Sudah 24 jam berlalu tetapi Anna masih belum sadarkan diri di ruangan ICU. Ruang ICU atau Intensive Care Unit adalah ruangan yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk merawat pasien dengan keadaan yang membutuhkan pengawasan ketat. Ruangan ICU dilengkapi peralatan khusus sebagai penunjang kehidupan untuk proses pemulihan pasien. Dokter spesialis dan perawat profesional berjaga dan merawat pasien di ruangan ICU. Suara decitan berisik dari monitor kehidupan memenuhi seisi ruangan yang bersuhu menusuk tulang.
Dr.Victor saat itu berniat untuk pulang karena tidak tahu kapan Anna akan sadar seharusnya Anna sudah tersadar 5 atau 6 jam pasca operasi tapi kesadaran penuh baru akan terjadi seminggu pasca operasi akibat dari pengaruh obat bius sebelum operasi.
Dr. Victor berjalan mendekati tempat Anna yang terbaring. Perlahan dia membuka kelambu berwarna hijau untuk melihat Anna yang terbaring di balik kelambu. Tangan kanan dr. Victor menyingkap tirai kelambu. Seribu gerak langkah membisu Dr.Victor mendekati kepala Anna seraya melirik sekitar berjaga supaya tidak ada yang melihat.
Dr. Victor menggenggam jemari mungil Anna sambil berbisik lembut ke telinga Anna,"Anna aku harap kamu lekas sadar dan pulih! Aku akan pulang dan esok aku akan jaga kembali di ruangan ICU bersamamu."
Dengan lembut Dr. Victor membelai rambut di dahi kepala Anna dan mencium kening Anna. Saat hendak pergi dan melepaskan jemari Anna, Anna tersadar dan menggenggam jemari Dr. Victor. Dr. Victor sedikit terkejut dan menggenggam jemari Anna saraya menoleh kebelakang kembali melihat wajah Anna.
"Kamu sudah sadar dan mendengar apa yang aku katakan Anna?"
Anna nampak membuka mata perlahan, "Saya di mana? Siapa Anda? Saya haus." Setelah Anna berucap pelan dan lemah, genggaman tangannya dengan Dr. Victor terlepas dan kembali Anna tak sadarkan diri.
Dr. Victor mencium lembut kening Anna sambil berucap lirih," syukurlah Anna sudah sadar." Raut wajah dr.Victor terpancar bahagia seolah ada harapan untuk Anna.
Dr. Victor memanggil perawat yang bertugas dan menyuruh," tolong jaga dan rawat dengan baik pasien bernama Anna ya! Selama saya tidak berjaga di ICU, pantau terus perkembangan Anna. Sampaikan pesan saya ke dokter jaga dan perawat yang lain ya!"
"Baik dokter, jawab salah satu perawatan," sambil melirik ke arah Anna terbaring.
Dr.Victor segera meninggalkan ruangan ICU dengan suara decitan langkah kaki penuh semangat tak sabar menunggu hari esok untuk mengunjungi Anna kembali. Raut muka yang lelah karena telah melakukan operasi dan berjaga di ruangan ICU telah terbayarkan karena Anna sudah sadar.
Salah satu perawat wanita melihat Dr.Victor dengan sinis dan berbisik ke telinga Dr. Vio, "kenapa itu dokter Victor?"
"Entahlah!" Jawaban Dr.Vio ketus.
"Dr. Victor tidak seperti biasanya," sahut perawat laki-laki lain.
"Betul," Dr. Vio membenarkan dengan anggukan kepala.
"Apa mungkin dokter Victor menaruh minat pribadi kepada pasien Anna?" Timpal perawat wanita tadi.
"Nggak bisa seperti itu! Harus profesional sesuai kode etik kedokteran!" Dengan sangat kesal Dr. Vio menjawab ocehan perawat laki-laki dan perempuan itu.
"Loh kok! Kenapa Dr. Vio yang jadi ketus ke kami? Cemburu ya? Cie...cie…," goda perawat laki-laki sbil melirik dan senyuman menggoda kepada dokter Vio.
Dokter Vio tak habis pikir dengan mereka dengan tatapan sinis dan berupaya mengakhiri per cakapan,"udah deh! Mending kalian Bekerja dengan benar dan mengurus pasien kalian daripada kepo urusan orang lain! Ingat kalian itu perawat bukan pembawa acara reality gosip!" Ceramah dokter Vio sambil melototi dan menunjuk kedua perawat tersebut dan dokter Vio meninggalkan kedua perawat itu.
"Ih! Kenapa juga Dr.Vio marah?" Tanya perawat wanita itu keheranan.
"Iya, aneh sekali Dr.Victor dan Dr.Vio," timpal perawat laki-laki tersebut.
"Sudahlah percuma mengurus mereka yang tidak menggaji kita! Buang-buang waktu saja! Benar kata Dr.Vio, lebih baik bekerja daripada kepo urusan orang lain!" Sanggah perawat lain dari belakang perawat laki-laki dan perawat wanita tadi yang sontak membuat mereka kaget dan mengelus dada sambil menghela nafas.
Dokter Vio melangkah maju ke arah Anna masih terbaring. Suara high heels Dr.Vio perlahan terdengar selangkah demi selangkah. Seraya meletakkan tangan ke depan dan dengan angkuh mengangkat kepala Dr.Vio melirik Anna yang lemah tak berdaya terbaring tak sadarkan diri.
"Apa keistimewaan mu Anna? Kenapa Dr.Victor terlihat lebih tertarik kepada mu daripada kepadaku? Melihat kamu sekarang terbaring lemah tak berdaya. Bandingkan saja dengan diriku wanita karier, pintar, cantik, menawan dan bekerja sebagai doktor. Lebih menjanjikan diriku untuk dijadikan pasangan daripada dirimu Anna."
Dr.Vio tersenyum sinis sambil melirik Anna seraya meninggalkan Anna.
Beberapa saat kemudian Anna terkadang tersadar sebentar lalu tak sadarkan diri kembali berulang kali seperti itu. Anna masih belum mendapatkan kesadaran sepenuhnya.
Beberapa hari kemudian Anna masih berada di ruang ICU berteman dengan bunyi monitor Ventilator dan monitor Cardiorespiratory. Tubuh Anna masih digerayangi oleh Kateter, Infus Pump, NGT, Gips, Cervical Collar, Ventilator dan Cardiorespiratory. Masih berada di ruangan ICU di atas tempat tidur Dekubitus.
Sesekali Dr. Victor tak jemu untuk menengok Anna, memeriksa layar monitor dan infus pump dan melakukan GCS ( Glasgow Coma Scale ). Mengobrol dengan Anna walau tak banyak yang Dr.Victor bicarakan. Jika waktu pemberian makan, maka Dr.Victor akan menyalurkan makanan cair ke selang NGT Anna. Bagi Dr.Victor, kesadaran, pemulihan dan kesembuhan Anna adalah prioritas.
Pada jam besuk tertentu nyonya Neni, Bella, orang tua dari anak yang Anna selamatkan secara bergantian menjenguk Anna dan mendoakan kesembuhannya.
Udara dingin menusuk tulang, cahaya lampu ruang ICU menyilaukan mata, suara monitor dan para dokter spesialis dan perawat jaga beserta bunyi langkah kaki mereka mengusik telinga Anna. Anna tersadar dan membuka mata pelan.
Salah satu perawat yang kebetulan mengganti cairan infus Anna melihat dengan antusias seraya membungkukkan badan ke depan ke arah wajah Anna sambil berkata pelan,"Anda sudah bangun ?"
"Iya," jawab Anna singkat dan lirih.
"Dokter Victor, pasien Anna sudah bangun dan sadar. Cepat kesini dokter!" Panggil perawat tersebut.
Mendengar itu, dari meja dokter segera Dr.Victor berlari pelan ke arah tempat tidur Anna dan perawat itu pun menepi dan pergi.
Dr. Victor membelai lembut kepala Anna dan berkata,"Anna sudah sadar ? Apakah Anna haus dan ingin minum air putih ?"
Melihat Dr.Victor dan sekelilingnya Anna heran. "Siapa Anna yang anda sebutkan ? Siapa Anda ? Kenapa saya berada di sini ?" Tanya Anna kepada Dr. Victor.
Dr. Victor tersentak tak heran karena memang Anna belum mengenal Dr. Victor namun Dr. Victor kaget dan memeluk Anna walau Anna tengah terbaring di atas Dekubitus. Air mata Dr.Victor tampak menetes karena perasaan bersalah telah melakukan operasi secara maksimal tapi tampaknya Anna kehilangan ingatan.
"Maafkan aku Anna!" Tangis Dr. Victor.
"Anda tidak salah, saya tahu dari pakaian anda bahwa anda adalah dokter. Pasti anda sudah bekerja keras menyelamatkan saya, terimakasih dokter," kata Anna dengan mata berbinar.
"Saya bukan hanya dokter yang bertugas merawat dan menyelamatkan mu, tapi saya juga kekasihmu dan namamu adalah Anna," Dr. Victor membohongi Anna bahwa ia kekasihnya.
Anna tampak kaget karena tak mengenal apapun tentang dirinya. "Benarkah saya pacar seorang dokter ?" Anna tidak percaya.
"Sudah, jangan berupaya mengingat terlalu keras nanti kamu bisa sakit. Kamu ditemani perawat dulu ya dan aku akan menghubungi walimu untuk segera datang."
Dr.Victor segera menyuruh perawat menemani dan merawat Anna dan akan memindahkan ke ruangan perawatan Bougenville karena kondisi Anna sudah berangsur membaik.
Dr.Victor berupaya menghubungi Nyonya Neni dan memberitahukan kondisi Anna.
"Bio, Bip, Bip!"
Suara handphone Nyonya Neni berdering, "Halo," jawab Nyonya Neni.
"Iya, halo," sahut Dr.Victor.
"Dengan siapa ini ?" Tanya Nyonya Neni.
"Saya Dr. Victor, apakah benar ini Nyonya Neni selaku wali asuh Anna ?"
"Iya Benar, dengan saya sendiri dok. Bagaimana kondisi Anna Dok?" Tanya nyonya Neni dengan penuh harap.
"Saya ingin memberitahukan bahwa Anna sudah dipindahkan ke ruangan perawatan Bougenville dikarenakan kondisi sudah berangsur membaik. Nyonya Neni bisa ke ruangan saya sebelum menjenguk Anna!" Syarat dari Dr. Victor kepada Nyonya Neni.
"Baik dok, saya akan segera ke RSK. Martadinata dan menuju ruangan Dr. Victor terlebih dahulu." Nyonya Neni menutup telepon dan melangkah cepat ke arah mobil namun lupa untuk memberitahu dan mengajak Bella, sahabat Anna.
Panas yang terik tak menghentikan langkah Nyonya Neni menuju RSK. Martadinata di jam 13.00 siang hari itu. Hati yang riang membuat Nyonya Neni memacu mobilnya dan menyalip kendaraan lain. Kadang Ia terlupa untuk berhenti di lampu merah. Ia tetap saja memacu mobilnya secepat kilat. Tak sabar ia ingin mendengar kabar baik dari Dr.Victor mengenai perkembangan kesehatan Anna. Kabar baik seperti oase di tengah padang gurun yang terik menyengat, bayangan Nyonya Neni."Hm, alangkah menyegarkan dan menyejukkan bisa melihat Anna sembuh dan sehat kembali," gumam Nyonya Anna seraya menyetir mobil dan melihat jalan.RSK.Martadinata sudah terlihat dari kejauhan, secara antusias Nyonya Neni mencondongkan tubuhnya ke depan setir n menginjak pedal gas. Memasuki halaman dan tempat parkir RSK.Martadinata dan memarkir mobil Honda Jazz merahnya.Setengah berlari denga
"Siapa aku? Aku tak ingat sama sekali bahwa namaku Anna. Apakah benar aku memiliki pacar seorang dokter bedah saraf? Apakah ini mimpi? Apakah aku belum terbangun dari mimpiku?" Gumamku dalam hati.Perlahan aku menoleh ke sebelah kanan dan kiri walau agak kesulitan karena Cervical Collar (penopang leher dan kepala) masih terpasang di leherku. Juga kepalaku masih sakit dengan jahitan bekas operasi. Di samping kanan perawat laki-laki dan kiriku terlihat perawat perempuan yang mendorong ranjang Dekubitus (tempat tidur di rumah sakit yang bisa terhubung dengan colokan listrik untuk mengubah posisi tidur) yang ku tempati dari ruangan ICU menuju kamar Bougenville. Melewati koridor di depan beberapa ruangan di rumah sakit. Mataku silau akan cahaya yang menembus koridor rumah sakit. Tangan kananku yang masih terpasang selang berisi cairan infus mencoba menutupi mata dan wajahku karena terpaan cahaya matahari menembus koridor rumah sakit."Suster," aku memanggil perawat pe
Hari sudah sore hampir gelap, matahari di ufuk barat siap tenggelam berganti cahaya rembulan dan bintang. Lampu-lampu di pinggir jalan raya mulai menyala, menerangi setiap tepian jalan raya. Dari dalam taksi, Bella melihat keluar kaca mobil untuk memastikan apakah taksi sudah melaju ke arah tempat tujuan. Bella melihat bahwa taksi sudah mendekati tempat yang akan Bella tuju. Ya, RSK. Martadinata karena Bella ingin menjenguk sahabatnya yakni Anna. Kali terakhir Bella menjenguk Anna bersama nyonya Neni. Kesibukan di sekolah membuat Bella tak bisa sering menjenguk Anna. Bella belum pernah mendengar kabar Anna dari mulut nyonya Neni. Kesibukan masing-masing membuat nyonya Neni tidak pernah bertemu Bella."Pak, tolong berhenti di sisi kiri! Kita sudah sampai, di ujung jalan itu rumah sakit Martadinata Pak," ucap Bella kepada sopir taksi. Dari belakang Bella mencolek lengan sopir taksi agar segera berhenti."Siap Nona, sebentar saya tepikan dulu taksinya!" Jawab sopir
Bella telah dibawa pergi oleh Martin, sang pengusaha garmen dan rencana akan tinggal di Prancis dan tepatnya di Paris pusat kota mode dunia dan barang branded. Bodyguard pun mengikuti mereka dan memaksa Bella untuk ikut bersama Martin.Entah nasib Bella selanjutnya, hanya Martin dan Bella sendiri yang mengetahuinya. Harapan nyonya Neni Bella menjauh dari Anna agar sandiwaranya bersama dokter Victor tidak terbongkar ke telinga Anna karena Bella sahabat kental Anna dan kunci dari semuanya. Tapi Bella telah tersingkir dan menetap di negeri yang jauh. Bagaimana nasib Anna selanjutnya? Tidak ada yang tahu."Bip, bip, bip!"Suara ponsel dokter Victor berbunyi dan tertanda panggilan dari nomor handphone nyonya Neni."Iya, Mama Neni. Ada hal penting apa menelponku?" Tanya dokter Victor di tengah kesibukannya sedang praktek dan menangani pasien di ruang spesialis polinya."Kok begitu jawabanmu? Ada hal penting yang mau aku bicarakan." Jawab nyon
Aku tak berani membuka mata, semua terasa berputar. Seperti sakit Vertigo dan aku merasa mual sehingga beberapa kali masih muntah. Rasa nyeri yang hebat di kepala membuatku merintih kesakitan.Sambil memegang kepalaku dan memejamkan mata aku berkata,"aduh sakit sekali kepalaku Mah! Semua seakan terlihat berputar dan menambah rasa mual ku. Kepalaku nyeri dan pusing sekali. Tolong aku Mamah Neni!""Yang sabar ya sayang! Dokter Victor sedang mencarikanmu obat untuk meredakan rasa pusing dan sakit kepalamu. Tenang dulu ya! Mama tahu kamu kesakitan dan menderita. Mama ganti dulu pakaianmu ya?""Iya Mah," kataku.Di ruangan perawat tepatnya tempat penyimpanan obat dokter Victor mencoba mencari obat injeksi pereda nyeri dan untuk pusing, mual dan muntah. Dengan cepat membuka rak berisi obat, botol infus dan suntikan. Obat injeksi sudah ketemu juga alat suntikan segera dia masukkan ke saku jas dokternya."Dokter Victor," seorang perawat memegang punggungku
"Akan saya jelaskan sedikit mengenai gambaran klinis Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD=Post Traumatic Stress Disorder) yang kamu alami ya dan dengarkan baik-baik penjelasan dari saya!" Ujar dokter Vio.Aku menatap dalam kedua mata dokter Vio yang akan menguraikan kondisiku saat ini. Di ranjang Dekubitus dengan posisi berbaring agak duduk aku memperhatikan ucapan dokter Vio dengan seksama."Mungkin beberapa kali kamu telah mengalami tragedi kecelakaan sehingga kamu mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD). Ingatan tersebut akan terbayang dalam benakmu dan terulang dalam mimpi. Kamu bahkan akan mengingatnya terus sehingga mengganggu hubungan sosial, kehilangan nafsu makan, menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kecelakaan seperti phobia atau takut naik mobil untuk menghindari kecelakaan, rasa bersalah karena peristiwa traumatis tersebut terus membayangi. Apakah ini beberapa gejala yang ka
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber
"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong.""Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar."Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex."Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
Bab 18: Kunci Dari Segalanya"tik - tik - tik!" suara ketikan komputer memenuhi ruangan yang Anna tempati. Sejenak Anna terhenti tangannya mengetik dan teringat kepada sebuah kenangan manis nan singkat tentang kebersamaannya dengan Alex. Baginya Alex adalah cinta pertamanya yang manis sekejap dan sirna.Sorot mata Selly menyudahi menatap layar komputer dan menyatukan kedua tangan yang tlah pegal mengetik lalu saling mengaitkan jari-jari nya dan menariknya sampai tulang jemarinya berbunyi, "kretek.""Hm … sudah waktunya makan siang!" kata Selly, sosok gadis yang feminim penyuka warna pink hingga meja kantornya penuh meja pernak-pernik warna pink.Suara Selly tentu memecah keheningan dan membuyarkan lamun
Bab 17 Mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih "Kuk-ku-ruyuk!" Suara ayam jago menggema saling bersahutan menyambut pagi. "Kring-kring-kring!" Bunyi jam weker berdering keras memecah keheningan di dalam sebuah kamar minimalis bercat putih. "Duh! Jam berapa sih? Masih ngantuk tapi berisik banget jam weker tua ini." Sebuah tangan terulur dari selimut dan meraih jam weker untuk mematikan suaranya yang bising. Disamping jam weker, terdapat foto Anna yang mengenakan jubah dan topi toga yang menandakan Anna telah wisuda S2 Manajemen Bisnis karena beberapa tahun telah berlalu. "Tok - tok - tok!" Suara ketukan pintu mengusik tidur Anna.
Aku menyusuri jalanan kota sambil di bonceng dokter Victor dengan motor sport nya. Dia banyak bercerita namun aku hanya menjawab singkat saja. Saat aku tiba di rumah hatiku masih terasa sepi. Aku berjalan lemas dan lemah lunglai dan memasuki rumahku. Tiap sudut rumah aku tidak menjumpai foto keluarga tetapi aku coba tuk abaikan saja."Mah, aku sudah datang," kataku dan dokter Victor yang baru mengantarku mengikutiku dari belakang."O, kalian sudah datang! Mari cepat masuk ke ruang makan! Mama sudah membuat makanan spesial untuk kalian," kata mama Neni dengan penuh semangat."Baik Ma," kataku."Mama Neni masak apa?" Tanya dokter Victor."Ada banyak makanan terhidang di meja, silahkan duduk di meja makan!" Pinta mama Neni.Aku dan dokter Victor pun segera mengambil posisi duduk yang pas di meja makan untuk bersiap menyantap hidangan.
"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya."Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni."Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku."Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali."Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan."Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu
Mataku tetap melihat ke arah Alex melangkahkan kaki dan hujan pun turun.Aku meneteskan air mata karena Alex telah memutuskan pergi dan mungkin tak kembali.Perasaan ku sulit dijelaskan dan hatiku sakit.Sulit untuk menerima fakta bahwa aku telah kehilangannya."Anna," panggil dokter Victor."Iya," sahutku."Di sini hujan, ayo kita masuk ke ruang VVIP Bougenville!" Nada lembut dokter Victor mengajakku. Aku pun mengikuti saran dokter Victor.Kami memasuki ruangan VVIP Bougenville dan aku segera berbaring di ranjang Dekubitus."Maka dokter Victor berkata, "Anna, tolong jangan sampai ada pria atau wanita lain di antara kita! Cukup hanya kau dan aku saja, tidak ada yang lain! Mengerti!"Aku mencoba menutupi rasa kehilanganku dan mengangguk mendengar kata-kata dokter Victor walaupun tidak dengan sepenuh hati."Eh, ada dokter Victor!" Sapa Mama Neni."Mama Neni sudah datang? Dari mana saja Mama Neni?" Balas
"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong.""Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar."Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex."Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber