Home / CEO / GADIS PILIHAN CEO / BAB 4 SIAPA DIA?

Share

BAB 4 SIAPA DIA?

Author: Elraa Hafa06
last update Last Updated: 2020-11-12 07:17:23

Kita punya banyak pilihan untuk yang terjadi ke depannya. Pilihlah hal yang menurut kita baik, maka kita akan mencintainya. 

___

Pemandangan di luar jendela kantor terlihat mendung. Aku duduk termangu sambil sesekali menatap layar komputer. Banyak hal kupikirkan, semuanya cukup menguras tenaga dan pikiran. 

"Tumben Nada jadi diem, biasanya semangat tuh ngerjain tugas-tugas yang udah numpuk," sindir Daniel. Benar katanya, melihat setumpuk kertas di hadapanku saja rasanya ingin muntah. Kutopang dagu malas, menaruh pulpen di bibir atas sambil menaikkan bibir. Fokus mataku tertuju pada pulpen itu. 

"Mau kopi?" Suara bariton itu membuyarkan lamunanku. Kutaruh kembali pulpen itu ke atas meja. 

Aku mendongakkan kepala untuk memastikan siapa pemilik suara tersebut. Rafi? Lalu pandanganku beralih pada tangannya yang sedang menyodorkan satu gelas kopi. Kuterima karena kebetulan saat ini aku sedang haus.

Lagi-lagi tanpa banyak bicara dia kembali pergi, seperti sebelumnya. Memang orang yang tak suka-basa basi. Dia Menawarkan kopi lainnya untuk Arumi dan Daniel. Dua orang itu terlihat heboh saat menerima pemberian Rafi. 

"Makasih, Fi." ujar Arumi sambil tersenyum kearahnya. 

"Thanks, bro!" Daniel kulihat merangkul Rafi. 

Pandanganku beralih pada mangkuk kecil pemberian Rafi. Latte, minuman favoritku. Ternyata dia tahu apa kesukaanku. 

"Makasih, Fi!" teriakku.

Aku melambaikan tangan, mengucapkan terima kasih padanya. Sejenak, dia menoleh  walaupun samar terlihat aku yakin dia tersenyum. 

___

Mata bulat itu tak kunjung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Gawai di tangan menjadi perhatian yang tak mau dilewati oleh gadis di depanku, siapa lagi kalau bukan Arumi.

"Nad, Minggu ada acara nggak?" tanya Arumi. Aku menoleh padanya. Pandangannya tak lagi berfokus pada layar gawai.

"Hem, ada Rum," Aku lanjut memasukkan nasi ke dalam mulut dengan lahap. Tak lupa menelan air putih agar tak tersedak.

"Ah, nggak seru, padahal kita mau ngajak lo ikut acara salah satu teman kantor yang yang sebentar lagi ultah."

Daniel angkat bicara. Mulut yang penuh dengan banyak potongan kentang itu terus saja berbicara, hingga muncrat kemana-mana membuat Arumi memasang tampang jijik. 

"Telan dulu baru bicara, jorok tau!" titah Arumi. Gadis itu mencubit bahu Daniel geram. Mengelap meja yang penuh dengan potongan kecil kentang yang berhamburan. Aku tertawa kecil melihatnya.  Mereka itu memang cocok. 

"Eh, besok hari apa?" tanyaku pada mereka. Keduanya menatapku sebentar lalu saling berpandangan. 

"Sabtu."

"Sabtu!"

Aku baru ingat. Besok kontrak pekerjaanku sebagai babysitter baru akan dimulai. 

Menepuk jidat, tanganku meraih tas yang tergeletak di kursi di sebelahku. Membukanya, lalu mencari kartu kecil yang diberikan oleh lelaki itu.

Dapat. Kuperhatikan lamat-lamat kartu itu. Nama, alamat, nomor handphone lengkap tertera. Tak perlu repot-repot harus kutemui dirinya. Aku menghela napas lega, untung saja aku jauh-jauh menaruhnya di tempat yang mudah dijangkau. 

Kebiasaan buruk-ku terhadap sesuatu, adalah pikun. Aku sering menaruh sesuatu, lalu melupakannya. Mungkin karena faktor usia. Ah, mana mungkin padahal usia-ku baru akan menginjak 23 tahun bulan 10 tahun ini. Belum terlalu tua untuk terkena penyakit pikun. 

Namun, hal itu tak pernah berlaku untuk kenangan buruk. Tidak. Bahkan saat kenangan itu sangat ingin kulupakan, aku selalu mengingatnya. 

Hidup tak bisa harus seperti yang kita inginkan.

Ada hal yang bisa dengan mudah dilupakan, ada hal yang paling ingin dilupakan namun tetap membekas bahkan tak mau menghilang. 

"Kenapa, Nad?" tanya Arumi menatapku bingung. Gelas di tangannya beralih ke atas meja. Begitu juga Daniel, pandangannya sesekali dia arahkan padaku hanya saja dia tetap sibuk meladeni makanan di hadapannya.

Aku menggeleng sembari tersenyum padanya. Tak mungkin kukatakan padanya kalau aku juga bekerja sampingan untuk CEO  perusahaan itu. 

Kumasukkan kembali kertas itu ke dalam tas sebelum mereka berusaha mengambilnya paksa. Keduanya terlihat mengangguk-nganggukan kepala entah untuk apa.

"Kalian, pernah merasa bosan nggak sih, sama pekerjaan sekarang. Monoton dan nggak ada perubahan. Capek, pengen istirahat." ujar Arumi, ia menopang dagu malas lalu memanyunkan bibir. Mengaduk gelas di depannya tak bersemangat. 

Gadis itu terlihat menggeser layar gawainya tak bersemangat. Daniel mengangguk di sampingnya, kelihatannya dia setuju dengan perkataan Arumi. 

Aku tersenyum sebentar sebelum berbicara pada mereka,

"Capek boleh, ngeluh apalagi, tapi ingat masih banyak orang diluar sana yang enggak seberuntung kita. Enggak punya pekerjaan, harus hidup di kolong jembatan, di jalanan dan bahkan enggak bisa makan seperti yang kita lakukan sekarang. Se-enggaknya sehari masih bisa makan 3 kali, pulangnya masih bisa rebahan. Kita, sebenarnya sedikit dari banyak orang yang beruntung dari kerasnya hidup. "Eh, maaf jadi mellow gini ...."

Keduanya terdiam. Ada raut sedih di wajah mereka. Sepertinya, sedikit dari kata-kataku membuat mereka lebih paham. Sebab hidup bukan hanya tentang mengeluh.

"Sori, Nad. Gue jadi banyak ngeluh karena belakangan ini capek banget banyak masalah," Arumi menatapku. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan dan kelelahan. Setelah digelar napas dan kembali bersikap ceria  seperti biasanya.  

"Nggak masalah, ngeluh boleh capek boleh kayak yang dibilang Nada. Tapi ingat, harus tetap bersyukur."

Daniel menimpali. Kami semua tersenyum bersama. Hari ini berkumpul bersama mereka, aku jadi belajar untuk banyak bersyukur walaupun kadang masih sering mengeluh ini itu pada Sang Pemberi Kehidupan yang sangat dengan baik hati memberi banyak hal dan memaafkan kesalahan manusia untuk banyak hak buruk yang telah diperbuat. 

___

"Pak, sate-nya tiga bungkus, ya." ucapku dari meja. Seperti biasa, aku duduk sambil menunggu pesanan selesai. Sudah dipastikan rasanya sangat enak, karena memang aku sering membeli sate di sini. Jadi tak diragukan lagi rasanya.

Tempat makan yang menyediakan tempat duduk untuk pengunjung. Juga, suasana malam yang dipenuhi banyak bintang membuat orang pasti betah berlama-lama di sini. 

Bapak yang nyaris seluruh kepalanya itu dipenuhi rambut putih tersenyum sembari mengangguk ke arahku. Pak Rahmat namanya, orangtua dengan 5 orang anak yang sudah remaja, tetap mencari nafkah walaupun sudah lanjut usia. Menjadi punggung keluarga memang tidaklah mudah. Kalau sudah begini, aku pasti jadi teringat tentang Papa. Ah, aku tak mau menangis lagi.

Bau harum sate sungguh menggiurkan. Dari gerobak itu bisa kulihat asap menguar di atasnya. Beberapa tusuk sate mulai dibakar di atas panggangan dengan dikipas sesekali. Aku sudah tidak sabar membawanya ke rumah untuk di makan bersama Mama dan Alif. Membayangkannya sudah membuatku senang.

Sejenak pandangan mataku mengabur. Aku menguceknya agar bisa melihat dengan jelas. Di sana, di bawah lampu jalan kulihat seseorang berjalan menuju ke arahku. Hoodie hitam juga ada topi di atas kepalanya. Karena tak mau dianggap kepo aku mengalihkan pandangan ke arah lain. 

Gawai yang kutaruh di atas meja bergetar. Di atas layar terkunci, pesan dari nomor tak dikenal masuk. 

Aku menautkan alis. 

Sepertinya tak asing nomor itu. Kubuka kunci layar dan langsung menekan ikon kotak pesan.

"Besok, jangan lupa datang, saya tunggu di rumah."

Aku bersungut-sungut kesal. 

Padahal kalau saja tak kuterima tawaran itu besok harusnya adalah hari untuk ber-mager-mageran. 

Hah!

Hilang sudah hari rebahan untuk diri sendiri. Aku menopang kedua sikut di atas meja, memijit kepala yang mulai berdenyut pusing. 

Tepukan ringan di bahu membuyarkan lamanunanku. 

Kaget, aku terburu menolehkan kepala ke samping. Hoodie hitam dan topi abu-abu. Dia orang tadi yang kulihat hendak kemari.

Aku menyipit, bingung menanggapinya seperti apa.

Tangannya melepas topi dari kepala. Orang itu membenarkan posisi rambut yang menutupi wajahnya.

"Kamu--!"

Related chapters

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 5 ORANG BAIK

    "Kamu--!" "Rafi," ujarnya. Dia tertawa kecil sembari menutup mulut. Aku mendongak, cahaya lampu menghalangi penglihatan, tak jelas kulihat seperti apa wajah itu. Walaupun jelas aku yakin suara itu memang milik Rafi. "Rafi!" Aku memastikan sekali lagi bahwa orang itu memang Rafi, teman sekantorku yang jarang bicara bahkan tak suka basa-basi. "Boleh duduk?" tanyanya. "Boleh, nggak ada yang larang, siapa aja boleh duduk kok." Dia tertawa setelah mendengar ucapanku. Lah, memang ada yang lucu? Aku menggaruk tengkuk belakang yang tidak gatal. "Ngapain di sini?" tanyaku penasaran. "Itu." Dia menunjuk gerobak sate. Singkat tapi jelas maksudnya. Aku paham lalu mengangguk. "Kamu?" tanyanya balik. "Tu ...." Aku melakukan hal yang sama seperti dia lakukan barusan, menunjuk gerobak sate dan berbicara menggunakan intonasi. Kenapa seperti ada rasa yang berbeda. Rafi yang di kantor sangat berbeda saat

    Last Updated : 2020-11-12
  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 6 BOCAH USIL

    Cahaya matahari merangkak masuk melalui celah jendela. Aku menutup kepala dengan bantal menghindari sinarnya. Rasa kantuk itu masih ada, aku beringsut duduk untuk mulai berolahraga kecil. Mulai dari menarik kepala ke kanan lalu ke kiri hingga terdengar suara patahan lalu selanjutnya kulakukan hal yang sama pada anggota tubuh lain seperti tangan dan pinggang. Setelah selesai, aku beranjak dari tempat tidur menuju jendela. Menyibak gorden dan membuka jendela. Angin pagi menerpa wajah dan terasa menyejukkan. Aku menghirup napas dalam lalu membuangnya, kulakukan berulang-ulang. Aku menguap lalu memperhatikan jam di dinding kamar. Dan, Jam 9 pagi. Ingin berteriak rasanya namun kutahan. Aku berlari ke kamar mandi tak lupa membawa handuk yang tergantung di belakang pintu. Sedikit doyong ke samping hampir jatuh namun posisi-ku jadi kembali ke semula saat berhasil menggapai tembok. Hufft Dengan kekuatan penuh k

    Last Updated : 2020-11-12
  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 7 ALASAN

    "Anak kecil memang seperti itu. Mereka memperlihatkan ke-bandel-an hanya untuk diperhatikan, mereka tak suka diabaikan." Suara bariton itu mengejutkanku. Spontan aku menoleh ke belakang. "Anu ...." Aku mengeratkan pegangan pada tali tas. Dalam situasi seperti ini ada rasa canggung menyergap. Laki-laki itu menatapku seperti biasa, dingin dan menyeramkan, setidaknya itu pendapat pribadiku. Tatapan dingin itu membuat nyaliku menciut. Aku sudah bersiap dengan konsekuensi hukuman jika saja itu terjadi. Alis tebal itu tertaut, dia berjalan melewatiku mendekati bocah laki-laki itu. "Perkenalkan Sean, umurnya 10 tahun, dia adik saya. Hari ini saya mau kamu menjaganya. Terserah, mungkin mau jalan-jalan atau bermain saya izinkan. Semuanya saya yang tanggung." Tangan kekar itu memegang bahu bocah laki-laki bernama Sean. Tak lama kulihat mengulas senyum pada si bocah. Adik? Sebentar ... sebentar. Sebelumnya lelaki ini mengatakan aku akan

    Last Updated : 2020-11-12
  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 8

    Langit terlihat biru dengan awan putih berarak menjauh ke arah selatan. Angin berembus menyejukkan menerpa wajah. Kami baru saja tiba di pelataran Mall. Mengingat Sean ingin bermain banyak hal di sana, membuat Pak Malik tak dapat menolak permintaan adiknya itu. "Ayok!" Aku terkejut. Bagaimana tidak, tanganku ditarik paksa mengikuti langkah si bocah. Kulihat Sean juga melakukan hal yang sama dengan menarik tangan Pak Malik. Aku memandang bocah itu sekilas, terlihat rona kebahagiaan terpancar di wajah tampan-nya. Aku jadi ikut senang. Apa ini? Kenapa semua orang menatap kami? Dan, kenapa pipiku jadi memanas? Setiap orang yang kami lewati pasti berbisik-bisik tidak jelas, sebagian lagi berteriak histeris dan juga ada yang menatap tidak suka padaku. Lah? Salahku dimana? "Ih ganteng banget itu cowok, tapi kasian udah ada pasangannya." Samar, tapi masih bisa kudengar seorang wanita berbicara pada temannya. Tatapan sinis itu, dia arahka

    Last Updated : 2020-11-12
  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 9 INTEL ATAU CENAYANG?

    Sebuah deheman terdengar, membuatku spontan melepaskan pelukan dari Arumi. Pak Malik berdiri di depan kami, aku mencari keberadaan Sean di dekatnya tapi tidak ada. Sepertinya bocah itu masih sibuk bermain. Daniel berdiri di sebelahku dia agak membungkukkan badan menghormati menghadap Pak Malik, begitu juga dengan Arumi. Entah kenapa tiba-tiba saja terasa formal seperti saat berada di kantor. "Sean bilang dia mau main sama kamu," katanya kemudian, tak lama dia kembali membalikkan badan lalu berjalan menjauhi kami. Begitu saja? Ya ampun singkat pada dan jelas. Inilah yang membuat karyawan kantor menganggapnya terlalu dingin dan menyeramkan. Aku menatap satu per satu mulai dari Arumi, rasa gugup menguasai keduanya, mereka memang belum terbiasa dengan sikap Pak Malik. Begitu pikirku. Aku izin pamit pada keduanya. Mereka mengangguk mengiyakan lalu cepat-cepat pergi dari sana. Aku rasa mereka ketakutan. Terbahak aku dibuat mereka.

    Last Updated : 2020-11-12
  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 10 DIA ITU MENYEBALKAN!

    Langit kemerahan itu terlihat menyilaukan mata, pertanda bahwa sudah waktunya untuk pulang. Kami menghabiskan hampir seharian ini berada di Mall. Menunggu Sean bermain. Langkah kami baru saja keluar dari lift lantai bawah, berjalan bersisian. Sean berjalan di antara kami, dia berada di tengah. Sean mengucek kedua matanya agak lama. Pak Malik, menghentikan gerakan tangan Sean, ditangkapnya kedua tangan itu dan kemudian diangkatnya bocah itu ke dalam gendongannya. "Sean, ngantuk Bang, mau pulang," gumamnya pelan. Aku yang berdiri tepat di samping Pak Malik menepuk punggung kecil itu, berusaha merilekskan dia. Sean terlalu bersemangat menghabiskan harinya untuk bermain bersama sang kakak. Mungkin, baginya hari berharga ini tidak boleh dia lewatkan begitu saja. Jarang-jarang mereka berkumpul seperti ini. Itu yang dapat kusimpulkan saat Sean merajuk tadi. Sepertinya Pak Malik tak pernah punya waktu bermain bersama sang adik

    Last Updated : 2020-11-12
  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 11 TIDAK TERDUGA

    Pukul setengah sembilan aku baru saja selesai sarapan pagi bersama Mama dan Alif. Mama berdiri membawa piring kotor ke dapur sedang Alif kulihat dia sudah duduk selonjoran di ambal, pandangannya berfokus pada pada banyak buku belajar di meja. Dia terlalu bersemangat untuk meraih cita-cita. Aku tersenyum memperhatikan ketekunannya. "Mbak! Alif mau jadi dokter kalau besar nanti. Supaya bisa ngobatin orang lain. Terus misalnya Mama sama Mbak sakit bisa Alif yang tanganin, enggak perlu bayar. Gratis ... tis ... tis!" ucapan Alif setahun yang lalu, sebulan setelah kepergian Papa. Alif bertekad mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter. Dia merasa merasa bersalah karena tidak bisa melakukan apapun untuk Papa hingga akhir hayatnya. Maka dari itu dia punya impian membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan. Tadi malam saat pulang ke rumah Mama sempat marah-marah karena aku tidak memberinya kabar dari pagi hingga malam, Alif kelihatan biasa saja, tapi se

    Last Updated : 2020-11-12
  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 12 SAKIT

    Sepanjang jalan menuju rumah Keluarga Mahendra tak bisa kuhilangkan rasa kesal ini. Merengut sepanjang jalan dan membuat Bapak-Slamet-sopir pribadi keluarga Mahendra, begitu saat dia memperkenalkan diri sepanjang jalan, protes dan tertawa pada ekspresiku yang sangat menyeramkan itu, katanya. Biarlah, Bapak itu tidak tahu apa kalau aku sedang kesal? Aku mencebik. Pandanganku beralih keluar jendela. Mobil barusaja memasuki gerbang, kami disambut oleh satpam yang kemarin kulihat. Dia masih mengenakan pakaian yang sama. Aku heran, apa mereka tidak ganti baju, atau punya baju seragam yang lain? Pertanyaan yang bagus. Mobil berhenti tepat di depan garasi. Pak Slamet menoleh padaku sembari tersenyum, aku yakin itu kode darinya agar segera keluar dan dia bisa memasukkan mobil ke dalam garasi segera. Aku mengeratkan pegangan pada tali tas, membuka pintu, beringsut ke luar mobil. Di depan teras seorang wanita paruh baya memyambutku,

    Last Updated : 2020-11-12

Latest chapter

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 51

    Setelah melewati berjam-jam perjalanan. Kini Malik tiba di depan halaman rumah sakit. Sebelumnya Kyla telah ia titipkan pada Rama. Awalnya gadis itu meminta ingin ikut, tapi Malik menolak karena tak ingin membuat Kyla kembali kambuh sakitnya. Sebab gadis itu baru saja sembuh. Langkah kakinya lebar-lebar saat memasuki pintu otomatis. Dalam kekalutan, hanya ada satu nama yang terus digaungkan di hatinya. Nama yang terus melekat kuat, hingga meski datang padanya adalah hal yang sungguh sulit, akan tetap dilewati Malik. Semuanya hanya demi satu nama ....... Nada. Tangannya menekan tombol lift. Diketuknya beberapa kali sepatu pada lantai keramik. Dipijatnya pangkal hidung demi meredakan pusing yang mendera. Malik mendongakkan wajah, nomor yang tertera di atas sana masih terlalu jauh untuk tiba ke lantai satu. Sialan. Tak ada waktu. Umpat Malik. Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju tangga darurat. Lantai 4

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 50

    Hari ini setelah berbicara dengan dokter tentang kepulangan mereka ke Indonesia, Malik sudah menyiapkan segalanya agar bisa segera pulang ke tanah air. Ia meminta asistennya-Rama--untuk menyiapkan keperluan ini dan itu. Termasuk membayar seluruh biaya rumah sakit Kyla.Setelah drama yang cukup lama dan menguras emosi dengan Tante Anin dan Sarah yang berkeras menahannya untuk tetap tinggal di rumah sakit lebih lama, akhirnya dengan persetujuan dari Irish sendiri Malik bisa pulang tanpa harus lebih lama meladeni dua wanita menyebalkan itu. Sepertinya sekarang, Irish itu jauh lebih baik dibandingkan mereka berdua. Pikir Malik.Bandara.Kyla sudah bersiap dengan kursi rodanya. Gaun selutut yang dikenakan gadis itu terlihat feminin dengan warna peach dan putih corak bunga anggrek. Pita pink di rambut Kyla, menambah kesan imut pada gadis itu.Malik mendorong kursi roda Kyla. Melangkah pelan sambil sesekali mengecek jam tangan. Pukul 8 pagi. Itu berarti dua jam

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 49

    Malik duduk di sebelah ranjang Kyla. Mengumbar senyum saat gadis itu membuka mata, tangan mungil itu mengucek mata sembari duduk. "Abang?" "Hm?" Malik tak mengalihkan pandangannya dari buku milik Kyla. Tangannya sibuk meneruskan membaca hampir di bagian pertengahan. Setelah dilihat-lihat lagi. Kini Kyla malah terlihat malu. Pipinya semerah kepiting rebus. Ditarik kasar buku itu dari tangan Malik, lalu mendekap kuat-kuat seolah akan diambil lagi oleh lelaki itu. "Jangan dilihat, Bang!" "Loh ... kenapa?" "Semua rahasia Kyla ada di sini. Jadi, jangan dipegang dan baca titik!" "Kan, abang cuma mau lihat, Kyla." Malik mencoba membujuk. Mengulurkan tangan pada gadis itu. Sedangkan Kyla tetap tidak mau memberikan buku itu, lalu memasukkan buku tadi ke bawah bantalnya. Dengan wajah cemberut, sekilas dipandangnya ke arah Malik lalu tidur berbalik memunggungi lelaki itu.

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 48

    Malam hari "Tunggu saja, aku akan membuatmu kembali secepatnya ...." Tin. Suara klakson mobil membuat sosok dengan penutup kepala hoodie dengan masker hitam itu menggeser tempatnya dengan hati-hati lalu menunduk, bersembunyi di balik tembok agar tak terlihat. Untungnya ia sudah masuk ke dalam pagar secara diam-diam sejak tadi. Matanya masih sibuk memperhatikan bayangan seorang gadis dari balik gorden. Sudah cukup lama ia mengawasinya. Mendengar suara pagar yang terbuka, secepat kilat langkahnya berlari ke tempat rerumputan lebat. Dengan napas memburu dan kaki yang gemetaran. Dipilihnya untuk duduk sembari memerhatikan terlebih dahulu. Aman atau tidak. Dan benar saja, dari arah pagar matanya menangkap sosok seorang wanita dan seorang bocah. Mereka akan masuk ke dalam rumah itu. Matanya membulat tak percaya. Sepertinya ia mengenal mereka. *** Nada mondar-mandir di sisi ranja

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 47

    Malik mengetuk pintu di hadapannya. Ruangan dokter yang menangani Kyla selama di sini. Rencananya, pria itu ingin mengajak Kyla berjalan-jalan di luar, mungkin sekedar lihat-lihat suasana kota ini dan juga membeli hadiah untuk gadis itu. Untuk itu Malik menanyakan pada sang dokter untuk meminta izin pada dokter membawa Kyla berjalan-jalan keluar sebentar. Pintu diketuk tiga kali. Suara dari dalam menyahut, menyuruh Malik masuk. Diputarnya knop pintu, lalu wajah pria bertubuh gemuk dengan kacamata bertengger di hidungnya itu tersenyum ramah. "Pak Malik, senang melihatmu lagi!" Pria itu berujar dalam bahasa inggris, tangannya masih sibuk mengetik di laptop. Sedang senyumnya merekah sehingga membuat keriput di wajahnya terlihat. Malik menutup kembali pintu, berjalan mendekat ke meja kerja pria itu lalu menarik kursi untuk duduk. "Saya juga," balas Malik. Matanya memperhatika

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 46

    "Irish! Sudah hampir setengah jam kamu di dalam sana. Buka pintunya sekarang! Tak ada jawaban. Masih seperti setengah jam yang lalu, hening sekali seperti tidak ada aktivitas. "Irish, kuhitung sampai tiga. Kalau kamu tidak membukanya akan kudobrak sekarang juga!" Tetap saja, tak ada jawaban. Sarah menggigit bibir bawah, antara kesal dan khawatir. "Satu ... dua ... tiga ....!" Sarah menghantam tubuhnya pada toilet di hadapannya. Sekali, pintu masih masih terkunci, dua kali tetap saja terkunci. Lalu yang ketiga. Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan Irish yang sedang berdiri di sana. Tertunduk lesu dengan wajah yang muram. Rambut dan pakaiannya terlihat berantakan. Seperti kena embusan angin yang begitu kencang. Habis apa anak ini di dalam kamar mandi lama sekali? Ada yang tidak beres dengannya. Pikir Sarah. Sarah mendorong pintu agar lebih terbuka lebar. Adiknya kelihatan seperti mayat hidup. Wajahnya pucat, dan sa

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 45

    Malik sejak tadi bolak-balik di depan ruangan nomor 302 A. Wajahnya memperlihatkan kekhawatiran yang berlebihan. Sarah duduk di bangku yang tersedia. Sesekali menghela napas kasar karena kesal Malik dari tadi mondar-mandir di depannya. Sebenarnya ingin sekali diberitahunya pada pria itu untuk duduk tenang di bangku saja. Namun, melihat ekspresinya seperti tak ingin diganggu. Sarah memilih bungkam saja. Daripada nanti kena siraman rohani dari Malik. Pintu ruangan terbuka. Seorang dokter berperawakan gemuk dengan kacamata bertengger di hidung mancungnya mendekati mereka. "She's fine, but need to get rest. She just late eating and causing stomach problems. Maybe because she was too happy that you came earlier and forgot her meal time. Though normally, she always eats on time." "Dia baik-baik saja, hanya butuh istirahat. Dia hanya telat makan dan menyebabkan lambungnya bermasalah. Mungkin karena terlalu senang

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 44

    "Malik!" Teriakan itu spontan membuat si empunya nama menoleh. Kasak-kasuk orang berbicara terdengar samar-samar. Seorang wanita melambaikan tangan pada Malik. Malik bisa merasakan banyak pandangan terarah pada dirinya karena teriakan Sarah tadi cukup membuat perhatian teralihkan pada mereka. "Malik! Kau mau kemana hah? Tunggu sebentar. Aku mau bicara." Suara teriakan seorang wanita, Malik kenal dengan suara ini. Malik menghentikan langkah, membalikkan badan. Ia sudah menduga, wanita itu lagi. "Tak perlu menatap sedatar itu. Aku juga malas berurusan denganmu kalau saja bukan karena adikku. Ingat! Karena adikku!" "Saya tidak peduli." Malik berucap datar, meluruskan pandangan, lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Berusaha tak acuh pada wanita pengganggu di sebelahnya. Selama ini apa tidak cukup dia sering mengganggu hari-hari Malik? Sekarang kenapa har

  • GADIS PILIHAN CEO    Bab 43

    "Kak ... aku ingin tanya sesuatu. Apakah selama ini Malik dekat dengan perempuan lain?" Pertanyaan dari Irish begitu saja muncul saat Sarah ingin memasukkan kue ke dalam mulutnya. Sejak tadi, ia sangat tidak nyaman dengan bayang-bayang seorang perempuan yang sedang dekat dengan Malik. Tangan Sarah terhenti, sementara ia menarik kursi agar lebih dekat dengan ranjang gadis itu. Menatap lekat pada sepasang manik hazel milik Irish dan tak lama tersenyum. "Tentu saja tidak ...." Irish tersenyum getir, tahu bahwa sang kakak berbohong. Ia tahu hal itu dilakukan tidak lain untuk membuatnya agar tidak khawatir dan kembali jatuh sakit. Sarah mengelus rambut panjang adiknya. Walaupun wanita itu sangat kasar dan tegas, di depan Irish ia tidak lain adalah seorang kakak yang sangat penyayang dan perhatian. "Jangan khawatirkan lelaki itu. Kakak yakin kalian akan bersama. Kau tahu? Kami sudah menyiapkan pern

DMCA.com Protection Status