"Jadi, maksud Ibu aku akan jadikan barang jaminan untuk melunasi utang-utang Ayah? Ibu mau menjualku?" tanya Aluna dengan nada tak percaya. Karena dia pikir ibunya akan membahas masalah lain, ternyata malah menyuruhnya menikahi rentenir yang harusnya menjadi ayahnya sendiri. Amalia langsung menggelengkan kepala, menolak tuduhan yang dilayangkan oleh anaknya itu. "Bukan seperti itu, Nak. Ibu bukan bermaksud menyuruhmu menyerahkan diri untuk menjadi jaminan atas utang-utang kita. Ibu mengatakan ini karena dia itu duda. Dia tidak punya istri. Jadi, apa salahnya kalau kamu menikah dengannya? Kamu juga pasti akan terjamin hidup bersama pria itu. Ya, walaupun memang usianya sudah cukup tua. Tapi menurut Ibu itu lebih baik dibandingkan kamu berjuang mati-matian untuk mengumpulkan uang sebanyak itu," ungkap Amalia berusaha untuk memaparkan maksud baiknya. Walaupun memang ini sangat menyedihkan, tetapi itu adalah jalan satu-satunya yang terbaik. Mumpung rentenir itu berbaik hati untuk memb
"Loh, Amar?" tanya Aluna kaget, saat tiba-tiba saja pria itu sudah ada di depannya.Sementara pria itu tampak tersenyum kaku. Wajahnya terlihat sekali pucat, tetapi sang pria berusaha untuk bersikap santai. Mungkin tidak mau sampai mempermalukan diri di depan gadis yang sangat dia sukai.Ya, Amar memang menyukai Aluna sejak pertama kali bertemu dengan gadis itu. Amar lebih dahulu masuk ke pabrik itu dibandingkan Aluna, yang baru saja beberapa bulan. Sementara sang pria sudah 1 tahun bekerja di bagian divisi ekspor impor. Dia sudah berusaha untuk mendekati Aluna. Tetapi gadis itu terlalu cuek dan jutek, sementara dia takut jika berhadapan dengan wanita yang seperti itu. Hingga rasa sukanya itu tidak bisa dipendam lagi dan akhirnya meminta bantuan kepada Alika. Mungkin memang terdengar tidak gentlemen, tetapi ketakutannya beserta rasa suka yang berbaur menjadi satu, membuat pria itu akhirnya memilih jalan tersebut. "Ada apa?" tanya Aluna dengan wajah datar. Seperti biasa gadis itu ak
"Kalau begitu aku akan menunggumu sampai kamu siap," ucap Amar tiba-tiba saja membuat Aluna terperangah, kaget. Baru kali ini dia mendapat pernyataan perasaan dari seorang pria sampai memaksa seperti ini. Padahal sudah jelas-jelas Aluna mengatakan kalau dirinya itu belum siap berhubungan. "Amar, entah sampai kapan aku siap. Lalu, perasaan juga tidak bisa dipaksakan," ujar sang gadis.Jujur, dia sama sekali tidak suka kepada Amar. Tetapi pria itu banyak sekali diam, hanya saja matanya terus saja memperhatikan. Selama ini, bukannya Aluna yang tidak tahu kalau Amar sering mencuri pandang kepadanya. Tetapi, gadis itu tidak mau memusingkan, karena baginya pekerjaan yang dibebankan kepada Aluna lebih penting juga lebih banyak dibandingkan harus mengurusi seorang pria seperti Amar. Selama sang pria tidak mengganggunya, Aluna tidak mau mengambil tindakan. Lagian, selama ini Amar juga tidak menyakitinya atau mengusik sang gadis. Hanya saja, setelah mendapatkan kejujuran dari Amar, Aluna mu
"Maksud Bapak apa?" tanya Aluna. Dia berpura-pura tidak tahu saja, karena gadis itu tidak mau membuat masalah. Kalau misalkan sekarang Aluna terus terang tentang apa yang terjadi sebelumnya, pasti Darren akan semakin marah juga gadis itu yakin, Darren marah sebab pria itu berpikir kalau dia punya hubungan dengan Amar, sementara lamaran Darren ditolak oleh sang gadis dengan mentah-mentah. "Jangan berpura-pura bodoh, Aluna! Aku mendengar semuanya. Aku melihat kalian berbicara di koridor itu. Iya, kan?"Aluna langsung tersentak. Dia sampai meneguk saliva dengan susah payah, sebab mendengar pernyataan dari bosnya. Jadi, pernyataan cinta Amar kepadanya itu didengar langsung oleh Darren? Gadis itu mengaduh dalam hati. Sekarang dia benar-benar terpojokkan dengan semua keadaan ini. Kalau misalkan mungkin Darren yang kesal pada Amar atau bisa jadi pria itu melakukan hal yang aneh-aneh kepada Amar. Pemikiran buruk itu terus saja berdatangan kepada sang gadis, hingga Darren pun kembali berseru
Aluna menautkan jari-jarinya karena merasa malu jika membicarakan nominal uang yang harus dipinjam, serta utang almarhum ayahnya. Hanya saja, kalau misalkan dia tidak jujur, Darren pasti akan melakukan sesuatu, entah marah atau berujung dia dihukum dengan segudang pekerjaan yang tidak akan pernah selesai hari itu juga. "Begini, Pak. Sebenarnya utang Ini bukan utang saya." Pria itu menaikkan setelah alis penasaran. Apa yang sebenarnya Aluna katakan? Kalau memang bukan utangnya, kenapa gadis itu malah meminta pinjaman kepada Darren? Karena pria itu tahu Aluna bukanlah seorang yang matre. Itu terlihat jelas dari sang gadis jika menanggapi semua hal yang berkaitan dengan materi. "Kalau sudah tahu itu bukan utangmu, kenapa kamu minjam kepada saya? Kamu tidak malu, hah?! Apalagi kamu sudah menolakku," sindir Darren akhirnya mengungkapkan itu juga. Padahal dari tadi Aluna berdoa semoga saja pria itu tidak pernah menyinggung masalah kemarin, tetapi dengan terang-terangan Darren malah mengu
"Jadi, maksud Bapak, Bapak tidak akan memberi saya pinjaman 100 juta?" tanya Aluna dengan wajah sedih dan ketakutan.Darren terdiam sejenak, meneliti ekspresi gadis itu. Entah kenapa dia merasa iba. Tetapi berusaha untuk menahan diri. Ini kali pertama Darren melihat Aluna yang berbeda dari biasanya. Setiap hari Aluna itu selalu cuek, jutek dan susah sekali tersenyum. Sekarang untuk pertama kalinya dari melihat gadis itu hampir saja menangis, tampak sekali ada linangan air mata. Hanya saja Darren juga butuh feedback yang besar dari Aluna. Kalau memang dia ingin meminjam darinya, maka Aluna harus mau menikah dengan Darren. Pria itu terkesiap sembari menegakkan punggung saat terlintas ide gila yang mungkin saja bisa membuat rencananya berhasil. Darren tidak mau terus-terusan ditanya kapan menikah oleh Danita. Bukan hanya itu saja, akan ada dua hal lain yang membuat Darren benar-benar harus melancarkan aksinya agar aksinya sukses. Kalau misalkan Darren tidak membawa gadis ini ke depan
"Perjanjian pranikah?" tanya Aluna kebingungan. Dia memang sering mendengar tentang perjanjian pranikah, tapi tidak tahu bagaimana sistemnya. Darren semakin antusias dengan semua ucapan dari Aluna. Pria itu pun menyuruh Aluna untuk duduk. Mereka harus membicarakan masalah ini dengan matang, agar Darren bisa meyakinkan Aluna kalau semuanya akan baik-baik saja.Dengan agak ragu Aluna pun akhirnya duduk. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Entah apa yang dipikirkannya, tiba-tiba saja merasa tergerak saat Darren mengatakan tidak perlu bersentuhan walaupun mereka menikah. Ya, ini mungkin terdengar gila, karena bagaimanapun pernikahan tetaplah sebuah hal yang sakral, tidak boleh dipermainkan begitu saja. Namun demikian, kalau bukan Darren, siapa lagi yang akan menolong Aluna? Ini benar-benar membuat gadis itu serba salah. Kalau saja tidak ada utang yang menumpuk, tentu saja gadis itu akan tetap pada pendiriannya, dengan perjanjian pranikah atau tidak. "Begini, sebelum aku ijab kab
"Bisakah beri saya sedikit waktu, Pak?" pinta Aluna, karena baginya semua ini tidaklah mudah. Meskipun setengah hatinya sudah menyetujui semua perjanjian itu, tetapi tetap saja ada sesuatu yang mengganjal, membuat gadis itu akhirnya meminta waktu untuk berpikir jernih. Karena bagaimanapun, ini masalah pernikahan. Sebuah ikatan yang sakral dan tidak boleh dipermainkan begitu saja. Selain itu juga, dia harus memberitahukan kepada ibunya tentang semua ini. Mungkin saja ibunya langsung setuju, tapi yang ditakutkan adalah Aluna tidak bisa menjalani semua hubungan ini bersama Darren, mengingat kalau pria itu juga mempunyai aturan tersendiri dalam keluarganya. Pria itu pernah mengatakan, kalau Aluna harus menjaga harkat dan martabatnya sebagai seorang suami dan juga nama baik keluarga. Ini begitu berat baginya, karena Aluna berasal dari latar belakang keluarga yang biasa saja. Dia dari kalangan menengah, bukan dari orang-orang kaya dan terpandang. Ini akan menjadi beban psikologis untukny
Karyawan itu sudah keluar untuk tanda tangan, tetapi Aluna masih enggan untuk masuk ke ruangan Darren. Gadis itu merutuki diri. Kenapa juga harus satu lingkup ruangan dan hanya disekat tembok kecil yang terbuat dari kayu itu? Sama saja bohong!Dia benar-benar harus bisa bertemu dengan Darren. Sementara saat ini tangan dan tubuhnya terasa dingin. Jantung juga berdetak dengan sangat kencang, karena benaknya tiba-tiba saja teringat dengan kejadian tadi. Gadis itu sampai memukul-mukul kepalanya sendiri."Apa sih yang sudah aku lakukan tadi?! Ngapain juga aku ciuman sama Pak Darren?" gumamnya dengan perasaan yang sangat malu. Sungguh, ini pertama baginya. Walaupun memang Darren adalah suami Aluna, tetapi mereka sudah berjanji untuk tidak saling menyentuh. Ini benar-benar membuat dirinya kikuk sekali.Untungnya saat dia merasa kacau, tiba-tiba saja bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Aluna pergi ke kantin. Dia sama sekali tidak masuk ke dalam untuk membereskan beberapa berkas. Sekarang ya
Sepeninggalnya Danita, Darren hanya bisa terduduk lemah di kursi kebesarannya. Ada raut kekesalan sebab ternyata Danita sudah mengetahui semua yang terjadi kepada Aluna.Kalau masalah Aluna itu sih hal yang wajar. Tetapi bagaimana dia bisa mengaudit semua divisi dalam waktu 1 minggu? Sementara Darren tidak tahu siapa saja yang berkhianat kepadanya. Melihat itu Aluna pun mendekat. Saat ini dia harus berperan sebagai seorang istri yang baik, membimbing dan menemani Darren melewati semua ini. Walaupun agak canggung. Aluna menepuk pundak Darren, membuat pria itu menoleh dengan tatapan bingung. "Kalau misalkan Bapak butuh bantuan saya, saya akan lakukan itu," ungkap Aluna membuat Darren menautkan kedua alisnya."Maksud kamu apa?" "Iya, masalah audit itu. Kalau misalkan Bapak butuh bantuan, nanti saya dengan Alika akan mencoba mencari tahu siapa saja yang bermasalah di kantor ini," terang Aluna membuat Darren membulatkan mata tak percaya. "Ini beneran kamu, Aluna?" "Maksud Bapak?"Dar
"Nggak usah, Bu. Nggak usah lakukan apa-apa. Lagian Siska udah keluar dari perusahaan ini Pak, eh Mas Darren sudah memecatnya," ujar Aluna membuat Darren menoleh.Pria itu merasa tersentak saat Aluna tiba-tiba saja panggilan dengan kata Mas. Gadis itu sama sekali tidak canggung jika di depan Danita, tetapi kenapa di belakang semua orang Aluna selalu memanggilnya Pak? Alasannya tua. Ini benar-benar membuat Darren kesal. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau sampai menyakiti Aluna, bisa-bisa Danita juga melakukan hal yang sama kepadanya. Mungkin membuat Darren sengsara. Itu yang dipikirkan sang pria. "Tapi, itu tidak cukup, Sayang. Siska itu sudah keterlaluan, sampai menjambak kamu. Kalau misalkan dia menjambak harusnya kamu juga menjambaknya." Danita membuat Aluna terperangah sembari mengerjapkan mata. Dia tidak menyangka kalau wanita elegan seperti ini menyuruhnya balas dendam yang sama.Hanya saja Aluna tidak berpikir demikian."Tidak usah lah, Bu. Lagian menurutku ini
"Ibu!" seru Darren dan Aluna saat mengetahui kalau Danita datang.Wanita paruh baya itu memakai baju branded, penampilan bak seorang konglomerat. Benar-benar elegan. Dia sengaja tidak menyamar dan ingin memastikan terlebih dahulu apakah benar kalau Siska sudah keluar dari perusahaan ini. Sebab dia mendapat kabar dari Amarudin kalau Siska langsung dikeluarkan setelah menyakiti Aluna."Ibu, ngapain di sini?" tanya Darren. Dia berdiri menghampiri Danita, begitupun dengan Aluna.Gadis itu langsung menyalami sang wanita paruh baya, membuat Danita tersenyum. Benar-benar perilaku yang menyejukkan hati. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Danita tiba-tiba saja kepada Aluna, membuat gadis itu menautkan kedua alis. Darren terdiam keheranan. Dia melihat pada kedua wanita berbeda usia tersebut. "Memang kenapa dengan Aluna?" Pertanyaan Darren yang salah membuat Danita langsung mendelik dengan tatapan marah. "Kenapa kamu bilang? Kamu tidak melaporkan apa yang sudah terjadi kepada menantu Ibu di sini, k
Raka semakin menggila. Dia bertanya kepada orang-orang yang tiba-tiba saja berkumpul mengelilingi pria itu. Dia seperti seseorang yang kemalingan sesuatu, sampai rasanya begitu menyakitkan. Tak tahu kalau ternyata anak yang begitu dicintainya menghilang tanpa jejak. Di saat keadaan kacau seperti ini, mata Raka menangkap sosok Bu Murni. Ya, tentu saja hanya wanita paruh baya itu yang sangat dekat kepada mantan istrinya. Tanpa diduga Raka langsung menghampiri Bu Murni. Membuat semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka kepada dua orang itu. "Bu, Ibu tahu tidak ke mana Lusi dan Alia? Kenapa rumah ini tiba-tiba saja jadi kontrakan dan dikunci? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka tampak frustrasi.Melihat itu, Bu Murni begitu kasihan. Tampak sekali kalau Raka putus asa dan sangat sedih. Tetapi, dia sudah janji kepada Lusi tidak akan memberitahukan ke mana wanita itu pergi. Karena kalau tidak, maka bahaya mungkin saja menyertai Lusi dan Alia. Apalagi Bu Murni tahu kejadian sa
Siska mengepalkan kedua tangan dengan sangat erat. Dia benci dengan perkataan yang dilontarkan oleh Andri. mMeskipun memang dia tidak perawan saat melakukan hubungan itu dengan sang pria, harusnya Andri sadar diri kalau selama mereka berhubungan hanya dengan Andri lah Siska tidur. Tetapi ternyata pria itu sama sekali tidak memedulikannya dan malah mengejek wanita itu. "Iya, Mas. Memang aku akui, aku tidak perawan saat tidur denganmu. Tapi saat aku menjadi pacarmu, aku hanya melakukannya denganmu, Mas. Jadi, memang kamu yang harus bertanggung jawab!"Dari seberang sana terdengar tawa Andri yang begitu keras, membuat Siska bingung sendiri. "Itu mimpimu saja, Siska. Aku tidak akan pernah bertanggung jawab atas apa pun yang aku lakukan! Bukankah kita sama-sama saling suka? Kecuali aku merudapaksa kamu, itu baru aku akan bertanggung jawab." Mendengarnya Siska marah besar. Dia ingin sekali menampar pria itu. Sayangnya, tidak bisa karena mereka berjauhan."Kurang ajar kamu, Mas! Kamu ben
Saat ini Siska berjalan gontai memasuki kontrakan. Dia benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya seperti ini. Padahal sudah dibayar besar oleh pihak perusahaan rival dari perusahaannya Darren, tetapi pada akhirnya semua harus hancur gara-gara perseteruannya dengan Aluna. Di sini Aluna yang salah, kenapa dia yang dipecat? Mentang-mentang istri bosnya. Seharusnya Darren yang bersikap adil dan bijaksana, begitu pikir Siska. Sang wanita pun merebahkan diri di kasur sembari melihat langit-langit. Dia tidak tahu harus berbuat apa, pasti sebentar lagi dirinya akan dicari oleh perusahaan yang mempekerjakan wanita itu. Entah akan dipecat atau diberikan hukuman, yang pasti Siska harus segera mengakhiri semua ini dengan cara pergi dari sini secepatnya. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Di sana ada nama Andri. Dengan cepat sang wanita menerima panggilan dari kekasihnya. "Halo, Mas. Kamu di mana? Aku tadi cari-cari kamu di kantor. Tapi, tidak ada.""Diam!" seru Andri den
Aluna terdiam sejenak. Dia berusaha memilih kata-kata yang tepat untuk memberikan alasan, kenapa tidak mau memanggilnya Pak. "Sebenarnya, banyak alasannya, sih. Tapi sepertinya Bapak tidak usah tahu." "Kenapa? Kalau memang ada alasan, katakan saja." "Ya, saya takut Bapak marah dan malah menghukum saya lebih parah lagi." "Justru kalau kamu tidak mengatakannya, aku akan memberikan hukuman tiga kali lipat lebih dari sekedar mengganti panggilan." Mendengarnya Aluna terkesiap. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau seperti ini, tidak ada pilihan lain kecuali mengatakan apa yang dipikirkannya. "Begini, Pak. Pertama, usia Bapak itu lebih matang dari saya, jadi rasanya tidak pantas saja kalau misalkan saya memanggil Bapak dengan sebutan Mas." "Apa?!" Darren langsung berdiri, membuat Aluna terkesiap. "Jadi, menurutmu secara tidak langsung aku ini tua?"Dengan susah payah Aluna berusaha tenang. Dalam hati merutuk, tentu saja pria ini tua. 'Apa dia tidak sadar diri dengan usia
"Aluna, masuk!"Suara bariton dari dalam membuat Aluna terkesiap. Dia meneguk saliva dengan susah payah. Padahal dari tadi dirinya berusaha untuk menghindari Darren dan di luar saja. Walaupun memang banyak pekerjaan, dia tidak peduli. kKarena dirinya benar-benar takut jika sang suami marah besar kepadanya. "Aluna, aku bilang masuk! Kalau kamu tidak masuk, hari ini juga Alika aku pecat!" Mendengar itu, sang gadis terkesiap dan langsung masuk. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang kala melihat Darren tengah duduk membelakanginya. Bahkan gadis itu gemetar sekali.Dia sangat takut jika terjadi sesuatu kepadanya, karena Darren sudah membuat Aluna begitu ngeri dengan sikap dan suara itu.Tak lama kemudian Darren memutar kursi kebesarannya dan terlihat jika wajah sang pria tampak kesal. Tatapannya begitu tajam. Biasanya ini terjadi jika Darren sedang amarah. Saat masih jadi asistennya dan belum menikah, Aluna hafal betul jika bosnya ini kalau sudah memasang ekspresi seperti itu artin