Tiba-tiba dilamar oleh CEO tampan dan dingin, ditawari mahar 500 juta pula. Semua itu membuat Aluna kaget dan bingung. Apalagi permintaan Darren yang harus pura-pura romantis di depan orang lain. Aluna menolak, perbedaan usianya dan Darren sangat jauh, membuat gadis itu berpikir dua kali. Ditambah, pernikahan sangat sakral. Aluna tidak mau mempermainkan ikatan suci itu. Selain itu, sebagai sekretaris Darren, Aluna tahu betul tabiat bosnya yang membuat Aluna antipati pada Darren. Namun, Darren punya seribu cara untuk mendapatkan Aluna demi satu tujuan, menjadikan gadis cuek itu sebagai istri bayaran. Sebenarnya Darren tidak mau menikah. Pengalaman di masa lalu membuat Darren melajang hingga usia 39 tahun. Hanya saja, ibunya terus meminta menantu sampai mogok makan. Dari itulah, Darren memilih mencari istri bayaran. Lantas, bagaimana usaha Darren? Mungkinkah Aluna bisa ditaklukan? Lalu, bagaimana cerita selanjutnya?
Lihat lebih banyak"Bagaimana kalau 500 juta?" ucap Darren dengan serius.
Wajah tegas dengan rahang kokoh itu semakin memperjelas ekspresi yang tidak main-main. Walaupun saat ini usianya sudah 39 tahun, tapi Darren masih terlihat gagah dan tampan. Bahkan, banyak wanita yang mendambakan pria matang itu.
"Apa Bapak bilang? 500 juta? Bapak mau membeli saya, ya?" cetus Aluna, kesal.
Bagaimana tidak? Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, hampir semua karyawan sudah pulang. Tetapi, Aluna tertahan di sana karena ulah Darren--sang CEO--yang tidak lain bosnya sendiri.
Darren terkesiap mendengar pertanyaan gadis itu. Alis tebalnya saling bertautan. "Aku mau memberimu tawaran, bukan membeli kamu. Kalau kamu berpikiran begitu, silakan saja."
Mata indah Aluna membulat sempurna. Bosnya itu dengan enteng melontarkan kalimat terakhir dengan mudah. Ekspresinya juga sangat meremehkan Aluna, dan sang gadis tidak suka.
"Saya anggap seperti itu. Bapak pikir saya wanita murahan? Lagian, apa Bapak gila menginginkan hal seperti ini?" tanya Aluna, terdengar tak peduli akan posisinya saat ini.
Salah Darren sendiri. Sang pria tiba-tiba saja menawarkan pernikahan, seolah ikatan itu sebuah permainan. Tentu saja Aluna akan menolak.
Dari awal bekerja sebagai sekretaris Darren, Aluna sudah tidak suka pada pria itu. Selain bersikap dingin, Darren juga arogan. Selalu saja memaksakan kehendak. Meskipun berwajah tampan, tetapi selalu membuat Aluna sebal.
Banyak wanita tergila-gila, termasuk yang ada di kantor itu. Namun, semua itu malah membuat Aluna muak. Baginya, tampan itu tidak menjamin kebahagiaan dan sifat seseorang menjadi baik.
Itu juga sesuai dengan pengalamannya yang sudah bekerja beberapa bulan dengan Darren. Dari sekian banyak wanita yang tergila-gila pada pria itu, hanya Aluna seorang yang tidak terpesona akan ketampanan Darren. Hal itu dikarenakan sikap pria tersebut.
Lalu, tiba-tiba saja Darren memanggilnya dan melamar dadakan seperti ini. Tentu saja Aluna kaget. Bahkan perasaannya campur aduk. Pikiran buruk pun langsung berdatangan, termasuk mengira kalau Darren mau membeli dirinya.
"Ya, aku gila!" seru Darren tiba-tiba membuat Aluna terlonjak. Lamunannya pun langsung buyar.
"Ya Tuhan, orang ini membuatku kaget," gumam Aluna sangat pelan.
"Aku gila karena terus-terusan dituntut untuk menikah. Kenapa orang tua suka sekali menjodohkan anaknya? Aku tidak suka dijodohkan!"
"Tolong jangan curhat, Pak. Dan satu hal lagi, saya tidak berminat menerima tawaran itu," ujar Aluna, tidak peduli dengan ocehan Darren.
Baginya sekarang Aluna ingin segera menyudahi pembicaraan ini. Pria di depannya ini memang aneh. Mungkin efek usia yang sudah matang, sampai mencari calon istri lewat jalur instan.
"Kenapa tidak? Bukankah 500 juta itu banyak?" tanya sang CEO.
"Memang banyak, tetapi harga diri saya itu lebih tinggi dari uang 500 juta."
Darren terdiam sesaat mendengar ucapan Aluna. Mata pria itu menatap gadis di hadapannya dengan sorot tajam. Tak lama kemudian, terdengar gelak tawa membahana di ruangan itu.
"Kenapa Bapak malah tertawa? Saya serius!" seru Aluna, heran. Wajahnya tampak kesal sekali.
"Aku juga serius mengatakan ini, 500 juta itu hanya untuk maharnya," jelas Darren.
"Hah?!"
Sekarang giliran Aluna yang terdiam. Bedanya, gadis itu terperangah, kaget. Sesaat, Aluna hampir saja tergiur. Akan tetapi, dengan cepat gadis itu menghalau pikiran aneh di benaknya.
"Aku akan memberikanmu uang bulanan 100 juta setiap bulan."
"Apa?! Se-seratus juta?" Aluna langsung meneguk saliva mendengar penawaran lain dari Darren.
Kalau uang sebanyak itu bisa diterima oleh Aluna, dia tidak perlu bekerja lagi dan bisa menghidupi ibunya yang sudah tua. Satu hal yang paling penting, utang mendiang ayahnya pun akan segera lunas.
"Kenapa kamu diam seperti itu?"
Aluna terkesiap. Dia berusaha mengontrol ekspresi wajahnya. Tidak mau diejek apalagi diremehkan oleh Darren.
"Jangan membuatku ingin tertawa. Tadi saja kamu menolak mentah-mentah, sekarang malah diam, sampai tidak bisa mengedipkan mata pula. Bagaimana? Kamu mau, kan?"
"Tunggu dulu! Saya hanya kaget saja," kilah Aluna mencoba menetralkan perasaan.
"Benarkah?" tanya Darren, tatapannya terlihat mengejek gadis di depannya ini.
"Iya, benar. Memangnya tidak ada wanita lain selain saya?" tanya Aluna, penasaran.Sepengetahuan Aluna, banyak sekali wanita yang mengantri untuk bersanding dengan Darren. Bahkan, tanpa harus ditawari uang pun, pasti ada saja wanita yang mau menikah dengan pria dingin itu. Lalu, kenapa harus Aluna? Begitu pikir sang gadis.
"Sebenarnya banyak. Bahkan, mengantri."
"Kalau begitu, pilih saja dari salah satu dari wanita yang antri itu," cetus Aluna gengsi.
"Sayangnya tidak ada satu pun yang seperti kamu."
"Apa maksud Bapak?" tanya Aluna, terlihat bingung.
Dalam hati, Aluna merutuki pria di depannya ini. Bahkan mengatai Darren dengan sebutan pria tua. Tentu saja Aluna tidak berani mengucapkannya langsung, bisa-bisa dia disuruh lembur sampai larut malam kalau melakukan itu.
"Saya bukan wanita murahan."
"Kenapa kamu selalu bilang seperti itu? Aku tahu kamu bukan wanita murahan dan aku juga tidak membeli kesucianmu."
"Lalu, apa maksud Bapak?" tuntut Aluna, "lagian, perbedaan usia kita cukup jauh, harusnya Bapak itu berperan sebagai ayah saya."
"Apa kamu bilang?!" Tubuh Darren langsung menegang mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan gadis di hadapannya. Walaupun memakai susunan bahasa berbeda, tapi tetap saja secara tidak langsung Aluna mengatainya sudah tua.
Di sisi lain, Aluna juga kaget melihat reaksi bosnya. Kedua telapak tangannya kini terasa dingin, takut jika Darren murka. Sang gadis baru sadar kalau dirinya sudah mengucapkan kalimat yang salah.
"Coba bilang sekali lagi! Kamu bilang apa tadi?"
Aluna menutup mulutnya rapat-rapat. Dia hanya menggelengkan kepala. Tidak mau berkomentar apa pun, atau dirinya akan mendapat masalah besar.
"Denger, ya. Aku bukan tua, tapi matang," kilah Darren.
"Saya tidak mengatai Bapak tua, loh. Bapak sendiri yang bilang barusan."
Darren langsung melotot, membuat Aluna kembali bungkam. "Aku hanya ingin kamu menjadi istriku saja," ucap Darren, berusaha mengembalikan topik pembicaraan ke semula. Dia paling kesal kalau membicarakan usia.
Ya, memang usia Darren sudah hampir kepala empat. Akan tetapi, ia merasa percaya diri. Perawakannya tidak berbeda dengan pria berusia dua puluh tahunan, masih gagah dan sangat tampan.
"Tetapi kenapa harus dibayar?"
"Karena aku hanya ingin sandiwara pernikahan, bukan pernikahan sungguhan."
"Hah?! Hahahaa ...." Aluna tertawa mendengar alasan Darren. Baginya ini sangat lucu dan mengherankan. Kalau tidak mau menikah, untuk apa menikah? Sampai mesti membayar orang pula. Begitu pikir Aluna.
"Kenapa kamu malah tertawa? Aku serius!" seru Darren, tegas.
Gadis di depannya ini ternyata sulit sekali berkompromi. Padahal, Darren pikir Aluna bisa diajak kerja sama. Akan tetapi, hasilnya malah nihil.
"Saya juga serius, Pak, dan merasa sedikit lucu–" Aluna menjeda ucapannya. Dia harus menghentikan tawanya dulu. Kalau tidak, Darren pasti terpancing emosi.
"Bapak itu seorang CEO kaya. Saya yakin, banyak sekali wanita yang ingin menjadi istri Bapak. Mereka itu pasti menginginkan Bapak. Jadi, bagi Bapak mudah saja, tinggal meminta salah satu di antara mereka untuk pura-pura menjadi istri," papar Aluna panjang lebar. Dia harus menolak tawaran Darren, bagaimanapun caranya. Karena, pria itu bukan tipe pria idamannya.
"Bukan. Aku tidak mau. Haduh, berbicara denganmu itu memang melelahkan!" seru Darren, wajahnya tampak frustrasi. Harusnya dia menyiapkan trik lain agar Aluna mau menerima tawarannya tanpa protes. "Pantas saja HRD bilang, kalau kamu itu jago bernegosiasi. Jadi, memang seperti ini kebiasaanmu."
"Apa maksud Bapak? Tolong jangan alihkan pembicaraan!" protes Aluna. "Tidak perlu menyindir tentang kepribadian saya. Ini urusan yang Bapak timbulkan sendiri." Aluna kesal. Pria ini tidak mengerti juga. Padahal sudah jelas Aluna menolak, tapi malah berbelit-belit.
"Dengar! Aku memilihmu karena kamu itu membenciku. Kalau sama yang lain, tidak bisa."
Aluna membulatkan matanya. "Hah? Kenapa begitu?" tanya gadis tersebut dengan sorot keheranan.
Aluna benar-benar bingung dan penasaran dengan alasan Darren. Sebenarnya, apa yang diinginkan bos besarnya ini?
Sepeninggalnya Aluna, Amalia dan Darren hanya saling pandang. Mereka juga kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi barusan. Setelah suara pintu tertutup, barulah keduanya tersadar.Darren langsung berdiri dan menghampiri kamar Aluna. Dia mengetuk pintu kamar sembari berkata kalau dirinya harus berbicara dengan wanita itu. "Dengarkan aku dulu, ayo kita berbicara dari hati ke hati," ucap Darren membuat Amalia menepuk jidat.Harusnya menantunya itu diam saja, memakai trik yang lembut dan juga hati-hati. Bukan malah sembrono dan menghampiri Aluna. Secara lembut saja Aluna begitu sikapnya, apalagi kalau tergesa-gesa seperti sekarang. Aluna sempat kaget di dalam, karena Darren tiba-tiba saja mengetuk pintunya. Ini benar-benar membuat gadis itu semakin tidak suka dan tidak mau dekat-dekat dengan Darren. "Ayolah, Aluna. Aku minta maaf karena sudah melakukan kesalahan, jadi bisakah kita saling berbaikan dan pulang? Aku tidak mau sampai ibuku marah-marah." Darren terus terang. Dia ti
Aroma makanan yang menyerang itu membuat rasa lapar semakin menjadi. Bahkan suara perutnya terdengar. Gadis itu meringis sembari memegangi perut. Kalau sudah begini, apakah dia harus menyerah untuk keluar? Tetapi bagaimana kalau ternyata benar Darren ada di sana? Yang ada dia gengsi dan malu sendiri, sebab tahu kalau dirinya kabur tanpa pamit kepada bosnya. Bagaimanapun Darren itu adalah bosnya sendiri. Pasti akan ada kata-kata yang membuat Aluna kembali merasa sakit hati, tapi kalau diam saja pun dia pasti akan kelaparan dan entah sampai jam berapa pria itu akan ada di sini. Darren melihat ke sekitar, berharap kalau Aluna datang. Tetapi tidak juga keluar. Dia berbisik kepada mertuanya, apakah rencana yang tadi itu berhasil atau tidak."Aluna belum keluar, Bu?" tanya Darren memastikan."Sudah tenang aja, sebaiknya kamu makan, ya?" Amalia terlihat santai.Dia malah menyendokan makanan di piring menantunya. Sebab Amalia mengatakan kalau Aluna pasti akan keluar. Entah cepat atau lambat
Entah berapa lama Aluna menunggu di kamar. Tetapi dia kesel dan juga lapar kalau terus-terusan berada di kamar. Masalahnya gadis itu tidak mendengar suara mobil Darren menjauh, artinya sang suami masih ada di sini.Kalau begitu, dia terjebak di kamar dan tidak bisa ke mana-mana. Lalu, bagaimana dengan urusan perut? Cacing-cacing yang ada di perutnya juga sudah protes untuk diberi makan.Gadis itu mencoba mencari sesuatu di kamarnya, mungkin saja ada camilan atau setidaknya permen yang bisa dikunyah. Tetapi tak ada, sejak pernikahan dirinya kamar ini sudah benar-benar dibersihkan oleh ibunya dan yang tertinggal hanya barang-barang milik pribadi. Gadis itu menghela napas pelan, tak tahu apa yang harus dilakukan kalau sudah begini. Sementara itu Amalia saat ini sedang sibuk di dapur. Dia berusaha untuk memasak apa pun yang spesial untuk menantunya, karena dia juga tahu mana mungkin Aluna kuat seharian di kamar, apalagi kalau sampai mencium aroma masakan sang wanita.Mana mungkin Aluna b
Amalia pun tidak bisa mengelak lagi kalau Darren sudah mengatakan hal seperti itu. Dengan senyuman tulus Amalia menganggukkan kepala, tetapi tidak mengatakan kalau Aluna ada di sini.Wanita paruh baya itu memberikan isyarat kepada Darren dengan menganggukan kepala dan mengacuhkan jari jempol ke arah kamar Aluna. Seketika pria itu tersenyum. Dia mengerti apa yang dikatakan oleh Amalia. Dengan suara pelan Amalia pun memberikan wejangan kepada menantunya itu. "Sepertinya dia masih merajuk. Kalau kamu mau, tunggu saja sampai sore di sini. Ibu akan siapkan kamar lagi di sini, kalau perlu kamu menginap saja. Lagi pula Aluna mana mungkin bisa tahan seharian di kamar. Bagaimana?"Mendengar itu Darren terdiam. Dia benar-benar takut dengan apa yang dikatakan oleh mertuanya. Pria itu pikir Amalia akan marah besar karena tahu mereka bertengkar. Padahal baru dua hari menjadi suami istri, tapi semua di luar dugaan. Amalia bahkan begitu bijak memberikan solusi terbaik. "Ibu tidak akan ikut campur
"Kamu mau makan sesuatu?" tanya Amalia saat melihat Aluna yang hanya berdiam diri."Tidak, Bu. Aku hanya istirahat sebentar, kok," ucap gadis itu. "Ya, sudah kalau begitu. Sebaiknya kamu ke kamar saja." Aluna setuju. Mungkin memang sebaiknya dia menjernihkan pikiran sebentar di dalam kamar, tempat ternyaman yang tidak ada siapapun mengganggu. Baru juga 10 menit wanita itu tiduran di kamar, tiba-tiba saja suara deru mobil terparkir di depan rumah Amalia. Sang wanita paruh baya langsung melihat dan yang keluar dari mobil ternyata Darren. Dengan cepat wanita itu menyambut kedatangan menantunya."Nak Darren? Tumben ke sini? Memang sudah pulang kerja?" tanya Amalia.Sebenarnya dia hanya basa-basi, sebab tahu kalau menantunya ini pasti akan menjemput Aluna. Tetapi dia tidak mau ikut campur terlalu jauh. Kalaupun memang ada masalah, biarkan saja seperti ini. Lagi pula mereka sudah berumah tangga, hal yang wajar jika ada pertengkaran kecil. Berharap ini tidak akan membuat hubungan mereka m
"Baiklah, Bu. Aku tidak akan menginap Aku hanya ingin istirahat di sini aja, boleh?" tanya Aluna, akhirnya memilih untuk mengalah. Dia tidak mau membuat ibunya semakin kepikiran. Aluna yakin, ibunya pasti mengatakan hal itu untuk meminimalisir pertengkaran antara dirinya dan Darren. Bisa gawat juga kalau Danita bertengkar dengan Amalia karena mengizinkan seorang menantu kabur dari rumah mertua tanpa mengatakan apa-apa. "Baiklah kalau begitu. Sebaiknya kamu duduk saja dulu. Istirahatlah sebisanya. Setelah itu kamu kembali kepada suamimu, ya?" ucap Amalia yang membuat Aluna hanya bisa terdiam. Tampaknya sekarang dia harus mencari tempat persembunyian yang sekiranya tidak akan diketahui oleh siapa pun, terutama Darren. Karena kalau dia pergi ke rumah ibunya ataupun bersama dengan Alika, itu pasti akan mudah sekali terbaca oleh Darren. Gadis itu menghela napas panjang dan memilih untuk menyandarkan punggung. Dia akan istirahat dan menenangkan pikiran dulu, sampai benar-benar tahu baga
Sudah 10 menit berlalu, tapi tidak ada kabar dari Aluna. Darren mulai uring-uringan. Dia sudah berusaha untuk meminta Alika mencari Aluna, sayangnya belum juga ketemu. Kalau sudah begini maka kejadiannya akan benar-benar membuat Darren bahaya. Bagaimana kalau Danita tahu kejadian tadi? Bisa-bisa dia akan dimarahi habis-habisan, lebih parahnya warisan yang seharusnya milik Darren akan dibekukan. Membayangkannya saja membuat Darren tak kuasa, apalagi kalau jadi kenyataan. Darren mengerang dan mengacak-ngacak rambut yang sudah disusun rapi. "Ah, sial! Kalau sudah begini, aku harus turun tangan sendiri," ucap pria itu. Dia pun tidak mau menunggu kabar dari Alika ataupun Amarudin, dia akan mencari Aluna bagaimanapun caranya Darren harus bertemu dengan Aluna dan membawa gadis itu pulang. Sementara itu, Aluna sama sekali tidak kembali ke kantor dan memilih untuk pulang ke rumah ibunya. Dia akan berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan ibunya, berharap kalau di sana mendapat ketenang
"Lo tahu ngga? Tadi itu Bu Aluna keluar dari ruangan Pak Darren dengan wajah marah. Terus tak lama kemudian Pak Darren juga keluar, dia malah kebingungan." Tak sengaja Alika mendengar pembicaraan salah satu rekan kerjanya yang tempat duduknya bersebelahan dengan dia. Sontak Alika pun menoleh dengan alis saling bertautan. "Tunggu, tunggu, tunggu! Kalian berdua lagi ngomongin apa?" tanya Alika membuat kedua wanita itu langsung menoleh. "Ini temen lo tuh, Aluna. Katanya udah keluar dari kantor Pak Darren dengan wajah marah. Apa mereka bertengkar, ya?" tanya salah satu di antara mereka kepada Alika, membuat sang gadis kaget. "Salah lihat kali," ucap Alika, karena nggak mau sampai salah bicara atau diam saja. Takut jika rekan-rekan kerjanya berpikiran macam-macam terhadap dua orang itu. "Mana mungkin salah lihat! Orang gue lihat sendiri, kok," timpal salah satunya yang sedang berdiri. "Bu Aluna kan teman lo, apa nggak sebaiknya lo cari tahu? Jangan-jangan mereka sedang bertengkar ata
Darren dan Aluna saling pandang. Pria itu tampaknya benar-benar baru sadar apa yang sudah dikatakannya barusan. Apalagi melihat Aluna yang marah dengan wajah memerah, dia itu juga melihat kalau sang gadis mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ini bahaya. Jika seorang Aluna bisa marah seperti ini, artinya dia sudah keterlaluan mengatakan hal tadi. "Aluna, dengarkan aku dulu. Tadi itu--" "Nggak, Pak. Cukup! Saya sudah mengerti. Bapak menilai saya serendah itu. Padahal Bapak sendiri yang membuat aturan, tapi Bapak yang melanggarnya. Harusnya Bapak sadar, kalau bukan karena saya mungkin saat ini Bapak masih dikejar-kejar untuk mencari jodoh." "Iya, aku tadi salah. Aku benar-benar minta maaf dan tidak sengaja mengatakan itu." "Tidak sengaja, Pak? Bapak spontan mengatakan itu sambil tertawa. Itu membuat harga diri saya diinjak-injak." "Loh, aku tidak menginjak harga dirimu. Aku benar-benar menghormatimu, bahkan aku khawatir terjadi sesuatu kepadamu. Sampai mencari ke mana-mana."Al
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen