"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.
Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."
Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya.
"Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni.
"Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku.
"Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali.
"Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan.
"Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Aku menyusuri jalanan kota sambil di bonceng dokter Victor dengan motor sport nya. Dia banyak bercerita namun aku hanya menjawab singkat saja. Saat aku tiba di rumah hatiku masih terasa sepi. Aku berjalan lemas dan lemah lunglai dan memasuki rumahku. Tiap sudut rumah aku tidak menjumpai foto keluarga tetapi aku coba tuk abaikan saja."Mah, aku sudah datang," kataku dan dokter Victor yang baru mengantarku mengikutiku dari belakang."O, kalian sudah datang! Mari cepat masuk ke ruang makan! Mama sudah membuat makanan spesial untuk kalian," kata mama Neni dengan penuh semangat."Baik Ma," kataku."Mama Neni masak apa?" Tanya dokter Victor."Ada banyak makanan terhidang di meja, silahkan duduk di meja makan!" Pinta mama Neni.Aku dan dokter Victor pun segera mengambil posisi duduk yang pas di meja makan untuk bersiap menyantap hidangan.
Bab 17 Mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih "Kuk-ku-ruyuk!" Suara ayam jago menggema saling bersahutan menyambut pagi. "Kring-kring-kring!" Bunyi jam weker berdering keras memecah keheningan di dalam sebuah kamar minimalis bercat putih. "Duh! Jam berapa sih? Masih ngantuk tapi berisik banget jam weker tua ini." Sebuah tangan terulur dari selimut dan meraih jam weker untuk mematikan suaranya yang bising. Disamping jam weker, terdapat foto Anna yang mengenakan jubah dan topi toga yang menandakan Anna telah wisuda S2 Manajemen Bisnis karena beberapa tahun telah berlalu. "Tok - tok - tok!" Suara ketukan pintu mengusik tidur Anna.
Bab 18: Kunci Dari Segalanya"tik - tik - tik!" suara ketikan komputer memenuhi ruangan yang Anna tempati. Sejenak Anna terhenti tangannya mengetik dan teringat kepada sebuah kenangan manis nan singkat tentang kebersamaannya dengan Alex. Baginya Alex adalah cinta pertamanya yang manis sekejap dan sirna.Sorot mata Selly menyudahi menatap layar komputer dan menyatukan kedua tangan yang tlah pegal mengetik lalu saling mengaitkan jari-jari nya dan menariknya sampai tulang jemarinya berbunyi, "kretek.""Hm … sudah waktunya makan siang!" kata Selly, sosok gadis yang feminim penyuka warna pink hingga meja kantornya penuh meja pernak-pernik warna pink.Suara Selly tentu memecah keheningan dan membuyarkan lamun
Kasihantara manusia semakin mendingin, maka tidak heran jika kita sulit mencari cinta sejati. Banyak penghianatan yang berujung kata perpisahan. Janji sehidup semati berakhir dengan dusta dan luka. Tapi, terkadang kita belum mampu menyadari bahwa kita dapat menemukan orang yang tepat, cinta sejati dan itu tidak jauh dari kehidupan kita.Sengatan terik mentari kian terasa menyengat menusuk kulit. Suara orkestra tonggeret jantan di pepohonan bersahut-sahutan dan merdu memikat tonggeret betina sebagai tanda penghujung musim hujan dan sebagai awal musim panas. Diikuti gelak tawa anak-anak dari tempat bermain dalam sebuah Panti Asuhan bernama Tunas Cempaka Putih. Tampak dua orang anak perempuan berusia 8 tahun sedang bermain bersama. Anna adalah anak yang manis dan putih berpostur kurus dan berambut panjang memakai outfit terusan berwarna merah sedangkan Bella berambut pendek kulit berwarna kuning
Langit tengah murung dan menangis pilu tatkala tubuh Anna masih tergolek lemah di ruangan ICU RSK. Martadinata. Jantung tengah berpacu dengan waktu, akankah bertahan atau memutuskan hilang?Nyonya Neni sudah menandatangani prosedur medis Anna dan semua biaya perawatan ditanggung pihak keluarga dari anak perempuan yang sudah diselamatkan oleh Anna.Dr. Victor, Sp.Bs yang menangani Anna adalah dokter spesialis bedah saraf yang terbilang paling termuda di RSK. Martadinata dibandingkan dengan dokter spesialis lainnya. Dr.Victor juga terlihat gagah dan sangat tampan saat menggunakan kemeja putih dengan jas serba Putih khas dokter serta stetoskop (alat yang digunakan untuk memeriksa suara dalam tubuh seperti mendengar suara jantung, pernapasan, aliran darah dalam arteri ) yang menggantung di leher.Setelah mendengar kisah Anna yang heroik, maka secara diam-diam Dr. Victor menaruh simpati dan perhatian khusus pada Anna.Setelah mendapat persetu
Sudah 24 jam berlalu tetapi Anna masih belum sadarkan diri di ruangan ICU. Ruang ICU atau Intensive Care Unit adalah ruangan yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk merawat pasien dengan keadaan yang membutuhkan pengawasan ketat. Ruangan ICU dilengkapi peralatan khusus sebagai penunjang kehidupan untuk proses pemulihan pasien. Dokter spesialis dan perawat profesional berjaga dan merawat pasien di ruangan ICU. Suara decitan berisik dari monitor kehidupan memenuhi seisi ruangan yang bersuhu menusuk tulang.Dr.Victor saat itu berniat untuk pulang karena tidak tahu kapan Anna akan sadar seharusnya Anna sudah tersadar 5 atau 6 jam pasca operasi tapi kesadaran penuh baru akan terjadi seminggu pasca operasi akibat dari pengaruh obat bius sebelum operasi.Dr. Victor berjalan mendekati tempat Anna yang terbaring. Perlahan dia membuka kelambu berwarna hijau untuk melihat Anna yang terbaring di balik kelambu. Tangan kanan dr. Victo
Panas yang terik tak menghentikan langkah Nyonya Neni menuju RSK. Martadinata di jam 13.00 siang hari itu. Hati yang riang membuat Nyonya Neni memacu mobilnya dan menyalip kendaraan lain. Kadang Ia terlupa untuk berhenti di lampu merah. Ia tetap saja memacu mobilnya secepat kilat. Tak sabar ia ingin mendengar kabar baik dari Dr.Victor mengenai perkembangan kesehatan Anna. Kabar baik seperti oase di tengah padang gurun yang terik menyengat, bayangan Nyonya Neni."Hm, alangkah menyegarkan dan menyejukkan bisa melihat Anna sembuh dan sehat kembali," gumam Nyonya Anna seraya menyetir mobil dan melihat jalan.RSK.Martadinata sudah terlihat dari kejauhan, secara antusias Nyonya Neni mencondongkan tubuhnya ke depan setir n menginjak pedal gas. Memasuki halaman dan tempat parkir RSK.Martadinata dan memarkir mobil Honda Jazz merahnya.Setengah berlari denga
"Siapa aku? Aku tak ingat sama sekali bahwa namaku Anna. Apakah benar aku memiliki pacar seorang dokter bedah saraf? Apakah ini mimpi? Apakah aku belum terbangun dari mimpiku?" Gumamku dalam hati.Perlahan aku menoleh ke sebelah kanan dan kiri walau agak kesulitan karena Cervical Collar (penopang leher dan kepala) masih terpasang di leherku. Juga kepalaku masih sakit dengan jahitan bekas operasi. Di samping kanan perawat laki-laki dan kiriku terlihat perawat perempuan yang mendorong ranjang Dekubitus (tempat tidur di rumah sakit yang bisa terhubung dengan colokan listrik untuk mengubah posisi tidur) yang ku tempati dari ruangan ICU menuju kamar Bougenville. Melewati koridor di depan beberapa ruangan di rumah sakit. Mataku silau akan cahaya yang menembus koridor rumah sakit. Tangan kananku yang masih terpasang selang berisi cairan infus mencoba menutupi mata dan wajahku karena terpaan cahaya matahari menembus koridor rumah sakit."Suster," aku memanggil perawat pe