Share

Keinginan Buruk

Author: Minang KW
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Betul, Yang Mulia,” Datu Panglima menundukkan lagi kepalanya.

Dapunta Hyang tersenyum seakan tahu dengan baik ke mana arah ucapan sang Panglima Besar yang telah mengabdi kepadanya semenjak mereka meninggalkan Tanah Minangatamvan.

“Oh, Agung Sarta …” sang raja menggeleng-geleng kecil.

“Yang Mulia?”

“Jangan katakan padaku bahwa kau berpikir keduanya berkaitan dengan dua Biksu Budha itu!”

Datu Panglima yang bernama asli Agung Sarta menghela napas lebih dalam.

“Hamba tidak akan menyembunyikan apa pun dari mata Anda, Yang Mulia,” ujarnya. “Tapi benar, itulah yang hamba khawatirkan.”

“Baiklah …” sang raja mengangguk kecil.

Bagaimanapun, ada alasan khusus mengapa Daputa Hyang memahami kekhawatiran sang Datu Panglima.

Dia meyakini insting panglimanya.

Lagi pula, selama ini, semenjak Kerajaan Sriwijaya berdiri, Agung Sarta selalu dapat mengantisipasi berbagai hal yang menjurus pada keselamatan kerajaan hingga ke rakyat mereka.

Itulah sebabnya dia mampu dan diangkat oleh Dapunta Hyang sebagai
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jakarta Kita
semangat Thor, semakin menarik kisahnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Target yang Ditetapkan

    “Ada ribuan pulau kecil di Laut Timur,” ucap Arrumanda pada istri dan anak-anaknya saat mereka bersantap di malam itu. “Dan setiap pulau punya kehidupan dan kebudayaan yang berbeda-beda.”“Pasti sangat menyenangkan jika aku bisa ikut,” ucap si anak sulung yang adalah laki-laki. “Melihat banyak pulau, bertemu banyak orang pasti sangat menyenangkan.”Sang ibu tersenyum dan mengusap kepalanya.“Kau masih dua belas tahun, Sayang,” ujarnya. “Tunggu saat engkau dewasa nanti, lalu mengikuti jejak ayahmu, dan kau akan mendapatkan apa yang engkau inginkan.”Arrumanda terkekeh pelan. “Ibumu benar. Kau masih terlalu kecil untuk mengarungi lautan, Nak.”“Bagaimana denganku, Ayah?” tanya si kecil pula, gadis delapan tahun.Sang ayah tersenyum dan mengangguk.“Sama,” ucapnya. “Kamu juga bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan setelah dewasa nanti.”“Ayo!” pinta sang ibu. “Cepat habiskan makanan kalian, setelah itu, pergilah istirahat, tidur!”Malam semakin beranjak naik dan sang rembulan semakin me

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Rencana Buruk Lainnya

    Si sulung muntah-muntah di atas dermaga dengan tubuh bayah kuyup.“Kau baik-baik saja, Nak?”Dia mengangguk sembari menatap sang ayah. “I-Ikannya,” ucapnya dengan napas terengah-engah. “A-Aku melepaskan ikannya, Ayah!”“Tidak apa-apa,” Arrumanda memeluk putranya dengan erat. “Tidak apa-apa. Kau jauh lebih berharga daripada seekor ikan, Sayang.”Si kecil datang dan mereka saling berpelukan.Arrumanda menatap pria asing yang barusan telah menyelamatkan putranya.“Terima kasih.”“Tidak, jangan dipikirkan,” jawab Hoaren dengan senyuman dan tubuh yang juga basah kuyup. “Aku harap putramu tidak akan trauma.”“Siapa namamu?”“Hmm, aku A Niu. Aku baru beberapa hari saja berada di negeri ini.”“Kau datang dari Tanah Tiongkok?”“Ya, begitulah. Orang bilang negeri di Laut Melayu sangat indah. Itu sebabnya aku datang untuk berpelesir.”“Ahh, begitu rupanya.”Untuk membalas kebaikan orang, Arrumanda membawa Hoaren yang menyamar sebagai A Niu ke rumahnya.Tentu saja, kehadiran Hoaren disambut baik

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Malam yang Menyimpan Rahasia

    Di dalam penjara, di Kerajaan Minangatamvan. Di awal malam, tiga hari menjelang bulan mati.Dalam keheningan semadinya di dalam kamar penjara, Saliah dapat mengetahui pergerakan tak biasa dari satu dua orang prajurit.Semenjak ditahan di penjara itu, dia juga sudah dapat mengetahui bahwa sekitar 25 orang tahanan di sana adalah mereka yang berada dalam satu kelompok, Penjahat Bukit Tigapuluh.Malam ini dia diyakinkan bahwa satu dua prajurit yang hilir-mudik dengan gerak-gerik mecurigakan itu bukanlah Prajurit Minanga sebenarnya.Meski hening dan mata yang terus terpejam dalam duduk bersilanya, Saliah dapat menangkap bisik-bisik halus kedua prajurit yang berbicara secara rahasia pada setiap Penjahat Bukit Tigapuluh di kamar penjara mereka masing-masing.Setelah dua orang yang menyamar sebagai prajurit meninggalkan penjara, Saliah baru membuka matanya.Dia meninggalkan dipan, melangkah mendekati jeruji, dan berdiri tenang di sana.Matanya liar memandangi setiap kamar penjara yang dapat d

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Biarlah Tetap Menjadi Rahasia

    “Tidak,” ucap Puti Champo. “Tidak sama sekali.”“Jadi,” Dangmudo Basa tersenyum sedikit merasa puas dan lega. “Kau mengakui bahwa kau bukanlah dari kalangan jelata?”Sang gadis menghela napas dalam-dalam, kembali menatap langit malam seolah ingin melepas segala kerinduan dan semua hal yang mengungkung diri.“Kau bisa bilang seperti itu.”“Baiklah,” sang Putra Mahkota mengangguk-angguk. “Lalu?”“Tidak!”Tatapan mereka beradu pandang untuk kesekian kalinya. Di akhiri dengan senyuman sang gadis.“Puti?”“Kupikir,” ujar sang gadis. “Biarlah rahasia tentang siapa diriku sebenarnya tetap menjadi rahasia.”“Hei―”“Aku bersungguh-sungguh, Putra Mahkota.”Puti Champo berdiri dan menghampiri tepi bangunan dengan pagar rendah selutut di sekeliling. Lalu melempar pandangannya ke permukaan air danau yang tenang.Dangmudo Basa menyusul sang gadis, berdiri di sebelah kanannya, dan menatap ke arah yang sama.“Alasan sebenarnya mengapa aku mendatangi negeri ini …”Dangmudo Basa mengernyitkan dahi seme

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Kekhawatiran Arrumanda dan Kearifan Raja

    Dapunta Hyang melangkah dengan santai didampingi oleh Guru Ma di sisi kanan, sedangkan Daiyun berada di belakang keduanya.Obrolan keduanya terlihat sangat ringan dan dalam kehangatan sehingga sesekali sang Datu Maharaja tampak tersenyum bahkan tertawa pelan.Datu Telinga Utara menghela napas lega sembari memberi isyarat pada empat dayang bahwa sang raja sedang menuju ke arah mereka, pintu utama kuil yang terbuka lebar.Sang raja hanya sedikit mengernyitkan kening ketika mendapati bahwa Arrumanda berdiri bersama empat dayang, menunggu dirinya.Dia berputar menghadap Guru Ma.“Baiklah, Guru,” ucapnya dengan tangan menggenggam tangan sang Guru Besar. “Sampai nanti. Masih banyak hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda.”“San chai, san chai,” Guru Ma sedikit membungkuk, begitu juga dengan Daiyun. “Senang berdiskusi dengan Anda, Yang Mulia. Semoga diberkahi.”“Terima kasih.”Dapunta Hyang tersenyum dan memberikan rasa hormatnya pada Biksu Budha tersebut dengan sedikit membungkukkan badan

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Kesaksian Meragukan

    Sehari sebelum malam Bulan Mati.Galang berdiri di bagian belakang rumah keluarga Asman. Hanya dia seorang di sana, sementara sebagian anak buahnya sedang memeriksa di bagian dalam rumah, dan yang sebagian lainnya mencoba bertanya ini dan itu pada tetangga terdekat.Sayangnya, rumah-rumah terdekat dari tempat kejadian perkara itu sendiri berjarak belasan meter, dan tak jarang terhalang oleh pepohonan.Sang komandan menghela napas dalam-dalam menatap pada kuali di atas tungku dan di dalam kuali masih terdapat minyak. Tentu saja, tungku itu tidak sedang menyala.Tapi, tidak ada lagi dua jantung manusia yang sebelumnya pernah digoreng di dalam kuali yang sama kini.Tidak pula jasad Asman ataupun putrinya, Dainar yang ketika pertama ditemukan tergeletak di tanah, berdampingan dengan dada yang sama berlubang.Tatapan sang komandan beralih pada parang berkarat yang tertancap dalam di dinding sisi kanan dari pintu belakang.Sama, mayat Runiar dengan kepala terpapas juga tidak lagi ada di san

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Misi Kecil Daiyun

    Daiyun menyembunyikan diri dengan merapatkan punggung ke tembok ketika ujung matanya menemukan tiga Prajurit Sriwijaya yang sedang melangkah ke arah kanan.Dia bahkan sampai menahan napas sebab dia tahu di antara para prajurit ada pula mereka yang dari kalangan pesilat.Dengan kata lain, sekali gerakannya terdengar oleh para prajurit, maka dia juga akan membahayakan nyawa dan keberadaan Guru Ma di istana.Mungkin terdengar sepele, tapi Daiyun tak ingin ambil risiko. Terlebih lagi, apa yang sedang dia lakukan bukanlah sebuah permintaan dari sang Guru Besar, tidak pula melalui perudingan dengannya.Setelah tiga prajurit itu berlalu, barulah Daiyun bisa bernapas sedikit dengan lega.Dia telah mempersiapkan dirinya sebelum menjalankan misi kecilnya itu. Yakni dengan memakai pakaian yang sama dengan para prajurit, antisipasi terhadap hal-hal yang tidak ia inginkan nanti. Tertangkap basah, misalnya.Dengan menggunakan kain pengikat kepala untuk menyarukan kepalanya yang plontos, dia akhirny

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Dendam Orang-Orang Sakti

    “Maafkan saya, Guru,” Daiyun bahkan menyentuhkan keningnya ke lantai. “Seandainya saya berunding terlebih dahulu dengan Guru, saya takut Guru akan melarang saya. Sementara, hati saya berkata bahwa saya harus membantu Tuan Muda Feng dan Nona Huang sesegera mungkin. Setidaknya, mengetahui akar permasalahannya.”Guru Ma menghela napas lebih dalam, tatapannya tetap teduh tertuju pada si Biksu Muda.“Angkatlah wajahmu, Daiyun.”Sang Biksu Muda mengikuti ucapan sang Guru Besar meski masih berlutut di sana.“Semua sudah terjadi dan percuma saja untuk disesali.”“Guru,” ucap Daiyun. “Saya rela menjalani hukuman seperti apa pun yang akan Guru perintahkan.”Guru Ma tersenyum tipis.“San chai, san chai. Tidak ada hukuman yang lebih baik untukmu selain dari mendalami Sutra. Pergilah, dan jangan berani melakukan hal semacam ini lagi.”Biksu Muda mengangguk.Setelah keluar dari kamar Guru Ma, Daiyun langsung menuju ke kamarnya. Di dalam kamar, dia membuka sebuah Sutra dan akan menghabiskan waktunya

Latest chapter

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Kondisi yang Berbeda

    “Yah, di sini memang pas untuk dijadikan tempat beristirahat,” ucap Dangmudo Basa.Puncak perbukitan rendah terlihat memang bergelombang, akan tetapi, secara garis besar justru terlihat rata.“Lihat!” dia menunjuk ke arah tenggara. “Ujung perbukitan ini sepertinya melandai.”Puti Champo tidak begitu menggubris sang Putra Mahkota, dia terlihat asyik memandangi bebungaan liar di sekitar.“Baiklah,” Kirawah mengangguk. “Saya dan Kanteh akan mencari kayu bakar untuk membuat perapian.”“Mungkin pula ada kelinci-kelinci liar yang hidup di atas sini,” sambung Kanteh pula. “Setidaknya, sesuatu untuk kita makan malam ini.”Dangmudo Basa mengangguk dan kedua pengawalnya itu berpencar.Meski pepohonan besar tidak banyak yang terlihat di sana, tapi pastinya akan ada ranting-ranting mati yang bisa digunakan.“Aku tidak pernah tahu tempat ini sebelumnya,” sang Putra Mahkota melirik pada Saliah.Si pemuda lugu menghela napas lebih dalam. “Sa-Saya juga tidak,” balasnya. “Ta-Tapi … mungkin disebabkan

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Bukan Sebuah Perlombaan

    “Me-Mereka pasti tidak mau jauh-jauh dari Pu-Putra Mahkota.”“Aah!” sang gadis mengangguk-angguk menanggapi ucapan Saliah.“Kau keberatan?” Dangmudo Basa tersenyum lebar sembari meluruskan punggung. “Nona Champo?”“Dasar manja!” kikik sang gadis. “Kemana-mana harus dikawal.”“Ayolah, Nona,” balas sang Putra Mahkota dengan wajah sedikit merah. “Beri sedikit muka untukku di sini. Lagi pula, sudah menjadi tugas mereka untuk selalu mendampingiku. Aku sendiri pun tidak bisa berbuat apa-apa.”Puti Champo terkikik tanpa suara seraya mengendikkan bahu.“Paduko,” ucap Kirawah begitu dia dan Kanteh telah berada di dekat Dangmudo Basa. “Lain kali, jangan pergi begitu saja.”“Ya!” Kanteh mengangguk-angguk. “Setidaknya, tolong pikirkan juga nasib kami jika hal semacam ini diketahui oleh Datuak Rajo Tuo.”Dangmudo Basa menyeringai pada Puti Bungo, “Kau dengar itu?”“He-emm, terserah!” jawab sang gadis acuh tak acuh.Dia melangkah ke sisi barat telaga.“Hei, hei!” Dangmudo Basa langsung menyusul. “J

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Di Bukit Tiga Puluh

    “Tidak ada lagi yang tersisa di sini!” Kanteh mengangkat tangannya tinggi-tinggi. “Kita turun sekarang!”Salah satu pengawal Putra Mahkota Minanga membawa sekitar seratus orang prajurit bersamanya menuruni lereng perbukitan, dari sudut utara.Sementara Kamba yang berada di sudut timur perbukitan besar itu juga melakukan hal yang sama, bersama seratus prajurit bersamanya.Juga, Kirawah di sisi barat dengan seratus prajurit yang mengikuti perintahnya.Mereka baru saja selesai menyisir semua sisi dari kawasan Bukit Tiga Puluh. Tidak ada lagi penjahat-penjahat di bawah pimpinan Amugar alias si Mata Malaikat yang bersarang ataupun bersembunyi di kawasan itu.Bahkan goa besar dan alami yang menjadi markas Amugar beserta kroni-kroninya juga ditemukan dan telah disisir dengan baik.Para prajurit membawa semua barang-barang milik Penjahat Bukit Tiga Puluh. Mulai dari perhiasan perak, emas, kain-kain sutra, dan benda-benda berharga lainnya.Barang-barang tersebut sejatinya adalah hasil rampasan

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Tapak Suci Bodhisatva

    Dengan menahan geram dan kekesalan luar biasa terhadap Hoaren, Daiyun mengangkat jasad sang kusir.“Apa yang harus aku lakukan, Guru?”“Amitabha,” sahut Guru Ma. “Orang-orang di Swarnadwipa lebih suka menguburkan jasad daripada mengkremasinya.”Sang Biksu Muda langsung mengerti apa yang harus dia lakukan.Akan tetapi, langkahnya tertahan sebab Hoaren melesat ke arahnya dengan melancarkan serangan dahsyat.“Kau tidak perlu menguburkan bangkai pria itu, Biksu busuk!”Wuush!Daiyun membelalak sebab mengenali jurus telapak yang dilepas oleh Hoaren.“Kau―”Teph!Hoaren sempat terkejut ketika mendapati jurus telapaknya ditahan seseorang, dan seseorang itu adalah Guru Ma sendiri.Dia menyeringai.“Sudah kuduga!”“Kau berlebihan, Tuan Muda Zhou,” ucap Guru Ma yang beradu telapak tangan kanan dengan telapak tangan kanan Hoaren. “Sangat berlebihan, shan cai, shan cai.”Swoosh!Dhumm!Akibat paksaan pada tekanan tenaga dalam oleh Hoaren, kekuatan itu pecah dan mementalkannya beberapa langkah ke

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Tidak Pandang Bulu

    “Saya tidak yakin apakah di orang yang kalian kejar,” ujar Galang. “Akan tetapi, kendatipun dia menutupi sebagian wajahnya dan mencoba mengubah gaya bicaranya, saya masih bisa menduga bahwa dia bukanlah pribumi Sriwijaya.”Feng dan Huang saling pandang.“Tidak mungkin tidak,” Huang terlihat begitu geram. “Kak Jian, aku yakin, dia pasti si Hoaren!”Sang suami menghela napas dalam-dalam.“Aku juga berpikiran yang sama,” tanggapnya. “Komandan Galang … tidak ada orang yang mengenal kami di Swarnadwipa ini, kecuali mereka yang telah menjadi sahabat baru bagi kami. Terlebih lagi, seseorang dari Tiongkok. Selain Guru Ma dan Biksu Muda bernama Daiyun itu, tidak ada.”“Zhou Hoaren itu orang yang sangat licik,” sambung Huang pula pada sang komandan. “Dia sangat berbahaya!”Galang mengangguk-angguk dengan tangan merangkap di dada.Dia berada di dalam sel tahanan Feng dan Huang tanpa penjagaan dari prajurit lainnya.Lagi pula, dia sangat yakin bahwa orang-orang seperti suami-istri muda di hadapan

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Tekad Hoaren

    Datu Agung Sarta mendengus pelan, itu lebih terdengar seperti sedang menahan tawa.Komandan Galang menghela napas lebih dalam, lalu berkata, “Maaf, Datu, saya tidak bermaksud―”“Kalaupun benar,” sahut sang datu, “di mana salahnya? Sudah menjadi keharusan bagi mereka untuk melindungi suami-istri muda itu, bukan? Aku juga akan melakukan hal yang sama, Galang. Mencari dan mengumpulkan bukti sebanyak mungkin, menghubungi seseorang berpengaruh yang dapat membantuku. Yaah, tidak ada yang salah. Jadi, biarkan saja mereka.”Sang komandan mengangguk-angguk. Setidaknya, pemikirannya menjadi semakin tercerahka oleh ucapan sang Datu Panglima.“Yang jadi pertanyaan sebenarnya adalah,” lanjut sang datu, “pada siapa mereka hendak meminta bantuan? Kita semua tahu, Guru Ma dan Biksu Muda itu belum setahun jagung di Andalas ini. Begitu juga dengan Feng dan Huang.”“Mungkinkah Dangmudo Basa?” tebak Galang. “Putra Mahkota Minanga?”Sang datu mendesah halus. “Sulit untuk dipastikan,” ujarnya. “Lagi pula,

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Memohon Petunjuk

    “Tidak ada hal yang bisa kita lakukan lagi jika Datu Telinga Utara berhasil membawa seseorang yang mengetahui segalanya ke sini.”Daiyun terlihat sedikit panik demi mendengar ucapan dari Feng barusan.Sementara, Guru Ma mengangguk-angguk kecil.“Guru Ma?” Huang berharap pria tua bersahaja yang satu itu punya jalan keluar yang baik bagi keduanya.Atas izin dari Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Guru Ma dan Daiyun diperbolehkan menjenguk Feng dan Huang di dalam penjara.“Amitabha …” ujar Guru Ma. “Jika Tuan Muda sudah berkata demikian, saya khawatir apa yang saya takutkan benar-benar terjadi.”Feng dan Huang saling pandang, sedangkan Daiyu sedikit bingung sebab tidak begitu memahami apa yang sedang dibahas oleh Guru Ma dengan dua sejoli bersama mereka.“Adik,” ujar Feng pada Huang, “kurasa, tidak ada lagi yang perlu ditutup-tutupi.”“Aku tahu,” Huang mengangguk. “Lagi pula, kita membutuhkan Guru Ma untuk saat sekarang ini.”“Shan cai, shan cai …” seakan memahami apa yang perah dialami oleh Fe

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Kembali Ditahan

    Datu Telinga Utara berlalu dengan pandangan dingin dan seringai lebar di wajah terhadap Feng dan Huang.Seolah-olah, tatapan itu menegaskan bahwa pasangan muda itu tidak akan bisa kemana-mana.“Tunggu saja hari kalian!”Hanya kalimat itu yang didengar oleh Feng maupun Huang seiring sosok sang datu berlalu dari ruang besar. Kalimat tidak menyenangkan yang dipenuhi ancaman besar.“Maafkan aku, Tuan Muda Feng, Nona Huang.”Perhatian suami-istri muda beralih pada sosok yang baru saja berujar, Dapunta Hyang Sri Jayanasa.“Tapi kami telah menebus kesalahan tak berniat di Batu Limau ketika itu!”Sang raja mengernyit menanggapi ucapan Huang yang sedikit dibalut emosi.“Adik!” Feng lekas merangkul bahu sang istri.“Kami memperlihatkan itikad baik selama ini, Tuan Raja,” lanjut Huang dengan mata memerah. “Tanyakan saja pada komandan bernama Galang di sana!”Galang mereguk ludah. Tatapannya berpindah dari Huang ke sang raja, lalu kepada Datu Panglima.“Adik tenanglah!” pinta Feng dengan lembut.

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Menjemput Saksi

    “Jika Yang Mulia mengizinkan,” kata Datu Arrumanda, “maka, sekarang juga patik akan berlayar ke Pulau Alai demi mendatangkan dua saksi kunci yang mengetahui kejadian sebenarnya di Batu Limau.”Dapunta Hyang sebenarnya meyakini bahwa Feng dan Huang bukanlah seburuk dan sekeji yang dituduhkan. Dia bisa saja melepas keduanya, membebaskan mereka dari segala tuduhan.Akan tetapi, hal ini tentu menjadi bertolak belakang dengan nama besarnya yang tersohor sebagai seorang pemimpin yang adil lagi arif.“Yang Mulia?”Sementara sang raja berpikir keras, Datu Maripualam pula dan yang lainnya di sana tidak tahu harus berkata apa lagi.Komandan Galang juga demikian. Padahal, dia dan Datu Panglima sengaja untuk menyimpan kejadian di luar tembok barat agar tidak dikait-kaitkan pada Feng dan Huang.Tapi tampaknya, peristiwa yang lebih besar lagi justru muncul ke permukaan, memberatkan pasangan suami-istri muda.Tatapan sang raja bertemu pandang dengan tatapan Feng dan Huang, bergantian. Dia menghela n

DMCA.com Protection Status