Aku tak berani membuka mata, semua terasa berputar. Seperti sakit Vertigo dan aku merasa mual sehingga beberapa kali masih muntah. Rasa nyeri yang hebat di kepala membuatku merintih kesakitan.
Sambil memegang kepalaku dan memejamkan mata aku berkata,"aduh sakit sekali kepalaku Mah! Semua seakan terlihat berputar dan menambah rasa mual ku. Kepalaku nyeri dan pusing sekali. Tolong aku Mamah Neni!"
"Yang sabar ya sayang! Dokter Victor sedang mencarikanmu obat untuk meredakan rasa pusing dan sakit kepalamu. Tenang dulu ya! Mama tahu kamu kesakitan dan menderita. Mama ganti dulu pakaianmu ya?"
"Iya Mah," kataku.
Di ruangan perawat tepatnya tempat penyimpanan obat dokter Victor mencoba mencari obat injeksi pereda nyeri dan untuk pusing, mual dan muntah. Dengan cepat membuka rak berisi obat, botol infus dan suntikan. Obat injeksi sudah ketemu juga alat suntikan segera dia masukkan ke saku jas dokternya.
"Dokter Victor," seorang perawat memegang punggungku dari belakang dan membuat tersentak kaget.
Dokter Victor segera berbalik,"hah, aku kaget! Ada apa memegang punggungku?"
"Dokter Victor sedang mencari apa?" Tanya perawat.
Dokter Victor menjawab,"Aku sedang mencari obat injeksi pereda rasa nyeri,mual,pusing juga muntah. Ini sudah ketemu."
"Untuk pasien ruang vvip Bougenville yang bernama Anna?" Tanya perawat itu kembali.
"Iya, benar sekali." Kata dokter Victor.
"Mungkin asam lambungnya naik dok karena pasien Anna jarang sekali memakan jatah makanannya, sehingga sakit kepala, pusing, mual dan muntah," tebak perawat itu.
"Masa? Tadi habis kok makanannya saat aku suapin." Kata dokter Victor.
"Iya, jika tidak ada yang menunggu maka pasien Anna akan bersikap aneh. Seperti tidak makan sama sekali, sering berteriak ketakutan dan mungkin karena bermimpi buruk, sulit tidur jika tidak memakai obat tidur. Ini hasil observasi medis pasien Anna dalam beberapa hari terakhir dok," perawat menyerahkan buku observasi medis kepada dokter Victor.
Dokter Victor dengan seksama membaca hasil observasi medis Anna,"Apakah mungkin Anna mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma? Ini harus segera ditangani oleh Spesialis Psikiatri yakni dokter Vio."
"Betul itu dokter Victor, saya akan mengatur janji pemeriksaan dokter Vio dengan pasien Anna," kata perawat.
"Tidak perlu! Biarkan saya sendiri yang berbicara dengan dokter Vio," sanggah dokter Victor.
"Saya pergi ke ruangan VVIP Bougenville dahulu," imbuh dokter Victor.
Dengan tubuh atletis karena begitu rajin nge-gym, jas dokter berwarna putih dan menerobos terpaan angin dokter Victor setengah berlari. Obat injeksi beliau simpan di dalam saku jas dokter putihnya.
Di depan pintu VVIP Bougenville dokter Victor bertemu Alex,"kamu Alex sumber penderitaan bagi Anna! Setiap kali Anna bertemu denganmu dan selalu berakhir seperti ini."
"Ingat dokter Victor bahwa aku tidak akan terprovokasi oleh kata-katamu dan aku menghormati profesimu sebagai seorang dokter. Jaga martabatmu dengan tidak mengajakku berdebat. Aku kesini hanya ingin menyampaikan tugas dari wali kelas Anna. Lebih baik cepat obati Anna!" Kata Alex
Dokter Victor masuk keruangan Anna di ikuti oleh Alex. Sekujur tubuh Anna yang penuh muntahan sudah dibersihkan oleh Mama Neni. Anna juga telah menggunakan pakaian pasien yang baru berwarna putih dengan bintik biru model piyama. Anna terbaring di ranjang Dekubitus sambil memegangi kepala dan menutup mata.
Dokter Victor segera menghampiriku, mengeluarkan beberapa obat injeksi dan memegang tanganku dan memasukkan cairan injeksi ke nadiku lewat infus di tangan.
"Tunggu beberapa menit ya sayang dan keluhanmu akan berkurang!" Dokter Victor mencoba meyakinkan ku.
"Terimakasih dokter Victor,"kataku.
Selang beberapa menit aku malah merasa nyaman dan mengantuk dan aku tertidur. Aku melihat mimpiku yang akhir-akhir ini sering terulang kembali dengan kedua mimpi yang sama. Kecelakaan yang ku alami saat aku berusaha melindungi Lusi, adik Alex. Mimpi beralih saat aku berada di sebuah mobil. Aku bersama sopir, seorang wanita di sisi kiriku dan seorang pria duduk di depan sebelah kiri di samping sopir yang mengemudi. Tiba-tiba sopir berbelok tajam ke kiri dan menabrak sesuatu.
"Tidak!" Mataku terbelalak terbangun dengan kaget. Jantungku berdetak kencang dan keringat dingin bercucuran dari dahi ku.
Mama Neni duduk sambil tertidur di sampingku pun terbangun kaget.
"Ada apa Anakku Anna? Mama Neni kaget karena kamu teriak."
Alex yang duduk di ruang tunggu VVIP Bougenville pun terperanjat dan menghampiriku.
"Kenapa teriak Anna? Apa ada yang kamu keluhkan? Dokter Victor sedang kunjungan pasien," ucap Alex dengan panik.
"Ti-tidak! Aku tidak apa-apa karena aku hanya mimpi buruk. Mama Neni tolong ambilkan aku air mineral untukku minum dan Alex tolong bantu aku berbaring dengan posisi setengah terduduk di ranjang Dekubitus. Kamu pencet beberapa tombol di ranjang!" Perintahku kepada Mama Neni dan Alex.
"Alex, kamu saja yang lap keringat dingin di dahi Anna dan memberi Anna minum! Anna sangat pucat dan belakangan bermimpi hal yang sama. Aku akan keluar dan menelpon dokter Victor untuk meminta bantuan." Ujar Mama Neni.
Mama Neni menelpon di luar,"Halo! Dokter Victor ini gawat! Bagaimana jika ingatan Anna pulih?"
"Iya, halo Mama Neni! Memangnya Anna sudah terbangun? Apa yang terjadi?"
"Anna sering memimpikan kecelakaan yang pernah dia alami dan kecelakaan bersama orang tuanya," dengan nada panik Mama Neni memberi tahu dokter Victor.
"Jangan panik dahulu! Anna kan masih belum ingat apapun. Saya akan berkonsultasi dengan dokter Vio sekaligus spesialis psikiatri mengenai kondisi Anna. Mama Neni tenang ya!" Ungkap dokter Victor.
"Bagaimana mau tenang jika kita ketahuan dan aku tidak dapat ahli waris untuk mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih?" Dengan gelisah mama Neni mengutarakan kekhawatiran hatinya.
"Jangan khawatir! Mama Neni tunggu di luar ruangan kamar VVIP Bougenville dan kita akan masuk bersama dokter Vio untuk melihat perkembangan Anna! Biarkan saja Alex menemani Anna dahulu!" Dokter Victor menenangkan mama Neni.
"Yasudah kalau begitu! Aku tutup telepin dan cepat datang sekarang!" Balas Mama Neni.
Dokter Victor selanjutnya masih memeriksa pasien rawat inap dan setelah itu menelpon dokter Vio,"Hallo dokter Vio! Bisakah menyempatkan waktu untuk memeriksa Anna, pasien rawat inap di kamar VVIP Bougenville? Saya tunggu di sana!" Desak dokter Victor kepada dokter Vio spesialis psikiatri.
"Bisa! Saya akan datang!" Tutur dokter Vio sambil menutup panggilan ponselnya dan menuju ruang VVIP Bougenville.
Dokter Victor tiba terlebih dahulu dan bertanya kepada mama Neni,"apa yang terjadi dengan Anna?"
"Anna sering bermimpi kejadian kecelakaan baik sewaktu menyelamatkan Lusi, adik Alex tetapi gawatnya sering memimpikan kecelakaan bersama orang tuanya. Bagaimana jika ingatannya pulih?" Papar mama Neni kepada dokter Victor.
"Tapi ingatannya sudah pulih belum?" Tanya dokter Victor.
"Belum. Cuma semasa Anna kecil telah didiagnosa mengidap (PTSD) Post Traumatic Stress Disorder atau Gangguan Stress Pasca Trauma akibat kecelakaan mobil dan merenggut nyawa kedua orang tuanya dan hanya Anna dan sang sopir yang selamat. Bibi dan Neneknya membuang Anna ke Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih karena menganggap Anna sebagai pembawa sial."
"Lalu apa yang terjadi pada Anna?" Dengan antusias dokter Victor mengorek masa lalu Anna.
"Aku hentikan terapy dan pengobatan Anna karena tak membuahkan hasil. Anna phobia dan tidak berani naik mobil dan bus. Dia sering melukai diri dan jadi bulan-bulanan pembullyan. Hanya Bella yang mampu menjadi sahabat Anna tapi Bella sudah ku singkirkan. Bagaimana ini?"
Sambil berpangku dagu dan mengangguk dokter Victor mencoba memahami inti permasalahannya," itu dia, spesialis psikiatri yakni dokter Vio sudah datang!"
"Cepat masuk dok dan periksa Anna!" Pinta mama Neni.
Mama Neni masuk dengan membawa dokter Victor dan dokter perempuan dengan high heels berdejit yang rupanya adalah psikiatri.
"Hallo Anna! Perkenalkan saya dokter Vio dari spesialis Psikiatri yang akan memeriksa kamu. Apa yang kamu rasakan Anna?"
"Saya sering bermimpi buruk dokter Vio."
"Coba sekarang tolong ceritakan secaraendetail tentang mimpi yang kamu alami Anna!"
"Aku bemimpi tentang dua tragedi kecelakaan mobil yang amat mengerikan dan itu berulang sehingga membuat saya takut untuk naik mobil dan mendengar kata mobil saja saya takut. Bahkan saya takut tidur karena trauma jika mimpi itu terulang kembali. Memikirkannya saja membuat nafsu makan saya hilang. Tolong saya dokter Vio!" Keluhku.
Dokter Vio mencatat semua keluhanku di buku rekam medis pasien dan menunjukkannya padaku.
"Coba kamu baca kode diagnosis awalnya Anna!" Perintah dokter Vio.
"Diagnosis terdapat kode dengan tulisan F43.1 . Ini maksudnya saya sakit apa dokter Vio?" Tanyaku memuaskan hasrat ingin tahu.
"F43.1 adalah kode kamu menderita (PTSD) Post Traumatic Stress Disorder atau Gangguan Stres Pasca Trauma. Ini sebagai akibat kamu trauma kecelakaan mobil. Kamu mau pulih kembali?" Tanya dokter Vio.
"Mau dok,"kataku.
"Kamu harus dengarkan dan ikuti apa yang saya perintahkan untuk minum obat dan terapi medis," perintah dokter Vio.
"Baik dok!" Jawabku.
"Akan saya jelaskan sedikit mengenai gambaran klinis Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD=Post Traumatic Stress Disorder) yang kamu alami ya dan dengarkan baik-baik penjelasan dari saya!" Ujar dokter Vio.Aku menatap dalam kedua mata dokter Vio yang akan menguraikan kondisiku saat ini. Di ranjang Dekubitus dengan posisi berbaring agak duduk aku memperhatikan ucapan dokter Vio dengan seksama."Mungkin beberapa kali kamu telah mengalami tragedi kecelakaan sehingga kamu mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD). Ingatan tersebut akan terbayang dalam benakmu dan terulang dalam mimpi. Kamu bahkan akan mengingatnya terus sehingga mengganggu hubungan sosial, kehilangan nafsu makan, menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kecelakaan seperti phobia atau takut naik mobil untuk menghindari kecelakaan, rasa bersalah karena peristiwa traumatis tersebut terus membayangi. Apakah ini beberapa gejala yang ka
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber
"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong.""Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar."Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex."Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
Mataku tetap melihat ke arah Alex melangkahkan kaki dan hujan pun turun.Aku meneteskan air mata karena Alex telah memutuskan pergi dan mungkin tak kembali.Perasaan ku sulit dijelaskan dan hatiku sakit.Sulit untuk menerima fakta bahwa aku telah kehilangannya."Anna," panggil dokter Victor."Iya," sahutku."Di sini hujan, ayo kita masuk ke ruang VVIP Bougenville!" Nada lembut dokter Victor mengajakku. Aku pun mengikuti saran dokter Victor.Kami memasuki ruangan VVIP Bougenville dan aku segera berbaring di ranjang Dekubitus."Maka dokter Victor berkata, "Anna, tolong jangan sampai ada pria atau wanita lain di antara kita! Cukup hanya kau dan aku saja, tidak ada yang lain! Mengerti!"Aku mencoba menutupi rasa kehilanganku dan mengangguk mendengar kata-kata dokter Victor walaupun tidak dengan sepenuh hati."Eh, ada dokter Victor!" Sapa Mama Neni."Mama Neni sudah datang? Dari mana saja Mama Neni?" Balas
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya."Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni."Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku."Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali."Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan."Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Aku menyusuri jalanan kota sambil di bonceng dokter Victor dengan motor sport nya. Dia banyak bercerita namun aku hanya menjawab singkat saja. Saat aku tiba di rumah hatiku masih terasa sepi. Aku berjalan lemas dan lemah lunglai dan memasuki rumahku. Tiap sudut rumah aku tidak menjumpai foto keluarga tetapi aku coba tuk abaikan saja."Mah, aku sudah datang," kataku dan dokter Victor yang baru mengantarku mengikutiku dari belakang."O, kalian sudah datang! Mari cepat masuk ke ruang makan! Mama sudah membuat makanan spesial untuk kalian," kata mama Neni dengan penuh semangat."Baik Ma," kataku."Mama Neni masak apa?" Tanya dokter Victor."Ada banyak makanan terhidang di meja, silahkan duduk di meja makan!" Pinta mama Neni.Aku dan dokter Victor pun segera mengambil posisi duduk yang pas di meja makan untuk bersiap menyantap hidangan.