Beranda / Young Adult / FREL. / 1. Bertemu Cogan (Cowok Ganteng)

Share

FREL.
FREL.
Penulis: malapalas

1. Bertemu Cogan (Cowok Ganteng)

Penulis: malapalas
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-19 17:27:00

Kalian pernah berpikir nggak, setiap pasangan kekasih di dunia ini kadang nggak adil buat kita.

 

Ganteng sama cantik, gagah sama seksi, kaya sama kaya. Atau begini, cowok ganteng miskin sama cewek jelek, tapi kaya. Atau sebaliknya, cewek cantik miskin sama cowok jelek, tapi kaya.

 

Nah, loh?

 

Sampai di sini kalian bisa mikir nggak, ada kejanggalan yang sangat kentara dari ciri pasangan yang aku sebutkan?

 

Kalau kalian masih belum mengerti, coba kalian lihat di salah satu tempat yang sangat terlihat jelas.

 

Mall! Ya, Mall!!

 

Di mall, kalian bisa lihat ratusan pasangan yang berjalan beriringan dan bergandengan tangan. Dari sekian banyak pasangan coba kalian perhatikan, yang memiliki tingkat kepercayaan diri tinggi itu siapa?

 

Oke, karena pandangan setiap orang berbeda, mungkin aku sendiri yang akan menjawab.

 

Jawabanku adalah ORANG KAYA DAN FISIK YANG SEMPURNA.

 

Hey, aku menjawab itu bukan tanpa alasan. Aku bisa cerita sedikit tentangku.

 

Saat sekolahku memasuki liburan panjang, aku pernah beberapa kali bekerja di mall sebagai SPG di sebuah toko pakaian. Toko punya orangtua temanku, pastinya. Kalau nggak, mana ada anak sekolah sepertiku bisa lulus seleksi dengan mudah.

 

Di sana aku sering menemukan pasangan yang benar-benar membuat iri, gondok, dan nelangsa secara bersamaan.

 

Si cowoknya nih sangaaat tampan, begitupun sebaliknya, ceweknya juga nggak kalah super duper cantik dan seksi. Mereka berjalan beriringan, bergandeng tangan, saling tukar cerita, dan dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi, mereka bisa ketawa ngakak. Nggak peduli sama orang yang ada di sekelilingnya.

 

Dari gaya bicaranya aja aku bisa jamin, kalau mereka memang sengaja agar bisa jadi pusat perhatian kami.

 

Ya, ya, ya ... sudah tahu kok kalian pasangan serasi, nggak usah lebay, deh. Nggak usah bikin baper akut. Tapi, kalau memang benar itu alasannya, mereka menang telak. Karena apa? Karena waktu itu aku benar-benar dibikin mupeng sama mereka berdua. Iri tapi tak mampu. Hiks, hiks....

 

Oke, sekarang fokus!

 

Aku juga pernah lihat pasangan yang sangat mencolok, dari segi fisik atau apa ya? Ah, lupakan.

 

Jadi begini, pasangan yang cowok itu perawakannya kurus, tinggi, hitam, rambut keriting, dan giginya? ASTAGA ... agak kelebihan, gitu. Di belakangnya tak lupa ada beberapa bodyguard yang selalu mengikuti apa perintah si cowok, sedangkan si ceweknya nih, berbanding terbalik 180 derajat. Ya, Tuhan ... sangat kontras sekali! Kulit putih, rambut panjang lurus, langsing, cantik banget malah. Tapi nih cewek lengket terus sama si cowok. Mungkin karena ada maunya kali ya.

 

Kayak gini, "Sayang, aku mau ini, ya? Sayang, aku cantik pakai gaun ini? Bagus nggak? Tambah ini, boleh?"

 

Sekali kedipan mata, apalagi ditambah pakai cium pipi, si cowok langsung bilang, "Boleh, sayang. Apa sih yang nggak buat ayang." Huek ... prett!

 

Dari contoh tersebut bisa kita lihat, seumpama nih kalau cantik berpasangan sama tampan, cantik berpasangan sama yang kaya meskipun jelek kayak tadi, terus yang jelek sama siapa? Yang miskin sama siapa, coba?

 

Atau harus begini, yang jelek bagusnya sama jelek? Dan miskin harus dengan orang miskin, begitu?

 

Mau nasib kalian seperti itu? Kalau aku sih, OGAH.

 

Nah, karena besok hari pertamaku mengikuti MOS di SMA Bakti Airlangga, aku harus bersiap-siap mulai dari sekarang. Aku harus buktikan, nggak cuma cewek cantik dan kaya aja yang bisa punya pacar tampan dan terkenal.

 

Siapa lagi coba yang bisa mengubah nasib kita jika bukan kita sendiri. Termasuk nasib cinta kita.

 

SEMANGAT, SEMANGAT, SEMANGAAAT!!!

***

 

Namaku Frela Lidiana Putri. Cukup panggil nama depanku aja, Frel, tanpa A.

 

Sejak setengah jam yang lalu aku mematut diri di depan kaca. Kuputar beberapa kali tubuhku ke kanan dan kiri, melihat penampilanku dari bawah ke atas.

 

Sepatu hitam polos dan bertali, kaos kaki 15cm dari mata kaki, ikat pinggang, kuku tidak panjang, tidak membawa HP dan perhiasan. Tas dari karung terigu berbentuk ransel, tali tas terbuat dari sumbu kompor yang dililit rafia hijau dan ungu, diberi identitas nama serta kelas pada tutup tas. Rambut dikuncir pakai pita warna emas sebanyak urutan kelas masing-masing.

 

Nah, kalau soal rambut, ini nih yang paling kusuka. Karena aku berada di kelas X-1, otomatis kunciran rambutku cuma 1. Kelas X ada 10 ruangan. Bayangin aja mereka yang berada di ruangan paling ujung sana, kunciran mereka pastinya bertebaran di semua sisi kepalanya. Biar nyaho, hahaha.

 

Selanjutnya, kalung tali rafia biru pakai bandul 4 kerupuk uyel putih, rok 5cm di bawah lutut. Kulirik rok seragamku, 3cm di atas lutut. Aku meringis, nggak sanggup bayangin hukuman apa yang menantiku nanti.

 

Ah, bodo amat!

 

Setelah beberapa kali melihat perlengkapan lainnya, aku langsung berangkat ke sekolah baruku, setelah sarapan pagi dan pamit sama kakek-nenek, tentunya.

 

***

 

Aku berlari secepat yang aku bisa. Aku nggak mau terlambat di awal kegiatan MOS. Tapi apa daya, meskipun aku berubah jadi supergirl, terbang dengan kecepatan super, nggak akan mengubah kenyataan bahwa hari ini pasti telat. Karena posisi sekarang memang sudah telat lima menit.

 

Sial!

 

Ini gara-gara si sopir angkot kampret. Angkotnya mogok di tengah jalan. Bilangnya apa tadi? Semalam sudah dicek?

 

Ah, alesan!

 

Mana ada malem-malem ngecek mesin angkot? Tante kunti, kali.

 

Padahal jarak tinggal 200m lagi, eh, kena macet beruntun. Alhasil, ini kaki terpaksa kuajak lari tunggang langgang.

 

Napasku ngos-ngosan.

 

Jam tujuh lewat dua puluh menit aku tepat di depan gerbang SMA Bakti Airlangga. Aku berhenti dengan badan membungkuk dan kedua tangan bertumpu di lutut. Kuseka keringat yang beberapa kali jatuh dari pelipis dengan rasa gusar.

 

Tapi tahu-tahu ada 4 kaki, eh, 1, 2, 3, 4, 5 ... 6 kaki! Kuhitung sekali lagi, eh, salah, maksudku 3 pasang sepatu berada tepat di depanku.

 

Sekilas kudengar ada yang hampir ketawa, mungkin melihat tingkah konyolku yang lemot saat menghitung itu sepatu, tapi ditahannya mati-matian.

 

Aku mendongak, mataku membulat saat melihat siapa yang ada di depan.

 

Wowww!

 

Ada satu cowok ganteng dan super keren berdiri bersama dua cowok di depanku. Kulirik name tag cowok paling ganteng, tanpa nama hanya bertuliskan gelar "Ketua OSIS". Cowok di bagian tengah "Wakil Ketua OSIS", dan terakhir bertuliskan "Sekretaris".

 

Sedetik kemudian, "Hai, Kaaak." Aku cengengesan sambil menyapa mereka dengan ceria.

 

"Ehm!" Suara dehaman seseorang yang berada di tengah, wajahnya terlihat lebih garang dari kedua cowok lainnya.

 

Mati aku!

 

"Kak, boleh ya, saya masuk? Boleh ya, ya, ya?" Rayuan kedua meluncur sambil memasang wajah termelas. Niru adegan Upin Ipin saat merayu Opa.

 

Ketua OSIS di sebelah kanannya tersenyum. Satu lagi senyumnya itu loh, cuit, cuit ...  teh manis buatan Pak Mamat—warung kopi 24 jam di sebelah rumahku—yang masang banner segede layar tancep, itu sih lewaaat.

 

Tapi tiba-tiba cowok garang itu menggeser badan ke kanan menutupi cogan.

 

Yaah, gagal lagi!

 

Nih cowok kayaknya memang sengaja menutupi cogan deh, biar nggak kena rayuan melasku.

 

Aku melotot ke arahnya.

 

"Jam berapa sekarang?" tanya si cowok garang yang tak lain adalah Wakil Ketua OSIS sembari menunjuk jam di pergelangan tangannya.

 

Nyaliku menciut setelah menyadari kesalahanku. Sempat kudengar tawa tertahan lagi. Terdengar seperti bunyi mengi. Kemudian kulirik ke arah suara yang sedari tadi mengusik pendengaranku.

 

Tepat di sebelah kiri cowok garang ada cowok berpenampilan kalem, lumayan manis, menjabat sebagai "Sekretaris", menahan tawa sekuat tenaga sampai-sampai wajahnya berubah jadi tomat.

 

Oh, kasihan banget nih, cowok. Perlu dikasih pertolongan!

 

"Kak, menahan tawa itu dapat mengakibatkan penyakit Gelotophobia loh, Kak. Jadi, ungkapan tertawalah sebelum kamu ditertawakan itu salah banget. Yang benar nih, ya, Kak, tertawalah kamu sebelum penyakitan," ucapku polos, tanpa berniat mengesampingkan pertanyaan si cowok garang.

 

"Bwahahahahaha!" Tawanya meledak keras. Bahunya terguncang-guncang, dipegangi perut sambil sesekali membungkuk. Terlihat juga cogan tersenyum geli dan menggelengkan kepalanya, sedangkan cowok garang matanya melotot seakan mau keluar.

 

Aku melongo.

 

Nah, loh? Ditolongin biar nggak kena penyakit kok malah ketawa, sih. Tahu kan apa itu penyakit Gelotophobia? Penyakit yang takut akan ketawa. Kalian pikir nggak ada penyakit kayak gitu? Ada!

 

Aku pernah membaca dari internet, tapi aku lupa sebenarnya ini artikel siapa penulis aslinya, karena yang kuingat banyak sekali yang menulis kutipan ini dengan kalimat yang hampir sama tetapi para penulisnya berbeda-beda.

 

Artikelnya kalau tidak salah seperti ini, "Dalam sebuah studi, peneliti dari University of Zurich, Swiss, sudah melakukan survei kepada orang-orang dari berbagai negara. Mereka menemukan bahwa tidak sedikit orang yang mempunyai penyakit malu atau takut tertawa. Menurut seorang psikolog dari Autonomous University of Madrid, Spanyol, alasan orang takut atau malu tertawa disebabkan ketakutan akan respons dan reaksi yang muncul terhadap lingkungan sosialnya. Sehingga ia lebih memilih menahan ketawanya daripada nanti ia dapat malu."

 

Lihat, berarti nggak ada yang salah dong sama ucapanku, terus kenapa mereka tertawa, coba!

 

"Kamu bisa masuk sekarang," ucap cogan, lembut. Masih tersisa sedikit senyum di bibirnya.

 

"Saya, Kak?" tanyaku sembari menunjuk diriku sendiri.

 

"Ya, kamu. Siapa lagi?" jawabnya lembut lagi.

 

Hampir aja aku pingsan tiap kali dengar nada bicaranya. Suaranya dalam dan empuk.

 

Hmm ... ini suara apa roti bantal, ya?

 

Dan mata itu tiba-tiba menghipnotisku. Aku termangu dan terus menatapnya.

 

"Kok malah bengong?"

 

"Eh? I-iya, Kak." Aku tergagap dan segera berlari menjauh. Kubalikkan lagi badanku ke arah belakang. Kali ini terlihat si cowok garang itu tertawa terpingkal-pingkal. 

 

Samar-samar kudengar cowok garang berkata, "Itu cewek tadi ngomong apa? Tertawalah kamu sebelum penyakitan? Bahahahahaha...."

 

Kupicingkan mataku, cowok garang itu benar-benar sialan. Tadi sok cool, sok galak, sekarang apa nih? Lebay! Ketawa aja sampai mukul-mukul pohon.

 

"Apa dia nggak tau, lo kan sengaja nahan tawa buat jaga image, bukannya penyakitan."

 

Ih, lagi-lagi tawanya makin kencang. Apa? Jaga image? Jadi, tadi cuma akting?

 

Double sialan!

 

***

 

Aku berjalan ke arah sekumpulan Kakak OSIS, sengaja kuperlambat guna mencari alasan yang tepat supaya nggak terdengar berlebihan.

 

"Tau kesalahan kamu apa?" tanya cewek yang dandanannya kayak artis lagi nungguin panggilan manggung.

 

"Selamat pagi, Kak ..., salam dulu ya, Kak," ucapku, tersenyum ala Dian Sastro.

 

"Pagi. Sekarang jawab!" balasnya geregetan sambil melotot ke arahku.

 

"Datang terlambat, Kak," jawabku polos.

 

"Menurut kamu cuma itu?" Waduh, pelototannya makin lebar aja. "Kamu bisa liat kenapa yang lain keliling lapangan?!" lanjutnya.

 

Ya, iyalah, tau. Orang yang dihukum cewek semua, mencolok banget lagi penyebabnya apa. Akan tetapi aku menggeleng pelan dengan mempertahankan wajah polosku.

 

"Liat lagi cewek pendek!!"

 

Apa? Pendek? Ugh! Dari SMP julukan itu sudah melekat kayak lem. Biasanya ada yang menyebut pendek, mungil, anak kecil, anak bayi, anak belum baligh, dan macam-macam sebutannya. Itu semua gara-gara tinggiku yang hanya 150cm. Kupikir di sekolah baru, julukan itu akan segera kutanggalkan. Siapa tahu pertumbuhanku berkembang pesat saat memasuki masa SMA. Oh, nyatanya, harapan tinggal harapan.

 

Tawa membahana dari belakang mengagetkanku.

 

Brengsek!

 

Aku tahu siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan cowok sableng yang pernah satu sekolah di SMP-ku dulu. Dasar Tomi, brengsek! Sekolah di sini nggak bilang-bilang?

 

Kualihkan pandanganku ke tempat lain, tempat di mana ketiga anggota OSIS yang mencegatku di depan gerbang tadi.

 

Sudah kembali rupanya!

 

Sekretaris itu tertawa cekikikan yang disamarkan menjadi batuk. Aku mendengus. Saat detik ini juga, harapanku untuk menanggalkan julukan itu pupus seketika.

 

"Semua harap diam!" teriak salah satu kakak pembina yang ada di samping cewek artis dadakan tadi. "Silakan dilanjut!" ungkapnya tegas.

 

Hening. Kenapa serasa seperti di pengadilan, ya?

 

Aku menarik napas kuat-kuat. "Rok di atas lutut, Kak." Kujawab aja penyebab yang sesungguhnya. Toh bakalan percuma jika berlagak bego.

 

"Bagus. Ayo, lari 25 putaran!"

 

Lamunanku buyar selepas mendengar kata 25 putaran. Busyet, dah! Siapa coba yang sanggup keliling lapangan segitu banyaknya?

 

Woy ... Ini kaki, bukan mesin!

 

***

 

Putaran terakhir selesai. Napasku senin kamis, keringat bercucuran dan kaki ini rasanya mau patah. Kulihat artis jadi-jadian itu tersenyum iblis dan segera meninggalkanku sendirian di tengah lapangan.

 

Lihat aja,  kubalas nanti!

 

Oh, lihat, baju seragamku basah semua. Berasa mandi keringat. Badanku rasanya remuk. Bahkan jantungku dari tadi rasanya mau copot. Aku nggak kuat jalan sama sekali, akhirnya tubuhku ambruk. Bukan pingsan. Cuma, ini tubuh perlu kuistirahatkan sementara. Yang lain cuma dikasih hukuman lima putaran, sedangkan aku? Kalian tahu sendirilah tadi.

 

Di tengah lapangan aku terlentang bagaikan ikan dikeringkan. Aku berusaha mengatur napasku. Pada putaran ketigaku, artis palsu itu sudah minta seluruh murid baru masuk kelas dan cuma tinggal dia, yang sengaja mengawasiku berlari. Sial!

 

Pelan-pelan mataku mulai menutup, tapi aku tersentak setelah merasa di atas dahiku seperti berada di kutub selatan.

 

"Maaf, kaget ya?"

 

Apa aku sedang bermimpi? Hebat! Baru aja tutup mata sudah disambut mimpi ketemu pangeran.

 

"Kenapa? Kamu sakit?" Pertanyaan itu membuatku semakin melayang. Wajah cemasnya menjadi hiburan buatku.

 

"Ahh, indahnya kalo mimpi kayak gini terus." Aku masih senyam-senyum sendiri. Tapi kemudian....

 

PLETAK!

 

"Auww!" Sepatu melayang di kepalaku.

 

"Mimpi pala lo peyang!" sembur si kampret Tomi yang tiba-tiba datang, entah dari mana.

 

"Tega banget sih lo. Ini kepala. Sakit, tau." Aku meringis sembari mengusap-usap kepalaku.

 

"Yang bilang batu siapa?!" jawab Tomi santai.

 

Dasar kampret nggak berperikemanusiaan!

 

Aku langsung menoleh ke samping begitu mendengar ada kekehan seseorang.

 

"Maaf, ya, bikin kaget. Ini."

 

Kukerjapkan mataku, lalu minta bantuan Tomi mencubit pipiku untuk memastikan sesuatu.

 

"Auw, auww, sakit, Tom. Lep-lepas. Kekencengan, bego!" teriakku kesal. Sedangkan Tomi hanya menyeringai puas. 

 

Tenyata bukan mimpi! Aku berusaha bersikap normal dan fokus.

 

"Ini apa, Kak?" tanyaku pura-pura bloon. Mumpung ada kesempatan emas, nih.

 

Segera kupelototi Tomi sebelum membuka suaranya. Nih anak dari dulu memang hobi banget merusak rencanaku.

 

"Buat kamu. Oh, ya, maaf soal tadi. Harusnya hukumannya nggak sebanyak itu." Ini kalimat terpanjang yang aku dengar dari cogan. Oh, rasanya seperti air pegunungan. Bikin tenang.

 

Usai terima air dingin pemberiannya, aku berpikir cepat. "Emm ... kata maafnya bisa nggak ditambah tanda tangan, Kak?" Hehehe ... ngelunjak sedikit nggak apa-apa, kan? 

 

Tadi sebelum semua murid dibubarkan, aku sempat mendengar bahwa tiap jam istirahat diwajibkan meminta tanda tangan seluruh anggota OSIS. Katanya sih agar saling mengenal. Preet.

 

Ini namanya bukan saling mengenal, tapi pemaksaan. Buktinya cuma kita doang yang disuruh ngejar minta tanda tangan mereka!

 

Cogan tersenyum manis. "Boleh."

 

Yeayy ... aku bersorak girang, sedangkan Tomi memutar bola matanya malas. Biarin!

 

Langsung aja kupeluk manja tangan Tomi, sementara tangan kananku menengadah ke arahnya. Aku yakin pasti Tomi sudah bawakan lembaran tanda tangan itu tanpa kuminta. Tomi hanya bisa pasrah seperti biasa dan segera meletakkan lembaran itu padaku. Lembaran itu memang sudah disediakan dari sekolah, tapi harus ambil sendiri di ruangan OSIS.

 

"Makasih, Kak, buat tanda tangannya," balasku sembari tersenyum manis.

 

KEVAN ADITYA SAPUTRA. Itu namanya. Nama yang keren seperti orangnya.

 

"Sama-sama, e ... maaf?" ucap Kak Kevan bingung manggil namaku, karena tulisan nama di papan yang aku kalungkan di leher sengaja aku balik.

 

"Panggil aja Frel, Kak," jawabku cengengesan sembari membalik papan nama dengan benar.

 

Kedua alis Kak Kevan berkerut samar. "Oh, oke. Kalo gitu saya balik dulu."

 

"Daah, Kak Kevan...." Aku melambai-lambaikan tangan antusias saking semangatnya, meskipun bayangan Kak Kevan sudah nggak kelihatan lagi.

 

Kubalik tubuhku. Loh, kok? Mana nih, si Tomi? Aku celangak-celinguk sendirian.

 

Dasar kutu kupret sialan, setan alas, bedebah! Awas aja nanti ketemu, kubuat botak kepalanya.

 

Aku berlari ke sana kemari mencari keberadaan Tomi. Karena terlalu lelah, aku menyerah. Kuseret kakiku ke kelas.

 

Duh, aku lupa. Ketepuk jidatku. 

 

Ada beberapa keunikan sekolah di SMA ini. Salah satunya saat istirahat setiap ruang kelas akan dikunci sampai jam istirahat selesai. Akhirnya kuputar tubuhku ke arah kantin belakang sekolah. Aku butuh istirahat. Apes banget hari ini.

 

Capek. Itu yang sedari pagi aku rasakan. Kuteliti daftar makanan dan minuman. Mataku membulat begitu mengetahui harga yang nggak masuk akal.

 

Huft ... sudah kuduga akan seperti ini.

 

Akhirnya, aku batal memesan makanan, hanya sepotong roti dan teh hangat.

 

Kutelungkupkan kepala di atas meja sambil menunggu pesanan datang. Suara tawa dari arah belakang menggangguku. Awalnya suara cekikikan dan berubah menjadi tawa yang cukup keras. Aku mendengus, sudah bisa menebak siapa dalangnya.

 

Ada suara beberapa orang mendekat. "Woy ... ngapain di sini?" Aku menghela napas, malas sebenarnya mau jawab pertanyaan nggak penting dari si garang.

 

"Lagi main kartu, Kak," jawabku judes, masih dalam posisi menunduk.

 

"Ikutan dong. Emang ada ya, main kartu sambil nunduk gitu?" Kalau ini pasti pertanyaan dari si kalem.

 

"Wangsitnya ada di kolong meja, Kak. Udah gitu, dia lari diambil kucing bunting." Ngomongnya asal aja biar mereka puas. Sementara itu, tawa mereka berdua makin keras.

Sabar ... sabar ....

"Lo kenapa? Capek?"

 

"Lo pusing?"

 

"Lo hamil?"

 

"Lo salah minum obat?"

 

Pertanyan beruntun dan nggak jelas itu membuat kepalaku mau pecah. Terpaksa kudongakkan kepalaku. "Ya, Kak, saya salah minum obat. Karena siapa? Karena artis jadi-jadian yang ngasih hukuman nggak ngaca dulu. Nggak liat apa, rok dia juga di atas lutut, hah!" teriakku, dalam satu tarikan napas.

 

"Artis jadi-jadian?" Mereka saling tatap, kemudian tawa mereka menggelegar kemana-mana. Sedangkan aku? Karena sudah mulai terbiasa sama mereka, aku sih santai aja, mending minum teh pesananku yang baru datang, daripada keburu dingin.

 

Dengan ekor mataku sempat kulirik dua cowok lain di kantin. Kak Kevan yang berada tak jauh dari kami bertiga, tersenyum manis kadang terkekeh geli mendengar aku jadi bahan lelucon. Sedangkan cowok satunya lagi, dari tadi diam dan cuek di sudut kantin.

 

"Lagian nih ya, Kak, mana ada rok SMP udah dipakai selama tiga tahun bisa tetep sama kayak dulu. Ya ... nggak mungkinlah," lanjutku.

 

"Emang dulu di bawah lutut?" Ngajak perang nih, si garang.

 

"Ya, iyalah, Kak. Kan hidup itu harus makin tinggi," jawabku bangga.

 

"Oh, ya? Wah, hebat. Tapi ..., sekarang aja tinggi lo segini, kira-kira waktu SMP tinggi lo seberapa, ya?" Nih orang, niat muji atau ngejek sih?

 

Skak Mat!

 

"Eee, i-itu, Kak, sebenarnya ... sejak kelas 2 SMP tinggiku udah nggak nambah lagi," jawabku malu-maluin.

 

"APAA??" tanya mereka barengan. Bisa bayangin sendiri kan gimana reaksi mereka berdua sesudah itu

 

"Hahaha ... wkwkwk ... bwahahahaa...."

Sarap! Ketawa aja sampai terjungkal dari kursi.

 

Aku sudah nggak sanggup jadi bahan ketawaan mereka lagi. Setelah membayar pesananku, aku melenggang pergi dari sana, pergi sejauh-jauhnya asal nggak ketemu sama dua Kakak OSIS sarap seperti mereka.

 

........................***..............................

 

 

 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
malapalas
iya kak, wah nggak nyangka nemu pembaca apk orange ke sini. mksh kak sdh mampir, nnt juga ada kelanjutan Frel 2, ditunggu ya kak ...
goodnovel comment avatar
MawarPutih99
Ini kaka yg di aps orange itu ga si? Ampun keren banget, dulu pas aku sma baca karya kaka
goodnovel comment avatar
Tami Andriani
baru baca... mssya Allah.. ngakak ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • FREL.   2. Tantangan

    Hari ini aku sampai di sekolah satu jam lebih awal. Aku berjalan santai seraya berkeliling melihat-lihat. Aku berdecak kagum karena sekolah ini sungguh megah dan besar. Kelasku ada di lantai 3, sedangkan sekolah ini ada 7 lantai. Ada liftnya juga, lagi.Wow kereeen....Sesungguhnya sampai sekarang aku nggak pernah nyangka bisa masuk di sekolah elit ini. Karena hampir semuanya di sini dari kalangan atas. Dengar-dengar sih siapa yang menjadi donatur terbesar, maka ia akan berada di urutan kelas pertama. Ketika ditanya akan kebenarannya, pihak sekolah sering membantah dengan berbagai alasan, tapi kenyataan selalu berkata lain. Anehnya, sekolah ini tetap menjadi salah satu sekolah yang paling diinginkan semua siswa, karena selain besar dan megah layaknya istana, fasilitas sekolah di sini sangat lengkap, semua gurunya pun teruji kualitas dan kemampuannya.Ada yang bingung kenapa aku bisa masuk

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • FREL.   3. Merayu Kak Kevan

    Ada nggak yang sesial aku hari ini? Gara-gara tantangan bodoh itu semalaman aku nggak bisa tidur, sibuk memikirkan kalimat apa yang cocok kugunakan untuk merayu Kak Kevan. Akhirnya hari ini akufix telat. Nggak tanggung-tanggung, telatku sudah melewati batas wajar. Hampir 1 jam. Kalian mau tahu aku sekarang di mana? Aku sekarang berada di ruang OSIS dan dikepung 35 anggota OSIS, lengkap. Di depanku ada Kak Farah yang berkacak pinggang, gayanya seperti mau ngajak berantem. "Sengaja lo ya, mentang-mentang hari ini hari terakhir acara MOS, lo mau buat sensasi datang semaumu, hah!" Cara bicaranya sudah nggak seformal seperti kemarin-kemarin. Sudah pakai elo, gue, sama kayak Kak Alvin dan Kak Ari. Lalu matanya melirik ke arah kalungku yang berbahan tali rafia.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • FREL.   4. Panti Asuhan dan Hujan

    Sesampainya di panti asuhan Cinta Kasih, kami segera turun dari bus.Khusus untuk para murid yang memperoleh tanda tangan anggota OSIS di bawah 20 orang, termasuk aku, berhak mendapat hukuman mengangkat semua barang bawaan yang akan disumbangkan untuk anak panti.Nggak peduli cewek maupun cowok, semua harus saling bantu angkat barang dan segera dimasukkan ke dalam aula panti.Setelah semua bawaan diturunkan dari tiga truk pengangkut barang, mataku langsung membulat sempurna. Ini sih bukan sumbangan biasa namanya, melainkan lebih pantas disebut pameran barang mewah.Mulutku terbuka lebar, takjub. Baru kali ini aku melihat sumbangan yang segini banyak dan mewahnya.Mataku masih meneliti dan menghitung barang apa aja yang keluar dari truk-truk itu. Di antaranya ada sofa, tv layar datar 50 inchi, komputer, laptop, lemari, kipas angin besar,&n

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • FREL.   5. Perkenalan

    Ini hari yang paling ditunggu-tunggu untuk anak remaja sepertiku. Sekolah baru, suasana baru, teman baru, guru baru dan gebetan baru, hehehe.Ini hari pertamaku masuk sekolah dengan memakai atribut SMA Bakti Airlangga. Semalam sudah kupersiapkan semua perlengkapan sekolahku. Jam wekerku juga sudah ku-setting dua jam sebelum jadwal bangun biasanya.Sekarang aku di depan gerbang sekolah, tersenyum ceria dan merentangkan tanganku lebar-lebar sambil menatap logo SMA Bakti Airlangga. Tak kuhiraukan tatapan aneh dari setiap murid yang melewatiku. Aku hanya ingin menikmati rasa bangga dan bahagia ini.Aku berjalan memasuki gerbang dan menyapa Pak Satpam penjaga gerbang yang bertubuh tinggi besar dan memiliki kumis mungil tersembul lucu dari atas bibirnya."Selamat pagi, Pak...," sapaku Ceria."Selamat pagi, Nona," kata Pak Satpam

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-20
  • FREL.   6. Para Idola

    Bel istirahat telah berbunyi.Para murid segera bersiap-siap keluar sebelum Pak Mamat yang bertugas mengunci semua kelas, keburu datang.Belum lima menit Pak Joko keluar dari pintu, terlihat sudah banyak cewek dari berbagai penjuru kelas berdatangan, berdesakan meneriaki nama Kenn dan Tomi.Saat Kenn dan Tomi berjalan hampir sampai pintu, tiba-tiba para cewek itu memisah menjadi dua kelompok dan berebut mendekati mereka. Membuat dua lingkaran mengelilingi Kenn dan Tomi.Aku dan Dara hanya bisa diam—masih di tempat kami duduk—memperhatikan dari jauh."Liat tuh, Frel. Fans Kenn lebih banyak ketimbang Tomi. Kalah saingan tuh anak," bisik Dara. Aku terkikik geli.Kalau mau jujur, para cewek yang mengelilingi Kenn memang lebih banyak ketimbang Tomi."Emang pesona Kenn nggak ada yang bisa ngalahin.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-20
  • FREL.   7. Hari Keberuntungan dan Penyelamat

    "Gue mau pesan soto ayam sama es teh. Lo, Frel?" Aku masih senyam-senyum sambil menatap Kak Kevan.Memandang Kak Kevan yang tepat di depanku merupakan suatu anugerah terbesar. Aku mengagumi ketampanannya dan keburuntunganku hari ini. Hingga terdengar suara yang mengalun indah miliknya, menyadarkanku."Frel?" panggil Kak Kevan sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku."Eh, i-iya, maaf," ucapku gugup. "Tadi Kak Kevan bilang apa?" tanyaku cengengesan.Kak Kevan tersenyum lembut dan mengulang perkataannya. "Lo mau pesan apa?""Emm, bakso, deh. Minumnya jus melon.""Oke, bentar gue pesankan dulu, ya." Aku mengangguk malu-malu.Kak Kevan memanggil pelayan kantin dan menyebutkan pesanan kami. Sambil menunggu pesanan datang, aku memutuskan mulai mengorek informasi tentang Kak K

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-20
  • FREL.   8. Misi Baru

    Selagi Dara asyik menonton drama kesukaannya, aku menyelinap naik ke lantai atas menemui Kak Rian. Aku mengetuk pelan pintu kamarnya dan dari dalam terdengar suara yang menyuruhku masuk."Hai, Kak Rian...," sapaku dengan senyum manis terpampang di wajah."Sini, Frel," ujar Kak Rian sembari tersenyum.Aku menatap Kak Rian yang sedang serius membaca beberapa tumpukan berkas di meja kerjanya. Aku mencoba mendekat. "Sibuk, ya, Kak?""Hmm, lumayan. Ada apa, Frel?" tanya Kak Rian balik setelah melihatku sekilas.Kak Rian kembali menghadap tumpukan berkas itu, sesekali menandatangani beberapa lembar kertas. Dahiku berkerut ketika melihat Kak Rian yang baru pulang kerja tapi sudah bergelut lagi dengan pekerjaannya.Harusnya masih ada dua jam lagi kan, sebelum waktu pulang Kak Rian dari kantor? Apa karena

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-20
  • FREL.   9. Rencana terselubung

    Kuhitung sudah tiga kali lebih aku menguap. Ngantuk banget. Ini gara-gara ide Kak Rian yang sungguh gila. Dara lebih gila lagi, mau aja nurutin saran Kak Rian. Padahal dari kemarin ia tolak mentah-mentah ide darinya.Dan tadi, di pagi-pagi buta dengan seenak jidatnya Dara menggedor pintu rumahku kayak orang kesetanan, memaksaku mandi agar berangkat sekolah bersamanya."Hoooooaaaaaammm...." Sekali lagi aku menguap lebar dan kutepuk-tepuk mulutku.Kujulurkan leher, melihat Dara yang masih di depan gerbang menunggu Tomi datang. Aku menghela napas panjang, lalu kulipat kedua tangan di atas meja sambil memandang Pak Satpam yang lagi asyik memakan roti holland pemberian Dara.Lebih tepatnya, Dara dengan sengaja menyuap beliau supaya mengizinkan kami menunggu Tomi di sini.Gleg!Ini orang lagi doyan apa raku

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-20

Bab terbaru

  • FREL.   84. BONUS (Surat Cinta dari Mama)

    Semilir angin, hijaunya pepohonan, serta kicauan burung seakan menyambutku tiap aku datang kemari. Seolah mereka menyapaku dengan salam terindah yang begitu manis.Aku berlari riang ke tempat yang lebih tinggi. Mataku terpejam, terbuai oleh rasa damai yang menentramkan jiwa. Kurentangkan kedua tangan, lalu kuhirup udara sebanyak-banyaknya. Bibir ini sontak tertarik ke atas saat udara segar telah memasuki paru-paruku."Lo kayaknya senang banget tiap gue ajak ke sini." Suara itu memecah kesunyian dalam beberapa menit terakhir.Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Karena di sini gue merasa tenang.""Emang sama gue, lo nggak tenang?" Ia menatapku lekat. Tanpa senyum."Ya ..., t-t-tenang." Mendadak aku gelagapan. Aku mencoba berpikir cepat. "Cuma di sini suasananya lebih damai. Bikin betah. "Ia masih me

  • FREL.   83. TAMAT

    Salah satu pelayan restoran menyambutku dan mengantarku berjalan menuju ke dalam. Semakin masuk, aku makin tidak mengerti. Bukannya berhenti di salah satu ruangan, pelayan itu malah tetap mengajakku melangkah terus sampai tiba di sebuah tempat bagian belakang restoran. Dan anehnya, di sini semua gelap tanpa penerangan apa pun.Aku berpaling pada pelayan restoran, melemparkan tatapan bertanya. Bukannya menjawab, ia justru memintaku menutup mata untuk beberapa saat. Walaupun masih banyak tanda tanya di kepala, tetapi tak urung aku melakukannya juga.Kupejamkan mata sambil menghitung waktu. Dalam enam puluh detik, aku sudah mendengar aba-aba membuka mata. Aku menoleh pada pelayan itu dan bertanya, "Apakah ada instruksi lain lagi?" Ia menggeleng dan tersenyum sopan, mempersilakanku maju dan menunjuk sesuatu di depan kami.Mataku melebar dan mulutku menganga dalam detik itu juga. Apa yang terdapat di

  • FREL.   82. Bersama Lagi

    Kami berdiri di depan sebuah restoran besar dan mewah. Dari sini, lampunya masih tampak menyala semua, tetapi rasanya sangat sepi. Mungkin karena permintaan Kenn, restoran ini sengaja dikosongkan.Aku dan Dara maju bermaksud mencapai pintu, namun sebelum itu terjadi tiba-tiba dari balik tiang besar yang berada di sisi kiri pintu masuk, Tomi keluar bersama seseorang yang tak asing bagiku.Mataku membola disertai rasa setengah tak percaya. Kututup mulutku begitu melihat jelas sosok cewek yang kini berjalan mendekat ke arahku. Seperti biasanya, ia sangat cantik dan anggun."Sasha, kan?" tanyaku, memastikan dengan mengacungkan jari telunjuk. Ia mengangguk. "Beneran? Sasha yang gampar Tomi pakai kamus?"Sekali lagi Sasha mengangguk sembari tersenyum geli, sedangkan Tomi melotot kejam ke arahku.Tanpa menanggapi Tomi, aku langsung berlari memel

  • FREL.   81. Surat Kak kevan

    'Untukmu,Cahaya dan napasku.Hidup membawaku pada sebuah misteri yang tak pernah kutahu jawabnya. Memberikan sepercik rasa dan asa namun sekejap hilang tanpa jejak. Memaksaku untuk melupakan seberkas cahaya hangat yang pernah menjadi milikku, dan harus rela menerima apa yang telah digariskan.Memangnya sekuat apa diriku? Memangnya, sebesar apa hati bisa menguasai diri? Jika akal berbicara, apakah hati juga diharuskan menerima? Lalu, untuk apa cahaya itu mendekat jika nyatanya tidak memberikan keleluasaan dalam alur napasku?Semua perasaan ini sangat menyiksaku. Berulangkali mencoba meyakinkan diri dan menghibur diri sendiri agar bisa kuat menerima takdir kita. Namun, sekuat apa pun aku berusaha, hatiku tetap sama. Masih mencintaimu sebagai gadisku yang dulu.Alam menunjukkan banyak peristi

  • FREL.   80. Akan Ada Akhir

    Tahu-tahu terdengar Abel bersorak girang. "Yeayy ... Kak Frel dan Kak Kenn mulai sekarang jagain Abel teruuuuus. Kak Reno di atas pasti senang liat Abel ada yang jagain. Horeeeeyyy...." Abel berteriak dan bertepuk tangan heboh. Aku dan Kenn ikut tertawa melihatnya."Di luar udah banyak yang nunggu. Ayo, waktunya pulang." Kenn menggenggam jemariku dan mengajakku keluar."Freeeeeeel...!" Baru aja pintu dibuka Kenn, Dara menerjang dan memelukku. "Gue senang akhirnya lo udah bebas.""Bebas? Lo pikir gue habis dipenjara!" Aku melotot, pura-pura marah.Dara cengengesan sembari meminta maaf. Sesudah itu Dara mengenalkanku dengan anak kecil bernama Dito—adiknya Kak Ari—yang usianya dua tahun di atas Abel.Sebenarnya sudah sering kali Dara bercerita tentang Dito. Mungkin aku belum pernah kasih tahu kalian siapa itu Dito, tapi yang jela

  • FREL.   79. Bangkit

    "Hai." Tiba-tiba Kenn memasuki ruangan dan menyapaku dengan suara seraknya.Aku tersenyum menyambutnya. "Hai, Kenn."Ketika aku mencoba duduk, dengan sigap Kenn membantuku dan mengatur bantal untuk sandaran punggungku.Ia kemudian duduk di sebelahku, tanpa senyum sedikit pun. "Gimana perasaan lo sekarang, setelah lima hari berturut-turut menolak gue temui?"Aku tersenyum getir. "Bukan hanya lo, Kenn, tapi semuanya.""Selama lo koma, gue kayak orang gila. Setiap hari gue ketakutan lo nggak akan membuka mata lagi. Gue takut, lo bakal pergi ninggalin gue kayak Hendra," ucap Kenn. "Dan saat lo siuman, dengan seenaknya lo melarang gue masuk. Lo udah berhasil bikin gue nyaris gila beneran." Kenn tertawa hambar meskipun terdengar pelan.Sementara aku sontak terdiam. Kugigit bibir bawahku. Semenjak aku siuman, memang

  • FREL.   78. Keajaiban

    Kalian percaya tentang keajaiban Tuhan? Jujur, dulu aku nggak pernah percaya dengan yang namanya keajaiban. Aku selalu merasa keajaiban itu hanya untuk orang-orang tertentu, dan itu bukan untukku.Akan tetapi, aku salah. Semua yang aku pikirkan selama ini salah besar.Suatu hari aku bermimpi bertemu nenek dan kakek. Kami duduk di suatu tempat yang sangat sepi juga asing, tapi bagiku begitu tenang. Aku tidur-tiduran di antara mereka berdua dengan posisi kepalaku di atas paha nenek, sedangkan kakiku dipijat oleh kakek.Kami bercerita banyak hal, atau lebih tepatnya akulah yang selalu melemparkan pertanyaan pada mereka."Kek, pintu di rumah rusak lagi. Tiap dibuka bunyinya berisik banget kayak biasanya. Kata kakek mau benerin, kok sampai sekarang belum, Kek?""Sekarang kakek nggak bisa, mintalah tolong sama Nak Kenn. Dia anak yang baik," jaw

  • FREL.   77. Kenn (3)

    Faktanya, kemauan tak pernah bisa sejalan dengan perasaan. Gue menghindar, bersikap dingin setiap berpapasan dengannya, tapi bukan berarti gue nggak mau peduli lagi padanya.Diam-diam tanpa sepengetahuan dia, gue tetap mengawasi pergerakannya dalam jarak aman. Memperhatikan tingkah bodohnya menyiksa diri sendiri di sekolah. Hingga sampai pada kabar dari Tomi mengenai kakek dan neneknya yang meninggal karena tabrak lari. Menghilangkan gengsi, gue langsung pergi mencarinya.Gue mencari ke segala tempat yang belum didatangi Tomi dan Dara. Gue panik, sampai-sampai gue beberapa kali berputar-putar di area yang sama. Gue mengumpat kasar, merutuki kebodohan gue. Hingga satu nama itu terlintas di kepala gue.Kevan.Seketika gue menelepon Pak Ahmad meminta data alamat Kevan dan segera melesat ke rumahnya. Di sana gue dikejutkan kenyataan kebenaran hubungan Kevan dan Frel.

  • FREL.   76. Kenn (2)

    Gue berpikir keras. Mengapa setiap kali gue berada di dekatnya, emosi gue selalu meledak tiap melihat kelakuan bodohnya? Kenapa dia bisa buat gue marah di suatu waktu dan khawatir di detik selanjutnya? Apa gue punya perasaan khusus untuknya? Nggak, nggak mungkin!Argh, dari mana pikiran konyol itu? Nggak mungkin gue suka cewek gila macam dia. Gue menggeleng kuat. Namun, semakin gue menyangkalnya, perasaan itu justru semakin mengganggu. Gue ingin mengabaikannya, tetapi bayangan cewek itu terus saja bercokol di kepala gue. Gue sudah berpikir, berpikir dan terus berpikir. Akan tetapi logika dan hati gue selalu berlawanan arah. Pikiran gue buntu. Akhirnya gue merutuki diri sendiri dan berusaha mengalihkan pikiran, menolak menelaah lebih jauh perasaan gue. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat Tomi dan Dara berlari mendekat. Menanyakan kondisi temannya yang masih berada di ruang operasi.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status