Bella telah dibawa pergi oleh Martin, sang pengusaha garmen dan rencana akan tinggal di Prancis dan tepatnya di Paris pusat kota mode dunia dan barang branded. Bodyguard pun mengikuti mereka dan memaksa Bella untuk ikut bersama Martin.
Entah nasib Bella selanjutnya, hanya Martin dan Bella sendiri yang mengetahuinya. Harapan nyonya Neni Bella menjauh dari Anna agar sandiwaranya bersama dokter Victor tidak terbongkar ke telinga Anna karena Bella sahabat kental Anna dan kunci dari semuanya. Tapi Bella telah tersingkir dan menetap di negeri yang jauh. Bagaimana nasib Anna selanjutnya? Tidak ada yang tahu.
"Bip, bip, bip!"
Suara ponsel dokter Victor berbunyi dan tertanda panggilan dari nomor handphone nyonya Neni.
"Iya, Mama Neni. Ada hal penting apa menelponku?" Tanya dokter Victor di tengah kesibukannya sedang praktek dan menangani pasien di ruang spesialis polinya.
"Kok begitu jawabanmu? Ada hal penting yang mau aku bicarakan." Jawab nyonya Neni.
Dengan nada berbisik lirih karena ada pasien di depannya dan asisten perawat di sampingnya maka dokter Victor menjawab,
"Iya, ada hal penting apa yang perlu dibicarakan? Ini saya sedang bertugas di ruang poli spesialis dan sedang berkonsultasi dengan pasien dan ada asisten perawat juga. Saya sedang dalam kondisi benar-benar sibuk sekarang!" Kata dokter Victor kepada nyonya Neni dalam telepon.
"Ini benar-benar sesuatu hal yang sangat penting dan perlu kamu ketahui. Mengasingkan diri sendiri sebentar ke toilet! Saya mau bicara sebentar!" Perintah nyonya Neni kepada dokter Victor.
Dokter Victor menjadi sangat penasaran akan berita yang akan disampaikan nyonya Neni,"baik tunggu sebentar Mama Neni dan tolong jangan dimatikan dahulu panggilan teleponnya!"
"Ada hal penting yang perlu saya bicarakan, tolong tunggu di ruangan poli saya dulu dan sebentar lagi saya akan kembali!" Perintah dokter Victor kepada pasien yang tengah di periksanya.
"Iya dokter," jawab si pasien.
"Tolong handle sebentar ya! Saya ada kepentingan mendesak yang perlu dibicarakan dan saya akan segera kembali," kata dokter Victor kepada asisten perawat di sampingnya."
"Baik dokter Victor!" Seru asisten perawat.
Dokter Victor lalu keluar dari ruang spesialis praktek polinya dan menerjang beberapa pasien yang telah antri untuk di periksa oleh dokter Victor. Secara tergesa-gesa menuju ke toilet khusus dokter dan segera menutup pintu toilet.
"Halo! Mama Neni, ada hal penting apa yang perlu dibicarakan? Saya sudah sendirian di toilet khusus dokter. Silahkan bicara Mama Neni dan saya segera kembali praktek lagi ke ruang poli spesialis karena banyak pasien menunggu saya!"
"Ini semua tentang Bella dan menyangkut Anna juga sandiwara kita," jawab nyonya Neni.
"Apa? Apa semua sandiwara kita dibongkar oleh Bella? Apa kita sudah ketahuan kalau membohongi Anna? Apa Anna sudah tahu semuanya?" Tanya dokter Victor kaget.
"Bukan! Bukan itu!" Jawab nyonya Neni.
"Lalu apa?" Tanya dokter Victor.
"Bella sudah berhasil aku singkirkan!" Kata nyonya Neni girang.
"Mungkinkah Mama Neni tega membunuh Bella? Aku tidak mau ikut campur soal hal itu! Aku tidak mau kredibilitas sebagai dokter dipertanyakan! Dirumah sakit aku bertugas menyelamatkan pasien tapi aku ikut merancang ide pembunuhan Bella. Aku tidak mau terlibat! Aku juga tidak mau berurusan dengan polisi dan karirku sebagai dokter hancur!" Tandas dan tegas sekali kata dokter Viktor kepada nyonya Neni.
"Kenapa nada bicaramu kepada orang tua tidak sopan seperti itu!" Hardik nyonya Neni kepada dokter Victor.
"Maaf, bukan begitu maksud saya. Saya hanya takut Mama Neni salah langkah sehingga menjadi bumerang bagi Mama Neni dan saya. Juga saya tidak mau menghancurkan Anna! Ini semua demi kebaikan kita!" Kata dokter Victor menandaskan.
"Memangnya aku bisa senekat dan setega itu sampai hati membunuh Bella dan menutupi dusta kita? Tidak! Aku lebih tua darimu dan berpengalaman! Aku tahu sebab dan akibat juga resikonya jauh melebihi kamu!" Nada tinggi nyonya Neni berbicara.
"Lalu apa yang telah Mama Neni lakukan kepada Bella? Saya tidak ada waktu untuk saling berbasa-basi dan sangat penasaran atas tindakan Mama Neni kepada Bella. Apa yang terjadi kepada Bella?" Tanya dokter Victor.
"Bella tidak aku apa-apa kan. Dia sehat dan baik saja,"dengan nada santai nyonya Neni berbicara.
"Oh, ya sudah kalau begitu, saya tutup teleponnya karena banyak pasien yang antri untuk saya periksa! Saya kira mau bicara apa," kata dokter Victor ingin mengakhiri pembicaraan.
"Jangan! Tunggu dulu! Dengarkan ku bicara dahulu! Jangan tutup teleponnya!" Perintah nyonya Neni untuk dokter Victor.
"Jangan bertele-tele Mama Neni! Ceritakan saja versi lengkapnya! Saya tidak ada waktu!" Ujar dokter Victor.
"Begini, Bella sudah tersingkir dengan cara saya menyuruh Martin si pengusaha garmen dan pendonasi tetap Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih untuk mengadopsi Bella dan sekarang menetap dan tinggal di Paris, Perancis." Kata nyonya Neni.
"Wah ini kabar baik! Berarti rencana kita berjalan dengan sempurna. Sudah tidak ada penghalang lagi." Kata dokter Victor.
"Ya, benar! Saya membuat Anna jadi anak asuhku dan juga Bella bahagia karena diasuh orang kaya seperti Martin dan Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih dapat donatur tetap dan kamu mendapatkan Anna sebagai pasanganmu. Aku harap semua tetap berjalan sempurna seperti yang kita rencanakan. Aku berharap tetap begitu walau ditutupi dengan sedikit kebohongan," papar nyonya Neni.
"Terimakasih Mama Neni kabar baiknya. Setelah praktek saya akan menjenguk Anna. Saya bertugas dahulu sekarang!" Pungkas dokter Victor.
"Iya, baik dokter Victor," kata nyonya Neni seraya menutup telepon. Nyonya Neni melanjutkan bekerja mengurus Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih dan dokter Victor kembali ke ruang spesialis poli saraf tempat dia praktek.
Victor melirik jam tangannya dan menunjukkan jam 13.00. Victor sengaja tidak mengambil istirahat siangnya agar pasien terakhir cepat diperiksa dan lekas menemui Anna.
"Duh, waktu kok terasa berjalan sangat lambat dan sekarang masih pukul 13.00. Tak sabar aku ingin menemui Anna," batin Victor saat memeriksa pasien terakhir.
"Kapan Dok saya harus kontrol lagi?" tanya pasien terakhir.
Membuyarkan bayangan dokter Victor bersama Anna. Sambil menyerahkan surat rujukan kontrol kembali, Victor menunjuk tanggal kembali kontrol di surat rujukan itu.
"Bulan depan di tanggal 4 Bapak kontrol kembali ke saya ya, jangan lupa kalender di rumah ditandai agar tidak telat kontrol! Apa ada yang ingin Bapak tanyakan lagi?" Tanya Victor kepada pasien laki-laki tersebut.
"Bagaimana perkembangan penyakit saya Dok?"
"Untuk saat ini setiap anda kontrol sudah menunjukkan perkembangan ke arah yang lebih baik. Untuk itu perlu kontrol rutin sesuai jadwal. Sudah cukup jelas ya penjelasan dari saya?" Tanya Victor.
"Sudah Dok, kalau begitu saya permisi dulu. Terimakasih Dok,"jawab si pasien.
"Sama-sama. Tolong dibawa ini surat rujukan kontrol kembali untuk bulan depan!" Dokter Victor sambil menyerahkan surat rujukan kontrol kembali. Pasien itu segera menerimanya lalu pulang.
"Aku harus cepat menemui Anna karena rasa rinduku tak terbendung lagi padanya," gumam dokter Victor Lirih sambil melepas stetoskop yang ada di lehernya, melirik arlojinya dan menata dokumen pasien yang tercecer di meja prakteknya.
"Ini beberapa dokumen pasien yang kontrol hari ini tolong kamu urus ya! Saya ingin melihat perkembangan pasien rawat inap dahulu di ruang perawatan," perintah dokter Victor kepada asisten perawat di sampingnya dan menaruh setumpuk dokumen berisi data pasien yang kontrol waktu itu ke tangan asisten perawat."
"Baik dokter Victor. Dokter mau mengunjungi pasien di kamar VVIP Bougenville ya? Siapa namanya? Hm … ," kata asisten perawat sambil berfikir karena lupa siapa pasien yang dimaksud?
"Anna maksud kamu?" Kata Victor.
"Benar, iya si Anna. Itu maksud saya tadi dokter Victor," kata perawat sambil tersenyum dan melirik menggoda dokter Victor
"Iya, itu salah satu alasannya karena Anna adalah pasien juga kekasihku dan selebihnya kamu urus tugas kamu sendiri ya! Jangan kepo saja dengan urusan orang lain apalagi berani menggoda dokter di saat jam kerja!" Tandas dokter Victor dengan lirikan tajam kepada asisten perawat.
"Ba-baik dokter Victor," asisten perawat mendekap dokumen data pasien di tangannya dan karena takut menjawab dokter Victor dengan gagap."
"Kerjakan tugasmu dan saya pergi dulu!" Kata dokter Victor sambil meninggalkan ruangan praktek dokter bedah syaraf. Dengan jas putih khas seragam dokter dan menjejakkan kaki ke koridor rumah sakit menuju VVIP ruangan Bougenville.
Asisten perawat meninggalkan ruangan praktek dokter saraf sambil memeluk segepok dokumen data pasien dan dikagetkan dengan kedatangan dokter Vio di hadapannya.
"Kenapa dengan raut muka dokter Victor? Tampak sangat kesal dan bergegas meninggalkan ruangan?" Tanya dokter Vio kepada asisten perawat.
"Karena ulah saya juga yang terlalu ikut campur urusan dokter Victor sehingga beliau kesal pada saya," jawab asisten perawat.
"Memangnya dokter Victor mau kemana?" Dokter Vio mencoba menggali informasi kembali dari asisten perawat.
"Dokter Victor bilang ingin mengunjungi kekasihnya yaitu Anna di ruangan VVIP Bougenville. Aduh maaf dokter Vio, mulutku keceplosan!" Jawab asisten perawat sambil menampar pelan mulutnya sendiri dengan tangan kanannya.
"Wow! Rupanya sekarang sudah punya kekasih, cepat sekali! Aku benci pada keadaan yang harus memaksaku mengalah dan mundur. Tapi dokter Victor sudah menentukan pilihan," dengan nada pasrah dan benci bercampur ambisi yang sudah pupus, dokter Vio berucap dan menghela nafas panjang.
"Wah, saya mencium bau cinta bertepuk sebelah tangan. Yang sabar dokter Vio," jawab asisten perawat sambil menepuk-nepuk bahu dokter Vio.
"Apaan sih kamu! Jangan kepo saja! Kerjakan tugasmu sana!" Bentak dokter Vio kepada asisten perawat sambil berlalu meninggalkan asisten perawat.
"Hih! Kedua dokter ini sama-sama menyebalkan dan menyebut aku kepo. Bodo amat dengan merekalah,"asisten perawat melenggang memeluk dokumen pasien dan dengan pongah mengangkat dagu sambil berjalan menuju ruangan administrasi.
Dokter Victor terlihat tampan dengan jas khas dokternya menuju kamar VVIP Bougenville. Kemeja bawahnya sepoi-sepoi terhempas oleh angin nan lembut. Jauh di relung hati kosongnya hanya terisi Anna dan Anna.
"Krek!" Suara pintu dibuka oleh dokter Victor.
Terlihat nyonya Neni sedang duduk di samping Anna yang terbaring dan mengobrol.
"Maaf apakah saya mengganggu waktu kebersamaan kalian?" Tanya dokter Victor.
"Oh, tidak kok! Kamu silahkan duduk di sebelah kanan Anna! Saya akan menata pakaian Anna di lemari. Tolong kamu suapin Anna juga ya! Anna belum makan siang padahal makanan sudah tersaji karena saya baru saja datang," pinta nyonya Neni kepada dokter Victor sembari berdiri dari tempat duduk dan mengarahkan tempat duduk ke Victor juga memberikan nampan yang berisi jatah makan siang Anna ke Victor.
"Baik Mama Neni! Saya akan suapi Anna," jawab Victor.
"Victor, aku masih merasa kepalaku sangat pusing sekali. Aku hanya bisa makan sambil berbaring," jawabku kepada Victor yang hendak menyuapiku.
"Tidak apa-apa kok sayang! Aku suapin dan kamu cukup berbaring ya!" Kata Victor dengan nada dan senyuman lembut padaku.
"Maafkan kami ya Victor, mama Neni dan Anna merepotkan mu di sela-sela kesibukanmu,"terucap dari bibir mamaku Neni.
"Tidak apa-apa Mama Neni, saya memang menyempatkan waktu untuk mengunjungi kekasih yang sangat saya cintai. Iyakan Anna sayang?" Kata Victor sambil melirik ke arahku.
Aku hanya diam membisu seraya menerima suapan demi suapan dari sendok di tangan dokter Victor yang diarahkan ke mulutku. Aku membuka mulut dan menelan menu yang tersaji dari rumah sakit sambil berbaring dan merasakan kepalaku yang sakit dan agak pusing. Bubur dan sup sayur makaroni adalah menu untukku siang ini.
"Apakah enak makanannya Anna sayang?" Tanya dokter Victor dengan senyuman penuh cinta dan kelembutan kepadaku.
"Iya, enak kok!" Jawabku.
Sambil membelai lembut dahi dan rambut kepalaku dengan penuh kasih sayang dokter Victor berkata,"apapun yang aku suapkan ke mulutmu yang merah merona dengan penuh cinta pasti akan terasa enak!"
Wajah ku seketika memerah tersipu malu saat mendengar ucapan dokter Victor yang nyatanya adalah kekasihku. Tapi entah kenapa hatiku berkata lain. Aku hanya mengaguminya karena sudah menyelamatkan hidupku dan tak lebih dari itu juga tanpa ada perasaan romantis dan cinta. Tapi disisi lain aku sangat menantikan kehadiran adik kelasku Alex. Aku selalu menantikan kedatangannya setiap hari. Hatiku merekah seperti bunga sakura saat bersama Alex. Aku selalu ingin bersama Alex di setiap kesempatan.
"Sayang,mau nambah makannya lagi?" Tanya dokter Victor kepadaku.
"Sudah kok! Terimakasih, aku sudah cukup kenyang sekarang,"kataku.
Hatiku bergejolak,"bagaimana ini? Aku menjadi kekasih dokter Victor tapi hatiku memilih Alex. Namun, Alex tak tahu perasaanku padanya dan aku juga tak tahu perasaan Alex padaku. Aku harus bagaimana? Tapi tak mungkin aku menghianati dokter Victor yang telah menyelamatkan kehidupanku," kataku dalam hati tak berucap dalam kata dan hanya tergambar dalam sejuta rasa.
"Anna, kamu melamunkan apa?"
Sontak aku kaget dengan pertanyaan mama Neni.
"Oh, tidak Mah. Aku hanya merasakan kepalaku yang masih sakit dan pusing," dalihku menutupi apa yang aku rasakan.
"Perasaan dari tadi mama Neni perhatikan raut mukamu sedang memikirkan hal yang amat serius!" Terka mama Neni yang sudah pasti tepat sasaran.
"Iya Mamah Neni, aku merasakan hari ini Anna tidak seperti biasanya," timpal dokter Victor.
"Apanya yang tidak seperti biasanya,"tanyaku?"
Dari sorot matamu itu kelihatan tubuhmu disini tapi pikiran kamu kemana-mana? Memangnya sedang memikirkan apa selain diriku di hatimu? Sayangku Anna sedang menantikan kehadiran siapa? Alex ya!" Tebak dokter Victor yang nyatanya sangat mengena di hati.
"Ah, nggak kok! Siapa bilang?" Aku berkilah dengan berbagai cara.
"O, aku kira kamu sedang menunggu Alex,"sanggah dokter Victor sambil melirik kepadaku dengan tatapan yang amat menggoda.
"Bukan begitu, aku ada hubungan baik karena aku menyelamatkan kehidupan Lusi yaitu adik Alex. Tuan Mark dan nyonya Sandi juga telah dengan berbaik hati membiayai biaya perawatan ku dan mereka orang tua Alex dan Lusi. Alex juga membantuku dalam kegiatan belajar supaya aku bisa tetap dirawat di rumah sakit sambil belajar dan segera lulus dari sekolah kelas akselerasi online," dengan pintar 1001 cara jurus jitu aku berkelit dan mencoba mencari alasan sambil menyembunyikan perasaanku.
"Benarkah itu? Aku sangat senang mendengarnya," wajah dokter Victor terpancar kebahagiaan dan senyuman sambil mencubit pipiku dengan lembut.
Mama Neni mendekati dokter Victor dan menyenggol bahunya pelan. "Memangnya dokter Victor tidak sibuk sekarang?"
"Tidak kok Mama Neni. Ya, memang saya menyempatkan waktu memonitoring pasien atau jadwal kunjung pasien untuk mengunjungi Anna," celoteh dokter Victor seraya menggaruk-garuk kepalanya dan menunduk.
"Mama bisa melihat kok kalau dokter Victor tidak bisa menutupi kerinduan dengan Anna," goda mama Neni kepada dokter Victor.
"Iya benar sekali Mama Neni," dokter Victor mengiyakan.
"Itu sudah tersirat jelas diraut mukamu dokter Victor," kata mama Neni sambil terbahak ketawa dan memukul pelan bahu dokter Victor.
"Sudah Mah! Jangan goda dokter Victor lagi! Raut muka dokter Victor sudah sangat malu itu," kataku.
"Iya, Mama sudah membuka semua kartu dokter Victor," jawab mama Neni terbahak-bahak.
"Rasa kerinduan dan cinta memang sulit disembunyikan ya Mama Neni?" Dokter Victor menjawab dengan tertawa tak berdaya karena tak mampu menyembunyikan apa yang sedang dirasakan.
"Tok-tok-tok! Permisi," sebuah suara dari balik pintu meredakan gelak tawa mama Neni dan dokter Victor.
Aku menoleh ke arah pintu dan kedua mataku membelalak tatkala melihat seorang pemuda memakai tas juga berseragam sekolah lengkap dengan kemeja putih dan celana panjang berwarna abu-abu mengetuk pintu. Rupanya dia adalah orang yang aku rindukan dan nantikan.
"O, ada Alex. Silahkan masuk Alex!" Perintah Mama Neni.
"Iya, terimakasih Tante Neni sudah mau untuk mengijinkan Alex masuk dan berkunjung menjenguk Anna," sahut Alex membungkukkan badan di hadapan mama Neni sebagai bentuk rasa sopan santun dan berjalan pelan untuk masuk ke dalam ruang vvip Bougenville tempatku dirawat.
"Apakah kamu baru saja pulang sekolah dan langsung mengunjungi ku kesini?" Tanyaku pada Alex.
"Iya, sambil perjalanan searah pulang kerumah jadi mampir jenguk kamu. Bagaimana kondisimu saat ini Anna?" Tanya Alex padaku.
"Seperti yang kamu lihat, aku masih terbaring dengan rasa pusing dan sakit kepala,"jawabku.
Karena merasa diabaikan dokter Victor tersinggung dan mencengkram kerah baju Alex dan mendorong sampai Alex terhimpit ke tembok.
"Apa-apaan ini dokter Victor! Kenapa kamu mencengkeram ku?" Alex berupaya melepaskan kedua tangan dokter Victor yang mencengkram kedua kerah bajunya.
"Apa maksudmu datang ke rumah sakit ini Alex?" Tanya dokter Victor dengan geram kepada Alex.
"Kenapa kau sebagai dokter bersikap seperti ini terhadapku?" Sembur Alex pada dokter Victor.
"Dengar Alex! Gunakan telingamu untuk mendengar dengan baik! Aku menandaskan bahwa aku bukan hanya sebagai dokter Anna tapi aku juga kekasih Anna! Aku tidak suka kamu mendekati Anna!" Bentak dokter Victor kepada Alex.
"Sudah cukup, ini rumah sakit dan kalian sudahi pertengkaran ini!" Dengan tegas mama Neni mencoba melerai Alex dan dokter Victor dan berada di sisi mereka.
Alex lemas mendengar perkataan dokter Victor. Tangan Alex yang tadinya memegang cengkeraman dokter Victor kini lemas lunglai terkulai ke bawah.
Aku mematung melihat mereka berkelahi dan bibirku terasa membisu dengan tubuh kaku. Aku ingin melerai, namun kakiku masih di gips. Hatiku sakit melihat perlakuan dokter Victor pada Alex dan kata-kata dokter Victor membuat aku tersadar jika rasa cintaku pada Alex harus ku pendam saja dan pupus.
"Sekarang giliranmu untuk mendengarkan perkataan ku baik-baik! Silahkan saja kamu pacaran dengan Anna, itu hak kalian! Tetapi ijinkan aku untuk datang membawakan tugas dari guru kepada Anna sehubungan kelas akselerasi online yang Anna ikuti! Setelah Anna lulus, aku akan pergi. Setidaknya ijinkan aku membantu Anna sampai lulus kelas akselerasi online! Ini sebagai balas budi kepada Anna karena telah menyelamatkan nyawa adikku," dengan berapi-api penuh semangat Alex berbicara menatap dokter Victor dengan berani.
Aku memaksa tubuhku yang lemah untuk posisi duduk di ranjang pasien,"su-sudah kalian jangan bertengkar! Aku mohon! Hargai aku di sini!"
Dokter Victor melepaskan cengkraman pada kerah baju Alex,"baik! Aku akan mengizinkan kamu bertemu Anna hanya sampai kelas online akselerasi lulus! Camkan itu baik-baik Alex!" Dokter Victor mengancam Alex sambil telunjuknya mengarah ke muka Alex.
Alex menepis jari telunjuk dokter Victor dan berkata,"kamu norak dan tidak berkelas! Kalian masih sepasang kekasih dan belum tentu ke jenjang pernikahan. Over protective sekali! Cih, kasihan sekali Anna!"
Dokter Victor melotot dan menghardik Alex dengan nada meninggi,"Apa katamu! Kamu mau kita beradu gulat!" Dokter Victor menggulung lengan bajunya.
Dengan sigap mama Neni menghadang dan melerai Alex juga dokter Victor dan berkata, "Sudah! Kalian sudahi saja pertengkaran ini! Nanti terdengar perawat dan pasien lain."
Kepalaku sangat pusing dan mencoba untuk duduk membuatku mual dan pada akhirnya aku muntah. Sangat memalukan sekali.
"Huwek-huwek!"
Baju pasien yang kukenakan dipenuhi dengan muntahan yang keluar dari mulutku.
Tubuhku lemas dan akan terhempas ke belakang ranjang Dekubitus tapi Alex berlari dan memegang kepalaku dengan pelan meletakkan kepalaku di bantal.
Mama Neni mencoba mencari di mana beliau meletakkan tisu dan mencari baju ganti.
"Aku akan mencari obat injeksi untukmu Anna, pasti sangat pusing dan nyeri sekali," dokter Victor berbicara dan berlalu ke luar menuju ruangan perawat yang tersimpan beberapa obat injeksi dan infus di sana.
"Anna,apa yang kamu rasakan?" Tanya Alex kepada ku.
"Aku sangat pusing sekali. Semua terasa berputar dan aku mual sekali,"jawabku.
"Kamu tunggu di luar dulu ya Alex! Tante Neni mau membersihkan muntahan Anna dan mengganti pakaiannya," sambil meletakkan pakaian pasien yang masih baru di meja dan tisu.
"Baik Tante Neni, maafkan Alex karena bertengkar dengan dokter Victor sehingga membuat Anna tambah sakit."
"Laki-laki bertengkar soal wanita itu adalah hal yang wajar. Apalagi kalian sama-sama masih muda dengan sikap egois yang tinggi. Tante maklumi karena tante juga pernah muda. Kamu tunggu di luar dulu ya!"
"Baik Tante Neni," Alex pun menunggu di luar ruangan vvip Bougenville.
Aku tak berani membuka mata, semua terasa berputar. Seperti sakit Vertigo dan aku merasa mual sehingga beberapa kali masih muntah. Rasa nyeri yang hebat di kepala membuatku merintih kesakitan.Sambil memegang kepalaku dan memejamkan mata aku berkata,"aduh sakit sekali kepalaku Mah! Semua seakan terlihat berputar dan menambah rasa mual ku. Kepalaku nyeri dan pusing sekali. Tolong aku Mamah Neni!""Yang sabar ya sayang! Dokter Victor sedang mencarikanmu obat untuk meredakan rasa pusing dan sakit kepalamu. Tenang dulu ya! Mama tahu kamu kesakitan dan menderita. Mama ganti dulu pakaianmu ya?""Iya Mah," kataku.Di ruangan perawat tepatnya tempat penyimpanan obat dokter Victor mencoba mencari obat injeksi pereda nyeri dan untuk pusing, mual dan muntah. Dengan cepat membuka rak berisi obat, botol infus dan suntikan. Obat injeksi sudah ketemu juga alat suntikan segera dia masukkan ke saku jas dokternya."Dokter Victor," seorang perawat memegang punggungku
"Akan saya jelaskan sedikit mengenai gambaran klinis Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD=Post Traumatic Stress Disorder) yang kamu alami ya dan dengarkan baik-baik penjelasan dari saya!" Ujar dokter Vio.Aku menatap dalam kedua mata dokter Vio yang akan menguraikan kondisiku saat ini. Di ranjang Dekubitus dengan posisi berbaring agak duduk aku memperhatikan ucapan dokter Vio dengan seksama."Mungkin beberapa kali kamu telah mengalami tragedi kecelakaan sehingga kamu mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD). Ingatan tersebut akan terbayang dalam benakmu dan terulang dalam mimpi. Kamu bahkan akan mengingatnya terus sehingga mengganggu hubungan sosial, kehilangan nafsu makan, menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kecelakaan seperti phobia atau takut naik mobil untuk menghindari kecelakaan, rasa bersalah karena peristiwa traumatis tersebut terus membayangi. Apakah ini beberapa gejala yang ka
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber
"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong.""Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar."Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex."Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
Mataku tetap melihat ke arah Alex melangkahkan kaki dan hujan pun turun.Aku meneteskan air mata karena Alex telah memutuskan pergi dan mungkin tak kembali.Perasaan ku sulit dijelaskan dan hatiku sakit.Sulit untuk menerima fakta bahwa aku telah kehilangannya."Anna," panggil dokter Victor."Iya," sahutku."Di sini hujan, ayo kita masuk ke ruang VVIP Bougenville!" Nada lembut dokter Victor mengajakku. Aku pun mengikuti saran dokter Victor.Kami memasuki ruangan VVIP Bougenville dan aku segera berbaring di ranjang Dekubitus."Maka dokter Victor berkata, "Anna, tolong jangan sampai ada pria atau wanita lain di antara kita! Cukup hanya kau dan aku saja, tidak ada yang lain! Mengerti!"Aku mencoba menutupi rasa kehilanganku dan mengangguk mendengar kata-kata dokter Victor walaupun tidak dengan sepenuh hati."Eh, ada dokter Victor!" Sapa Mama Neni."Mama Neni sudah datang? Dari mana saja Mama Neni?" Balas
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya."Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni."Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku."Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali."Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan."Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Bab 18: Kunci Dari Segalanya"tik - tik - tik!" suara ketikan komputer memenuhi ruangan yang Anna tempati. Sejenak Anna terhenti tangannya mengetik dan teringat kepada sebuah kenangan manis nan singkat tentang kebersamaannya dengan Alex. Baginya Alex adalah cinta pertamanya yang manis sekejap dan sirna.Sorot mata Selly menyudahi menatap layar komputer dan menyatukan kedua tangan yang tlah pegal mengetik lalu saling mengaitkan jari-jari nya dan menariknya sampai tulang jemarinya berbunyi, "kretek.""Hm … sudah waktunya makan siang!" kata Selly, sosok gadis yang feminim penyuka warna pink hingga meja kantornya penuh meja pernak-pernik warna pink.Suara Selly tentu memecah keheningan dan membuyarkan lamun
Bab 17 Mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih "Kuk-ku-ruyuk!" Suara ayam jago menggema saling bersahutan menyambut pagi. "Kring-kring-kring!" Bunyi jam weker berdering keras memecah keheningan di dalam sebuah kamar minimalis bercat putih. "Duh! Jam berapa sih? Masih ngantuk tapi berisik banget jam weker tua ini." Sebuah tangan terulur dari selimut dan meraih jam weker untuk mematikan suaranya yang bising. Disamping jam weker, terdapat foto Anna yang mengenakan jubah dan topi toga yang menandakan Anna telah wisuda S2 Manajemen Bisnis karena beberapa tahun telah berlalu. "Tok - tok - tok!" Suara ketukan pintu mengusik tidur Anna.
Aku menyusuri jalanan kota sambil di bonceng dokter Victor dengan motor sport nya. Dia banyak bercerita namun aku hanya menjawab singkat saja. Saat aku tiba di rumah hatiku masih terasa sepi. Aku berjalan lemas dan lemah lunglai dan memasuki rumahku. Tiap sudut rumah aku tidak menjumpai foto keluarga tetapi aku coba tuk abaikan saja."Mah, aku sudah datang," kataku dan dokter Victor yang baru mengantarku mengikutiku dari belakang."O, kalian sudah datang! Mari cepat masuk ke ruang makan! Mama sudah membuat makanan spesial untuk kalian," kata mama Neni dengan penuh semangat."Baik Ma," kataku."Mama Neni masak apa?" Tanya dokter Victor."Ada banyak makanan terhidang di meja, silahkan duduk di meja makan!" Pinta mama Neni.Aku dan dokter Victor pun segera mengambil posisi duduk yang pas di meja makan untuk bersiap menyantap hidangan.
"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya."Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni."Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku."Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali."Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan."Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu
Mataku tetap melihat ke arah Alex melangkahkan kaki dan hujan pun turun.Aku meneteskan air mata karena Alex telah memutuskan pergi dan mungkin tak kembali.Perasaan ku sulit dijelaskan dan hatiku sakit.Sulit untuk menerima fakta bahwa aku telah kehilangannya."Anna," panggil dokter Victor."Iya," sahutku."Di sini hujan, ayo kita masuk ke ruang VVIP Bougenville!" Nada lembut dokter Victor mengajakku. Aku pun mengikuti saran dokter Victor.Kami memasuki ruangan VVIP Bougenville dan aku segera berbaring di ranjang Dekubitus."Maka dokter Victor berkata, "Anna, tolong jangan sampai ada pria atau wanita lain di antara kita! Cukup hanya kau dan aku saja, tidak ada yang lain! Mengerti!"Aku mencoba menutupi rasa kehilanganku dan mengangguk mendengar kata-kata dokter Victor walaupun tidak dengan sepenuh hati."Eh, ada dokter Victor!" Sapa Mama Neni."Mama Neni sudah datang? Dari mana saja Mama Neni?" Balas
"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong.""Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar."Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex."Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber