Amira hanya terpaku seiring menatap bingung serta takut ke arah dalam mobil yang terlihat sangat mewah, kemudian berkata saat hampir menangis, “Tapi aku bukan gadis seperti itu ..., aku tidak pernah berniat menemui pria seperti Anda.”
Mendengar kalimat Amira membuat Erzhan tersenyum kecut, kemudian bersikap datar. “Masuk saja atau mungkin kamu lebih suka menghabiskan malam ini dengan banyak pria, hm?” Seringainya tidak terbaca. Mendengar kalimatnya membuat Amira semakin bergidik, tetapi masuk ke dalam mobil pun bukan pilihan.Namun, saat ini Amira tidak mengetahui jalan pulang, terlebih dirinya tidak ingin terus tinggal di tempat seperti ini. Maka, keputusannya diambil. Gadis ini melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam mobil milik Erzhan. Pria ini hanya bersikap datar saat seorang gadis cantik duduk di sisinya, gadis yang notabene adalah barang dagangan madam. Sebenarnya, ini pertama kalinya dia menapaki tempat haram ini. Erzhan sedang mencari kesanangan di tengah-tengah depresi yang dialaminya.Erzhan Anggara adalah pewaris tunggal AB Gruf, dirinya dituntut sempurna oleh sang ayah yang memiliki sumber kekayaan dalam banyak bidang yang salah satunya perdagangan. AB Gruf memiliki sebuah brand dagang yang kini menjadi tanggung jawab Erzhan.Namun, tidak semudah itu pria berusia dua puluh tujuh tahun ini merintis karier, banyak sekali tantangan dan krikil berserakan dalam perjalanannya, hingga kemarin dirinya mengalami penurunan saham perusahaan sebanyak 60% hal itu membuatnya tersedak desakan sang ayah-Cakrawala.Erzhan merasa frustrasi, tetapi tidak memiliki sandaran sama sekali saat Cakawala mendesaknya lagi dan lagi. Hal ini memang wajar karena ayahnya membangun kesuksesan dari nol, tetapi semudah membalik telapak tangan putranya menghancurkan prestasi yang didapat dengan susah payah.Maka, pria ini pikir meniduri seorang wanita muda nan masih suci bisa menjadi pelampiasan sementara, tetapi tidak disangka jika kini dirinya dihadapkan pada gadis belia, daun muda yang baru saja melihat warna gelap dunia.Mobil berhenti di sebuah halaman rumah, rumahnya tidak besar, tetapi masih bisa dihuni oleh empat atau lima orang. “Ini rumahku, malam ini menginap saja. Besok aku akan mengantarmu.” Dingin Erzhan seiring melepas seat belt.“Tapi ... bagaimana mama aku?” Sebenarnya Amira sedang mencoba memohon supaya pria di sisinya berbaik hati mengantarnya ke keluarganya dibandingkan membawanya kesini.Tatapan Erzhan semakin dingin. “Sudah aku bilang tadi, mamamu tidak akan mencari. Malam ini kamu dijual pada pria hidung belang! Apa sampai sini kamu masih belum paham?”“Ta-tapi mana mungkin mama melakukannya ....” Amira tidak ingin asumsinya tentang ibu terkontaminasi oleh kalimat pria yang tidak dikenalinya.Erzhan mulai tersenyum nakal, wajahnya mendekat perlahan ke arah Amira. “Kenyataannya memang seperti itu, Sayang ...,” Punggungnya kembali diluruskan, “tapi kamu tenang saja, aku tidak akan menyentuhmu walaupun uang lima puluh juta sirna begitu saja!” Dengusan ditambahkan. Pria ini keluar dari mobil saat tubuh Amira masih bergetar ketakutan, bahkan kedua bola mata si gadis ikut bergetar seiring mengikuti arah langkah Erzhan hingga membukakan pintu mobil untuknya. “Keluar dari mobilku.” Dinginnya bagaikan kutub.Seal belt dilepaskan bersama keraguan hingga akhirnya Amira menapaki halaman yang tidak begitu luas. “I-ini ... tempat apa?” Gadis ini terlalu takut jika dirinya harus memasuki tempat sejenis dengan yang pernah dipijaknya tadi bersama sang ibu.Suara halus pintu mobil ditutup baru saja ikut mengisi keheningan malam. “Ini vila, tempatku mendinginkan kepala. Seharusnya aku tidak pernah membawa siapapun kesini karena ini tempat privasi. Kamu yang pertama, jadi jangan sia-siakan kebaikanku!” Sikap dinginnya masih bertahan. Punggung lebarnya beralik, menjauh perlahan, langkahnya sangat gagah.Amira masih terpaku, dirinya memang baru saja membuka mata pada dunia, tapi yang dilihatnya adalah sisi kelam dunia ini. Kedua matanya sudah memanas hendak menangis saat kalimat Erzhan terngiang-ngiang jika ibunya sendiri menjualnya. “Apa salah Ami, Ma ...,” desah lirihnya.Saat ini pintu utama sudah dibuka oleh Erzhan. “Sampai kapan kau akan berdiri di situ? Apa kamu tidak mau masuk? Kalau begitu aku akan membiarkanmu tidur di luar.” Pria ini sedikit berteriak walau nada suaranya tetap santai.Segera, langkah kaki Amira menariknya masuk ke dalam bangunan yang katanya adalah vila. Tidak banyak yang bisa dilihatnya di sini, bahkan furniture di ruang tamu hanya alakadarnya walau tetap estetik. Amira menyebarkan tatapannya bersama perasaan cemas. Apa benar ini tempat yang tepat untuk dipijaknya? Isi kepalanya seolah berdengung.Erzhan memimpin langkah supaya Amira mengikutinya naik ke lantai dua, kemudian membukakan pintu salah satu kamar. “Masuklah, aku akan membawakan baju.” Suaranya masih selalu terdengar dingin bahkan lirikannya seolah tidak berniat menatap Amira. Pria ini masuk ke dalam kamar sebelah, tidak lama dirinya kembali, masuk ke dalam kamar yang menaungi Amira. Sebuah kemeja disodorkan, “Aku hanya punya ini. Pakai saja!” Amira berdiri mematung menatap pakaian berwarna navi itu.“Itu ..., pakaian pria.”“Aku memang pria, kan!” Tatapan Erzhan seolah menyimpan amarah.“Maaf ....” Amira segera meraih lembut pakaian dalam telapak tangan Erzhan. Gadis ini tampak seperti gadis penurut pada umumnya hingga membuat Erzhan berpikir ulang untuk memperlakukannya sebagaimana wanita matang. Dirinya mulai memperhalus kalimat serta menambahkan sedikit kehangatan dalam ekspresinya.“Tidurlah, kunci pintunya dari dalam. Kamu harus memastikan tidak boleh ada yang menyentuh tubuhmu, termasuk aku.” Erzhan berhasil membuat kehangatan walau hanya setipis lembaran tissue, tetapi hal itu cukup membuat Amira merasa lebih tenang. Jadi, kini Amira berbaring di dalam ruangan kamar yang sangat asing.“Ma, tidak mungkin kan mama jual Amira? Pasti pria itu salahpaham, apa sekarang mama mencari Ami? Maaf ..., Ami tidak bisa menghubungi, Ami terlalu takut meminjam handphone dari pria itu ....” Saat ini pemikiran positif masih terbentuk dalam hati serta pikiran si gadis karena bagaimanapun juga Fatma adalah sosok wanita yang sudah tiga belas tahun bersamanya, membesarkannya, mendidiknya walau Fatma tidak pernah bersikap hangat padanya.Beberapa jam berlalu, tepatnya tengah malam perut Amira bergejolak meminta jatah. Kedua kelopak matanya terbuka begitu saja, pun kedua lengannya refleks menekan perut. “Kenapa harus lapar sih ..., tapi wajar saja, aku belum makan dari siang,” keluhannya. Semakin lama ditahan, justru perutnya semakin bergemuruh hingga membuatnya harus mencari sumber energi.Perlahan, derap langkah diambilnya. Tujuan Amira hanya dapur, maka langkah kaki indahnya menyusuri anak tangga karena kemungkinan besar dapur selalu berada di lantai bawah. Semua ruangan yang dilewatinya hanya disinari oleh lampu-lampu kecil saja. “Oops!” Hampir saja sebuah vas bunga menjadi bahan kegaduhan jika saja kedua tangannya tidak cekatan.Cukup sulit menilai ruangan dalam keadaan remang-remang, tetapi akhirnya ruangan tempat penyimpanan makanan ditemukan. Senyuman Amira melebar begitu saja, kulkas dibuka, tetapi hanya makanan instan yang didapatnya. Sebuah mie sudah di dalam genggaman. “Aku harus memasak ini, tapi aku takut akan membangunkan pria itu ...,” keluhannya.“Hm!” Dehaman Erzhan terdengar lagi di depan punggung Amira. Sekujur tubuh gadis ini segera membeku hingga akhirnya tubuhnya dibalik lembut oleh tuan rumah. Tatapan mereka saling bertumpuk, tetapi tatapan pria ini cukup liar, kedua mata nakalnya menjelajah pada bibir dan bagian dada Amira. Wajah Erzhan menelusup perlahan pada leher bagian kiri si gadis, dirinya berbisik, “Apa kamu tidak mendengar, kalau kamu harus mengunci pintu kamar rapat-rapat, tapi yang kamu lakukan keluar dari kamar?” Embusan napasnya terasa panas saat memenjarakan tubuh Amira menggunakan kedua lengan berotot padatnya.Bersambung ....Secara logika, seharusnya punggung Amira terasa dingin karena dirinya berdiri tepat di depan kulkas yang terbuka, tetapi udara dingin itu tidak terasa sama sekali saat embusan udara panas dari ujung hidung Erzhan menyapa leher serta daun telinganya. Mie dalam genggaman Amira segera jatuh saking gugupnya. Pria ini menyadarinya, kemudian memandangi si gadis tampa melepaskannya dari penjara kedua tangan berotot miliknya. “Lapar?” Seringai tipisnya. Amira mengangguk saat udara seakan terhenti hingga paru-parunya seakan mengering. Jawabannya membuat Erzhan melepaskan penjaranya, mengambilkan mie yang terjatuh. “Kamu bisa memasak?” Tatapannya mulai menghangat hingga atmosfer mengerikan tadi terkikis. Amira kembali mengangguk sebagai jawaban hingga Erzhan berlalu untuk mengambilkan panci yang berada di dalam lemari, meletakannya di atas kompor. “Aku akan kembali ke kamar. Jangan lupa matikan kompornya kalau kamu ingin hidup, jangan sampai kamu terpanggang di tempatku!” Seringai menyeramkan
Amira masih mengekspor villa sederhana ini seiring mencoba merapihkannya dan membersihkan debu-debu tipis di beberapa tempat. Namun, kini Fatma kembali menyusup ke dalam ingatannya. Panggilan disambungkan lewat telepon yang terpasang di rumah. “Ma, maaf Ami belum bisa pulang ....” Gadis ini bertindak sebagaimana seorang anak penurut. “Sudah, tidak perlu pulang!” larang Fatma yang mengira jika hari ini Amira sudah tidak memiliki kesucaian, sedangkan dirinya berhasil mendapatkan uang sebanyak sepuluh juta dari madam. “Maaf Ami buat Mama cemas ...,” tulus seorang gadis berusia delapan belas tahun ini. “Tidak, tidak sama sekali. Lebih baik malam ini kamu minta pada madam untuk membiarkanmu disewa!” Frontal Fatma. Dahi Amira berkerut dalam. “Disewa bagaimana, Ma?” “Astaga ..., kamu sudah melakukannya semalam dengan seorang pria. Lakukan lagi!” Seketika, kalimat Fatma membuat tubuh Amira bergetar hebat. ‘Apa benar mama menjualku?’ Fatma kembali berkata, “Lakukan yang benar, puaskan s
Amira tidak menyukai sikap Erzhan ini, tubuhnya bergetar ketakutan hingga menimbulkan keberanian untuk menepis tangan nakal si pria. “Aku bukan wanita yang Anda sewa setiap malam. Tolong perlakukan aku dengan hormat!” teganya walaupun irama suaranya sulit dijaga karena tubuhnya bergetar, maka bibirnya juga selaras. Erzhan tersenyum hambar seiring memposisikan tubuhnya hingga kembali tegap seperti sebelumnya. “Aku tidak pernah menyewa wanita. Kau harus tahu!” Pria ini berlalu sangat dingin, sedangkan Amira masih duduk di atas sofa. “Apa aku salah bicara? Bagaimana kalau pria itu mengusirku dari sini, aku harus pergi kemana?” Amira mulai cemas karena dirinya tidak memiliki tempat tinggal. Kini, kembali ke rumah ibu tirinya sudah bukan pilihan karena ibunya sendiri sudah tega menjualnya. Apa yang akan terjadi selanjutnya jika dirinya kembali, mungkin akan lebih parah dari ini. Namun, rumah milik Erzhan juga bukan pilihan, tetapi setidaknya Amira masih ingin berada di sini hingga besok
Sejenak, akal sehat Erzhan si manusia super logika terganggu akibat pesona cantik alami yang dihasilkan Amira. Namun, saat fakta jika ibunya sendiri menjual si gadis, maka akal sehat Erzhan kembali kuat bagaikan batu karang.‘Mungkin penampilan luarnya memang bercahaya, tetapi siapa yang tahu penampilan dalamnya hingga ibunya sendiri tega menjualnya pada pria hidung belang!’ Pemikiran ini masih sangat kental di kepalanya. Lalu, dirinya menegur dirinya sendiri. ‘Ck, Erzhan kau sedikit naif karena manusia memiliki banyak alasan untuk melakukan hal keji seperti itu, tapi dengan kejamnya kau berburuk sangka pada wanita yang belum jelas ini. Tapi untuk saat ini biarkan saja prasangkaku mengarah kesana, intinya mungkin gadis ini memberikan efek buruk pada keluarganya. Jadi sadarlah!’Erzhan sudah berhasil mengontrol dirinya, kini dirinya berkata sangat datar, “ Penampilanmu baik dan sopan. Kita akan langsung mengunjungi rumah orangtuaku, tapi ingat jangan panggil aku Anda, tuan atau panggil
Amira dibuat terpaku dengan sikap Erzhan yang ini, tetapi segera tangannya ditarik perlahan. “Kenapa menciumku, apa itu juga bagian dari akting di depan orangtuamu nanti?” Dalam bola mata indahnya menggambarkan jika Amira tidak menyukai perlakukan Erzhan yang ini bahkan dirinya menyimpan rasa takut karena mungkin Erzhan akan menyita kehormatannya.“Tidak.” Tatapan Erzhan masih sangat teduh, kemudian tersenyum kecil dan melanjutkan perjalanan hingga membuat Amira tabu serta kebingungan dengan sikap Erzhan yang ini.Beberapa lama kemudian, mobil menepi di sebuah halaman yang sangat luas. Di hadapannya terdapat bangunan yang sangat besar nan tinggi, ini pertama kalinya Amira menyaksikan rumah sebesar ini.“Ini rumah orangtuaku, mereka sudah menunggu di dalam.” Lembut Erzhan yang Amira pikir adalah bagian dari akting, tetapi sebenarnya sikap ini sangat tulus. Pria ini meninggalkan mobilnya, kemudian membukakan pintu mobil untuk Amira sekalian memberikan telapak tangannya untuk disambut si
Erzhan menyahut kalimat ibunya untuk menambah hangat suasana, “Tentu saja Amira sangat manis, Erzhan tidak mungkin salah memilih.” Kekeh ditambahkan.“Mama sangat menyukai Amira!” aku Maria yang membuat Amira sangat terkejut karena ternyata di balik sikap tak acuh ayahnya Erzhan, ada ibunya Erzhan yang menerimanya dengan sangat baik. Maka, senyuman tersipu menjadi sahutan si gadis.“Terimakasih ....” Satu kalimat Amira yang semakin menambah kesan manis di mata Maria.Kini, Maria mengajak semua orang yang bersamanya untuk makan malam bersama walaupun suaminya masih terlihat sangat tidak nyaman dengan kehadiran seorang gadis yang dibawa putra mereka. Maka, sepanjang menyuap Amira sangat canggung karena seolah Cakrawala selalu menatapnya menggunakan tatapan tidak bersahabat seolah menginginkan dirinya segera keluar dari rumah ini.‘Aku tahu ... aku tidak akan selalu diterima di mana pun, tapi ini terlalu menyakitkan. Padahal aku sedang berpura-pura menjadi pacarnya Erzhan.’ Hati Amira be
Amira mengeryitkan dahinya. “Kenapa menjemputku lagi? Aku kira urusan kita sudah selesai.”“Belum. Karena papa belum menerimamu, jadi pasti suatu hari nanti atau mungkin dalam waktu dekat ini aku kembali membutuhkanmu untuk berpura-pura menjadi kekasihku.” Erzhan tidak menyembunyikan maksudnya.“Tapi aku tidak yakin kalau sudah pulang ke rumah bisa keluar rumah kapan saja.” Pun, Amira tidak menyembunyikan hidupnya.“Aku bisa meminta izin pada orangtuamu.” Santai Erzhan.“Entahlah ....” Segera, ingatan tentang Fatma menari-nari. Sebelum malam dirinya dijual pada pria hidung belang, Fatma pernah berkata pada Amira yang di dalamnya hanya kalimat larangan.“Jangan meninggalkan rumah kalau memang tidak ada keperluan. Lebih baik kamu tinggal di rumah, bersihkan rumah dan sediakan makanan untuk mama dan Tasya. Kamu kan tidak ada kerjaan, keluar juga hanya bermain. Lihat Tasya, sekarang adik kamu mendapatkan kesempatan masuk ke bidang entertain, menjadi trainee karena bisa menyanyi, sambut ad
Kediaman Amira memang cukup jauh dari villa milik Erzhan, perjalanan yang mereka tempuh menghabiskan waktu sekitar dua jam. Kini, mobil Erzhan berhenti di sebuah lapangan. “Di mana rumah kamu?” herannya karena ini hanyalah lahan kosong yang dipenuhi dengan kendaraan yang sedang parkir.“Rumah aku masih jauh, harus masuk ke dalam gang.” Saat ini detak jantung Amira tidak karuan karena segera setelah ini dirinya akan bertemu dengan ibunya dan mendengar dengan jelas apakah ibunya khilaf atau memang sengaja menjualnya.“Iya sudah, aku akan mengantarmu sampai rumah.” Sealtbel dilepas tanpa keraguan karena niat Erzhan menyaksikan secara langsung tampang ibu tiri Amira masih meronta ingin memuaskan rasa laparnya.“Tapi ....” Amira masih duduk tanpa bergeser, bahkan sealtbel masih melingkar di dadanya.“Kenapa. Kau berubah pikiran?” Erzhan pikir akan sangat wajar jika Amira mengurungkan niatnya untuk pulang pada ibu yang telah menjualnya.“Bukan begitu ..., aku-cuma ....” Amira mengadukan ked
Beberapa hari berlalu, Tasya masih tinggal bersama Cakrawala tetapi dia juga rajin menemui ibunya hingga komunikasi tidak pernah terputus. Hari ini gadis cantik yang semakin bersinar meluncurkan sebuah album, album pertamanya yang akhirnya dapat dinikmati oleh banyak orang. Senyuman merekah hingga menambah aura cantik di wajah Tasya. “Selamat.” Erlangga mengulurkan tangannya seiring memberikan senyuman teduh. Saat ini Tasya tidak memiliki alasan menolak Erlangga karena mereka sedang berada di antara para staf. “Terimakasih.” Dengan berat hati tangannya menjabat tangan kanan Erlangga. “Setelah ini jadwal kamu akan semakin padat. Apa kamu siap?” Masih teduh Erlangga. Raut wajahnya ini adalah raut wajah yang biasa digunakannya saat memiliki hubungan spesial dengan Tasya. “Ya. Saya juga akan berusaha.” Senyuman kecil Tasya yang dibentuk dengan terpaksa. Erlangga melepaskan jabatan tangannya dengan Tasya, tetapi rupanya pria itu meninggalkan secarik kerta yang sengaja diberikannya pad
Maria menemui Amira dengan fashionnya yang anggun dan ayu. “Ami sudah siap dari tadi ..., maaf ya jadi menunggu Mama,” kekeh hangatnya.“Tidak kok, Ami baru turun.” Pun, Amira menunjukan senyuman hangat untuk mertuanya. Jadi, keduanya segera menuju kediaman sanak saudara terdekat yaitu yang hanya berjarak sekitar sepuluh rumah, tetapi Maria memilih menggunakan mobil hingga menantunya dibuat sangat tabu.‘Kalau Ami sih saat menemui teman satu daerah tinggal jalan saja. Kehidupan keluarga Erzhan emang beda sekali sama Ami.’ Udara ditiup dari mulutnya.“Nanti Ami bisa kumpul sama keponakannya Erzhan, ada kok yang usianya hampir sejajar sama Ami,” tutur lembut Maria.“Iya, Ma. Tapi yang mana ya? Saat pernikahan Ami melihat keponakan Erzhan cukup banyak.”Maria terkekeh kegelian dengan singkat. “Mama tahu kok Ami pasti bingung. Memang iya, keponakan Erzhan ada banyak, makannya Mama mengajak Ami ke rumah sanak saudara agar Ami mengenal keluarga kami perlahan.”“Iya, Ma.” Senyuman bahagia Am
Amira kembali ke kediaman mertuanya. Maria segera menyambut hangat nan lembut, “Kamu dari mana saja, Sayang ....” Belaian ditambahkan selayaknya seorang ibu yang merindukan anaknya.“Ami barusaja bertemu Tasya, Ma.” Senyuman santun nan hangat Amira. Namun, ternyata kalimatnya ini membuat perubahan ekspresi pada wajah Maria.“Kenapa harus menemui Tasya, memangnya adik kamu tidak sibuk?” Senyuman hangat Maria berkurang banyak.“Sibuk sih, cuma Tasya menyempatkan waktu untuk menemui Ami,” kekeh hangat Amira tanpa mengatakan pembahasan mereka.Maria mendesah kecil, kemudian berkata lembut walau isi kalimatnya sensitif, “Kalian memang adik dan kakak, tapi kalian berbeda ibu. Maaf ya, bukan maksud Mama membatasi hubungan kalian apalagi ingin memutus hubungan kalian, tapi lebih baik jaga jarak sedikit ....”Amira tersenyum kecil. “Mama Fatma memang pernah jahat sama Ami, tapi Tasya tidak begitu kok Ma, Tasya anak yang baik, Tasya juga sering membela Ami.” Kalimat ini diungkapkan dengan maksu
Hari ini Tasya mengunjungi Amira untuk menceritakan perintah Fatma kemarin. "Kak, mama menyuruh Tasya tinggal bersama papa selama beberapa hari. Mama bilang tunggu kabar dari papa karena papa harus meminta izin pada mamanya Erzhan.""Kamu mau?" tanya Amira untuk mencari tahu isi hati Tasya."Tasya tidak mau ..., Tasya tidak mau tinggal sama mama tiri!" tegasnya walaupun selama ini posisi Amira adalah posisi yang tidak diinginkannya sekarang."Iya sih, lagian kisah hidup kamu beda sama kisah hidup Kakak. Mungkin Kakak masih baik-baik saja karena kisah hidup Kakak masih terbilang lumrah, maka mama bisa menerimanya, sedangkan kamu ...." Amira tidak lantas melanjutkan karena asal-usul kelahiran Tasya bukan untuk dibahas secara panjang lebar. Namun, Tasya tidak keberatan dengan kalimat yang dilontarkan Amira. "Tasya mengerti, Kak. Itu juga yang Tasya pikirkan.""Lebih baik tidak usah sih. Kakak takut mamanya Erzhan memperlakukan kamu tidak baik," ceplos Amira yang sudah merasakan bagaiman
Amira baru saja menemukan Maria saat mencari mertuanya di dapur. “Ami sudah memakainya, tapi sepertinya Mama lebih cocok,” kekehnya saat merendah.“Kamu juga cocok memakainya, kamu sangat cantik,” pujian tulus Maria. Kemudian mengajak menantunya ke ruang keluarga, tempat Cakrawala bersantai.Saat ini senyuman Cakrawala segera mengarah pada Maria. “Mama dari mana saja? Papa menunggu Mama sejak tadi.” Ini bukan hanya senyuman pormalitas karena berkat Amira akhirnya Cakrawala menemukan kembali masalalu indahnya dengan Maria.“Mama di dapur membantu bibi,” jawab lembut Maria yang juga bukan sekedar pormalitas karena dirinya merasa puas saat hati dan pikiran suaminya kembali padanya.Saat ini Amira mengerti situasi karena dirinya juga sudah memiliki pasangan. “Eu-Ami mau menemani Erzhan, kasihan Erzhan sedang bekerja sendiri di kamar, mungkin Erzhan butuh air apapun itu,” pamitnya menggunakan alasan untuk memberikan waktu berdua pada Cakrawala dan Maria yang tampak kembali harmonis.“Iya,
Fatma berjalan cepat meninggalkan gedung entertaint karena terlalu cemas air matanya akan menetes. Tanpa diketahui oleh Erzhan dan Tasya jika wanita ini mendengar semua percakapan mereka walaupun tanpa sengaja. Niatnya adalah mengunjungi Tasya untuk memastikan putrinya tetap aman, tetapi pendengarannya harus disuguhi oleh hal di luar dugaan yang berhasil menyayat hatinya. “Jadi selama ini Tasya mengetahui hal-hal yang aku sembunyikan.” Suaranya terkecik karena rasa sakit, dadanya dipegangi kemudian dengan cepat mengunci diri di dalam rumah.“Sengaja mama menyembunyikannya karena belum saatnya kamu tahu, Sayang ...,” lirih Fatma yang terjatuh ke atas lantai. Cakrawala dihubungi, Fatma menyimpan nomor AB Gruf bukan nomor pria itu. “Saya ingin bicara dengan tuan Cakrawala, sambungkan telepon pada tuan Cakrawala,” ucapnya tidak berbasa-basi.“Maaf Nyonya, saat ini tuan Cakrawala sedang tidak dapat diganggu.”“Saya istrinya. Sambungkan saja!” tegas Fatma yang menambahkan wibawa dalam suara
Hari ini tepat hari ketiga setelah pernikahan, Erzhan sudah kembali memulai aktivitasnya setelah mengambil cuti dari perusahaan, tetapi hal pertama yang dilakukannya saat menginjak AB Gruf adalah mengancam Cakrawala, ayahnya sendiri, “Jika Papa masih berhubungan baik dengan Fatma, jangan harap Papa akan melihat Erzhan dan mama lagi. Kami akan pergi.” Pembawaannya sangat santai.“Apa maksud pembicaraan kamu ini, Nak?” heran Cakrawala karena ternyata bukan hanya Maria, tetapi Erzhan mulai tidak menghormatinya sebagai seorang ayah padahal biasanya putranya sangat patuh dan tidak banyak bicara.“Erzhan tidak ingin punya ibu tiri dan mama tidak ingin dimadu. Erzhan yakin Papa mengerti itu.” Lagi, pembawaannya masih sangat santai.“Jangan membicarakan hal di luar bisnis. Ini perusahaan, bukan tempat bergossip.” Cakrawala berusaha menunjukan wibawa serta kedudukannya dalam keluarga maupun dalam gedung ini karena tidak ingin kehilangan martabat di depan anak dan istrinya.Namun, rupanya kalim
Fatma sedang bersantai di dalam kediamannya. “Aku harus segera mendekatkan Tasya dengan mas Cakra karena Tasya juga ahli waris, Tasya berhak mendapatkan saham AB Gruf!” Niat jahatnya meletup-letup, tetapi Fatma terlalu bingung untuk menyampaikan hal ini pada putrinya, “Tasya sedang memulai kariernya, aku tidak boleh memberikan berita mengejutkan, tapi sampai kapan aku akan menunda?”Sifat serakahnya mengatakan Tasya harus segera mendapatkan harta milik Cakrawala karena Tasya juga darah daging pria itu, tetapi hati nuraninya tidak ingin mengganggu putrinya dengan kabar mengejutkan karena pasti berpengaruh pada kariernya yang barusaja dirintis.“Aku masih harus bersabar sedikit lagi, tapi aku juga tidak bisa hanya diam menunggu. Maria sangat berbahaya, dia bisa membatalkan hak Tasya untuk mendapatkan harta Cakrawala, aku harus mengawasinya sekalian mencegah hal itu terjadi!”Hari kembali berganti, pukul sembilan pagi Erzhan dan Amira sudah didandani selayaknya pengantin daerah. Resepsi
Amira terpaku dengan wajah datar saat isi kepalanya kebingungan, maka selama beberapa saat tidak ada kalimat apapun yang keluar dari mulutnya hingga akhirnya sebuah pertanyaan diutarakan, “Memangnya kamu mau melakukannya sekarang, apa tidak mau menunggu besok?”“Astaga.” Erzhan menepuk dahinya, kemudian menerangkan, berdiri dengan gagah walaupun hanya menggunakan kemeja berdasi, “semua pria akan menjawab iya!”“Oh,” sahut datar Amira seiring mengangguk kecil hingga membuat dahi Erzhan berkerut.“Jadi bagaimana, kamu sudah mengerti kan?” Erzhan masih tidak yakin jika Amira menangkap maksud perkataannya.Amira meninggalkan duduk manisnya, berdiri di hadapan Erzhan dengan jarak pemisah sekitar dua meter. “Ya sudah.” Pun, kalimat ini dikatakan sangat datar.Erzhan memandangi Amira, mencoba mencari kebenaran dalam diri si gadis, apakah sifat polosnya masih mendominasi atau tidak. “Kamu yakin? Jika melakukannya malam ini maka kamu harus membuka semua pakaian di depanku. Terbaring pasrah di