Amira dibuat terpaku dengan sikap Erzhan yang ini, tetapi segera tangannya ditarik perlahan. “Kenapa menciumku, apa itu juga bagian dari akting di depan orangtuamu nanti?” Dalam bola mata indahnya menggambarkan jika Amira tidak menyukai perlakukan Erzhan yang ini bahkan dirinya menyimpan rasa takut karena mungkin Erzhan akan menyita kehormatannya.“Tidak.” Tatapan Erzhan masih sangat teduh, kemudian tersenyum kecil dan melanjutkan perjalanan hingga membuat Amira tabu serta kebingungan dengan sikap Erzhan yang ini.Beberapa lama kemudian, mobil menepi di sebuah halaman yang sangat luas. Di hadapannya terdapat bangunan yang sangat besar nan tinggi, ini pertama kalinya Amira menyaksikan rumah sebesar ini.“Ini rumah orangtuaku, mereka sudah menunggu di dalam.” Lembut Erzhan yang Amira pikir adalah bagian dari akting, tetapi sebenarnya sikap ini sangat tulus. Pria ini meninggalkan mobilnya, kemudian membukakan pintu mobil untuk Amira sekalian memberikan telapak tangannya untuk disambut si
Erzhan menyahut kalimat ibunya untuk menambah hangat suasana, “Tentu saja Amira sangat manis, Erzhan tidak mungkin salah memilih.” Kekeh ditambahkan.“Mama sangat menyukai Amira!” aku Maria yang membuat Amira sangat terkejut karena ternyata di balik sikap tak acuh ayahnya Erzhan, ada ibunya Erzhan yang menerimanya dengan sangat baik. Maka, senyuman tersipu menjadi sahutan si gadis.“Terimakasih ....” Satu kalimat Amira yang semakin menambah kesan manis di mata Maria.Kini, Maria mengajak semua orang yang bersamanya untuk makan malam bersama walaupun suaminya masih terlihat sangat tidak nyaman dengan kehadiran seorang gadis yang dibawa putra mereka. Maka, sepanjang menyuap Amira sangat canggung karena seolah Cakrawala selalu menatapnya menggunakan tatapan tidak bersahabat seolah menginginkan dirinya segera keluar dari rumah ini.‘Aku tahu ... aku tidak akan selalu diterima di mana pun, tapi ini terlalu menyakitkan. Padahal aku sedang berpura-pura menjadi pacarnya Erzhan.’ Hati Amira be
Amira mengeryitkan dahinya. “Kenapa menjemputku lagi? Aku kira urusan kita sudah selesai.”“Belum. Karena papa belum menerimamu, jadi pasti suatu hari nanti atau mungkin dalam waktu dekat ini aku kembali membutuhkanmu untuk berpura-pura menjadi kekasihku.” Erzhan tidak menyembunyikan maksudnya.“Tapi aku tidak yakin kalau sudah pulang ke rumah bisa keluar rumah kapan saja.” Pun, Amira tidak menyembunyikan hidupnya.“Aku bisa meminta izin pada orangtuamu.” Santai Erzhan.“Entahlah ....” Segera, ingatan tentang Fatma menari-nari. Sebelum malam dirinya dijual pada pria hidung belang, Fatma pernah berkata pada Amira yang di dalamnya hanya kalimat larangan.“Jangan meninggalkan rumah kalau memang tidak ada keperluan. Lebih baik kamu tinggal di rumah, bersihkan rumah dan sediakan makanan untuk mama dan Tasya. Kamu kan tidak ada kerjaan, keluar juga hanya bermain. Lihat Tasya, sekarang adik kamu mendapatkan kesempatan masuk ke bidang entertain, menjadi trainee karena bisa menyanyi, sambut ad
Kediaman Amira memang cukup jauh dari villa milik Erzhan, perjalanan yang mereka tempuh menghabiskan waktu sekitar dua jam. Kini, mobil Erzhan berhenti di sebuah lapangan. “Di mana rumah kamu?” herannya karena ini hanyalah lahan kosong yang dipenuhi dengan kendaraan yang sedang parkir.“Rumah aku masih jauh, harus masuk ke dalam gang.” Saat ini detak jantung Amira tidak karuan karena segera setelah ini dirinya akan bertemu dengan ibunya dan mendengar dengan jelas apakah ibunya khilaf atau memang sengaja menjualnya.“Iya sudah, aku akan mengantarmu sampai rumah.” Sealtbel dilepas tanpa keraguan karena niat Erzhan menyaksikan secara langsung tampang ibu tiri Amira masih meronta ingin memuaskan rasa laparnya.“Tapi ....” Amira masih duduk tanpa bergeser, bahkan sealtbel masih melingkar di dadanya.“Kenapa. Kau berubah pikiran?” Erzhan pikir akan sangat wajar jika Amira mengurungkan niatnya untuk pulang pada ibu yang telah menjualnya.“Bukan begitu ..., aku-cuma ....” Amira mengadukan ked
Erzhan berlalu, maka di sini Amira hanya tinggal sendirian. “Aku harus mulai beres-beres dari mana, kenapa rumah sangat berantakan?” keluhnya. Maka harinya diawali dengan membereskan rumah.Tidak sampai tiga puluh menit, seorang kulir mengunjungi kediaman Amira. “Selamat pagi, apa benar ini rumah Amira Diani?”“Eu, iya, saya sendiri,” bingung Amira karena dirinya tidak memesan makanan.Sebuah kertas disodorkan. “Nona, tolong tanda tangan di sini. Saya mengirimkan makanan dari saudara Erzhan.”“Heuh!” Amira dibuat kaget karena ternyata Erzhan si pria dingin itu yang memberinya makanan. Kini, Amira sudah menerima banyak sekali menu, terdapat sekitar sepuluh menu lengkap dengan nasi dan minumannya. “Kenapa dia mengirimkan banyak sekali makanan? Oh, apa mungkin untuk aku santap bersama mama dan Tasya.” Bahunya menggendik setelah berprasangka baik, padahal tujuan Erzhan mengirimkan makanan untuk disantap Amira karena sepertinya gadis itu tidak memiliki uang sepeser pun bahkan upah darinya
Tepatnya pukul sembilan, Zulaiha menjemput keponakannya. “Amira menginap saja di rumah Tante. Kunci rumah titipkan saja pada tetangga kalau memang Ami takut mama dan Tasya akan pulang malam.”“Tapi Tante ....” Amira hendak kembali menolak.“Jangan tapi. Tante mengkhawatirkan Ami kalau di rumah sendiri, apalagi di daerah sini ada banyak sekali pemuda. Yuk, menginap di rumah Tante,” bujuk Zulaiha sangat lembut. Maka, akhirnya Amira digiring olehnya untuk menginap di kediamannya yang aman dan tentu saja keadaan Zulaiha lebih baik dari keluarga Bagas.Namun, sepuluh menit saat Amira meninggalkan rumah Erzhan datang hendak membawanya ke villa untuk membicarakan banyak hal yang berkaitan dengan berpura-pura menjadi pacarnya. Pintu diketuk halus, tetapi kedatangannya tidak disahut oleh siapapun. “Kemana dia? Apa jangan-jangan ibunya menjualnya lagi!” cemas bertumpuk, tetapi bukan karena mengkhawatirkan keselamatan Amira melainkan dirinya akan merasa jijik jika Amira ditiduri oleh pria lain.
Amira dibuat tidak tenang dengan detak jantung tidak karuan karena senyuman mencurigakan Erzhan. “Tolong jangan mengajari yang aneh-aneh.” Raut wajahnya melukiskan ketakutannya.Erzhan tertawa hambar. “Tergantung, kalau kau cepat mengerti aku juga tidak akan melakukan hal aneh.” Senyuman mistrius kembali muncul.Amira masih melukis rasa takutnya, tetapi tidak berbicara apapun lagi. ‘Kira-kira kapan mama pulang? Dan semoga saja mama senang mendengar aku bekerja di sebuah perusahaan.’ Alasan dirinya berdusta pada Zulaiha memang untuk hal ini, supaya tantenya memberikan kabar jika dirinya bekerja di perusahaan, intinya pekerjaan yang baik yang diharapkan Amira akan membuat Fatma bangga layaknya orangtua pada umumnya saat melihat anaknya memiliki masa depan.Handphone Erzhan berdering hingga memecah keheningan. “Mau apa dia memanggil?” ketus si pria saat menatap layar handphone bertuliskan Alisha. Maka, panggilan wanita itu diabaikan, tetapi Alisha tidak menyerah, dia melakukan panggilan
Dugaan Fatma sangat salah karena Amira tidak akan pernah menjual harga dirinya demi uang walau itu sempat akan terjadi karena rencana busuk yang diatur ibunya sendiri. Kini, bahkan Amira sedang diajari berbagai macam hal tentang fashion dan juga cara bermake up. Riska memberikan bimbingannya dengan sangat telaten karena gadis di hadapannya masih sangat polos bahkan Amira baru saja mengenal day cream dan bedak serta lipstik saja.Jadi, hari ini Amira dibuat sibuk dengan penampilan dan tubuhnya karena Riska juga memberikan perawatan kuku serta mencabuti bulu-bulu halus yang tumbuh di tangan dan kaki Amira. Tepat saat tengah hari, telepon rumah berdering. Amira yang mengangkatnya karena di sini dirinya adalah tuan rumah di mata Riska. “Iya, halo? Siapa ya?” ragu dan canggungnya.“Ini aku.” Suara bariton Erzhan segera menggema, “bagaimana, apa kedewasaanmu sudah mulai tumbuh?” Seringai genitnya karena fantasinya sudah bermain, membayangkan Amira menjadi seperti wanita matang.“Tuan jangan