Beranda / Fiksi Remaja / FREL. / 9. Rencana terselubung

Share

9. Rencana terselubung

Penulis: malapalas
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kuhitung sudah tiga kali lebih aku menguap. Ngantuk banget. Ini gara-gara ide Kak Rian yang sungguh gila. Dara lebih gila lagi, mau aja nurutin saran Kak Rian. Padahal dari kemarin ia tolak mentah-mentah ide darinya.

 

Dan tadi, di pagi-pagi buta dengan seenak jidatnya Dara menggedor pintu rumahku kayak orang kesetanan, memaksaku mandi agar berangkat sekolah bersamanya.

 

"Hoooooaaaaaammm...." Sekali lagi aku menguap lebar dan kutepuk-tepuk mulutku.

 

Kujulurkan leher, melihat Dara yang masih di depan gerbang menunggu Tomi datang. Aku menghela napas panjang, lalu kulipat kedua tangan di atas meja sambil memandang Pak Satpam yang lagi asyik memakan roti holland pemberian Dara.

 

Lebih tepatnya, Dara dengan sengaja menyuap beliau supaya mengizinkan kami menunggu Tomi di sini.

 

Gleg!

 

Ini orang lagi doyan apa rakus, ya? Makan roti aja sampai belepotan gitu, ada remah-remah nempel di kumisnya segala.

 

"Mau, Non?" tanya Pak Satpam.

 

"Nggak deh, Pak. Saya udah kenyang. Silakan dilanjut makannya," ujarku ramah sambil tersenyum sopan.

 

Kenyang melihat bapak, maksudnya.

 

Kulihat jam di pergelangan tanganku. Masih pukul enam pagi. Mungkin lebih baik aku tidur sebentar sambil menunggu Tomi. Tapi sialnya, baru aja mata ini akan terpejam, tiba-tiba suara Dara mengagetkanku.

 

"Frel, Tomi udah datang!" teriak Dara dari luar dan berlari ke arah parkiran mobil.

 

Ck, batal deh, acara tidurku.

 

Akhirnya selepas berpamitan sama Pak Satpam dan tak lupa kuucapkan terima kasih, mau tak mau aku keluar dengan ogah-ogahan.

 

Kuseret kakiku menuju parkiran mobil menyusul Dara yang sudah ngacir duluan mengejar Tomi.

 

Parkiran masih kosong, hanya ada mobil Tomi terparkir paling depan.

 

Dari kejauhan ekspresi Tomi terlihat kesal, berkacak pinggang menghadap Dara yang sedang berbicara panjang lebar. Sampai kulihat raut wajah Tomi berubah kaget dengan mata melotot dan mulut menganga lebar.

 

"Apa? Lo gila ya, Ra? Sinting lo!" Sayup-sayup kudengar Tomi berteriak menghardik Dara.

 

"Udah deh turutin gue. Kenn kan sepupu lo, pasti maulah dia."

 

"Bukan masalah mau apa kagak, tapi masalahnya ada di otak lo! Lagian dapat dari mana lo ide nista kayak gitu?"

 

"Siapa lagi kalo bukan dari Kak Rian," sahutku begitu sampai didekat mereka.

 

Tapi benar juga, Kak Rian memang parah. Punya adik, bukannya diajari yang baik malah diajari yang nggak-nggak.

 

Usai mendengar jawabanku, Tomi hanya geleng-geleng kepala dan mengembuskan napas kasar. "Jadi, lo minta gue berangkat pagi-pagi cuma bahas ini, Ra?"

 

"Ayolah, Tom. Lo nggak kasian apa sama sahabat lo ini. Gue mau usaha dulu, Tom, soal berhasil apa nggak itu urusan belakangan."

 

"Ya, tapi kan bukan langsung gitu caranya, Ra. Harus ada step by step."

 

"Siapa tau setelah kejadian itu, Kenn langsung jatuh cinta sama gue."

 

"Ngayal lo," seru Tomi sambil menoyor kepala Dara. "Lagian gue tau siapa Kenn. Nggak segampang itu Kenn naksir cewek."

 

Wajah Dara terlihat seperti orang putus asa dan berubah loyo. Kasihan juga, sih.

 

"Udahlah Tom, turuti aja apa maunya. Toh Dara udah bilang mau nyoba dulu, kan?"

 

Tomi menghela napas. "Oke, gue bantu, Ra. Tapi jangan salahin gue kalo hasilnya nggak sesuai harapan lo."

 

Seketika wajah Dara berubah ceria lagi sambil mengangguk-anggukkan kepalanya penuh semangat.

 

***

 

Di kelas saat jam pelajaran berlangsung, Dara kumat lagi gilanya. Ia sibuk sendiri dengan dunianya. Tiba-tiba melamun sambil senyam-senyum, lalu tertawa nggak jelas. Terkadang ia membuat pola melingkar seperti benang kusut di bukunya sambil bergumam dan terkikik geli. Lebih parahnya lagi, tiap lima menit ia selalu menanyaiku soal jam, padahal ia sendiri sudah pakai jam tangan.

 

Karena ulah Dara, konsentrasiku buyar, nggak ada satu pun penjelasan dari guru yang nempel di otakku. Hingga akhirnya bunyi bel istirahat terdengar dan lagi-lagi hanya Dara-lah yang berteriak hore dengan suara paling kencang di kelas.

 

Semua murid menatap ke arah kami, sedangkan sang pelaku hanya meringis tanpa dosa.

 

Ya, Tuhan ... kesambet setan mana lagi nih anak! Ini pasti gara-gara cowok sialan yang duduk di belakangku.

 

"Frel, Tom, yuk, kita ke kantin. Kenn juga ikutan ya ..., laper banget, niih," ucap Dara sok manja.

 

Aku mencibir. Pinter banget cari alasan.

 

"Oh, ya, Tom, lo kan kemarin udah janji traktir gue. Lo nggak lupa, kan?" Untung aku masih ingat.

 

"Iya, gue ingat. Kita ke kantin sekarang, gue yang traktir."

 

Yeay ... kalau urusan traktir-mentraktir, mana bisa tahan!

 

Tomi merangkul bahuku, menggiring tubuh kecilku ke luar kelas. Tiap kali ada cewek mendekat, langsung kusemprot tanpa tedeng aling-aling, "Enyah! Hari ini Tomi nggak ada waktu buat kalian."

 

Tomi tergelak. "Parah lo. Kalo gini terus fans gue berkurang drastis, Frel."

 

"Bodo!"

 

Kutolehkan kepala ke belakang, kulihat tak henti-hentinya Dara berbicara bak sales panci yang mejeng di layar tv, sedangkan cowok yang ada di sampingnya tak sedikit pun merespons, diam tak ada ekspresi. Hanya sesekali gelengan dan anggukan.

 

Miris banget nasib Dara! Lagian, siapa suruh suka sama patung berjalan.

 

Sesampainya di kantin atas, suasana begitu ramai. Aku bingung mau duduk di mana. Tanganku ditarik Tomi berjalan menghampiri sebuah tempat duduk kosong di pojok sebelah kiri.

 

Sambil menunggu pesanan datang, aku sengaja mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin.

 

Dan di sanalah kulihat beberapa geng sedang asyik dengan obrolan aneh mereka. Aku bisa mendengar segerombolan gadis mulai berbisik-bisik. Membicarakan Tomi dan Kenn, tentunya. Ada yang menatapku sinis dan tersenyum mengejek. Bahkan dari tiga bangku tempat kami duduk, ada yang secara terang-terangan menatapku tajam dengan kilauan mata teramat jelas membenciku.

 

"Apa lo liat-liat!" Kupelototi cewek itu dengan jengkel. Seketika cewek itu menunduk dan sok pura-pura mengaduk jus di gelasnya, lalu meminumnya.

 

Mental cemen aja, sok berlagak nantang! 

 

"Biarin aja, Frel. Mereka tuh cuma iri sama kita berdua," tukas Dara.

 

Aku mendengkus kesal. Sejak insiden tanganku digandeng Kak Kevan menuju kantin, aku sebenarnya sudah sadar betul banyak cewek seantero sekolah mendadak memusuhiku. Tiap aku berjalan di sepanjang koridor sekolah, semua mata tertuju padaku. Tatapan sinis dan bengis selalu menghujaniku seperti singa kelaparan yang siap mencabik-cabik tubuhku. Tapi aku malas meladeni mereka kecuali mereka duluan yang ngajak ribut, seperti tadi, tatapan cewek itu sangat menggangguku. Ingin rasanya tadi kucolok matanya biar kapok.

 

Enak aja, emang aku salah apaan? 

Kenal aja, nggak! 

 

Kualihkan pandanganku ke arah dua cowok di depanku. Tomi tertawa kejer, sedangkan Kenn duduk bersandar dengan elegan bagaikan seorang casanova sejati yang melipat tangan dan menumpukan pergelangan kaki kanan di atas lutut kirinya, ia menatapku tajam sembari tersenyum sinis padaku.

 

Kunaikkan sebelah alisku. "Lo juga, ngapain liat-liat gue?"

 

"Dasar bodoh. Lawan badan segede kacang atom aja nggak berani," celetuk Kenn dengan muka yang pengin ditonjok.

 

"APA LO BILANG??!" Demi apa pun, ini cowok ngeselin banget, rasanya tuh pengin nelan dia hidup-hidup.

 

"Udah dong berantemnya. Kalian nggak capek apa berantem terus?" protes Dara.

 

"Dia tuh, Ra, yang mulai. Masa gue dibilang kacang atom? Ngeselin, kan?"

 

Seketika tawa mereka pecah. Dara dan Tomi fix ngetawain aku. Aku makin dongkol, tapi nggak bisa berbuat apa-apa.

 

"Oh, ya, nanti malam kalian bertiga gue undang ke restoran nyokap gue. Datang, ya?" ujar Tomi.

 

Aku diam nggak berkomentar.

 

"Woooaah, yang bener? Emang ada acara apaan, Tom?" tanya Dara antusias. Tubuhnya pun ikut maju menabrak meja di depannya.

 

Ck, akting alay gitu, mana ada yang percaya.

 

"Ada deh, pokoknya kalian harus datang. Jam 7 nggak boleh telat."

 

Aku masih menikmati makananku dengan santai. Tiba-tiba ada yang menyenggol sikuku. Aku menoleh ke samping, Dara melotot ke arahku.

 

"Apa?" tanyaku pura-pura polos.

 

Sedetik kemudian rasanya kakiku diinjak Dara dengan keras. Aku memekik dan mendapat pelototan kedua kalinya.

 

Aku mengembuskan napasku kasar. Males banget sebenarnya ikut sandiwara mereka berdua apalagi menyangkut soal cowok sialan itu.

 

Tapi, jika dipikir-pikir boleh juga aku ikut berpartisipasi, kan demi balas dendam.

 

"Oh, tentu, Tom. Gue pasti datang kok, apalagi kalo ada bau gratisan," sahutku dan menyengir lebar.

 

Kulirik Kenn, ia terlihat berdecak pelan mencemoohku. Aku melengos sewot. Biarin!

 

"Tenang aja, Frel. Nanti malam lo bisa makan sepuasnya. Gue juga punya kejutan buat kalian semua. Terutama lo, Kenn."

 

Aku menunduk sambil menyeringai iblis.

 

Mampus lo, Kenn!

 

Nggak sabar rasanya pengin cepat-cepat pulang dan menyaksikan pertunjukan ini nanti malam.

 

...............................***...............................

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tami Andriani
penasaran...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • FREL.   10. Persiapan

    Untuk acara malam ini aku memilihdresssantai warna hitam selutut lengan pendek, kupadukansneakersputih kesayanganku dan jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Rambut panjang hitam lurusku, aku biarkan tergerai untuk menambah kesan manis pada gaya busanaku.Aku paling nggak suka dandanan terlalu ribet dan ramai. Aku lebih sukasimpletapi tetapelegant. Seperti ini,girlynamun tetap tampakcasual.Kutolehkan kepala ke kanan, tepat di sampingku ada Dara yang semobil denganku. Ia terlihat melepas jaket yang sebelumnya menutupi beberapa bagian tubuhnya.Kupandangi Dara dari ujung kaki sampai atas. Dahiku berkerut dan sontak melotot setelah melihat penampilan Dara.Ia memakaihigh heelssuper tinggi, tas tangan kecil be

  • FREL.   11. Mendekati Rencana

    Kupandangi restoran mewah di depanku. Restoran 3 lantai dan tiap lantai mempunyai ruangan khusus masing-masing.Lantai 1, ada dapur dan tempat makan bernuansa anak muda.Lantai 2, khusus family room, ruangan dengan nuansa santai penuh kekeluargaan.Lantai 3, ruangan dengan tampilan eksklusif dalam tatanan interior mewah, ditujukan untuk kalangan profesional yang hendak menjamu rekan bisnisnya atau bahkan menyelenggarakan kegiatan meetinginternal perusahaan yang ruangannya bisa mencapai kapasitas 50 orang lebih.Meskipun sudah beberapa kali datang kemari, tapi tetap aja responsku tak pernah berubah. Takjub danwow ... amazing. Nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata.Aku masih ingat pertama kali datang kemari, sungguh memalukan. Memakai sandal jepit dan kaus oblong dengan tatanan rambut awut

  • FREL.   12. Rencana Dimulai

    "Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!" Aku dan Dara berteriak sekencang-kencangnya begitu kami masuk ke dalam ruangan.Aku mengusap dadaku yang hampir jantungan karena kaget.Tomi benar-benar sialan! Ia sengaja menunggu kami di balik pintu dengan memakai topeng Ghostface untuk menutupi wajahnya.Siapa coba yang nggak takut kalau topengnya seseram itu?Melihat topeng Ghostface, membuatku selalu teringat film horor "Scream", di mana ceritanya sang pembunuh memakai topeng Ghostface dalam setiap melakukan aksi untuk menutupi jati dirinya.Tadinya kukira kami yang akan menjadi korban pembunuhan selanjutnya. Hiiii ... amit-amit!Tomi malah tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya sambil membungkuk. Mengguncangkan bahunya sedemikian rupa akibat tawa pecahnya. Dara tidak tinggal diam, ia langsung memukuli Tomi dengan tas kecil yang i

  • FREL.   13. Perjalanan Bersama Kenn

    "Kenn, tungguin gue!""Gue ngasih tau lo, bukan berarti lo harus ngekorin gue.""Tapi gue terpaksa ngekorin lo, Kenn.""Lo pikir gue peduli?" Aish, mulai lagi mulutnya!Nggak tahu apa, ngejar dia itu sama aja kayak ngejar Hulk, satu langkah bagiku sama seperti sekilo jauhnya."Tunggu...!" teriakku sambil megap-megap kehabisan napas.Kenn berhenti dan berbalik menatapku. "Apa lagi?""Gu-gue capek ngejar lo. Jangan cepat-cepat dong jalannya.""Ck, siapa suruh punya badan kecil. Udah cepetan mau ngomong apa?"Emangnya gue mau apa, punya badan kecil gini!"G-gue ... eee ... gueee...." Tanpa sadar kedua jari telunjukku sudah terangkat main sundul-sundulan kayak magnet. Kebiasaan yang belum bi

  • FREL.   14. Terungkap

    Acara mandi selesai, aku pun sudah minum obat flu. Dan saat ini kami berdua duduk berhadapan di ruang makan sambil menunggu kakek nenek membuat minuman hangat. Tampak Kenn juga sudah berganti pakaian santai milik kakek.Kuambil kotak berisi berbagai macam obat dan kuserahkan pada Kenn yang sejak tadi melihat ke arah dapur."Gue nggak sakit," ucapnya ketus.Mulai lagi! Perlu dilakban nih, mulutnya. Memangnya siapa yang tanya? Ck, sok ke-PD-an banget."Terserah lo, deh. Gue cuma ngikutin perintah nenek," sahutku, kesal.Akhirnya kuletakkan kotak obat itu ke atas meja tepat di depannya. Kenn tetap diam, masih menatap dapur dengan serius. Kadang ia ikut tersenyum ketika menyaksikan kakek dan nenek saling suap-suapan singkong rebus.Kenapa nih, cowok? Jangan-jangan karena kena rayuan nenek. Hebat banget nenek bisa

  • FREL.   15. Dara Mengungsi

    Aku sampai di sekolah pukul 06.20. Sengaja aku berangkat lebih pagi supaya bisa bertemu dengan Dara di sekolah, tapi apa yang aku dapat, kelas kosong melompong tak berpenghuni.Aku duduk di bangkuku dan mengembuskan napas panjang.Sekali lagi kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan kelas, namun tak ada tanda kehidupan sama sekali. Hanya berderet bangku kosong tanpa pemiliknya.Mendadak aku teringat kejadian tadi pagi. Kukira aku hanya mimpi buruk saat peristiwa Kenn berada di rumahku semalam. Ternyata usai bangun tidur, aku disambut dengan ucapan nenek yang masih terngiang di kepalaku."Oh, ya, Frel, si ganteng nggak jadi menginap di sini. Setelah kamu pamit tidur, si ganteng juga pamit pulang," ujar nenek lemas sambil mengembuskan napasnya dengan lebay.Si ganteng?Dahiku mengernyit bingung. Aku masih ng

  • FREL.   16. Hukuman

    Setelah Bu Sari masuk ke dalam kelas dan mengucapkan salam, beliau langsung memberikan ulangan untuk bab I yang telah dibahas kemarin."Masukkan semua buku catatan kalian ke dalam tas masing-masing. Di atas meja hanya ada kertas kosong dan alat tulis." Bu Sari mengedarkan pandangan ke kami semua. "Kita ulangan hari ini."JDER!"Huuuuuuuuuuu...." Ruang kelas menjadi gaduh oleh suara protes dan umpatan kecewa."Nggak ada bantahan!""Tapi Bu, harusnya kan info dulu kalau mau ulangan," protes Adam, tak terima."Betul itu, Bu. Harusnya ada pemberitahuan terlebih dahulu, biar kami bisa siapin, Bu," sahut Udin membenarkan."Maksudnya Udin pasti belum siapin kertas contekan tuh, Bu," potong Daniel, teman sebangku Udin sebelumnya. Karena wajah hitam dan perut gendutnya, kami sering

  • FREL.   17. Penjelasan Tentang Kenn

    Kalian pasti menunggu penjelasan yang sudah aku dengar dari mulut Tomi, kan?Oke, akan aku ceritakan sekarang!Kalian masih ingat nggak mengenai hukuman yang diberikan Bu Sari, kemarin?Bukan hanya aku yang dapat hukuman, melainkan ada sembilan orang. Dan kalian harus tahu, bahwa hukuman kemarin itu semua gagal total.Ya. GAGAL TOTAL SAUDARA-SAUDARA!Kalian mau tahu karena siapa? Yup, betul. Semua karena ulah Udin dan teman-teman sekelas.Hukuman kemarin itu merupakan hukuman terberisik, menurutku. Hukuman yang seharusnya dilakukan dengan patuh dan tenang, ini malah pada ribut semua seperti ibu-ibu yang lagi nawar barang dagangan."Lo sih, Dam, gue udah bilang lo yang bagian jaga, lo nggak mau nurut. Ya, kayak gini jadinya." Andika menggerutu sambil menonjok-nonjok tembok dengan kepalan tangannya."

Bab terbaru

  • FREL.   84. BONUS (Surat Cinta dari Mama)

    Semilir angin, hijaunya pepohonan, serta kicauan burung seakan menyambutku tiap aku datang kemari. Seolah mereka menyapaku dengan salam terindah yang begitu manis.Aku berlari riang ke tempat yang lebih tinggi. Mataku terpejam, terbuai oleh rasa damai yang menentramkan jiwa. Kurentangkan kedua tangan, lalu kuhirup udara sebanyak-banyaknya. Bibir ini sontak tertarik ke atas saat udara segar telah memasuki paru-paruku."Lo kayaknya senang banget tiap gue ajak ke sini." Suara itu memecah kesunyian dalam beberapa menit terakhir.Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Karena di sini gue merasa tenang.""Emang sama gue, lo nggak tenang?" Ia menatapku lekat. Tanpa senyum."Ya ..., t-t-tenang." Mendadak aku gelagapan. Aku mencoba berpikir cepat. "Cuma di sini suasananya lebih damai. Bikin betah. "Ia masih me

  • FREL.   83. TAMAT

    Salah satu pelayan restoran menyambutku dan mengantarku berjalan menuju ke dalam. Semakin masuk, aku makin tidak mengerti. Bukannya berhenti di salah satu ruangan, pelayan itu malah tetap mengajakku melangkah terus sampai tiba di sebuah tempat bagian belakang restoran. Dan anehnya, di sini semua gelap tanpa penerangan apa pun.Aku berpaling pada pelayan restoran, melemparkan tatapan bertanya. Bukannya menjawab, ia justru memintaku menutup mata untuk beberapa saat. Walaupun masih banyak tanda tanya di kepala, tetapi tak urung aku melakukannya juga.Kupejamkan mata sambil menghitung waktu. Dalam enam puluh detik, aku sudah mendengar aba-aba membuka mata. Aku menoleh pada pelayan itu dan bertanya, "Apakah ada instruksi lain lagi?" Ia menggeleng dan tersenyum sopan, mempersilakanku maju dan menunjuk sesuatu di depan kami.Mataku melebar dan mulutku menganga dalam detik itu juga. Apa yang terdapat di

  • FREL.   82. Bersama Lagi

    Kami berdiri di depan sebuah restoran besar dan mewah. Dari sini, lampunya masih tampak menyala semua, tetapi rasanya sangat sepi. Mungkin karena permintaan Kenn, restoran ini sengaja dikosongkan.Aku dan Dara maju bermaksud mencapai pintu, namun sebelum itu terjadi tiba-tiba dari balik tiang besar yang berada di sisi kiri pintu masuk, Tomi keluar bersama seseorang yang tak asing bagiku.Mataku membola disertai rasa setengah tak percaya. Kututup mulutku begitu melihat jelas sosok cewek yang kini berjalan mendekat ke arahku. Seperti biasanya, ia sangat cantik dan anggun."Sasha, kan?" tanyaku, memastikan dengan mengacungkan jari telunjuk. Ia mengangguk. "Beneran? Sasha yang gampar Tomi pakai kamus?"Sekali lagi Sasha mengangguk sembari tersenyum geli, sedangkan Tomi melotot kejam ke arahku.Tanpa menanggapi Tomi, aku langsung berlari memel

  • FREL.   81. Surat Kak kevan

    'Untukmu,Cahaya dan napasku.Hidup membawaku pada sebuah misteri yang tak pernah kutahu jawabnya. Memberikan sepercik rasa dan asa namun sekejap hilang tanpa jejak. Memaksaku untuk melupakan seberkas cahaya hangat yang pernah menjadi milikku, dan harus rela menerima apa yang telah digariskan.Memangnya sekuat apa diriku? Memangnya, sebesar apa hati bisa menguasai diri? Jika akal berbicara, apakah hati juga diharuskan menerima? Lalu, untuk apa cahaya itu mendekat jika nyatanya tidak memberikan keleluasaan dalam alur napasku?Semua perasaan ini sangat menyiksaku. Berulangkali mencoba meyakinkan diri dan menghibur diri sendiri agar bisa kuat menerima takdir kita. Namun, sekuat apa pun aku berusaha, hatiku tetap sama. Masih mencintaimu sebagai gadisku yang dulu.Alam menunjukkan banyak peristi

  • FREL.   80. Akan Ada Akhir

    Tahu-tahu terdengar Abel bersorak girang. "Yeayy ... Kak Frel dan Kak Kenn mulai sekarang jagain Abel teruuuuus. Kak Reno di atas pasti senang liat Abel ada yang jagain. Horeeeeyyy...." Abel berteriak dan bertepuk tangan heboh. Aku dan Kenn ikut tertawa melihatnya."Di luar udah banyak yang nunggu. Ayo, waktunya pulang." Kenn menggenggam jemariku dan mengajakku keluar."Freeeeeeel...!" Baru aja pintu dibuka Kenn, Dara menerjang dan memelukku. "Gue senang akhirnya lo udah bebas.""Bebas? Lo pikir gue habis dipenjara!" Aku melotot, pura-pura marah.Dara cengengesan sembari meminta maaf. Sesudah itu Dara mengenalkanku dengan anak kecil bernama Dito—adiknya Kak Ari—yang usianya dua tahun di atas Abel.Sebenarnya sudah sering kali Dara bercerita tentang Dito. Mungkin aku belum pernah kasih tahu kalian siapa itu Dito, tapi yang jela

  • FREL.   79. Bangkit

    "Hai." Tiba-tiba Kenn memasuki ruangan dan menyapaku dengan suara seraknya.Aku tersenyum menyambutnya. "Hai, Kenn."Ketika aku mencoba duduk, dengan sigap Kenn membantuku dan mengatur bantal untuk sandaran punggungku.Ia kemudian duduk di sebelahku, tanpa senyum sedikit pun. "Gimana perasaan lo sekarang, setelah lima hari berturut-turut menolak gue temui?"Aku tersenyum getir. "Bukan hanya lo, Kenn, tapi semuanya.""Selama lo koma, gue kayak orang gila. Setiap hari gue ketakutan lo nggak akan membuka mata lagi. Gue takut, lo bakal pergi ninggalin gue kayak Hendra," ucap Kenn. "Dan saat lo siuman, dengan seenaknya lo melarang gue masuk. Lo udah berhasil bikin gue nyaris gila beneran." Kenn tertawa hambar meskipun terdengar pelan.Sementara aku sontak terdiam. Kugigit bibir bawahku. Semenjak aku siuman, memang

  • FREL.   78. Keajaiban

    Kalian percaya tentang keajaiban Tuhan? Jujur, dulu aku nggak pernah percaya dengan yang namanya keajaiban. Aku selalu merasa keajaiban itu hanya untuk orang-orang tertentu, dan itu bukan untukku.Akan tetapi, aku salah. Semua yang aku pikirkan selama ini salah besar.Suatu hari aku bermimpi bertemu nenek dan kakek. Kami duduk di suatu tempat yang sangat sepi juga asing, tapi bagiku begitu tenang. Aku tidur-tiduran di antara mereka berdua dengan posisi kepalaku di atas paha nenek, sedangkan kakiku dipijat oleh kakek.Kami bercerita banyak hal, atau lebih tepatnya akulah yang selalu melemparkan pertanyaan pada mereka."Kek, pintu di rumah rusak lagi. Tiap dibuka bunyinya berisik banget kayak biasanya. Kata kakek mau benerin, kok sampai sekarang belum, Kek?""Sekarang kakek nggak bisa, mintalah tolong sama Nak Kenn. Dia anak yang baik," jaw

  • FREL.   77. Kenn (3)

    Faktanya, kemauan tak pernah bisa sejalan dengan perasaan. Gue menghindar, bersikap dingin setiap berpapasan dengannya, tapi bukan berarti gue nggak mau peduli lagi padanya.Diam-diam tanpa sepengetahuan dia, gue tetap mengawasi pergerakannya dalam jarak aman. Memperhatikan tingkah bodohnya menyiksa diri sendiri di sekolah. Hingga sampai pada kabar dari Tomi mengenai kakek dan neneknya yang meninggal karena tabrak lari. Menghilangkan gengsi, gue langsung pergi mencarinya.Gue mencari ke segala tempat yang belum didatangi Tomi dan Dara. Gue panik, sampai-sampai gue beberapa kali berputar-putar di area yang sama. Gue mengumpat kasar, merutuki kebodohan gue. Hingga satu nama itu terlintas di kepala gue.Kevan.Seketika gue menelepon Pak Ahmad meminta data alamat Kevan dan segera melesat ke rumahnya. Di sana gue dikejutkan kenyataan kebenaran hubungan Kevan dan Frel.

  • FREL.   76. Kenn (2)

    Gue berpikir keras. Mengapa setiap kali gue berada di dekatnya, emosi gue selalu meledak tiap melihat kelakuan bodohnya? Kenapa dia bisa buat gue marah di suatu waktu dan khawatir di detik selanjutnya? Apa gue punya perasaan khusus untuknya? Nggak, nggak mungkin!Argh, dari mana pikiran konyol itu? Nggak mungkin gue suka cewek gila macam dia. Gue menggeleng kuat. Namun, semakin gue menyangkalnya, perasaan itu justru semakin mengganggu. Gue ingin mengabaikannya, tetapi bayangan cewek itu terus saja bercokol di kepala gue. Gue sudah berpikir, berpikir dan terus berpikir. Akan tetapi logika dan hati gue selalu berlawanan arah. Pikiran gue buntu. Akhirnya gue merutuki diri sendiri dan berusaha mengalihkan pikiran, menolak menelaah lebih jauh perasaan gue. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat Tomi dan Dara berlari mendekat. Menanyakan kondisi temannya yang masih berada di ruang operasi.

DMCA.com Protection Status