Langit tengah murung dan menangis pilu tatkala tubuh Anna masih tergolek lemah di ruangan ICU RSK. Martadinata. Jantung tengah berpacu dengan waktu, akankah bertahan atau memutuskan hilang?
Nyonya Neni sudah menandatangani prosedur medis Anna dan semua biaya perawatan ditanggung pihak keluarga dari anak perempuan yang sudah diselamatkan oleh Anna.
Dr. Victor, Sp.Bs yang menangani Anna adalah dokter spesialis bedah saraf yang terbilang paling termuda di RSK. Martadinata dibandingkan dengan dokter spesialis lainnya. Dr.Victor juga terlihat gagah dan sangat tampan saat menggunakan kemeja putih dengan jas serba Putih khas dokter serta stetoskop (alat yang digunakan untuk memeriksa suara dalam tubuh seperti mendengar suara jantung, pernapasan, aliran darah dalam arteri ) yang menggantung di leher.
Setelah mendengar kisah Anna yang heroik, maka secara diam-diam Dr. Victor menaruh simpati dan perhatian khusus pada Anna.
Setelah mendapat persetujuan medis dari Nyonya Neni, maka di ruangan ICU Dr. Victor dengan sigap melakukan prosedur medis dengan metode GCS (Glasgow Coma Scale) kepada Anna. Ini merupakan metode medis untuk mengetahui skala tingkat kesadaran seseorang pasca trauma kepala. Dinilai dengan memberi rangsangan mata, suara, gerak tubuh kepada Anna melalui bantuan para perawat yang handal dan sigap. Hasil GCS Anna menunjukkan Semi Koma level ke-6 (kondisi normal 15). Artinya Anna mengalami cedera kepala berat.
Tak berhenti di situ, Dr. Victor segera ke tahap pemeriksaan medis selanjutnya yakni MRI (Magnetic resonance imaging) atau pencitraan resonansi magnetik merupakan salah satu prosedur medis yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan kondisi organ dalam Anna terutama bagian kepala.
Segera Anna dari ruang ICU dipindahkan ke ruangan MRI. Dokter Victor dan para Perawat sangat gesit memburu nyawa Anna dan berlomba dengan waktu.
Hasil MRI menunjukkan Anna perlu operasi karena tengkorak bagian kepala dan kaki kanan retak dan beberapa patah. Tanpa menunda perawat kompeten menyiapkan ruang dan meja operasi melalui standar SOP yang berlaku. Dokter bedah saraf yakni
Dr.Victor dan dokter ortopedi, dokter Anestesi dan para perawat telah bersiap di ruangan operasi dengan peralatan dan pakaian lengkap. Anna pun segera di operasi hari itu juga mengingat kondisi Anna yang kritis.
Nyonya Neni tampak berada di luar ruang operasi ditemani Bella dan orangtua anak perempuan yang diselamatkan Anna.
Mereka dengan kompak menenangkan Nyonya Neni.
"Sudahlah nyonya Neni, Anna pasti kuat melewati semua ini," kata Bella.
"Aku tahu Bella, tapi kasihan Anna. Masih muda sudah mengalami banyak hal pahit," jawab Nyonya Neni sambil berlinang air mata.
"Iya, aku tahu maksud Nyonya Neni," bujuk Bella sambil mengusap pipi Nyonya Neni dengan tissue.
Kedua orang tua anak perempuan yang diselamatkan Anna mendekati Nyonya Neni.
Ibunya merangkul bahu Nyonya Neni dan berkata,"Saya mengerti perasaan Nyonya Neni, Saya berhutang banyak pada anak asuh Nyonya Neni yaitu Anna. Andaikan Anna tidak sigap, pasti anak saya sekarang berada di ruang operasi. Saya ucapkan terimakasih karena sudah mengasuh Anna di Panti." Sambil menepuk-nepuk bahu Nyonya Neni dengan lembut.
Operasi berjalan lancar dan selesai hari berikutnya jam 3 dini hari. Anna terbaring di atas ranjang Dekubitus ( tempat tidur di RSK yang terhubung dengan listrik untuk mengatur posisi pasien ) dan perawat mendorongnya keluar melewati ruang operasi dan koridor. Diikuti oleh Bella dan Nyonya Neni, namun mereka tidak bisa mengikuti sampai masuk ke dalam ruangan ICU karena dihentikan perawat yang bertugas.
Dokter Victor terlihat telah melepas Surgical Gown ( Baju untuk operasi ) miliknya dan berjalan menuju ruang ICU untuk melihat keadaan Anna. Nyonya Neni bersama Bella yang khawatir dan bertanya-tanya hasil operasi pun segera memburu dokter Viktor.
"Dokter Victor, bagaimana hasil operasi Anna ?" Tanya Nyonya Neni.
"Nyonya Neni bisa bernafas lega, operasi berjalan lancar sesuai prosedur medis,"kata dokter Victor.
"Benarkah itu Dok ?" Nyonya Neni seakan tidak percaya akan apa yang didengar.
"Kami sudah berupaya menyelamatkan nyawa Anna, Anna juga terpantau sudah melewati masa kritis, tinggal Nyonya Neni banyak berdoa agar Anna lekas sadar dan pulih !" Sahut Dr.Victor seraya menepuk bahu Nyonya Neni mencoba untuk menenangkan.
Nyonya Neni langsung bisa bernafas lega seraya menyandarkan tubuhnya yang sudah lemas ke tembok sambil memegang dadanya dan berucap,"syukurlah Tuhan, aku bisa tenang sekarang."
"Sebaiknya Nyonya Neni pulang dan beristirahat di rumah! Anna di ruang ICU sudah terpantau dokter spesialis dan perawat kompeten jadi tidak perlu khawatir."
Dokter Victor berkata sambil menyentuh bahu Nyonya Neni dan menuntun ke arah pintu keluar RSK. Martadinata.
"Baik Dok, saya titip Anna,"sahut Nyonya Neni dengan nada lirih dan raut muka tampak lelah juga gelisah seperti benang kusut
"Iya, besok bisa menengok Anna kembali dan hanya salah satu saja yang boleh masuk ke ruangan ICU tapi jam besuk sangat terbatas,"timpal Dr. Victor.
"Baik, terimakasih Dr. Victor," kata Nyonya Neni.
Bella dan Nyonya Neni saat itu keluar dari RSK. Martadinata. Mengambil langkah untuk pulang karena ingin beristirahat dari rasa penat dan lelah.
Sangat mengherankan karena Bella tampak tenang dengan raut wajah yang masih datar tapi tetap mencoba menenangkan Nyonya Neni. Seraya berlalu Bella melirik langkah kepergian Dr. Victor yang kembali masuk ke RSK. Martadinata menuju ruangan ICU.
Dr. Victor tanpa lelah tetap berjaga di ruangan ICU padahal ini sudah waktunya ganti jadwal jaga dengan dokter spesialis lain.
"Dr. Victor , sudah waktunya anda pulang untuk beristirahat! Jam bertugas anda sudah usai," perintah Dr. Vio, selaku pengganti jaga Dr.Victor.
"Iya, saya tahu. Saya ingin memastikan dulu kondisi pasien Anna sampai tersadar setelah itu saya akan pulang,"jawab Dr. Victor.
"Kalau begitu saya bertugas keruangan praktek saja," Dr. Vio menjawab dengan ketus dan terlihat cemburu segera meninggalkan Dr. Victor dengan secepat kilat.
Sambil menuju ruangan praktek dokter spesialis, Dr. Vio bergumam," sebenarnya siapa Anna? Dia tidak lebih dari pasien kecelakaan yang baru masuk kemarin. Kenapa Dr. Victor menarik minat dan perhatian khusus pada Anna? Apakah Dr.Victor memiliki rasa untuk Anna? Tidak seperti biasanya Dr. Victor bersikap seperti ini."
Sementara di ruangan ICU dari jauh kedua mata dokter Victor tak henti mengamati Anna dan dia merasa Anna tidak berbaring dengan nyaman. Dr.Victor menghampiri tempat Anna berbaring, dengan tempat tidur Dekubitus yang terhubung pada colokan listrik maka Dr.Victor dengan lembut merubah posisi Anna berbaring dengan tombol yang tersedia dan membuat Anna terbaring dengan nyaman.
"Saya belum pernah melihat seseorang yang berani mengorbankan nyawa demi menyelamatkan orang lain yang belum dia kenal. Bahkan jika sudah saling mengenal pun belum tentu mau berkorban. Hebat kamu Anna dan saya jatuh hati padamu," gumam Dr.Victor dengan lirih sembari melihat tubuh Anna dari ujung atas sampai bawah dan Anna masih tak sadarkan diri.
Tubuh Anna ditopang alat medis untuk menunjang kehidupannya. Cervical Collar terpasang di leher Anna. Cervical Collar berfungsi untuk menopang leher dan kepala Anna selain itu untuk mengurangi pergerakan leher dan kepala karena trauma kepala yang dialami Anna.
Gips juga melingkar di pergelangan tungkai bawah kaki Anna yang patah. Bunyi monitor Cardiorespiratory untuk mengukur denyut nadi dan tekanan darah juga terpasang dengan kabel menggerayangi tubuh Anna yang lemah. Ventilator yang membantu Anna bernafas juga terhubung ke saluran pernafasan Anna. Infus Pump yang berfungsi untuk mengatur cairan infus yang masuk ke urat nadi sudah terhubung di tangan Anna.
Selang NGT ( Nasogastric tube) yakni selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung terpasang di hidung Anna. NGT berfungsi mengalirkan makanan cair ke lambung Anna tanpa harus menggunakan indera pengecap dan digunakan selama Anna tak sadarkan diri. Tubuh Anna digerayangi peralatan medis untuk menopang hidup Anna.
Di ruang ICU suhu udara sangat dingin menusuk tulang. Diselimuti tirai berwarna hijau menutupi tiap sudut ruang pasien berada. Suara monitor Ventilator dan monitor Cardiorespiratory saling bersahut-sahutan. Bunyi langkah kaki para perawat berdecit ngilu dari sepatu pantofel mereka.
Begitulah keadaan Anna setelah operasi dan mendapatkan penanganan medis. Anna setelah operasi masih terpantau di ruangan ICU yang dipenuhi alat penunjang kehidupan dan para perawat juga dokter spesialis yang bertugas.
Anna pun masih belum sadar dari koma-nya walau sudah mendapat perawatan dan dibantu dengan berbagai alat medis penunjang kehidupan.
Sudah 24 jam berlalu tetapi Anna masih belum sadarkan diri di ruangan ICU. Ruang ICU atau Intensive Care Unit adalah ruangan yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk merawat pasien dengan keadaan yang membutuhkan pengawasan ketat. Ruangan ICU dilengkapi peralatan khusus sebagai penunjang kehidupan untuk proses pemulihan pasien. Dokter spesialis dan perawat profesional berjaga dan merawat pasien di ruangan ICU. Suara decitan berisik dari monitor kehidupan memenuhi seisi ruangan yang bersuhu menusuk tulang.Dr.Victor saat itu berniat untuk pulang karena tidak tahu kapan Anna akan sadar seharusnya Anna sudah tersadar 5 atau 6 jam pasca operasi tapi kesadaran penuh baru akan terjadi seminggu pasca operasi akibat dari pengaruh obat bius sebelum operasi.Dr. Victor berjalan mendekati tempat Anna yang terbaring. Perlahan dia membuka kelambu berwarna hijau untuk melihat Anna yang terbaring di balik kelambu. Tangan kanan dr. Victo
Panas yang terik tak menghentikan langkah Nyonya Neni menuju RSK. Martadinata di jam 13.00 siang hari itu. Hati yang riang membuat Nyonya Neni memacu mobilnya dan menyalip kendaraan lain. Kadang Ia terlupa untuk berhenti di lampu merah. Ia tetap saja memacu mobilnya secepat kilat. Tak sabar ia ingin mendengar kabar baik dari Dr.Victor mengenai perkembangan kesehatan Anna. Kabar baik seperti oase di tengah padang gurun yang terik menyengat, bayangan Nyonya Neni."Hm, alangkah menyegarkan dan menyejukkan bisa melihat Anna sembuh dan sehat kembali," gumam Nyonya Anna seraya menyetir mobil dan melihat jalan.RSK.Martadinata sudah terlihat dari kejauhan, secara antusias Nyonya Neni mencondongkan tubuhnya ke depan setir n menginjak pedal gas. Memasuki halaman dan tempat parkir RSK.Martadinata dan memarkir mobil Honda Jazz merahnya.Setengah berlari denga
"Siapa aku? Aku tak ingat sama sekali bahwa namaku Anna. Apakah benar aku memiliki pacar seorang dokter bedah saraf? Apakah ini mimpi? Apakah aku belum terbangun dari mimpiku?" Gumamku dalam hati.Perlahan aku menoleh ke sebelah kanan dan kiri walau agak kesulitan karena Cervical Collar (penopang leher dan kepala) masih terpasang di leherku. Juga kepalaku masih sakit dengan jahitan bekas operasi. Di samping kanan perawat laki-laki dan kiriku terlihat perawat perempuan yang mendorong ranjang Dekubitus (tempat tidur di rumah sakit yang bisa terhubung dengan colokan listrik untuk mengubah posisi tidur) yang ku tempati dari ruangan ICU menuju kamar Bougenville. Melewati koridor di depan beberapa ruangan di rumah sakit. Mataku silau akan cahaya yang menembus koridor rumah sakit. Tangan kananku yang masih terpasang selang berisi cairan infus mencoba menutupi mata dan wajahku karena terpaan cahaya matahari menembus koridor rumah sakit."Suster," aku memanggil perawat pe
Hari sudah sore hampir gelap, matahari di ufuk barat siap tenggelam berganti cahaya rembulan dan bintang. Lampu-lampu di pinggir jalan raya mulai menyala, menerangi setiap tepian jalan raya. Dari dalam taksi, Bella melihat keluar kaca mobil untuk memastikan apakah taksi sudah melaju ke arah tempat tujuan. Bella melihat bahwa taksi sudah mendekati tempat yang akan Bella tuju. Ya, RSK. Martadinata karena Bella ingin menjenguk sahabatnya yakni Anna. Kali terakhir Bella menjenguk Anna bersama nyonya Neni. Kesibukan di sekolah membuat Bella tak bisa sering menjenguk Anna. Bella belum pernah mendengar kabar Anna dari mulut nyonya Neni. Kesibukan masing-masing membuat nyonya Neni tidak pernah bertemu Bella."Pak, tolong berhenti di sisi kiri! Kita sudah sampai, di ujung jalan itu rumah sakit Martadinata Pak," ucap Bella kepada sopir taksi. Dari belakang Bella mencolek lengan sopir taksi agar segera berhenti."Siap Nona, sebentar saya tepikan dulu taksinya!" Jawab sopir
Bella telah dibawa pergi oleh Martin, sang pengusaha garmen dan rencana akan tinggal di Prancis dan tepatnya di Paris pusat kota mode dunia dan barang branded. Bodyguard pun mengikuti mereka dan memaksa Bella untuk ikut bersama Martin.Entah nasib Bella selanjutnya, hanya Martin dan Bella sendiri yang mengetahuinya. Harapan nyonya Neni Bella menjauh dari Anna agar sandiwaranya bersama dokter Victor tidak terbongkar ke telinga Anna karena Bella sahabat kental Anna dan kunci dari semuanya. Tapi Bella telah tersingkir dan menetap di negeri yang jauh. Bagaimana nasib Anna selanjutnya? Tidak ada yang tahu."Bip, bip, bip!"Suara ponsel dokter Victor berbunyi dan tertanda panggilan dari nomor handphone nyonya Neni."Iya, Mama Neni. Ada hal penting apa menelponku?" Tanya dokter Victor di tengah kesibukannya sedang praktek dan menangani pasien di ruang spesialis polinya."Kok begitu jawabanmu? Ada hal penting yang mau aku bicarakan." Jawab nyon
Aku tak berani membuka mata, semua terasa berputar. Seperti sakit Vertigo dan aku merasa mual sehingga beberapa kali masih muntah. Rasa nyeri yang hebat di kepala membuatku merintih kesakitan.Sambil memegang kepalaku dan memejamkan mata aku berkata,"aduh sakit sekali kepalaku Mah! Semua seakan terlihat berputar dan menambah rasa mual ku. Kepalaku nyeri dan pusing sekali. Tolong aku Mamah Neni!""Yang sabar ya sayang! Dokter Victor sedang mencarikanmu obat untuk meredakan rasa pusing dan sakit kepalamu. Tenang dulu ya! Mama tahu kamu kesakitan dan menderita. Mama ganti dulu pakaianmu ya?""Iya Mah," kataku.Di ruangan perawat tepatnya tempat penyimpanan obat dokter Victor mencoba mencari obat injeksi pereda nyeri dan untuk pusing, mual dan muntah. Dengan cepat membuka rak berisi obat, botol infus dan suntikan. Obat injeksi sudah ketemu juga alat suntikan segera dia masukkan ke saku jas dokternya."Dokter Victor," seorang perawat memegang punggungku
"Akan saya jelaskan sedikit mengenai gambaran klinis Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD=Post Traumatic Stress Disorder) yang kamu alami ya dan dengarkan baik-baik penjelasan dari saya!" Ujar dokter Vio.Aku menatap dalam kedua mata dokter Vio yang akan menguraikan kondisiku saat ini. Di ranjang Dekubitus dengan posisi berbaring agak duduk aku memperhatikan ucapan dokter Vio dengan seksama."Mungkin beberapa kali kamu telah mengalami tragedi kecelakaan sehingga kamu mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD). Ingatan tersebut akan terbayang dalam benakmu dan terulang dalam mimpi. Kamu bahkan akan mengingatnya terus sehingga mengganggu hubungan sosial, kehilangan nafsu makan, menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kecelakaan seperti phobia atau takut naik mobil untuk menghindari kecelakaan, rasa bersalah karena peristiwa traumatis tersebut terus membayangi. Apakah ini beberapa gejala yang ka
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber