amira mulai mengosongkan ingatan tentang ibunya, kini dress dipakai, pun dirinya memoles wajah dengan polesan tipis dan secukupnya. Penampilan Amira selayaknya Amira yang selalu terpantul pada permukaan cermin. Murni.
Tap tap tap
Heels yang tidak terlalu tinggi dipakainya, tentu saja itu adalah heels pilihan Erzhan. Satu persatu anak tangga dilewati hingga akhirnya Amira hadir di hadapan Erzhan. “Aku sudah siap, Erzhan.” Suara lembut nan manisnya.
Erzhan melirik, seketika kedua matanya membulat melihat pesona yang terpancar pada Amira. 'Haruskah aku membatalkannya dan mengurung dia di sini,' geram pria itu dalam hati.
Bersambung ....
Sejenak, akal sehat Erzhan si manusia super logika terganggu akibat pesona cantik alami yang dihasilkan Amira. Namun, saat fakta jika ibunya sendiri menjual si gadis, maka akal sehat Erzhan kembali kuat bagaikan batu karang.‘Mungkin penampilan luarnya memang bercahaya, tetapi siapa yang tahu penampilan dalamnya hingga ibunya sendiri tega menjualnya pada pria hidung belang!’ Pemikiran ini masih sangat kental di kepalanya. Lalu, dirinya menegur dirinya sendiri. ‘Ck, Erzhan kau sedikit naif karena manusia memiliki banyak alasan untuk melakukan hal keji seperti itu, tapi dengan kejamnya kau berburuk sangka pada wanita yang belum jelas ini. Tapi untuk saat ini biarkan saja prasangkaku mengarah kesana, intinya mungkin gadis ini memberikan efek buruk pada keluarganya. Jadi sadarlah!’Erzhan sudah berhasil mengontrol dirinya, kini dirinya berkata sangat datar, “ Penampilanmu baik dan sopan. Kita akan langsung mengunjungi rumah orangtuaku, tapi ingat jangan panggil aku Anda, tuan atau panggil
Amira dibuat terpaku dengan sikap Erzhan yang ini, tetapi segera tangannya ditarik perlahan. “Kenapa menciumku, apa itu juga bagian dari akting di depan orangtuamu nanti?” Dalam bola mata indahnya menggambarkan jika Amira tidak menyukai perlakukan Erzhan yang ini bahkan dirinya menyimpan rasa takut karena mungkin Erzhan akan menyita kehormatannya.“Tidak.” Tatapan Erzhan masih sangat teduh, kemudian tersenyum kecil dan melanjutkan perjalanan hingga membuat Amira tabu serta kebingungan dengan sikap Erzhan yang ini.Beberapa lama kemudian, mobil menepi di sebuah halaman yang sangat luas. Di hadapannya terdapat bangunan yang sangat besar nan tinggi, ini pertama kalinya Amira menyaksikan rumah sebesar ini.“Ini rumah orangtuaku, mereka sudah menunggu di dalam.” Lembut Erzhan yang Amira pikir adalah bagian dari akting, tetapi sebenarnya sikap ini sangat tulus. Pria ini meninggalkan mobilnya, kemudian membukakan pintu mobil untuk Amira sekalian memberikan telapak tangannya untuk disambut si
Erzhan menyahut kalimat ibunya untuk menambah hangat suasana, “Tentu saja Amira sangat manis, Erzhan tidak mungkin salah memilih.” Kekeh ditambahkan.“Mama sangat menyukai Amira!” aku Maria yang membuat Amira sangat terkejut karena ternyata di balik sikap tak acuh ayahnya Erzhan, ada ibunya Erzhan yang menerimanya dengan sangat baik. Maka, senyuman tersipu menjadi sahutan si gadis.“Terimakasih ....” Satu kalimat Amira yang semakin menambah kesan manis di mata Maria.Kini, Maria mengajak semua orang yang bersamanya untuk makan malam bersama walaupun suaminya masih terlihat sangat tidak nyaman dengan kehadiran seorang gadis yang dibawa putra mereka. Maka, sepanjang menyuap Amira sangat canggung karena seolah Cakrawala selalu menatapnya menggunakan tatapan tidak bersahabat seolah menginginkan dirinya segera keluar dari rumah ini.‘Aku tahu ... aku tidak akan selalu diterima di mana pun, tapi ini terlalu menyakitkan. Padahal aku sedang berpura-pura menjadi pacarnya Erzhan.’ Hati Amira be
Amira mengeryitkan dahinya. “Kenapa menjemputku lagi? Aku kira urusan kita sudah selesai.”“Belum. Karena papa belum menerimamu, jadi pasti suatu hari nanti atau mungkin dalam waktu dekat ini aku kembali membutuhkanmu untuk berpura-pura menjadi kekasihku.” Erzhan tidak menyembunyikan maksudnya.“Tapi aku tidak yakin kalau sudah pulang ke rumah bisa keluar rumah kapan saja.” Pun, Amira tidak menyembunyikan hidupnya.“Aku bisa meminta izin pada orangtuamu.” Santai Erzhan.“Entahlah ....” Segera, ingatan tentang Fatma menari-nari. Sebelum malam dirinya dijual pada pria hidung belang, Fatma pernah berkata pada Amira yang di dalamnya hanya kalimat larangan.“Jangan meninggalkan rumah kalau memang tidak ada keperluan. Lebih baik kamu tinggal di rumah, bersihkan rumah dan sediakan makanan untuk mama dan Tasya. Kamu kan tidak ada kerjaan, keluar juga hanya bermain. Lihat Tasya, sekarang adik kamu mendapatkan kesempatan masuk ke bidang entertain, menjadi trainee karena bisa menyanyi, sambut ad
Kediaman Amira memang cukup jauh dari villa milik Erzhan, perjalanan yang mereka tempuh menghabiskan waktu sekitar dua jam. Kini, mobil Erzhan berhenti di sebuah lapangan. “Di mana rumah kamu?” herannya karena ini hanyalah lahan kosong yang dipenuhi dengan kendaraan yang sedang parkir.“Rumah aku masih jauh, harus masuk ke dalam gang.” Saat ini detak jantung Amira tidak karuan karena segera setelah ini dirinya akan bertemu dengan ibunya dan mendengar dengan jelas apakah ibunya khilaf atau memang sengaja menjualnya.“Iya sudah, aku akan mengantarmu sampai rumah.” Sealtbel dilepas tanpa keraguan karena niat Erzhan menyaksikan secara langsung tampang ibu tiri Amira masih meronta ingin memuaskan rasa laparnya.“Tapi ....” Amira masih duduk tanpa bergeser, bahkan sealtbel masih melingkar di dadanya.“Kenapa. Kau berubah pikiran?” Erzhan pikir akan sangat wajar jika Amira mengurungkan niatnya untuk pulang pada ibu yang telah menjualnya.“Bukan begitu ..., aku-cuma ....” Amira mengadukan ked
Erzhan berlalu, maka di sini Amira hanya tinggal sendirian. “Aku harus mulai beres-beres dari mana, kenapa rumah sangat berantakan?” keluhnya. Maka harinya diawali dengan membereskan rumah.Tidak sampai tiga puluh menit, seorang kulir mengunjungi kediaman Amira. “Selamat pagi, apa benar ini rumah Amira Diani?”“Eu, iya, saya sendiri,” bingung Amira karena dirinya tidak memesan makanan.Sebuah kertas disodorkan. “Nona, tolong tanda tangan di sini. Saya mengirimkan makanan dari saudara Erzhan.”“Heuh!” Amira dibuat kaget karena ternyata Erzhan si pria dingin itu yang memberinya makanan. Kini, Amira sudah menerima banyak sekali menu, terdapat sekitar sepuluh menu lengkap dengan nasi dan minumannya. “Kenapa dia mengirimkan banyak sekali makanan? Oh, apa mungkin untuk aku santap bersama mama dan Tasya.” Bahunya menggendik setelah berprasangka baik, padahal tujuan Erzhan mengirimkan makanan untuk disantap Amira karena sepertinya gadis itu tidak memiliki uang sepeser pun bahkan upah darinya
Tepatnya pukul sembilan, Zulaiha menjemput keponakannya. “Amira menginap saja di rumah Tante. Kunci rumah titipkan saja pada tetangga kalau memang Ami takut mama dan Tasya akan pulang malam.”“Tapi Tante ....” Amira hendak kembali menolak.“Jangan tapi. Tante mengkhawatirkan Ami kalau di rumah sendiri, apalagi di daerah sini ada banyak sekali pemuda. Yuk, menginap di rumah Tante,” bujuk Zulaiha sangat lembut. Maka, akhirnya Amira digiring olehnya untuk menginap di kediamannya yang aman dan tentu saja keadaan Zulaiha lebih baik dari keluarga Bagas.Namun, sepuluh menit saat Amira meninggalkan rumah Erzhan datang hendak membawanya ke villa untuk membicarakan banyak hal yang berkaitan dengan berpura-pura menjadi pacarnya. Pintu diketuk halus, tetapi kedatangannya tidak disahut oleh siapapun. “Kemana dia? Apa jangan-jangan ibunya menjualnya lagi!” cemas bertumpuk, tetapi bukan karena mengkhawatirkan keselamatan Amira melainkan dirinya akan merasa jijik jika Amira ditiduri oleh pria lain.
Amira dibuat tidak tenang dengan detak jantung tidak karuan karena senyuman mencurigakan Erzhan. “Tolong jangan mengajari yang aneh-aneh.” Raut wajahnya melukiskan ketakutannya.Erzhan tertawa hambar. “Tergantung, kalau kau cepat mengerti aku juga tidak akan melakukan hal aneh.” Senyuman mistrius kembali muncul.Amira masih melukis rasa takutnya, tetapi tidak berbicara apapun lagi. ‘Kira-kira kapan mama pulang? Dan semoga saja mama senang mendengar aku bekerja di sebuah perusahaan.’ Alasan dirinya berdusta pada Zulaiha memang untuk hal ini, supaya tantenya memberikan kabar jika dirinya bekerja di perusahaan, intinya pekerjaan yang baik yang diharapkan Amira akan membuat Fatma bangga layaknya orangtua pada umumnya saat melihat anaknya memiliki masa depan.Handphone Erzhan berdering hingga memecah keheningan. “Mau apa dia memanggil?” ketus si pria saat menatap layar handphone bertuliskan Alisha. Maka, panggilan wanita itu diabaikan, tetapi Alisha tidak menyerah, dia melakukan panggilan