"Akan saya jelaskan sedikit mengenai gambaran klinis Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD=Post Traumatic Stress Disorder) yang kamu alami ya dan dengarkan baik-baik penjelasan dari saya!" Ujar dokter Vio.
Aku menatap dalam kedua mata dokter Vio yang akan menguraikan kondisiku saat ini. Di ranjang Dekubitus dengan posisi berbaring agak duduk aku memperhatikan ucapan dokter Vio dengan seksama.
"Mungkin beberapa kali kamu telah mengalami tragedi kecelakaan sehingga kamu mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD). Ingatan tersebut akan terbayang dalam benakmu dan terulang dalam mimpi. Kamu bahkan akan mengingatnya terus sehingga mengganggu hubungan sosial, kehilangan nafsu makan, menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kecelakaan seperti phobia atau takut naik mobil untuk menghindari kecelakaan, rasa bersalah karena peristiwa traumatis tersebut terus membayangi. Apakah ini beberapa gejala yang kamu alami Anna?" Dokter Vio memastikan terperinci diagnosisnya.
"Iya, benar itu yang saya rasakan dokter Vio. Saya juga takut jika naik mobil. Membayangkan dan mendengar kata mobil saja sudah membuat saya bergidik sekali. Tepat sasaran seperti diagnosis anda. Lantas pengobatan seperti apa yang harus saya jalani? Apakah ada harapan bagi saya untuk pulih dari Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD)? Apakah ingatan saya juga bisa kembali pulih?" Tanyaku penasaran.
"Jawabannya tentu bisa! Kamu perlu tetap berpikir dan bersikap optimis! Rutin meminum obat yang saya resepkan dan menjalani terapi dengan seksama. Bagaimana Anna? Apakah ada lagi yang ingin kamu konsultasikan?" Tanya dokter Vio.
"Saya sering berhalusinasi mengenai dua kecelakaan tersebut secara berulang bahkan di saat saya terjaga juga melamun. Ingatan dan bayangan tentang kecelakaan itu datang Saat tidur pun selalu mengulang mimpi yang sama tentang kecelakaan tersebut." Tuturku kepada dokter Vio dengan rasa penuh gelisah, muka pucat dan keringat dingin yang terus berupaya Alex lap keringat di keningku dengan helaian tissue.
"Bisa dimaklumi dan hal itu wajar jika mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma setelah mengalami tragedi kecelakaan. Asal kamu telaten dan bersabar mengikuti prosedur medisnya. Seperti Psikoterapi kognitif-perilaku, Psikoterapi Kelompok juga hipnoterapi. Saya juga akan meresepkan antidepresan golongan SSRI (Penghambat selektif dari ambilan serotonin) dan diminum rutin ya! Terlebih yang tidak kalah penting adalah dukungan keluarga kepada Anna. Semoga lekas membaik ya Anna! Saya pergi dulu dan nanti perawat akan mengantarkan obat yang saya resepkan," papar dokter Vio.
"Baik dokter Vio, saya akan meminum obatnya. Kapan mulai terapinya dok?" Aku mengajukan pertanyaan kembali.
"Secepatnya lebih baik dan mulai besokpun tidak apa-apa. Kamu siap untuk terapi besok Anna?" Kata dokter Vio.
"Tentu siap dokter Vio! Untuk apa di tunda jika itu baik bagi kesehatan mental saya?" Sahut ku.
"Baik, karena pemeriksaan sudah selesai, saya permisi dahulu karena ada jadwal praktek malam ini." Dokter Vio berlalu.
"Terimakasihdokter Vio," kataku dan mama Neni hampir bersamaan.
'Sama-sama," sahut dokter Vio.
Saat dokter Vio berpapasan dengan dokter Victor, maka dokter Vio berpesan pada dokter Victor sambil tersenyum dan menepuk lembut pundak dokter Victor,"Tolong dijaga baik-baik dan dukung emosi kekasihmu Anna ya! Semoga kesehatan Anna lekas membaik dan aku akan membantumu semampu ku," pesan dokter Vio kepada dokter Victor.
"Itu pasti! Aku kan kekasihnya, calon suami Anna dan calon menantu Mama Neni," papar dokter Victor dengan bangga sambil menatap tajam mata Alex.
"Idih norak sekali orang ini!" Gerutu Alex sambil manyun 10 cm.
"Apa katamu? Mau diadu?" Dokter Victor menyingsingkan ke dua lengan bajunya dan melotot ke arah Alex namun di tarik oleh dokter Vio.
"Memang kamu yang terlalu percaya diri dokter Victor! Jangan nodai jas doktermu dengan tingkah lakumu yang tanpa pikir panjang! Mentang-mentang sering nge-gym dan berotot mau lawan bocah ingusan," kata dokter Vio sambil menggelengkan kepala dan pergi keluar dari ruangan VVIP Bougenville.
"Apa kata dokter Vio? Bocah ingusan! Maksudnya aku gitu!"kata Alex tak terima.
"Emang iya, kamu masih bocah ingusan!" Sindir dokter Victor sambil terkekeh geli.
"Kalau aku bocah ingusan berarti anda om om yang pacaran sama bocah ingusan! Kan aku cuma setahun lebih muda dari pada Anna!" Tandas Alex.
"Enak aja di panggil om! Aku dokter spesialis bedah saraf termuda di sini. Kan usia 25 tahun, masa disebut om sih? Udah ah, malas menanggapi mu!" Jawab dokter Victor.
"Tok,tok,tok,tok! Permisi" kata perawat.
"Ya, silahkan masuk suster! Sahut dokter Victor.
Suster tersebut membawa nampan berisi gelas dan air putih juga obat," ini saya diutus dokter Vio untuk membawakan obat SSRI untuk Gejala Stres Pasca Trauma atau PTSD bagi pasien yang bernama Anna."
"Mana obatnya suster! Supaya saya bisa segera berikan kepada pasien Anna," pinta dokter Victor sambil mengulurkan kedua tangannya untuk menerima nampan berisi air putih, gelas dan obat SSRI.
Setelahmemberikannya perawat itu permisi pergi dan melanjutkan tugasnya.
"Kamu kan dokter dan tugasmu pasti banyak! Mana biar aku saja yang berikan pada Anna!" Alex mencoba merebut nampan yang di pegang dokter Victor tetapi tidak bisa karena nampan itu segera diambil mama Neni.
"Ya, Mama Neni!" Sahut Victor.
"Ya, Tante Neni!" Sahut Alex
"Apa? Ini sudah malam! Kalian sibuk rawat pasien dan satunya sibuk sekolah. Lekas pulang dan beristirahat saja! Biar obat ini saya yang berikan. Jangan khawatir karena malam ini saya berjaga di rumah sakit!" Kata mama Neni.
"Baik Tante Alex dan dokter Victor pulang dulu. Kalau butuh bantuan atau terjadi sesuatu hal, tolong segera kabari kami!"
"Iya, sudah segera pulang! Hari sudah larut malam!" Mama Neni mendorong Alex dan dokter Victor keluar pintu juga lekas menutup pintu ruang VVIP Bougenville.
"Kalau tidak begini kamu tidak akan bisa istirahat karena mendengar adu argumen mereka. Kamu kan juga butuh istirahat!" Kata mama Neni kepadaku sambil menyodorkan obat SSRI dan air putih. Akupun segera meminumnya.
"Terimakasih Mama Neni sudah dengan sabar merawatku selama ini," kataku.
"Hei, sayang, kamu anakku! Jangan berkata seperti orang lain saja. Aku ini ibumu. Sudah larut malam, sekarang kamu istirahat saja ya." Perintah Mama Neni.
Akupun tertidur dan besoknya aku mulai terapi dengan dokter Vio dan rutin minum obat yang diresepkan yakni obat SSRI untuk (PTSD) Gangguan Stres Paca Trauma.
Aku juga mendapat dukungan moril dari dokter Vio, dokter Victor, Alex dan terutama mama Neni. Walaupun halusinasi dan mimpi buruk tetap terulang mengenai kecelakaan mobil itu tetapi keadaanku sudah tertangani dan tidak tambah memburuk.
Aku masih menjalani rawat inap di rumah sakit karena kakiku yang patah juga kondisiku yang masih membutuhkan pantauan medis. Selama perawatan di rumah sakit Martadinata, Alex selalu datang membawa rainbow cake kesukaanku. Dia membawakan tugas dari wali kelasku di SMK dan membantuku mengikuti kelas akselerasi online supaya cepat lulus sambil menjalani perawatan medis.
Inilah hari demi hari ku lalui di rumah sakit Martadinata. Tanpa terasa minggu dan bulan pun berganti.
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber
"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong.""Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar."Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex."Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
Mataku tetap melihat ke arah Alex melangkahkan kaki dan hujan pun turun.Aku meneteskan air mata karena Alex telah memutuskan pergi dan mungkin tak kembali.Perasaan ku sulit dijelaskan dan hatiku sakit.Sulit untuk menerima fakta bahwa aku telah kehilangannya."Anna," panggil dokter Victor."Iya," sahutku."Di sini hujan, ayo kita masuk ke ruang VVIP Bougenville!" Nada lembut dokter Victor mengajakku. Aku pun mengikuti saran dokter Victor.Kami memasuki ruangan VVIP Bougenville dan aku segera berbaring di ranjang Dekubitus."Maka dokter Victor berkata, "Anna, tolong jangan sampai ada pria atau wanita lain di antara kita! Cukup hanya kau dan aku saja, tidak ada yang lain! Mengerti!"Aku mencoba menutupi rasa kehilanganku dan mengangguk mendengar kata-kata dokter Victor walaupun tidak dengan sepenuh hati."Eh, ada dokter Victor!" Sapa Mama Neni."Mama Neni sudah datang? Dari mana saja Mama Neni?" Balas
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya."Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni."Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku."Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali."Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan."Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Aku menyusuri jalanan kota sambil di bonceng dokter Victor dengan motor sport nya. Dia banyak bercerita namun aku hanya menjawab singkat saja. Saat aku tiba di rumah hatiku masih terasa sepi. Aku berjalan lemas dan lemah lunglai dan memasuki rumahku. Tiap sudut rumah aku tidak menjumpai foto keluarga tetapi aku coba tuk abaikan saja."Mah, aku sudah datang," kataku dan dokter Victor yang baru mengantarku mengikutiku dari belakang."O, kalian sudah datang! Mari cepat masuk ke ruang makan! Mama sudah membuat makanan spesial untuk kalian," kata mama Neni dengan penuh semangat."Baik Ma," kataku."Mama Neni masak apa?" Tanya dokter Victor."Ada banyak makanan terhidang di meja, silahkan duduk di meja makan!" Pinta mama Neni.Aku dan dokter Victor pun segera mengambil posisi duduk yang pas di meja makan untuk bersiap menyantap hidangan.
Bab 17 Mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih "Kuk-ku-ruyuk!" Suara ayam jago menggema saling bersahutan menyambut pagi. "Kring-kring-kring!" Bunyi jam weker berdering keras memecah keheningan di dalam sebuah kamar minimalis bercat putih. "Duh! Jam berapa sih? Masih ngantuk tapi berisik banget jam weker tua ini." Sebuah tangan terulur dari selimut dan meraih jam weker untuk mematikan suaranya yang bising. Disamping jam weker, terdapat foto Anna yang mengenakan jubah dan topi toga yang menandakan Anna telah wisuda S2 Manajemen Bisnis karena beberapa tahun telah berlalu. "Tok - tok - tok!" Suara ketukan pintu mengusik tidur Anna.