"Maukah jadi ayah palsuku? Wajah kita sangat mirip, jadi kamu tidak boleh menolaknya!" Pertemuan tak disengaja membuat rahasia besar terkuak. Emily mengalami kecelakaan dan dikabarkan telah meninggal. Namun, enam tahun kemudian, dia telah menjadi wanita hebat. Bukan hanya itu, seorang anak tampan dan pintar telah mengisi hidupnya. Takdir tidak bisa ditebak. Sean bertemu dengan anak Emily. Emily sakit hati karena perlakuan Sean setelah menikah. Sikap lembut dan manis sebelum menikah menguap begitu saja menjadi dingin dan acuh. Setelah pertemuan di kehidupan keduanya, Emily tidak ingin kembali pada suaminya. Terlebih, Sean diduga dalang utama dari kecelakaannya enam tahun yang lalu. Akan tetapi, Sean ingin Emily kembali padanya. Berbagai cara dia lakukan agar istri dan anaknya menerimanya. Akankah mereka kembali bersatu?
view more"Sean! Bangun, Sean!""Akhh! Perutku sakit sekali ....""Sayang ....""Mama! Papa ...."Gaduh suara roda brankar membuat ngilu. Tiga pasien kini masuk dalam ruang tindakan. Dua pasien yang duduk di kursi depan telah ditutup kain putih."Apa yang terjadi pada anakku?!" Evan memegang dadanya."Pa, tenang. Jangan sampai papa lemah. Anak dan cucu kita pasti akan baik-baik saja!" Martha memegang dua bahu Evan dari belakang.Evan tak mampu lagi menopang raga. Dia lemas dalam dekapan sang istri."Panggil dokter!" teriak Martha.Tangisan pecah. Bahkan Blade gemetar melihat darah di dua tangannya. Kepalanya terus menggeleng. "Tidak! Tidak mungkin!"Dario diam mematung menatap pintu ruang tindakan. Hanya air mata tanpa isakan yang bisa mengungkap betapa takutnya dia sekarang.Rumah sakit itu seketika jadi perbincangan panas publik. Apalagi yang sedang sekarat adalah satu keluarga pengusaha hebat dan pemilik restoran yang terbakar."Tolong jangan berhenti dan lemah. Kumohon kita harus tetap kuat
"Hancurkan dia! Beraninya mengusik bisnis yang sudah aku jalankan bertahun-tahun. Dia memang cari mati. Aku mau besok dengar kabar kalau semua keluarga Geraldo lenyap!" teriak Benny."Tapi, Bos-"Bugh! Kepalan kuat membuat satu anak buah tersungkur dengan bibir berdarah."Ada yang ingin aku habisi di sini?" Mata Benny nyalang buas."Maaf, Bos. Kami akan berangkat sekarang!"Tak ada lagi yang berani melawan Benny. Dia bak singa yang didesak wilayah kekuasaannya. Mengaum dan menggila. Matanya nyalang siap menghabisi lawannya.Di ruangan itu masih tersisa Erlan dan Biantara."Jika kalian tidak mau kalah, maka hanguskan musuh. Jangan sampai ada musuh yang tersisa. Kita harus jadi raja di raja. Jangan sampai ada yang berani setara pada kita!" bentak Benny.Erlan meremas tangannya. Dia malah terbesit wajah David. Semua kata-kata David terngiang jelas. "Tuan, saya tidak tahu lagi harus bagaimana." Ada rasa jenuh dan sesal kala ini. Dia tak menyangka jika harus melangkah sejauh itu. Apa bisa
Ambulance langsung membawa Felisha ke rumah sakit. Wanita itu mengalami pendarahan hebat. Dulu, dia bertingkah seperti apa pun kandungannya baik-baik saja. Bahkan dia mencoba makan banyak pantangan orang hamil muda, tetap saja kandungan itu bertahan. Di saat Felisha mulai menerima dan merasa hanya anak yang dikandungnya satu-satunya harta dan masa depannya, anak itu malah merajuk.Dokter langsung melakukan tindakan. Felisha dimasukkan ke ruang operasi karena keadaan sangat darurat. Namun, tindakan dokter tak bisa menyelamatkan janin itu.---Di tempat lain."Beres, Bos. Bayi itu tidak akan menjadi masalah Anda di kemudian hari. Sekarang wanita itu belum sadar karena kondisinya terlalu lemah." Seorang pria menghubungi atasnya. Ya, atasannya adalah orang yang sangat takut dengan tingkah gila Felisha jika suatu hari nanti anak itu akan jadi senjata ancamannya.Biantara. Dia sangat paham dengan polah tingkah seorang Felisha dan bergerak cepat di awal.****"Kami tidak mau punya pimpinan c
Tak hanya raga. Hati ini luruh tak mampu menopang beratnya rasa. Bagaimana bisa dia melalui hal seberat itu sendirian? Bagaimana bisa aku marah saat dia berdiri saja tak mampu? "Sean ...." Emily terisak di pangkuan Sean."Emily sayang ...." Sean mengusap rambut istrinya dengan derai air mata. Pria kekar itu sesegukan hingga dadanya bergetar.Pelan Sean mendongakkan wajah Emily agar menatapnya. Lalu, dia seka air mata yang telah berani melinang di pipi kesayangannya itu."Sean ...." Emily menggeleng menatap wajah yang sangat dirindukannya."Tadi, aku baik-baik saja dan sekarang saat melihatmu, aku seperti sudah ingin pulang. Aku tak merasakan sakit sedikit pun."Emily sedikit mengangkat tubuhnya dan memeluk Sean. "Aku membencimu, Sayang. Sangat membencimu. Dosa apa aku sampai tidak tahu kalau suamiku menderita."Sean memeluk erat, sangat erat. "Aku memang harus menebus dosa. Aku tahu pantas untuk mendapat perhatianmu karena dulu aku-""Ssssttttt .... Karena aku mencintaimu."Hah! Sean
Tidak mungkin Sean merahasiakan semuanya dariku? Apa maksudnya? Apa aku tidak berhak tahu atau dia tak ingin aku khawatir? Emily memegang tembok agar tak luruh di lantai."David ...." Emily memegang dadanya dengan derai air mata.David cepat meraih tubuh Emily. "Aku akan membawamu ke atas. Nanti kuceritakan padamu. Tenang, jangan sampai Axel tahu."David mengangkat tubuh Emily dan membawa ke kamar, tanpa sepengetahuan Axel dan Dayana."Pelan-pelan. Tenangkan dirimu. Jangan lupa kamu sedang mengandung anak Sean saat ini." David meletakkan pelan Emily di atas ranjang.Emily menggeser pelan tubuhnya dan bersandar di headboard. Dia menyeka air matanya. Nafasnya sesak terisak.David duduk di sisi ranjang. Dia merangkup wajahnya seraya menghela nafas. "Maafkan aku, Emily."Emily menggeleng sambil tersedu. "Jangan suruh memaafkanmu sebelum aku tahu soal Sean. Vid, aku istrinya. Kenapa aku harus dilarang mengetahui soal keadaannya? Apa salahku?" Tangis wanita itu pecah.David mendecih sesal.
Di rumah sakit. Sean duduk dengan kepala bersandar. Dua tangannya terpaut di depan. Sebenarnya dia ingin mendekatkan wajahnya pada layar, tapi ...."Ingat, stay cool. Jangan sampai anakmu yang pintar dan sok tahu itu curiga. Tersenyum manis dan bicara seperlunya.""Aku tahu, Cerewet!" kesal Sean."Tuan sudah paham semuanya, Bawel!" Dario menajamkan sorot matanya pada Blade."Aku akan tekan tombol panggil. Kamu menyingkir dulu. Nanti muncul kalau Sean memberi kode!" Blade menggerakkan jari pada Dario, lalu mundur setelah panggilan itu tersambung.Sean meremas kepalan tangannya yang berkeringat. Jantungnya berdetak kian kencang. "Huuuufffff ...." Dia terus menghembus nafasnya panjang."Papa!" Layar itu mulai jelas tampak wajah Axel dan .... Emily di belakangnya. Mereka berdua duduk di atas brankar.Sean sebentar mendongak agar matanya bisa dikondisikan."Papa!" Kini wajah mereka jelas di layar masing-masing."Sayang .... Maaf, papa terlalu banyak urusan." Sean tersenyum lebar. Dia mena
Entah rasa apa yang harus diungkapkan. Air mata Dayana tak mau dibendung. Tanpa isakan."Sayang, .... Emily ...." Dayana memeluk David."Hah! Aku nggak nyangka akan datang berita seperti ini di tengah kepelikan mereka." David sedikit mendongak membuang nafas dari mulutnya.Sebuah kabar gembira dan seharusnya Sean yang duduk di depan sang dokter menjadi orang pertama yang mendengar kabar itu."Selamat, pasien Nyonya Emily positif hamil. Kondisi kehamilan masih sangat rentan karena baru memasuki trimester pertama. Jangan sampai kelelahan dan stress, agar tidak berdampak buruk pada kandungannya," jelas dokter."Jangan sampai ada yang tahu selain kami. Rahasiakan dari semuanya."---Di kamar rawat Emily."Aku akan mengumpat Om Blade. Aku yakin papa dilarang menggunakan ponsel olehnya. Oh tidak, bisa jadi Om Dario juga ikutan!" Axel sedang mencari sugesti baru untuk pikirannya agar kata-kata Erlan bisa lenyap semuanya.Emily tersenyum kaku. Anaknya saja bisa merasakan hal janggal, apalagi d
Emily duduk tegang. Di sisinya ada Axel memegang tangannya. Keduanya sama saling menguatkan dan berharap apa yang ada dalam dugaannya itu salah. "Ma, apa papa yang akan bicara? Kenapa belum ada suaranya sama sekali?" Anak itu menekan rahangnya. Gugup dan takut. Kata-kata Erlan berhasil membuat tekanan berat pada pikirannya.Emily berkedip beberapa kali dan mengambil nafas dalam-dalam. "Kita tunggu sebentar lagi. Pasti papa. Papa nggak akan ingkar janji." "Kenapa bukan panggilan video, Sayang. Seharusnya kita bisa sekalian lihat wajah Sean," protes Dayana."Benar yang dikatakan, Tante. Aku mau lihat wajah papa.""Ssssttttt ...." David meletakkan jari di depan bibirnya. Dia tak tahu lagi bagaimana cara mengelak permintaan mereka."Axel .... Emily ...." Suara Sean terdengar datar."Papa!" teriak Axel dengan mata lebar.Emily menghentak nafasnya sambil memegang dada. Akhirnya ... dia sangat lega mendengar suara Sean. 'Sean ...,' batinnya."Papa! Aku mau lihat wajahmu. Kenapa harus ngump
"Mama!" teriak Axel. Dia berlari ke arah ibunya.Hati dan pikiran yang selama ini ditekan kecemasan dan ketakutan kini tumbang sudah. Dia pingsan."Kita bawa ke dokter, Axel!" seru Dayana.David datang. "Apa yang terjadi?""Sayang, dia pingsan begitu saja."David langsung mengangkat Emily.Mobil melaju ke rumah sakit. Selang beberapa saat."Bagaimana keadaannya, Dok?""Kondisi lemah dan tekanan pikiran berat bisa jadi penyebab pasien pingsan. Tidak ada hal serius yang perlu dikhawatirkan."Emily kini dialihkan ke ruang rawat."Om, kapan mama akan bangun?" Axel terus menangis tanpa isakan di sisi brankar."Segera. Mamamu hanya kelelahan." David menepuk pelan punggung Axel."Papa, aku mau dengar soal papa, Om.""Axel, nanti kita bahas setelah mamamu baikan. Yakinlah kalau papamu baik-baik saja. Dan Om Erlan memang nggak suka i papamu. Dia pasti sengaja mengumbar hoax!" Dayana mengangguk.Axel mendesah berat. "Semoga benar yang dikatakan Tante.""Pasti benar!""Om akan keluar sebentar."
"Sayang, akhirnya kita menikah." Wanita itu memeluk pria yang sangat dia cintai dari belakang. Dia menghirup aroma maskulin yang sangat disukai. "Ya, kita memang sudah menikah. Apa kamu senang?" Pria itu menghempas tangan istrinya. Lalu, berbalik dengan mengulas senyum sinis. Wajahnya tampak menakutnya dengan sorot mata tajam."Apa maksudmu, Sayang?" Wanita itu menjadi bingung."Emily Quinza, berhenti menyebutku dengan panggilan menjijikan mulai dari sekarang!" bentak pria itu."Sean, a-aku tidak mengerti." Emily menggeleng dengan mata berkaca.Sean memegang dua bahu Emily. Tatapannya tajam dengan ukiran senyum ejek. "Apa kamu berpikir aku menikahimu karena mencintaimu? Bangunlah sebelum mimpimu terlalu tinggi!" "Akh!" Emily didorong kuat hingga terhuyung. "Se-Sean. Apa yang terjadi padamu, kenapa kamu bisa seperti ini?""Kenapa? Tanyakan saja pada dirimu sendiri! Kenapa kamu harus hadir di tengah keluargaku? Dengar! Karena dirimulah aku tidak bisa menikahi kekasihku. Dasar wanita l
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments