“Kenapa kau berisik sekali? Bukankah semuanya sudah tertulis di dalam perjanjian!” Suara bariton yang terdengar dingin nan tenang itu mengarah pada Amira. Namun, suara itu membuat punggung si gadis menggigil ketakutan.
Amira berguman gugup, “Si-siapa di sana ....” Wajahnya hanya memandangi hendle pintu yang kini bak gembok sel tahanan.Bunyi jarum jam adalah satu-satunya pengisi keheningan dalam ruangan ini. Saat ini tubuh Amira bergetar hingga membuat pria yang berdiri di ambang pintu balkon mengeryitkan dahinya sangat heran. “Hei!” Suara baritonnya kembali mengisi ruangan.Amira masih memertahankan posisinya, tetapi akhirnya dia mencoba memutar tubuhnya perlahan. Wajahnya masih menunduk hingga si pria hanya bisa menatap bentuk tubuhnya saja. Tatapan tenang bak air danau menyisir tubuh si gadis dari bawah hingga ke atas, itu adalah bentuk sempurna yang terpatri menjadi kriterianya selama ini hingga seringai nakal mulai melengkung, mengubah tatapan tenang itu menjadi riak, seolah terdapat hal misterius di bawah permukaan air danau yang terlihat tenang.Derap langkah si pria mulai menghampiri Amira yang masih berdiri di tempatnya semula. Langkah si pria begitu tenang dan mengalun, tetapi di ruang dengar Amira seolah dentuman keras hingga detak jantungnya seirama dengan dentuman yang dihasilkan dari derap langkah pria asing itu. Hanya beberapa langkah saja yang diambil Erzhan, kini dirinya sudah berdiri di hadapan si gadis hanya dengan jarak sekitar satu meter.Saat ini wajah Amira masih menunduk hingga dalam jarak sedekat ini membuat Erzhan semakin kesulitan mencari tahu wajah seperti apa yang ada di hadapannya kini. “Tatap aku? Kita memang hanya akan melewati satu malam berdua, tetapi bukan berarti aku suka diabaikan seperti ini!” Suara dingin itu seolah sebilah pisau yang siap mengiris hingga membuat Amira ketakutan. Maka, gadis polos sepertinya memilih patuh.Saat ini wajah Amira mengarah langsung ke arah Erzhan, tetapi rupanya hanya mengundang amarah si pria. “Apa-apaan ini. Bukan anak kecil yang aku inginkan!” Handphone segera dirogoh dari dalam saku jasnya. Terdengar, jika dirinya menghubungi seorang wanita yang dipanggil madam.Namun, panggilannya tidak lama karena tatapannya segera kembali pada gadis belia di hadapannya. Tubuh menawan adalah daya tarik utamanya, tetapi tidak dengan tatapan polos itu. Wajah belia Amira memang sudah tersembunyi di balik make up, tetapi tatapannya tidak dapat menyembunyikan jati dirinya. Erzhan membuang wajahnya sesaat, seolah dirinya sedang menahan kecewa, kemudian memasang tatapan dingin ke arah Amira. “Siapa namamu?”Amira kembali menundukan wajahnya walau tidak sedalam sebelumnya. “Amira ....”“Aku meminta pada madam untuk mengirimkan wanita yang masih suci, tapi bukan berarti anak kecil sepertimu!” Frontal Erzhan. Jelas, membuat Amira terhenyak hingga dirinya mengangkat wajahnya, menatap pria tampan nan gagah di hadapannya.“A-apa maksud An-da?”“Ck. Sudahku duga!” Erzhan membalik tubuhnya, menyimpan handphone sembarang, kemudian membuka jasnya, dilempar ke atas kepala sofa. Tubunya segera mendarat di atas sofa mewah itu, tangannya telentang, menatap Amira sangat dingin dan seolah membencinya. “Siapa yang mengirimmu kesini? Aku yakin bukan madam!”“Ma-Madam siapa?” Amira masih menunjukan kebingungannya. Pertanyaannya yang tadi belum terjawab, tetapi yang didapatnya pertanyaan baru, alih-alih jawaban.Erzhan membuang udara kesal, dasinya dilonggarkan dengan kasar tanpa ingin menatap ke arah Amira. “Keterlaluan sekali. Aku membayar lima puluh juta hanya untuk anak kecil seperti ini!” rutuknya dengan suara lantang. Jelas, Amira mendengarnya.“Membayar lima puluh juta!” Kepala Amira semakin dipenuhi dengan pertanyaan besar.Saat ini bel berbunyi, maka Amira menoleh ke arah belakangnya, sedangkan Erzhan menerima panggilan dari madam. “Tuan Erzhan, wanita untukmu sudah menunggu di depan pintu, sedangkan wanita yang ada di kamarmu adalah untuk pria tua di sebelah. Tadi ibunya yang mengatar, memang wanita udik!” hina seorang wanita yang dipanggil Madam.Erzhan memutus panggilan, kemudian melewati bahu Amira tanpa meliriknya sedikit pun. Kaca kecil di pintu menjadi alat pengintai untuk menyaksikan wanita yang dikatakan madam. Namun, wajah wanita itu tidak secantik gadis belia di sisinya, hanya tubuhnya saja yang serba menonjol. Erzhan mendengus, “Seleraku sudah hilang!” rutuknya yang lagi-lagi melewati Amira tanpa menoleh, seolah gadis itu tidak ada. Namun, setelah jas dan handphone diraihnya, Erzhan baru saja berkata pada si gadis, “Ikut denganku!”“Heuh?”Tatapan Erzand membidik. “Ikut denganku atau berakhir di atas ranjang bersama pria tua!”“Heuh. Di atas ranjang bersama pria tua?” Amira kesulitan mencerna semua kalimat yang diucapkan Erzhan serta kesulitan menilai situasi dan keadaan. Gadis ini tidak beranjak dari tempatnya walau pintu sudah dibuka lebar oleh si pria hingga wanita yang disiapkan untuknya segera tersenyum menggoda.“Aku akan melayanimu sampai kau meminta lagi dan lagi.” Bibirnya menyala, tetapi seolah berbisa seperti kalimatnya. Wanita ini juga sangat berani, dasi yang memang sejak awal dilonggarkan Erzhan mulai dimainkan. “Kau inginkan gaya seperti apa? Aku sudah banyak belajar, walau ini pertama kalinya aku memperaktekannya denganmu, tapi aku berjanji akan memuaskanmu.” Senyumannya sangat nakal.Erzhan akui, wanita ini sangat menggoda, bentuk tubuhnya meliuk bahkan belahan sungai di antara dadanya tanpa celah, dua buah benjolan itu memenuhi tempatnya, putih dan menggoda. Namun, kali ini dirinya mengabaikan hasrat panas dalam jiwanya. “Masuk saja ke kamar sebelah toh bayarannya sama!” Dinginnya. Tentu saja sikapnya ini di luar dugaan si wanita hingga dia mengerutkan dahinya sangat dalam.“Kau yakin?” Suaranya dibuat mendesah.Erzhan tidak memberikan jawaban, tetapi dirinya segera menarik satu tangan Amira yang masih mematung. Langkahnya cukup lebar didukung oleh kaki panjang Erzhan hingga membuat Amira kewalahan mengambil langkah. Namun, bagaimanapun kondisi si gadis kini, itu tidak membuat Erzhan peduli. Langkah kakinya terus menyusuri lorong hingga memasuki lift. Tidak ada percakapan sedikit pun, hanya embusan udara panjang yang dibuang Erzhan yang menjadi pengisi ruangan sempit ini.Amira memberanikan diri karena dirinya tidak ingin pergi kemanapun tanpa sepengetahuan ibunya. “Tu-tuan, Anda akan membawaku kemana. Pasti mama mencari ....”Erzhan segera memutar lehernya ke arah Amira. “Kau sudah dijual, jangan harap mamamu mencari!” Kalimatnya membuat hati Amira seolah tertusuk sepuluh pedang sekaligus, ditambah sikapnya yang dingin seolah gadis ini tidak memiliki harga diri sama sekali.“Tolong jangan mengatakan hal aneh seperti itu ....” Amira sudah menunjukan penurunan emosinya hingga membuat suaranya bergetar lirih.“Setidaknya sampai habis malam ini ibumu tidak akan mencari!” Erzhan mulai memfilter kalimatnya di hadapan gadis polos ini, bukan karena dirinya peduli hanya saja jika air mata keluar sedikit saja dari mata indah si gadis, maka dirinya merasa seperti sedang menyakiti ibunya.Pintu lift terbuka, Erzhan segera mengarah pada bestmen. Pintu mobil dibukakan untuk Amira. “Masuklah, malam ini habiskan malam denganku.” Seringai misteriusnya.Bersambung ....Amira hanya terpaku seiring menatap bingung serta takut ke arah dalam mobil yang terlihat sangat mewah, kemudian berkata saat hampir menangis, “Tapi aku bukan gadis seperti itu ..., aku tidak pernah berniat menemui pria seperti Anda.” Mendengar kalimat Amira membuat Erzhan tersenyum kecut, kemudian bersikap datar. “Masuk saja atau mungkin kamu lebih suka menghabiskan malam ini dengan banyak pria, hm?” Seringainya tidak terbaca. Mendengar kalimatnya membuat Amira semakin bergidik, tetapi masuk ke dalam mobil pun bukan pilihan. Namun, saat ini Amira tidak mengetahui jalan pulang, terlebih dirinya tidak ingin terus tinggal di tempat seperti ini. Maka, keputusannya diambil. Gadis ini melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam mobil milik Erzhan. Pria ini hanya bersikap datar saat seorang gadis cantik duduk di sisinya, gadis yang notabene adalah barang dagangan madam. Sebenarnya, ini pertama kalinya dia menapaki tempat haram ini. Erzhan sedang mencari kesanangan di tengah-tengah depresi ya
Secara logika, seharusnya punggung Amira terasa dingin karena dirinya berdiri tepat di depan kulkas yang terbuka, tetapi udara dingin itu tidak terasa sama sekali saat embusan udara panas dari ujung hidung Erzhan menyapa leher serta daun telinganya. Mie dalam genggaman Amira segera jatuh saking gugupnya. Pria ini menyadarinya, kemudian memandangi si gadis tampa melepaskannya dari penjara kedua tangan berotot miliknya. “Lapar?” Seringai tipisnya. Amira mengangguk saat udara seakan terhenti hingga paru-parunya seakan mengering. Jawabannya membuat Erzhan melepaskan penjaranya, mengambilkan mie yang terjatuh. “Kamu bisa memasak?” Tatapannya mulai menghangat hingga atmosfer mengerikan tadi terkikis. Amira kembali mengangguk sebagai jawaban hingga Erzhan berlalu untuk mengambilkan panci yang berada di dalam lemari, meletakannya di atas kompor. “Aku akan kembali ke kamar. Jangan lupa matikan kompornya kalau kamu ingin hidup, jangan sampai kamu terpanggang di tempatku!” Seringai menyeramkan
Amira masih mengekspor villa sederhana ini seiring mencoba merapihkannya dan membersihkan debu-debu tipis di beberapa tempat. Namun, kini Fatma kembali menyusup ke dalam ingatannya. Panggilan disambungkan lewat telepon yang terpasang di rumah. “Ma, maaf Ami belum bisa pulang ....” Gadis ini bertindak sebagaimana seorang anak penurut. “Sudah, tidak perlu pulang!” larang Fatma yang mengira jika hari ini Amira sudah tidak memiliki kesucaian, sedangkan dirinya berhasil mendapatkan uang sebanyak sepuluh juta dari madam. “Maaf Ami buat Mama cemas ...,” tulus seorang gadis berusia delapan belas tahun ini. “Tidak, tidak sama sekali. Lebih baik malam ini kamu minta pada madam untuk membiarkanmu disewa!” Frontal Fatma. Dahi Amira berkerut dalam. “Disewa bagaimana, Ma?” “Astaga ..., kamu sudah melakukannya semalam dengan seorang pria. Lakukan lagi!” Seketika, kalimat Fatma membuat tubuh Amira bergetar hebat. ‘Apa benar mama menjualku?’ Fatma kembali berkata, “Lakukan yang benar, puaskan s
Amira tidak menyukai sikap Erzhan ini, tubuhnya bergetar ketakutan hingga menimbulkan keberanian untuk menepis tangan nakal si pria. “Aku bukan wanita yang Anda sewa setiap malam. Tolong perlakukan aku dengan hormat!” teganya walaupun irama suaranya sulit dijaga karena tubuhnya bergetar, maka bibirnya juga selaras. Erzhan tersenyum hambar seiring memposisikan tubuhnya hingga kembali tegap seperti sebelumnya. “Aku tidak pernah menyewa wanita. Kau harus tahu!” Pria ini berlalu sangat dingin, sedangkan Amira masih duduk di atas sofa. “Apa aku salah bicara? Bagaimana kalau pria itu mengusirku dari sini, aku harus pergi kemana?” Amira mulai cemas karena dirinya tidak memiliki tempat tinggal. Kini, kembali ke rumah ibu tirinya sudah bukan pilihan karena ibunya sendiri sudah tega menjualnya. Apa yang akan terjadi selanjutnya jika dirinya kembali, mungkin akan lebih parah dari ini. Namun, rumah milik Erzhan juga bukan pilihan, tetapi setidaknya Amira masih ingin berada di sini hingga besok
Sejenak, akal sehat Erzhan si manusia super logika terganggu akibat pesona cantik alami yang dihasilkan Amira. Namun, saat fakta jika ibunya sendiri menjual si gadis, maka akal sehat Erzhan kembali kuat bagaikan batu karang.‘Mungkin penampilan luarnya memang bercahaya, tetapi siapa yang tahu penampilan dalamnya hingga ibunya sendiri tega menjualnya pada pria hidung belang!’ Pemikiran ini masih sangat kental di kepalanya. Lalu, dirinya menegur dirinya sendiri. ‘Ck, Erzhan kau sedikit naif karena manusia memiliki banyak alasan untuk melakukan hal keji seperti itu, tapi dengan kejamnya kau berburuk sangka pada wanita yang belum jelas ini. Tapi untuk saat ini biarkan saja prasangkaku mengarah kesana, intinya mungkin gadis ini memberikan efek buruk pada keluarganya. Jadi sadarlah!’Erzhan sudah berhasil mengontrol dirinya, kini dirinya berkata sangat datar, “ Penampilanmu baik dan sopan. Kita akan langsung mengunjungi rumah orangtuaku, tapi ingat jangan panggil aku Anda, tuan atau panggil
Amira dibuat terpaku dengan sikap Erzhan yang ini, tetapi segera tangannya ditarik perlahan. “Kenapa menciumku, apa itu juga bagian dari akting di depan orangtuamu nanti?” Dalam bola mata indahnya menggambarkan jika Amira tidak menyukai perlakukan Erzhan yang ini bahkan dirinya menyimpan rasa takut karena mungkin Erzhan akan menyita kehormatannya.“Tidak.” Tatapan Erzhan masih sangat teduh, kemudian tersenyum kecil dan melanjutkan perjalanan hingga membuat Amira tabu serta kebingungan dengan sikap Erzhan yang ini.Beberapa lama kemudian, mobil menepi di sebuah halaman yang sangat luas. Di hadapannya terdapat bangunan yang sangat besar nan tinggi, ini pertama kalinya Amira menyaksikan rumah sebesar ini.“Ini rumah orangtuaku, mereka sudah menunggu di dalam.” Lembut Erzhan yang Amira pikir adalah bagian dari akting, tetapi sebenarnya sikap ini sangat tulus. Pria ini meninggalkan mobilnya, kemudian membukakan pintu mobil untuk Amira sekalian memberikan telapak tangannya untuk disambut si
Erzhan menyahut kalimat ibunya untuk menambah hangat suasana, “Tentu saja Amira sangat manis, Erzhan tidak mungkin salah memilih.” Kekeh ditambahkan.“Mama sangat menyukai Amira!” aku Maria yang membuat Amira sangat terkejut karena ternyata di balik sikap tak acuh ayahnya Erzhan, ada ibunya Erzhan yang menerimanya dengan sangat baik. Maka, senyuman tersipu menjadi sahutan si gadis.“Terimakasih ....” Satu kalimat Amira yang semakin menambah kesan manis di mata Maria.Kini, Maria mengajak semua orang yang bersamanya untuk makan malam bersama walaupun suaminya masih terlihat sangat tidak nyaman dengan kehadiran seorang gadis yang dibawa putra mereka. Maka, sepanjang menyuap Amira sangat canggung karena seolah Cakrawala selalu menatapnya menggunakan tatapan tidak bersahabat seolah menginginkan dirinya segera keluar dari rumah ini.‘Aku tahu ... aku tidak akan selalu diterima di mana pun, tapi ini terlalu menyakitkan. Padahal aku sedang berpura-pura menjadi pacarnya Erzhan.’ Hati Amira be
Amira mengeryitkan dahinya. “Kenapa menjemputku lagi? Aku kira urusan kita sudah selesai.”“Belum. Karena papa belum menerimamu, jadi pasti suatu hari nanti atau mungkin dalam waktu dekat ini aku kembali membutuhkanmu untuk berpura-pura menjadi kekasihku.” Erzhan tidak menyembunyikan maksudnya.“Tapi aku tidak yakin kalau sudah pulang ke rumah bisa keluar rumah kapan saja.” Pun, Amira tidak menyembunyikan hidupnya.“Aku bisa meminta izin pada orangtuamu.” Santai Erzhan.“Entahlah ....” Segera, ingatan tentang Fatma menari-nari. Sebelum malam dirinya dijual pada pria hidung belang, Fatma pernah berkata pada Amira yang di dalamnya hanya kalimat larangan.“Jangan meninggalkan rumah kalau memang tidak ada keperluan. Lebih baik kamu tinggal di rumah, bersihkan rumah dan sediakan makanan untuk mama dan Tasya. Kamu kan tidak ada kerjaan, keluar juga hanya bermain. Lihat Tasya, sekarang adik kamu mendapatkan kesempatan masuk ke bidang entertain, menjadi trainee karena bisa menyanyi, sambut ad