Hari sudah sore hampir gelap, matahari di ufuk barat siap tenggelam berganti cahaya rembulan dan bintang. Lampu-lampu di pinggir jalan raya mulai menyala, menerangi setiap tepian jalan raya. Dari dalam taksi, Bella melihat keluar kaca mobil untuk memastikan apakah taksi sudah melaju ke arah tempat tujuan. Bella melihat bahwa taksi sudah mendekati tempat yang akan Bella tuju. Ya, RSK. Martadinata karena Bella ingin menjenguk sahabatnya yakni Anna. Kali terakhir Bella menjenguk Anna bersama nyonya Neni. Kesibukan di sekolah membuat Bella tak bisa sering menjenguk Anna. Bella belum pernah mendengar kabar Anna dari mulut nyonya Neni. Kesibukan masing-masing membuat nyonya Neni tidak pernah bertemu Bella.
"Pak, tolong berhenti di sisi kiri! Kita sudah sampai, di ujung jalan itu rumah sakit Martadinata Pak," ucap Bella kepada sopir taksi. Dari belakang Bella mencolek lengan sopir taksi agar segera berhenti.
"Siap Nona, sebentar saya tepikan dulu taksinya!" Jawab sopir taksi.
"Berapa ongkos taksinya Pak?" Tanya Bella.
"Karena anak SMK dan masih pakai seragam jadi bapak beri diskon khusus harga pelajar."
"Iya… harga pelajarnya berapa Pak," sahut Bella.
"Go ban saja Non." (Rp 50.000)
"Busyet mahal amat Pak! Katanya diberi diskon harga pelajar!" Cecar Bella kepada sopir taksi.
"Go ban (Rp 50.000) itu sudah diskon daripada harga umum ce pek ceng (Rp 100.000)!" Sopir taksi tak mau kalah beradu argumentasi dengan Bella.
"Yaudah deh!" Bella kesal membuka ranselnya mengeluarkan dompet.
"Ya mana Non uang Goban ( Rp 50.000)!" Sopir taksi mengulurkan tangannya pada Bella meminta ongkos taksi yang harus Bella bayarkan.
"Nih! Sa ban go (Rp 35.000)!" Bella menempelkan uangnya ke tangan pak sopir.
Sambil melihat dan menghitung uang pemberian Bella pak sopir bertanya,"loh kok sa ban go (Rp35.000) non? Bapak kan bilang go ban (Rp 50.000)!
Seraya membuka pintu dan turun dari taksi Bella menyahut," ikhlaskan saja Pak! Kurangnya Bella bantu doa supaya rezeki Bapak bertambah. Terima kasih ya Pak," Bella tersenyum sambil menutup pintu taksi.
Sopir taksi pun menggerutu,"dasar anak jaman now tidak ada akhlak!" Seraya melaju meninggalkan Bella yang telah turun tepat di depan rumah sakit Martadinata.
Bella melangkah santai ke meja resepsionis, mendapati suster yang menjaga meja resepsionis. Bella bertanya,
"Suster, pasien bernama Anna apa masih di rawat di ruang ICU ( Intensive Care Unit) atau telah di pindahkan ke kamar perawatan lain?"
"Pasien Anna sudah sadar sejak beberapa hari lalu dan sekarang dirawat di ruang vvip Bougenville," jawab suster penjaga meja resepsionis.
Sambil berbalik ke belakang melihat koridor rumah sakit dari jauh," kamar vvip Bougenville arahnya ke mana ya Suster?" Bella kembali mengajukan pertanyaan spesifik kepada suster penjaga resepsionis.
Suster penjaga meja resepsionis memberikan aba-aba lewat gerak tangan," Kak lihat kan koridor rumah sakit di belakang Kakak?"
"Iya, terus arahnya ke mana lagi Suster?"
"Kak lewat koridor itu lurus 100 meter, lalu belok ke kanan sampai ada perempatan belok kiri lurus 120 meter lalu belok kanan lagi ada papan nama "ruang VVIP Bougenville," kata suster penjaga meja resepsionis.
"Wah… kanan kiri pusing ya Sus, nanti tersesat," canda Bella sambil tersenyum.
"Santai aja Kak, ikuti petunjuk papan arah jalan saja! Dijamin tidak akan tersesat, jikalau tersesat ada bagian ruang informasi untuk menginfokan anak yang hilang atau tersesat di rumah sakit Martadinata." Jawab suster penjaga meja resepsionis sambil terbahak membayangkan.
Mendengar jawaban suster penjaga meja resepsionis, Bella pun terkekeh-kekeh.
"Suster bisa aja bercandanya, memangnya saya anak kecil di bawah umur yang mudah tersesat? Yaudah, selamat bekerja ya saya ke ruang VVIP Bougenville dulu. Terima kasih ya."
"Iya, jangan sampai tersesat Kak, jika tersesat segera ke ruang informasi!" Goda suster penjaga meja resepsionis sambil tertawa geli dengan dua orang temannya.
Bella membalas dengan tersenyum renyah sambil berlalu untuk menyusuri koridor rumah sakit Martadinata dan mengikuti papan petunjuk menuju kamar VVIP Bougenville.
Di kejauhan Bella melihat hal yang janggal di taman rumah sakit Martadinata tak jauh menuju kamar Bougenville yang Bella tuju.
Ada kerumunan orang dan suara keras orang di sekitar taman rumah sakit Martadinata yang panik dan berteriak,"cepat dibantu! Segera bopong ke kamarnya! Panggil dokter dan perawat!"
Di balik kerumunan yang menutup arah jalan menuju ke kamar Bougenville, sambil celingak-celinguk Bella berkata dalam hati,"kenapa dengan orang-orang disini? Memangnya apa yang terjadi?"
Bella bertanya kepada lelaki yang berdiri di sisinya yang melihat kejadian itu,
"Apa yang terjadi mas? Kok banyak orang berkerumun di jalan koridor rumah sakit?"
Lelaki itu menjawab,"ada wanita yang mungkin seusia mbak yang pingsan di taman rumah sakit dan dibopong seorang pemuda."
Lelaki itu memberitahu Bella sambil menunjuk di sela-sela kerumunan gadis sebaya dengan Bella yang di bopong pemuda lebih muda sambil diikuti dokter dan perawat. "Itu… tuh mbak gadis yang pingsan di taman rumah sakit!"
Bella pun mengarahkan pandangannya dan lebih terfokus pada gadis yang dibopong pemuda itu. "Bukankah itu Anna? Iya… benar itu Anna!" Seru Bella sambil berteriak dan menerobos gerombolan orang yang menghalangi jalan. Bella segera mengikuti langkah cepat dokter Victor dan perawat di belakang mereka.
Alex telah membopong Anna dan sampai di kamar VVIP Bougenville dan membaringkan Anna di atas ranjang Dekubitus dengan hati-hati mengingat karena kaki patah yang masih di gips, infus dan Cervical Collar yang masih Anna pakai. Alex membungkuk dan menatap Anna dan memohon," Maafkan aku yang sudah membuatmu pingsan Anna!" Alex mengelus dahi Anna dan mengecup lembut.
Dari belakang Alex, ternyata dokter Victor melihat apa yang Alex lakukan kepada Anna.
Dokter Victor langsung menarik lengan Alex agar mundur ke belakang sambil berbicara dengan nada meninggi,"yang tidak berkepentingan cepat keluar! Hanya dokter saja dan perawat yang berhak berada di dalam ruangan!"
Bella yang terlanjur masuk ke ruangan vvip Bougenville pun bersama Alex terpaksa ditarik keluar oleh para perawat dan menutup pintu agar Bella dan Alex tetap berada di luar.
Dr. Victor dan para perawat segera memeriksa Anna secara mendetail dan membiarkan Anna beristirahat.
Sementara di luar Bella segera mengeluarkan ponsel dari tas nya. Menekan tombol telepon untuk menelepon nyonya Neni.
"Tut, tut, tut! Hallo!"
"Iya,Hallo Nyonya Neni!"
"Ada apa menelepon Bella?"
"Nyonya Neni, Anna saat ini pingsan."
"Apa? Dari mana kamu tahu Anna telah sadar dan pingsan? Sekarang kamu dimana Bella? Cepat katakan!"
"Saat ini saya berada di rumah sakit Martadinata," jawab Bella.
"Tunggu saya disitu! Jangan kemana-mana! Saya segera datang ke rumah sakit Martadinata!" Perintah nyonya Neni kepada Bella.
Panggilan telepon segera dimatikan. Nyonya Neni sangat gugup sambil mondar-mandir mencari tas dan jaket yang hendak dibawa segera ke rumah sakit. Dengan langkah seribu nyonya Neni sudah sampai di mobil dan mengeluarkan kunci mobil dari tas untuk segera masuk ke dalam mobil dan menyetir dengan melesat.
Di rumah sakit Alex sangat panik dan khawatir pada Anna. Takut kalau hal buruk terjadi pada Anna. Tubuh Alex gemetar memikirkan Anna.
"Apa yang terjadi padamu Anna?" Celetuk Alex sambil was-was dan berkeringat dingin.
"Jangan khawatir, Anna gadis yang kuat kok!" Sahut Bella.
"Kamu kan sahabat Anna? Satu jurusan pula, kenapa kamu kayak biasa aja? Gak panik liat Anna pingsan!" Pungkas Alex pada Bella.
"Awalnya sih panik. Siapa yang gak panik liat sahabat pingsan? Tapi kan sudah ditangani tenaga medis di dalam dan aku tahu Anna itu kuat," beber Bella.
Tak berapa lama perawat keluar, Alex segera menghadang perawat untuk menanyakan keadaan Anna. "Suster, bagaimana keadaan Anna?"
"Biar dokter yang jelaskan ya. Sekarang anda tenang dulu sambil menunggu dokter Victor keluar," perawat menenangkan Alex dan menepuk bahu Alex dan berlalu.
Beberapa saat kemudian nyonya Neni sudah datang. Menghampiri Bella dengan muka merah padam. "Ada urusan apa kamu sampai datang ke rumah sakit ini?" Geram nyonya Neni dengan Bella.
Bella takut dan mundur, sampai terhimpit ke tembok di belakangnya karena belum pernah melihat nyonya Neni seperti itu. "Saya hanya mau menjenguk Anna. Tapi belum sempat berbicara pada Anna, Anna sudah pingsan."
Nyonya Neni tampak menghela nafas lega karena Bella belum berbicara apapun kepada Anna. "Fiuh… sekarang kamu tunggu saya di mobil, ini kuncinya! Sebentar lagi saya akan menyusul kamu ya Bella." Tiba-tiba nada suara nyonya Neni merendah.
"Baik, Nyonya Neni!" Bella mengambil kunci mobil ditangan nyonya Neni dan melangkah menunggu di parkiran mobil rumah sakit.
Melihat Bella pergi, nyonya Neni menghampiri Alex. "Alex, katakan apa yang terjadi sehingga Anna pingsan!" Tanya nyonya Neni menginterogasi kepada Alex.
"Anna merasa bosan dan saya berinisiatif untuk membawa Anna ke taman."
"Lalu?" Tanya nyonya Neni sambil melototi Alex.
"Saya menceritakan kisah masa kecil saya dan menanyakan kisah masa kecil Anna. Tapi entah kenapa Anna langsung mengeluh sakit kepala dan pingsan," jawab Alex penuh rasa penyesalan kepada nyonya Neni."Alex, lain kali jangan pernah menanyakan hal itu lagi pada Anna! Biar ingatan Anna kembali sendiri seraya waktu berjalan. Aku sangat memohon itu kepadamu sebagai seorang ibu yang memohon kepada teman anaknya demi kepentingan anakku Anna."
"Baik, saya berjanji demi kebaikan Anna," Alex meyakinkan nyonya Neni.
"Terimakasih Alex, tante mau masuk dulu ya menemui dokter Victor yang sedang memeriksa Anna.""Iya silahkan tante!" Alex masih tetap terjaga di luar.
"Krek… ,"bunyi pintu kamar vvip Bougenville tempat Bella berbaring di buka oleh nyonya Neni.
Victor kaget dan menghampiri suara dari pintu itu," Sst… Anna baik-baik saja, Mama Neni jangan khawatir!" Bujuk Victor kepada nyonya Neni.
"Rahasia kita aman kan?" Tanya nyonya Neni kepada dokter Victor.
"Aman, Bella belum sempat bertemu Anna. Katanya Mama Neni akan menyingkirkan Bella, kenapa Bella masih ada di sini?" Tanya dokter Victor.
"Syukurlah jika rahasia kita tidak bocor. Soal Bella gampang, serahkan saja kepada saya, saya akan menyingkirkan Bella secepatnya supaya tidak menjadi ancaman dari misi kita." Nyonya Neni meyakinkan dokter Victor.
"Kondisi Anna sudah sempat sadar dan saya suntik obat tidur supaya beristirahat. Mama Neni jangan khawatir dan bisa pulang untuk membereskan Bella."
"Baik, titip Anna ya. Jaga dia baik-baik," Pesan Nyonya Neni.
"Siap Mama Neni! Saya akan mengemban tanggung jawab menjaga Anna!" Ujar dokter Victor.
Nyonya Neni bergegas pergi dan berpamitan pada Victor dan Alex. Menapakkan kaki menuju parkiran mobil tempat Bella sudah menunggu.
Dokter Victor tampak kesal melihat Alex berdiri di luar kamar vvip Bougenville.
"Kenapa kamu masih di sini? Anna sudah saya suntik obat tidur, biar istirahat! Kamu pulang saja!" Perintah dokter Victor pada Alex.
"Memangnya kamu punya wewenang apa menyuruh saya pulang?" Alex menantang dokter Victor seraya mengangkat muka dan menatap tajam.
"Heh! Dasar anak bau kencur! Tidak tau diri! Kamu yang buat Anna pingsan! Ada hubungan apa kamu dengan Anna?" Tanya dokter Victor seraya meledek Alex.
"Itu bukan wewenang mu ikut campur! Tugas dokter hanya membantu pasien sembuh dengan perawatan tapi tidak mencampuri urusan pribadi pasien!" Ketus Alex pada dokter Victor.
"Victor! Sudah cukup kalian berdebat! Apa yang dia katakan itu benar! Dokter Victor tak seharusnya ikut campur dalam Masalah pribadi pasien, ini menyalahi kode etik kedokteran!" Teriak dokter Vio yang membuat Alex dan dokter Victor kaget.
"Jangan berani ikut campur Vio!" Bentak dokter Alex.
"Percuma tenagamu kamu habiskan untuk berdebat! Pasien yang lain menunggu di meja operasi. Kamu ada jadwal operasi dokter Victor." Dokter Vio mengingatkan.
"Oke, hari ini aku mengaku kalah dan aku titip Anna untuk sementara waktu padamu," kata dokter Victor pada Alex sambil menunjuk dada Alex dan membuat Alex mundur ke tembok.
"Apaan sih!" Alex menepis tangan dokter Victor.
Alex segera masuk ke kamar vvip Bougenville tempat Anna terlelap. Dokter Victor dan Dokter Vio bersiap menuju ruang operasi.
Alex melihat Anna terbaring dari ujung kaki sampai kepala. Memegang kaki Anna dan terduduk di sebelah kanan Anna sambil termenung melihat Anna. "Anna, semoga ingatanmu lekas pulih!" Ucap Alex mengelus dan menggenggam tangan Anna dan tertidur dengan kepala tertunduk di tangan Anna.
Nyonya Neni sudah sampai di parkiran mobil dan melihat Bella duduk di dalam mobilnya.
Seraya masuk, mereka tampak canggung.
"Bella, kenapa kamu tidak beritahu saya dulu kalau mau menjenguk Anna?"
"Maaf Nyonya Neni, saya sangat ingin tau keadaan Anna."
"Bella, seharusnya kamu beritahu saya dulu kalau mau menjenguk Anna."
"Maafkan saya Nyonya Neni, Nyonya Neni juga sangat sibuk jadi saya langsung ke rumah sakit saja."
"Bella,kamu tahu donatur tetap Yayasan Panti Asuhan Cempaka putih?"
"Pengusaha Garmen itu kan? Kalau tidak salah tuan Martin, apa benar?"
"Iya benar, sudah 4 bulan lalu dia mengajukan dan memenuhi persyaratan untuk mengadopsi seorang yang sudah gadis bukan anak kecil lagi."
"Bukankah Tuan Martin itu masih lajang?" Tanya Bella.
"Benar, walau lajang dia bisa memenuhi syarat untuk mengadopsi seseorang dari sebuah panti asuhan. Beliau sudah memenuhi legalitas dan persyaratan hukum untuk mengadopsi. Apalagi tuan Martin donatur tetap Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih," dengan santai nyonya Neni menjawab pertanyaan Bella sambil menyetir menuju Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih.
"Tapi kenapa harus yang sudah gadis tidak anak-anak saja?" Tanya Bella.
"Tidak ada waktu dan tenaga untuk mengurus seorang anak. Perusahaan garmen sudah cukup menguras waktu dan tenaganya. Ia akan membawa gadis yang tuan Martin Asuh untuk mengelola cabang garmen miliknya di Paris. Tadinya Anna yang ingin aku ajukan tapi ternyata Anna sakit dan masih membutuhkan perawatan dan perhatian medis." Jawab Nyonya Neni.
"Lantas siapa sekarang kandidat yang Nyonya Neni ajukan untuk diadopsi oleh tuan Martin?" Berondong Bella ingin tahu.
"Hanya satu kandidat yang sesuai." Jawab nyonya Neni.
"Siapa itu Nyonya Neni?" Sambil bertanya, perasaan Bella jadi tidak enak.
Mobil sudah sampai di depan Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih dan berhenti di depan pintu gerbang.
Nyonya Neni menatap tajam mata Bella sambil memegang tangannya penuh harap,"kamu, kamu Bella satu-satunya kandidat yang sesuai diadopsi tuan Martin."
"Tidak!" Bella langsung menepis tangan nyonya Neni.
"Kenapa?" Tanya nyonya Neni.
"Saya tidak mau Nyonya Neni! Pilihkan saja kandidat lain untuk diadopsi tuan Martin!" Bentak Bella kecewa seraya membuka pintu keluar dari mobil nyonya Neni.
"Tolonglah Bella, mengertilah keadaan kita. Tuan Martin juga kaya dan asetnya akan menjadi milikmu."
"Aku tidak tertarik! Aku tidak mau berpisah dari sahabatku Anna!" Seru Bella.
"Seberapa keras kamu menolak pada akhirnya kamu akan tetap diadopsi oleh tuan Martin," nyonya Neni kesal dan berbicara nada suara tinggi.
"Silahkan coba saja kalau bisa!" Tantang Bella.
Pembicaraan mereka pun berakhir saat mereka memasuki lokasi Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih.
Keesokan harinya, saat hari masih pagi. Kicauan merdu dari burung gereja bersorak- sorai menyapa telinga. Embun masih membasahi rerumputan dan kabut masih menyelimuti bumi. Hawa dingin menembus ke tulang, udara yang masih segar masuk dari celah jendela. Saat di rumah sakit, Alex menjaga Anna semalaman dan tertidur di kursi sebelah kanan Anna sambil menggenggam tangan Anna. Tangan dan tubuh Anna bergerak pelan. Anna terbangun dan tersadar. Tangan kiri memegang kepalanya," Aduh! Kepala ku sakit sekali rasanya. Mau pecah kepalaku, aduh sakit!"
Merasa ada pergerakan dari tubuh Anna, Alex segera terbangun. "Anna, mana yang sakit?"
Alex segera memencet tombol merah yang terhubung dengan bel perawat. Perawat segera berlari masuk ke dalam," tolong suster kepala Anna sakit!" Alex meminta bantuan.
"Iya sebentar," perawat berlalu dan mengambil suntikan dan cairan anti nyeri untuk disuntik ke selang infus Anna dan masuk bercampur cairan infus.
Selang beberapa saat kemudian Anna sudah bisa diajak bicara dan tidak merasakan sakit. Hari-hari Alex menemani Anna dan membolos sekolah. Orang tua Alex sempat khawatir karena Alex jarang pulang dan sering bolos sekolah. Tapi mereka lega karena Alex menjaga Anna yang telah menyelamatkan Lusi, adik Alex.
Lalu di Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih nyonya Neni bertemu dengan tuan Martin. Nyonya Neni menyodorkan foto Bella dan biodata lengkap dari Bella.
Sambil mengangguk-anggukkan kepala dan kepalan tangan memangku dagu tuan Martin berkata,"gadis bernama Bella ini cantik dan cocok dengan kriteria saya."
Nyonya Neni tersentak kaget, karena mereka duduk saling berhadapan maka nyonya Neni maju dekat wajah tuan Martin," maksud kata-kata Tuan Martin apa ya?"
"Oh,maaf… maksud saya cocok menjadi anak angkat saya," kata tuan Martin."""
"Betul, walau tak secerdas Anna tapi Bella type ulet dan ambisius juga disiplin, cocok untuk membantu Tuan Martin mengelola perusahaan."
"Ya, walau tidak secantik Anna tapi tidak apa Bella saja sama kok,"kata tuan Martin.
"Silahkan Tuan Martin tandatangani dokumen serah terima adopsi dengan materai."
"Baik," kata tuan Martin menandatangani dokumen itu dengan bolpoin warna emas yang dikeluarkan dari saku kemejanya.
"Tapi memang Bella agak tidak setuju dengan adopsi ini," ungkapan hati nyonya Neni bimbang.
"Tidak masalah, seraya waktu Bella akan beradaptasi sendiri,"sahut tuan Martin tidak mau ambil pusing.
"Krek!" Bunyi pintu dibuka dan ternyata Bella yang membuka pintu.
"Ada apa Nyonya Neni memanggil saya?" Bella bertanya.
"Bella, mari masuk dan duduk dulu. Ada yang mau saya perkenalkan!" Perintah nyonya Neni.
"Iya nyonya Neni," Bella duduk di samping tuan Martin dan tepat berada di depan Nyonya Neni.
"Inikah gadis yang mau saya adopsi? Terlihat lebih cantik dan menawan daripada foto di biodatanya!" Rayu tuan Martin sambil menyentuh dagu Bella tapi Bella reflek menepis karena kaget.
"Bella! Yang sopan pada Tuan Martin!" Hardik nyonya Neni kepada Bella.
"Habis belum kenal sudah berani pegang-pegang dagu Bella!"Celetuk Bella sambil melengos dari tatapan tuan Martin.
"Aku cuma menggodamu Bella," kata tuan Martin.
"Jangan genit dong! Ingat umur! Jaga sikap anda supaya saya segan!" Jawab Bella dengan ketus.
"Diam Bella! Jaga kesopananmu saat bicara pada orang yang lebih tua darimu!" Hardik nyonya Neni kepada Bella.
"Nyonya Neni kan melihat jika Tuan Martin dulu yang memulai sehingga saya bereaksi!" Bella tak mau kalah adu argumen.
"Sudah cukup!" Bentak tuan Martin.
"Maafkan kami Tuan Martin!" Permohonan nyonya Neni.
"Nyonya Neni tahu kan kalau saya bisa cabut dan alihkan donasi ke Yayasan Panti Asuhan yang lain selain Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih?"
"Baik Tuan Martin, maafkan kami berdua sudah membuat keributan!" Sekali lagi permohonan nyonya Neni kepada tuan Martin.
"Saya sudah putuskan Bella akan menjadi anak asuh saya dan mengelola perusahaan garmen cabang Paris, Perancis!" Tandas tuan Martin.
"Siapa kamu beraninya memutuskan hal itu sebelum aku mengiyakan?" Berontak Bella.
"Surat pengalihan pengasuhan Bella dari Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih kepada Tuan Martin sudah lengkap, Bella sudah bisa anda ajak pulang!" Nyonya Neni menjelaskan.
"Apa? Aku tidak mau!" Sanggah Bella seraya seperti tersambar petir.
"Bodyguard! Masuk!" Empat bodyguard tuan Martin sudah dari tadi berjaga di depan pintu dan yang dua masuk ke ruangan nyonya Neni.
"Bawa pulang gadis muda bernama Bella ini!" Perintah tuan Martin kepada dua bodyguard nya.
"Aku tidak mau!" Rengek Bella tapi tidak ada yang menghiraukannya.
Dua bodyguard menyeret Bella yang tengah terduduk dan Bella tetap meronta-ronta dan merengek tidak mau tapi tetap dipaksa dan tak berdaya.
"Terima kasih atas kerjasamanya Nyonya Neni," tuan Martin berjabat tangan ke nyonya Neni.
"Sama-sama tuan Martin, jangan lupa transferan donasi untuk awal bulan ini!" Kata nyonya Neni mengingatkan.
"Setelah ini akan saya transfer dan Bella akan saya ajak hidup menetap di Paris, Perancis," kata tuan Martin.
"Baik Tuan Martin tolonglah untuk menjaga Bella dengan baik dan titip Bella!"
"Pasti dan terimakasih!" Ucap tuan Martin seraya berpamitan kepada nyonya Neni.
Bella sudah berada di mobil Limosin milik tuan Martin bersama sopir, bodyguard dan tuan Martin. Bella bukan lagi Penghuni dari Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih. Bella akan terbang menggunakan pesawat dan tinggal juga menetap di Paris, Perancis bersama tuan Martin.
Semenjak Anna sadar Bella belum tahu Anna kehilangan ingatan dan belum mengobral dengan Anna.
Bella telah dibawa pergi oleh Martin, sang pengusaha garmen dan rencana akan tinggal di Prancis dan tepatnya di Paris pusat kota mode dunia dan barang branded. Bodyguard pun mengikuti mereka dan memaksa Bella untuk ikut bersama Martin.Entah nasib Bella selanjutnya, hanya Martin dan Bella sendiri yang mengetahuinya. Harapan nyonya Neni Bella menjauh dari Anna agar sandiwaranya bersama dokter Victor tidak terbongkar ke telinga Anna karena Bella sahabat kental Anna dan kunci dari semuanya. Tapi Bella telah tersingkir dan menetap di negeri yang jauh. Bagaimana nasib Anna selanjutnya? Tidak ada yang tahu."Bip, bip, bip!"Suara ponsel dokter Victor berbunyi dan tertanda panggilan dari nomor handphone nyonya Neni."Iya, Mama Neni. Ada hal penting apa menelponku?" Tanya dokter Victor di tengah kesibukannya sedang praktek dan menangani pasien di ruang spesialis polinya."Kok begitu jawabanmu? Ada hal penting yang mau aku bicarakan." Jawab nyon
Aku tak berani membuka mata, semua terasa berputar. Seperti sakit Vertigo dan aku merasa mual sehingga beberapa kali masih muntah. Rasa nyeri yang hebat di kepala membuatku merintih kesakitan.Sambil memegang kepalaku dan memejamkan mata aku berkata,"aduh sakit sekali kepalaku Mah! Semua seakan terlihat berputar dan menambah rasa mual ku. Kepalaku nyeri dan pusing sekali. Tolong aku Mamah Neni!""Yang sabar ya sayang! Dokter Victor sedang mencarikanmu obat untuk meredakan rasa pusing dan sakit kepalamu. Tenang dulu ya! Mama tahu kamu kesakitan dan menderita. Mama ganti dulu pakaianmu ya?""Iya Mah," kataku.Di ruangan perawat tepatnya tempat penyimpanan obat dokter Victor mencoba mencari obat injeksi pereda nyeri dan untuk pusing, mual dan muntah. Dengan cepat membuka rak berisi obat, botol infus dan suntikan. Obat injeksi sudah ketemu juga alat suntikan segera dia masukkan ke saku jas dokternya."Dokter Victor," seorang perawat memegang punggungku
"Akan saya jelaskan sedikit mengenai gambaran klinis Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD=Post Traumatic Stress Disorder) yang kamu alami ya dan dengarkan baik-baik penjelasan dari saya!" Ujar dokter Vio.Aku menatap dalam kedua mata dokter Vio yang akan menguraikan kondisiku saat ini. Di ranjang Dekubitus dengan posisi berbaring agak duduk aku memperhatikan ucapan dokter Vio dengan seksama."Mungkin beberapa kali kamu telah mengalami tragedi kecelakaan sehingga kamu mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD). Ingatan tersebut akan terbayang dalam benakmu dan terulang dalam mimpi. Kamu bahkan akan mengingatnya terus sehingga mengganggu hubungan sosial, kehilangan nafsu makan, menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kecelakaan seperti phobia atau takut naik mobil untuk menghindari kecelakaan, rasa bersalah karena peristiwa traumatis tersebut terus membayangi. Apakah ini beberapa gejala yang ka
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber
"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong.""Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar."Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex."Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
Mataku tetap melihat ke arah Alex melangkahkan kaki dan hujan pun turun.Aku meneteskan air mata karena Alex telah memutuskan pergi dan mungkin tak kembali.Perasaan ku sulit dijelaskan dan hatiku sakit.Sulit untuk menerima fakta bahwa aku telah kehilangannya."Anna," panggil dokter Victor."Iya," sahutku."Di sini hujan, ayo kita masuk ke ruang VVIP Bougenville!" Nada lembut dokter Victor mengajakku. Aku pun mengikuti saran dokter Victor.Kami memasuki ruangan VVIP Bougenville dan aku segera berbaring di ranjang Dekubitus."Maka dokter Victor berkata, "Anna, tolong jangan sampai ada pria atau wanita lain di antara kita! Cukup hanya kau dan aku saja, tidak ada yang lain! Mengerti!"Aku mencoba menutupi rasa kehilanganku dan mengangguk mendengar kata-kata dokter Victor walaupun tidak dengan sepenuh hati."Eh, ada dokter Victor!" Sapa Mama Neni."Mama Neni sudah datang? Dari mana saja Mama Neni?" Balas
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
Bab 18: Kunci Dari Segalanya"tik - tik - tik!" suara ketikan komputer memenuhi ruangan yang Anna tempati. Sejenak Anna terhenti tangannya mengetik dan teringat kepada sebuah kenangan manis nan singkat tentang kebersamaannya dengan Alex. Baginya Alex adalah cinta pertamanya yang manis sekejap dan sirna.Sorot mata Selly menyudahi menatap layar komputer dan menyatukan kedua tangan yang tlah pegal mengetik lalu saling mengaitkan jari-jari nya dan menariknya sampai tulang jemarinya berbunyi, "kretek.""Hm … sudah waktunya makan siang!" kata Selly, sosok gadis yang feminim penyuka warna pink hingga meja kantornya penuh meja pernak-pernik warna pink.Suara Selly tentu memecah keheningan dan membuyarkan lamun
Bab 17 Mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih "Kuk-ku-ruyuk!" Suara ayam jago menggema saling bersahutan menyambut pagi. "Kring-kring-kring!" Bunyi jam weker berdering keras memecah keheningan di dalam sebuah kamar minimalis bercat putih. "Duh! Jam berapa sih? Masih ngantuk tapi berisik banget jam weker tua ini." Sebuah tangan terulur dari selimut dan meraih jam weker untuk mematikan suaranya yang bising. Disamping jam weker, terdapat foto Anna yang mengenakan jubah dan topi toga yang menandakan Anna telah wisuda S2 Manajemen Bisnis karena beberapa tahun telah berlalu. "Tok - tok - tok!" Suara ketukan pintu mengusik tidur Anna.
Aku menyusuri jalanan kota sambil di bonceng dokter Victor dengan motor sport nya. Dia banyak bercerita namun aku hanya menjawab singkat saja. Saat aku tiba di rumah hatiku masih terasa sepi. Aku berjalan lemas dan lemah lunglai dan memasuki rumahku. Tiap sudut rumah aku tidak menjumpai foto keluarga tetapi aku coba tuk abaikan saja."Mah, aku sudah datang," kataku dan dokter Victor yang baru mengantarku mengikutiku dari belakang."O, kalian sudah datang! Mari cepat masuk ke ruang makan! Mama sudah membuat makanan spesial untuk kalian," kata mama Neni dengan penuh semangat."Baik Ma," kataku."Mama Neni masak apa?" Tanya dokter Victor."Ada banyak makanan terhidang di meja, silahkan duduk di meja makan!" Pinta mama Neni.Aku dan dokter Victor pun segera mengambil posisi duduk yang pas di meja makan untuk bersiap menyantap hidangan.
"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya."Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni."Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku."Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali."Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan."Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu
Mataku tetap melihat ke arah Alex melangkahkan kaki dan hujan pun turun.Aku meneteskan air mata karena Alex telah memutuskan pergi dan mungkin tak kembali.Perasaan ku sulit dijelaskan dan hatiku sakit.Sulit untuk menerima fakta bahwa aku telah kehilangannya."Anna," panggil dokter Victor."Iya," sahutku."Di sini hujan, ayo kita masuk ke ruang VVIP Bougenville!" Nada lembut dokter Victor mengajakku. Aku pun mengikuti saran dokter Victor.Kami memasuki ruangan VVIP Bougenville dan aku segera berbaring di ranjang Dekubitus."Maka dokter Victor berkata, "Anna, tolong jangan sampai ada pria atau wanita lain di antara kita! Cukup hanya kau dan aku saja, tidak ada yang lain! Mengerti!"Aku mencoba menutupi rasa kehilanganku dan mengangguk mendengar kata-kata dokter Victor walaupun tidak dengan sepenuh hati."Eh, ada dokter Victor!" Sapa Mama Neni."Mama Neni sudah datang? Dari mana saja Mama Neni?" Balas
"Iya, sama-sama Anna! Terimakasih juga karena kamu telah menyelamatkan nyawa adikku yakni Lusi."Aku sambil menggaruk kepala padahal tidak terasa gatal dan aku berkata kepada Alex,"Ah, jangan membesar-besarkan! Itu hal biasa karena kita sebagai sesama manusia harus bisa melindungi satu sama lain dan tolong menolong.""Tapi itu sangat berarti bagi keluarga kami dan apa yang kami lakukan tidak cukup untuk menebus perjuanganmu dalam menyelamatkan Lusi. Kamu terluka dan bahkan kehilangan ingatan di tambah menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau Gejala Pasca Trauma)." Papar Alex kepadaku dengan mata berbinar."Sudahlah! Jangan mendramatisir seperti drama Korea! Kata-katamu seperti kita akan berpisah saja. Aku tak suka perpisahan!" Tandasku kepada Alex."Kadang pasti kita dihadapkan pada sebuah situasi, memilih untuk bertahan atau memilih untuk berpisah dan itu pilihan dalam kehidupan nyata."Alex berbicara seperti seorang pujangga dan motivator.
Beberapa bulan sudah ku habiskan di rumah sakit Martadinata untuk menjalani perawatan medis. Sebenarnya aku bisa memilih rawat jalan, tetapi kekasihku yakni dokter Victor tetap memintaku untuk rawat inap supaya mudah terpantau.Kakiku yang patah dan di gips, kini sudah bisa di gerakkan dan berjalan walau masih pincang. Hari-hari aku habiskan di ruangan VVIP Bougenville dan sesekali menghibur diri di taman rumah sakit Martadinata untuk menghirup udara segar. Sambil menikmati keindahan taman, bunga bermekaran dan berwarna-warni, kupu-kupu beterbangan dan suara burung berkicau dan sesekali hinggap di tanah.Sering aku berada di taman dan Alex menemaniku. Alex sering mencarikan buah ceri yang tumbuh ditaman. Dia selalu membawakanku Rainbowcake yang cantik seperti pelangi, dengan krim yang manis dan lumer di mulut. Tak lupa Alex selalu membawakan tugas dari guru wali kelas akselerasi online untuk ku kerjakan. Kami menikmati keber