"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."
Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong."
"Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar.
"Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex.
"Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang sedang kamu bicarakan Alex. Apa maksud dari perkataan mu." Kataku pada Alex yang tak habis pikir karena hari ini Alex bersikap terlalu aneh.
"Nanti kamu akan tahu maksud dari kata-kata ku. Anna, kamu suka warna langit senja memerah kan! Kamu penikmat senja kan!"
"Iya, mari kita ke taman rumah sakit Martadinata! Kita melihat langit senja memerah di sana sambil kau petikkan buah ceri untuk ku santap!" Kataku.
"Ayuk! Aku bantu kamu berjalan Anna." Kata Alex dengan penuh semangat, belum pernah aku melihat wajah Alex penuh semangat seperti hari ini.
Akupun dibantu Alex berjalan walau dengan kaki setengah pincang. Menyusuri koridor rumah sakit menuju taman rumah sakit Martadinata. Dari kejauhan sudah tampak rumput hijau, bunga berwarna-warni, pohon ceri di tengah-tengah taman dengan buah nampak memerah dan bunyi gemericik dari kolam ikan juga beberapa kursi kayu bercat putih nampak berjejer beberapa di bawah pohon ceri yang rindang.
Akupun dibantu Alex untuk duduk di salah satu kursi kayu panjang berwarna putih.
Aku duduk mengamati langit senja memerah dan menikmati buah ceri hasil petikan Alex.
Kami tertawa dan menikmati setiap detik kebersamaan dan waktu berlalu. Aku merasa ada yang janggal. Dan benar saja kekhawatiran ku terjadi.
"Alex!" Terdengar suara dokter Victor dari kejauhan membentak Alex.
Aku dan Alex berdiri dan melihat dokter Victor mendekat dengan langkah seribu.
Dengan tubuh dokter Victor yang kekar dan lengan berotot,dia mencengkram kerah baju SMK Alex. Tetapi Alex tanpa perlawanan dan hanya diam seribu bahasa. Ini tak sebanding karena tubuh Alex tak atletis. Alex hanyalah seorang pria muda yang kurus tapi tinggi.
Aku menghampiri mereka dan berupaya melerai mereka. Tanganku berusaha melepaskan cengkraman dokter Victor di kerah baju Alex," Sudah, tolong jangan bertengkar! Ingat ini di rumah sakit! Malu jika dilihat orang. Hentikan!" Tapi tangan dokter Victor menepisku sehingga aku jatuh tersungkur. Rupanya dokter Victor sudah gelap mata dan marah membabi buta.
"Sudah berapa kali saya bilang jauhi Anna!" Hardik dokter Victor.
Sambil jatuh tersungkur, aku pun tak mampu berdiri dan hanya melihat mereka.
"Tolong lepaskan cengkraman mu!" Kata Alex tak terpancing emosi.
"Bagaimana bisa aku melepaskan cengkraman ku sedangkan kau masih saja mengganggu hubunganku dengan Anna?" Kata dokter Victor.
"Kau ini seorang dokter, bagaimana jika orang lain melihat perbuatanmu ini? Apakah kau tidak malu?"
"Tidak! Demi Anna, aku rela mengorbankan segalanya!" Tandas dokter Victor dengan penuh keyakinan.
"Benarkah? Lantas kenapa sekarang kau yang membuat Anna jatuh tersungkur? Dia pasienmu! Dia juga kekasihmu! Orang yang katamu sangat kau cintai," jawab Alex.
"Sumber masalah ini adalah kau!" Teriak dokter Victor pada Alex.
"Lepaskan tanganmu dan biarkan aku membantu Anna berdiri!" Perintah Alex kepada dokter Victor.
Maka dokter Victor melepaskan cengkraman tangannya pada kerah baju Alex sambil berkata," Ingat! Jauhi Anna! Anna adalah milikku! Anna adalah kekasihku! Cam kan itu baik-baik!" Jari dokter Victor menunjuk ke arah Alex.
"Anna, apakah kamu baik-baik saja? Apakah ada kakimu yang sakit atau terluka?" Dengan khawatir Alex berupaya membantuku berdiri.
"Jangan khawatir kan aku! Aku baik-baik saja. Maaf telah membuatmu mendapat masalah,"kataku.
"Tidak apa-apa! Tidak masalah!" Kata Alex sambil membantuku berdiri tegak dan berjalan ke arah dokter Victor.
Tanpa ku duga, Alex menyerahkan ku ke dokter Victor.
"Ini, Anna masih milikmu. Tolong jaga Anna baik-baik! Sesuai janjiku, aku hanya membantu Anna belajar sampai lulus kelas akselerasi online dan setelah itu aku akan pergi." Kata Alex dengan sorot mata penuh kesedihan karena akan berpisah denganku.
"Alex, apa maksud dari kata-kata mu?" Tanyaku.
Mata Alex memerah seakan mau menangis tapi dipaksa untuk tetap tersenyum kepadaku dan kedua tangannya memegang pundakku, "Anna, selamat atas kelulusanmu dan jaga dirimu baik-baik. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaanmu. Aku pergi dulu Anna!" Alex pun berlalu meninggalkan aku dengan dokter Victor.
"Alex, tu-tunggu Alex!" Aku mencoba memanggil nya tapi dia tak berbalik dan berlalu begitu saja.
Mataku tetap melihat ke arah Alex melangkahkan kaki dan hujan pun turun.Aku meneteskan air mata karena Alex telah memutuskan pergi dan mungkin tak kembali.Perasaan ku sulit dijelaskan dan hatiku sakit.Sulit untuk menerima fakta bahwa aku telah kehilangannya."Anna," panggil dokter Victor."Iya," sahutku."Di sini hujan, ayo kita masuk ke ruang VVIP Bougenville!" Nada lembut dokter Victor mengajakku. Aku pun mengikuti saran dokter Victor.Kami memasuki ruangan VVIP Bougenville dan aku segera berbaring di ranjang Dekubitus."Maka dokter Victor berkata, "Anna, tolong jangan sampai ada pria atau wanita lain di antara kita! Cukup hanya kau dan aku saja, tidak ada yang lain! Mengerti!"Aku mencoba menutupi rasa kehilanganku dan mengangguk mendengar kata-kata dokter Victor walaupun tidak dengan sepenuh hati."Eh, ada dokter Victor!" Sapa Mama Neni."Mama Neni sudah datang? Dari mana saja Mama Neni?" Balas
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya."Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni."Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku."Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali."Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan."Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Aku menyusuri jalanan kota sambil di bonceng dokter Victor dengan motor sport nya. Dia banyak bercerita namun aku hanya menjawab singkat saja. Saat aku tiba di rumah hatiku masih terasa sepi. Aku berjalan lemas dan lemah lunglai dan memasuki rumahku. Tiap sudut rumah aku tidak menjumpai foto keluarga tetapi aku coba tuk abaikan saja."Mah, aku sudah datang," kataku dan dokter Victor yang baru mengantarku mengikutiku dari belakang."O, kalian sudah datang! Mari cepat masuk ke ruang makan! Mama sudah membuat makanan spesial untuk kalian," kata mama Neni dengan penuh semangat."Baik Ma," kataku."Mama Neni masak apa?" Tanya dokter Victor."Ada banyak makanan terhidang di meja, silahkan duduk di meja makan!" Pinta mama Neni.Aku dan dokter Victor pun segera mengambil posisi duduk yang pas di meja makan untuk bersiap menyantap hidangan.
Bab 17 Mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih "Kuk-ku-ruyuk!" Suara ayam jago menggema saling bersahutan menyambut pagi. "Kring-kring-kring!" Bunyi jam weker berdering keras memecah keheningan di dalam sebuah kamar minimalis bercat putih. "Duh! Jam berapa sih? Masih ngantuk tapi berisik banget jam weker tua ini." Sebuah tangan terulur dari selimut dan meraih jam weker untuk mematikan suaranya yang bising. Disamping jam weker, terdapat foto Anna yang mengenakan jubah dan topi toga yang menandakan Anna telah wisuda S2 Manajemen Bisnis karena beberapa tahun telah berlalu. "Tok - tok - tok!" Suara ketukan pintu mengusik tidur Anna.
Bab 18: Kunci Dari Segalanya"tik - tik - tik!" suara ketikan komputer memenuhi ruangan yang Anna tempati. Sejenak Anna terhenti tangannya mengetik dan teringat kepada sebuah kenangan manis nan singkat tentang kebersamaannya dengan Alex. Baginya Alex adalah cinta pertamanya yang manis sekejap dan sirna.Sorot mata Selly menyudahi menatap layar komputer dan menyatukan kedua tangan yang tlah pegal mengetik lalu saling mengaitkan jari-jari nya dan menariknya sampai tulang jemarinya berbunyi, "kretek.""Hm … sudah waktunya makan siang!" kata Selly, sosok gadis yang feminim penyuka warna pink hingga meja kantornya penuh meja pernak-pernik warna pink.Suara Selly tentu memecah keheningan dan membuyarkan lamun
Kasihantara manusia semakin mendingin, maka tidak heran jika kita sulit mencari cinta sejati. Banyak penghianatan yang berujung kata perpisahan. Janji sehidup semati berakhir dengan dusta dan luka. Tapi, terkadang kita belum mampu menyadari bahwa kita dapat menemukan orang yang tepat, cinta sejati dan itu tidak jauh dari kehidupan kita.Sengatan terik mentari kian terasa menyengat menusuk kulit. Suara orkestra tonggeret jantan di pepohonan bersahut-sahutan dan merdu memikat tonggeret betina sebagai tanda penghujung musim hujan dan sebagai awal musim panas. Diikuti gelak tawa anak-anak dari tempat bermain dalam sebuah Panti Asuhan bernama Tunas Cempaka Putih. Tampak dua orang anak perempuan berusia 8 tahun sedang bermain bersama. Anna adalah anak yang manis dan putih berpostur kurus dan berambut panjang memakai outfit terusan berwarna merah sedangkan Bella berambut pendek kulit berwarna kuning