Kasih antara manusia semakin mendingin, maka tidak heran jika kita sulit mencari cinta sejati. Banyak penghianatan yang berujung kata perpisahan. Janji sehidup semati berakhir dengan dusta dan luka. Tapi, terkadang kita belum mampu menyadari bahwa kita dapat menemukan orang yang tepat, cinta sejati dan itu tidak jauh dari kehidupan kita.
Sengatan terik mentari kian terasa menyengat menusuk kulit. Suara orkestra tonggeret jantan di pepohonan bersahut-sahutan dan merdu memikat tonggeret betina sebagai tanda penghujung musim hujan dan sebagai awal musim panas. Diikuti gelak tawa anak-anak dari tempat bermain dalam sebuah Panti Asuhan bernama Tunas Cempaka Putih. Tampak dua orang anak perempuan berusia 8 tahun sedang bermain bersama. Anna adalah anak yang manis dan putih berpostur kurus dan berambut panjang memakai outfit terusan berwarna merah sedangkan Bella berambut pendek kulit berwarna kuning langsat dengan outfit casualnya.
"Anna, Mari bermain !" Bella mengajak Anna sambil mengayunkan tangan dan berlari ke arah jungkat-jungkit.
"Baiklah," sahut Anna berlari ke arah Bella dan mereka memainkan jungkat-jungkit bersama.
Anna adalah anak yang cerdas dan memiliki rasa ingin tahu sangat tinggi. Maka untuk memuaskan rasa ingin tahu, Annapun mengajukan sebuah pertanyaan kepada Bella,"Bella, kenapa kamu sampai berada di Panti Asuhan Tunas Cempaka Putih ?"
Sambil bermain jungkat-jungkit naik dan turun maka Bella menjawab dengan sedih dan bibir bergetar mengenang kembali kepahitan yang dialami," Ayahku meninggal karena serangan jantung akibat dikeluarkan dari tempat Ayah bekerja dan Ibuku bunuh diri karena itu. Jadi, melalui Dinas Sosial maka aku ditempatkan di Panti Asuhan Tunas Cempaka Putih. Lalu ceritakan kisahmu padaku Anna !" Bella dengan antusias mencondongkan tubuhnya ke depan dan melebarkan pandangan matanya ke arah Anna. Mencoba untuk memaksa menceritakan kisah Anna.
Anna mencoba mempertahankan kontak mata dengan Bella dan memperlihatkan wajah sendu juga berempati.
"Menyedihkan sekali kisahmu Bella, hampir sama karena kita kehilangan kedua orang tua. Kejadiannya waktu aku berusia 6 tahun, saat itu aku dan kedua orangtuaku bersama sopir pribadi kami mengalami tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuaku. Hanya aku dan sopir pribadi yang selamat. Namun, keluargaku yang tersisa hanya nenek dan bibiku. Sayangnya, mereka menganggapku pembawa sial dan menitipkan aku di Panti Asuhan Tunas Cempaka Putih. Aku tidak begitu ingat bahkan lupa akan wajah nenek dan bibiku yang tak pernah menjengukku. Cerita ini aku dengar dari Mama Rose, salah satu koki di Panti Asuhan Cempaka Putih."
Sambil menatap Anna dengan mata berkaca-kaca, Bella segera turun dari jungkat-jungkit dan segera mencoba menguatkan juga menghibur seraya mendekati Anna.
Bella segera memeluk Anna dengan lembut lalu Bella berujar, "aku senang berbagi rasa duka dan suka denganmu Anna."
"Iya Bella, selamanya kita adalah sahabat sejati."
"Janji sampai kakek-nenek dan mati pun kita tetap jadi sahabat ya Anna." Bella berikrar sambil mengulurkan jari kelingkingnya ke pada Anna dan mereka saling melilitkan jari kelingkingnya kepada satu sama lain.
"Janji sehidup semati sahabat sejati," Anna berseru dengan antusias.
"Janji, jungkat-jungkit di Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih saksi persahabatan kita sampai mati," ucap Bella masih melilitkan jari kelingking sebelah kanannya di jari kelingking Anna sambil jari telunjuk tangan kiri Bella menunjuk ke arah jungkat-jungkit.
Begitulah persahabatan yang terjalin erat antara Anna dan Bella di Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih. Walau Anna lebih dulu tinggal di Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih tapi tak jarang Anna di bully sesama penghuni Panti Asuhan. Anna mengalami PTSD pasca trauma kecelakaan sehingga membuatnya takut naik mobil dan bus sekolah atau bus umum. PTSD yaitu singkatan dari Post Traumatic Stress Disorder. PTSD sangat menggangu kualitas hidup Anna karena menyebabkan kecemasan jika teringat kejadian di masa lalu yang membuat trauma. Walaupun selama 6 bulan pihak Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih sudah membawa Anna berobat dan konsultasi ke psikiatri tapi tak kunjung membuat Anna pulih. Maka, sosok Bella yang menjadi penyelamat saat Anna di bully. PTSD dan bully membuat mental Anna sering drop dan self harm di usia dini. Anna berpikir bahwa dia pembawa sial yang membuat kedua orang tuanya meninggal.
Walau Bella menjadi sahabat yang lebih karib daripada saudara tapi tak membuat Anna berhenti self harm. Hati Anna lebih sakit daripada luka dari self harm yang Anna goreskan di tubuhnya sendiri. Walau bersama tumbuh di tempat yang sama, pola asuh yang sama, juga tidak memiliki orang tua tapi kondisi mental Anna dan Bella tidak sama. Anna walau cerdas dia juga rapuh. Bella yang memiliki IQ jongkok tapi cenderung ambisius dan optimis. Tetapi persahabatan Anna dan Bella tetap kokoh dan tak goyah terbukti di mana ada Anna maka di situ juga ada Bella.
Musim berganti dan tahun berlalu, Anna dan Bella sudah memasuki usia sweet seventeen. Maka mereka duduk di bangku SMK di mana mereka memilih jurusan broadcasting dan sekolah yang sama. Matahari sudah mulai tinggi pertanda hari sudah menjelang siang. Kabut pun perlahan sirna dan hawa dingin berganti hangat. Tampak dari kejauhan Anna dan Bella berlarian dengan nafas yang berpacu memburu waktu. Seraya mereka memakai tas sekolah di punggung dengan seragam lengkap.
"Tunggu Anna! Kenapa lari kencang sekali?" Langkah Bella terhenti karena nafas sesak terlalu lelah berlari sambil terbungkuk memegang perut.
"Ayo lari Bella! Sekolah sudah di depan mata. Coba lihat gerbang mau ditutup petugas security!"
"Makanya Anna, kalau takut naik bus sekolah lebih baik berangkat lebih pagi daripada selalu tergesa-gesa seperti ini."
"Besok Bella, aku upayakan bangun pagi."
"Tiap hari kamu janji seperti itu dan keesokan harinya bangun kesiangan lagi!"
Dari kejauhan Anna melihat anak perempuan sepertinya kelas 6 SD tergesa-gesa menyeberang jalan raya dengan berjalan cepat tanpa menengok kanan kiri.
Anak itu tidak menyadari bahwa sebuah mobil Vellfire hitam tahun 2008 sedang melaju kencang ke arah anak perempuan tadi. Melihat itu Bella menghentikan langkahnya dengan sangat panik sambil berseru sangat lantang, "woy dek! Cepat menghindar! Awas ditabrak mobil!"
Tapi anak perempuan itu tidak mendengar apapun termasuk suara mobil dan teriakan Bella beserta teriakan orang sekitar.
Karena tergerak oleh rasa kasihan, Anna ingin menyelamatkan anak perempuan tersebut. Tapi Anna sangat takut. Dia merasa sesak nafas, berkeringat dingin, jantung berpacu kencang. Tidak lain karena PTSD yang Anna derita, Anna sangat trauma apalagi jika melihat mobil. Terbayang kedua orangtuanya yang meninggal karena kecelakaan mobil. Anna bisa memilih pergi dan membiarkan anak kecil tersebut tertabrak. Tapi Anna berpikir jika terlambat satu detik saja maka nyawa anak perempuan tersebut akan melayang. Kasihan masih kecil dan masa depan masih panjang. Anna yang merasa bersalah atas kematian kedua orangtuanya itu pun memutuskan mengakhiri hidupnya dengan menyelamatkan anak perempuan yang hampir tertabrak.
Kedua tangan Anna mendorong tubuh anak perempuan tersebut. Sontak Anak perempuan itu sangat terkejut tubuhnya terlempar ke depan dan terjerembab di rerumputan di pinggir jalan raya.
"Brak!"
Nahas, tubuh Anna tertabrak Vellfire hitam dan terpental ke jalan raya.
"Ah!"
Suara Anna Terjatuh tertelungkup kepala Anna terantuk aspal jalan raya dan darah segar berceceran mengalir dari kepala Anna dan membasahi aspal jalan raya. Anna melihat semua berputar dan semakin rabun. Anna berupaya mempertahankan kesadaran tapi tak mampu. Tubuh Anna terbaring lemas lunglai di jalan raya.
Melihat Anna bersimbah darah, pemilik mobil Vellfire hitam 2008 tersenyum sinis dan puas. Di dalam mobil Vellfire, Pria misterius berkacamata hitam berkendara dengan melaju kencang tanpa berhenti.
Semua orang yang melihat kejadian ini lantas berteriak, "tolongin dong! Ada gadis korban tabrak lari."
Mereka segera menghampiri tubuh Anna yang tak sadar kan diri. Tapi tidak ada satupun di antara mereka yang berani membantu apalagi memegang tubuh Anna, mereka takut berurusan dengan polisi. Banyak orang berdiri melihat Anna dengan memegang gadget dan berlomba mengunggah foto Anna yang telah bersimbah darah ke akun media sosial.
Anak perempuan yang ditolong Anna melihat kejadian tersebut sangat syok dan menangis.
Sementara Bella, tidak menemani Anna. Terengah-engah Bella berlari kembali ke Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih dan menceritakan kejadian tersebut ke Nyonya Neni selaku pengelola Panti Asuhan Cempaka Putih.
"Nyonya Neni, ga…ga...gawat!" panggil Bella sambil ngos-ngosan dan sedikit terbungkuk karena sesak nafas.
"Iya Bell, pelan-pelan ya Bella ceritanya. Jangan sambil Terengah-engah ! Ceritakan perlahan tentang apa yang terjadi?" Nyonya Neni nampak menenangkan Bella.
Bella segera bercerita,"Begini ceritanya Nyonya Neni, ada kejadian darurat karena Anna tertabrak mobil saat berusaha menyelamatkan nyawa seorang anak perempuan !"
Nyonya Neni masih belum percaya dengan seruan Bella.
"Apa benar? Kamu tidak salah bicara Bella? Baru saja Anna berangkat sekolah bersamamu."
"Benar Nyonya Neni, saya tunjukkan TKP-nya!" Bella berusaha meyakinkan sambil meraih lengan Nyonya Neni berupaya mengajak ke tempat kecelakaan Anna.
"Bip,bip,bip!"
Hp milik Nyonya Neni berdering dia segera mengangkat telepon dari nomor yang tak dikenal.
"Halo, Apakah benar ini Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih ?"Suara penelpon.
"Ya benar, saya Neni selaku pengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih."
"Saya pihak rumah sakit. Anak asuh Ibu Neni sedang di rawat di ICU RSK. Martadinata. Lewat tanda pengenalnya kami mengetahui bahwa identitasnya Anna."
"Iya Benar, tolong rawat Anna dengan baik ! Saya segera kerumah sakit."
Sambil menangis terbata-bata Nyonya Neni bergegas ke RSK. Martadinata bersama Bella.
Sesampainya di RSK. Martadinata, Nyonya Neni dan Bella segera menuju ke ruangan ICU tempat Anna dirawat.
Tapi, salah satu perawat menghadang langkah kaki Nyonya Neni dan Bella.
"Maaf, keluarga pasien dilarang masuk! Hanya dokter dan perawat yang bertugas saja boleh masuk!"
"Begini, Saya Neni selaku wali dari Anna. Baru saja mendapat telpon dari pihak RSK. Martadinata terkait kecelakaan Anna."
"Oh, Ibu Neni dari Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih?" Perawat menyahut.
"Benar, itu Saya Pribadi," ucap Nyonya Neni.
"Untuk saat ini Pasien bernama Anna sudah mendapatkan penanganan medis. Ibu Neni bisa mengurus administrasinya tapi sebelum itu, Dokter dan Polisi sudah menunggu Ibu Neni. Silahkan ikuti saya! Akan saya antar menuju ruangan dokter bedah saraf yaitu Dr.Victor, Sp.Bs"
Nyonya Neni serta Bella Mengikuti langkah kaki Perawat laki-laki yang mengenakan baju dan celana panjang identik dengan warna putih dan sepatu maskulin pantofel hitam. Nyonya Neni masih sesenggukan memikirkan Anna sambil mengusap-usap kedua pipi dan mata dengan tissue. Suatu hal aneh dari raut muka Bella yang sama sekali tidak menunjukkan kesedihan apalagi meneteskan air mata. Mungkin karena syok, Bella lupa cara mengungkapkan kesedihan.
Sekejab telah sampai di depan ruangan praktek Dr.Victor, Sp.Bs. Perawat menunjuk ke dalam ruangan Dr. Victor.
"Silahkan masuk Ibu Neni, semua sudah menunggu di dalam!" Kata perawat sambil mempersilahkan masuk dan segera pergi ke ruang ICU.
Nyonya Neni dan Bela langsung masuk ke ruangan Dr.Viktor. Disana Bu Neni, Bella, Dr.Viktor, Orang tua dari anak perempuan yang diselamatkan Anna berkumpul. Mereka mendiskusikan akan melakukan perawatan tindak lanjut kepada Anna dan meminta persetujuan Nyonya Neni selaku Wali Asuh dari Anna. Nyonya Neni terpaksa menandatangani prosedur medis Anna karena nenek dan bibi Anna tidak dapat dihubungi dan sudah lama kehilangan kontak.
Pihak Kepolisian juga tidak menemukan bukti rekaman CCTV dan sedang memburu pelaku tabrak lari yang mengemudikan mobil Vellfire hitam 2008.
Siapa pelaku menabrak Anna ?
Bagaimana kondisi Anna selanjutnya ?
Apakah Anna akan bertahan dan tetap hidup?
Langit tengah murung dan menangis pilu tatkala tubuh Anna masih tergolek lemah di ruangan ICU RSK. Martadinata. Jantung tengah berpacu dengan waktu, akankah bertahan atau memutuskan hilang?Nyonya Neni sudah menandatangani prosedur medis Anna dan semua biaya perawatan ditanggung pihak keluarga dari anak perempuan yang sudah diselamatkan oleh Anna.Dr. Victor, Sp.Bs yang menangani Anna adalah dokter spesialis bedah saraf yang terbilang paling termuda di RSK. Martadinata dibandingkan dengan dokter spesialis lainnya. Dr.Victor juga terlihat gagah dan sangat tampan saat menggunakan kemeja putih dengan jas serba Putih khas dokter serta stetoskop (alat yang digunakan untuk memeriksa suara dalam tubuh seperti mendengar suara jantung, pernapasan, aliran darah dalam arteri ) yang menggantung di leher.Setelah mendengar kisah Anna yang heroik, maka secara diam-diam Dr. Victor menaruh simpati dan perhatian khusus pada Anna.Setelah mendapat persetu
Sudah 24 jam berlalu tetapi Anna masih belum sadarkan diri di ruangan ICU. Ruang ICU atau Intensive Care Unit adalah ruangan yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk merawat pasien dengan keadaan yang membutuhkan pengawasan ketat. Ruangan ICU dilengkapi peralatan khusus sebagai penunjang kehidupan untuk proses pemulihan pasien. Dokter spesialis dan perawat profesional berjaga dan merawat pasien di ruangan ICU. Suara decitan berisik dari monitor kehidupan memenuhi seisi ruangan yang bersuhu menusuk tulang.Dr.Victor saat itu berniat untuk pulang karena tidak tahu kapan Anna akan sadar seharusnya Anna sudah tersadar 5 atau 6 jam pasca operasi tapi kesadaran penuh baru akan terjadi seminggu pasca operasi akibat dari pengaruh obat bius sebelum operasi.Dr. Victor berjalan mendekati tempat Anna yang terbaring. Perlahan dia membuka kelambu berwarna hijau untuk melihat Anna yang terbaring di balik kelambu. Tangan kanan dr. Victo
Panas yang terik tak menghentikan langkah Nyonya Neni menuju RSK. Martadinata di jam 13.00 siang hari itu. Hati yang riang membuat Nyonya Neni memacu mobilnya dan menyalip kendaraan lain. Kadang Ia terlupa untuk berhenti di lampu merah. Ia tetap saja memacu mobilnya secepat kilat. Tak sabar ia ingin mendengar kabar baik dari Dr.Victor mengenai perkembangan kesehatan Anna. Kabar baik seperti oase di tengah padang gurun yang terik menyengat, bayangan Nyonya Neni."Hm, alangkah menyegarkan dan menyejukkan bisa melihat Anna sembuh dan sehat kembali," gumam Nyonya Anna seraya menyetir mobil dan melihat jalan.RSK.Martadinata sudah terlihat dari kejauhan, secara antusias Nyonya Neni mencondongkan tubuhnya ke depan setir n menginjak pedal gas. Memasuki halaman dan tempat parkir RSK.Martadinata dan memarkir mobil Honda Jazz merahnya.Setengah berlari denga
"Siapa aku? Aku tak ingat sama sekali bahwa namaku Anna. Apakah benar aku memiliki pacar seorang dokter bedah saraf? Apakah ini mimpi? Apakah aku belum terbangun dari mimpiku?" Gumamku dalam hati.Perlahan aku menoleh ke sebelah kanan dan kiri walau agak kesulitan karena Cervical Collar (penopang leher dan kepala) masih terpasang di leherku. Juga kepalaku masih sakit dengan jahitan bekas operasi. Di samping kanan perawat laki-laki dan kiriku terlihat perawat perempuan yang mendorong ranjang Dekubitus (tempat tidur di rumah sakit yang bisa terhubung dengan colokan listrik untuk mengubah posisi tidur) yang ku tempati dari ruangan ICU menuju kamar Bougenville. Melewati koridor di depan beberapa ruangan di rumah sakit. Mataku silau akan cahaya yang menembus koridor rumah sakit. Tangan kananku yang masih terpasang selang berisi cairan infus mencoba menutupi mata dan wajahku karena terpaan cahaya matahari menembus koridor rumah sakit."Suster," aku memanggil perawat pe
Hari sudah sore hampir gelap, matahari di ufuk barat siap tenggelam berganti cahaya rembulan dan bintang. Lampu-lampu di pinggir jalan raya mulai menyala, menerangi setiap tepian jalan raya. Dari dalam taksi, Bella melihat keluar kaca mobil untuk memastikan apakah taksi sudah melaju ke arah tempat tujuan. Bella melihat bahwa taksi sudah mendekati tempat yang akan Bella tuju. Ya, RSK. Martadinata karena Bella ingin menjenguk sahabatnya yakni Anna. Kali terakhir Bella menjenguk Anna bersama nyonya Neni. Kesibukan di sekolah membuat Bella tak bisa sering menjenguk Anna. Bella belum pernah mendengar kabar Anna dari mulut nyonya Neni. Kesibukan masing-masing membuat nyonya Neni tidak pernah bertemu Bella."Pak, tolong berhenti di sisi kiri! Kita sudah sampai, di ujung jalan itu rumah sakit Martadinata Pak," ucap Bella kepada sopir taksi. Dari belakang Bella mencolek lengan sopir taksi agar segera berhenti."Siap Nona, sebentar saya tepikan dulu taksinya!" Jawab sopir
Bella telah dibawa pergi oleh Martin, sang pengusaha garmen dan rencana akan tinggal di Prancis dan tepatnya di Paris pusat kota mode dunia dan barang branded. Bodyguard pun mengikuti mereka dan memaksa Bella untuk ikut bersama Martin.Entah nasib Bella selanjutnya, hanya Martin dan Bella sendiri yang mengetahuinya. Harapan nyonya Neni Bella menjauh dari Anna agar sandiwaranya bersama dokter Victor tidak terbongkar ke telinga Anna karena Bella sahabat kental Anna dan kunci dari semuanya. Tapi Bella telah tersingkir dan menetap di negeri yang jauh. Bagaimana nasib Anna selanjutnya? Tidak ada yang tahu."Bip, bip, bip!"Suara ponsel dokter Victor berbunyi dan tertanda panggilan dari nomor handphone nyonya Neni."Iya, Mama Neni. Ada hal penting apa menelponku?" Tanya dokter Victor di tengah kesibukannya sedang praktek dan menangani pasien di ruang spesialis polinya."Kok begitu jawabanmu? Ada hal penting yang mau aku bicarakan." Jawab nyon
Aku tak berani membuka mata, semua terasa berputar. Seperti sakit Vertigo dan aku merasa mual sehingga beberapa kali masih muntah. Rasa nyeri yang hebat di kepala membuatku merintih kesakitan.Sambil memegang kepalaku dan memejamkan mata aku berkata,"aduh sakit sekali kepalaku Mah! Semua seakan terlihat berputar dan menambah rasa mual ku. Kepalaku nyeri dan pusing sekali. Tolong aku Mamah Neni!""Yang sabar ya sayang! Dokter Victor sedang mencarikanmu obat untuk meredakan rasa pusing dan sakit kepalamu. Tenang dulu ya! Mama tahu kamu kesakitan dan menderita. Mama ganti dulu pakaianmu ya?""Iya Mah," kataku.Di ruangan perawat tepatnya tempat penyimpanan obat dokter Victor mencoba mencari obat injeksi pereda nyeri dan untuk pusing, mual dan muntah. Dengan cepat membuka rak berisi obat, botol infus dan suntikan. Obat injeksi sudah ketemu juga alat suntikan segera dia masukkan ke saku jas dokternya."Dokter Victor," seorang perawat memegang punggungku
"Akan saya jelaskan sedikit mengenai gambaran klinis Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD=Post Traumatic Stress Disorder) yang kamu alami ya dan dengarkan baik-baik penjelasan dari saya!" Ujar dokter Vio.Aku menatap dalam kedua mata dokter Vio yang akan menguraikan kondisiku saat ini. Di ranjang Dekubitus dengan posisi berbaring agak duduk aku memperhatikan ucapan dokter Vio dengan seksama."Mungkin beberapa kali kamu telah mengalami tragedi kecelakaan sehingga kamu mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD). Ingatan tersebut akan terbayang dalam benakmu dan terulang dalam mimpi. Kamu bahkan akan mengingatnya terus sehingga mengganggu hubungan sosial, kehilangan nafsu makan, menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kecelakaan seperti phobia atau takut naik mobil untuk menghindari kecelakaan, rasa bersalah karena peristiwa traumatis tersebut terus membayangi. Apakah ini beberapa gejala yang ka
Bab 18: Kunci Dari Segalanya"tik - tik - tik!" suara ketikan komputer memenuhi ruangan yang Anna tempati. Sejenak Anna terhenti tangannya mengetik dan teringat kepada sebuah kenangan manis nan singkat tentang kebersamaannya dengan Alex. Baginya Alex adalah cinta pertamanya yang manis sekejap dan sirna.Sorot mata Selly menyudahi menatap layar komputer dan menyatukan kedua tangan yang tlah pegal mengetik lalu saling mengaitkan jari-jari nya dan menariknya sampai tulang jemarinya berbunyi, "kretek.""Hm … sudah waktunya makan siang!" kata Selly, sosok gadis yang feminim penyuka warna pink hingga meja kantornya penuh meja pernak-pernik warna pink.Suara Selly tentu memecah keheningan dan membuyarkan lamun
Bab 17 Mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih "Kuk-ku-ruyuk!" Suara ayam jago menggema saling bersahutan menyambut pagi. "Kring-kring-kring!" Bunyi jam weker berdering keras memecah keheningan di dalam sebuah kamar minimalis bercat putih. "Duh! Jam berapa sih? Masih ngantuk tapi berisik banget jam weker tua ini." Sebuah tangan terulur dari selimut dan meraih jam weker untuk mematikan suaranya yang bising. Disamping jam weker, terdapat foto Anna yang mengenakan jubah dan topi toga yang menandakan Anna telah wisuda S2 Manajemen Bisnis karena beberapa tahun telah berlalu. "Tok - tok - tok!" Suara ketukan pintu mengusik tidur Anna.
Aku menyusuri jalanan kota sambil di bonceng dokter Victor dengan motor sport nya. Dia banyak bercerita namun aku hanya menjawab singkat saja. Saat aku tiba di rumah hatiku masih terasa sepi. Aku berjalan lemas dan lemah lunglai dan memasuki rumahku. Tiap sudut rumah aku tidak menjumpai foto keluarga tetapi aku coba tuk abaikan saja."Mah, aku sudah datang," kataku dan dokter Victor yang baru mengantarku mengikutiku dari belakang."O, kalian sudah datang! Mari cepat masuk ke ruang makan! Mama sudah membuat makanan spesial untuk kalian," kata mama Neni dengan penuh semangat."Baik Ma," kataku."Mama Neni masak apa?" Tanya dokter Victor."Ada banyak makanan terhidang di meja, silahkan duduk di meja makan!" Pinta mama Neni.Aku dan dokter Victor pun segera mengambil posisi duduk yang pas di meja makan untuk bersiap menyantap hidangan.
"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya."Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni."Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku."Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali."Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan."Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu
Mataku tetap melihat ke arah Alex melangkahkan kaki dan hujan pun turun.Aku meneteskan air mata karena Alex telah memutuskan pergi dan mungkin tak kembali.Perasaan ku sulit dijelaskan dan hatiku sakit.Sulit untuk menerima fakta bahwa aku telah kehilangannya."Anna," panggil dokter Victor."Iya," sahutku."Di sini hujan, ayo kita masuk ke ruang VVIP Bougenville!" Nada lembut dokter Victor mengajakku. Aku pun mengikuti saran dokter Victor.Kami memasuki ruangan VVIP Bougenville dan aku segera berbaring di ranjang Dekubitus."Maka dokter Victor berkata, "Anna, tolong jangan sampai ada pria atau wanita lain di antara kita! Cukup hanya kau dan aku saja, tidak ada yang lain! Mengerti!"Aku mencoba menutupi rasa kehilanganku dan mengangguk mendengar kata-kata dokter Victor walaupun tidak dengan sepenuh hati."Eh, ada dokter Victor!" Sapa Mama Neni."Mama Neni sudah datang? Dari mana saja Mama Neni?" Balas
"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong.""Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar."Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex."Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber