Home / Fiksi Remaja / FREL. / 8. Misi Baru

Share

8. Misi Baru

Author: malapalas
last update Last Updated: 2021-10-20 13:00:37

Selagi Dara asyik menonton drama kesukaannya, aku menyelinap naik ke lantai atas menemui Kak Rian. Aku mengetuk pelan pintu kamarnya dan dari dalam terdengar suara yang menyuruhku masuk.

 

"Hai, Kak Rian...," sapaku dengan senyum manis terpampang di wajah.

 

"Sini, Frel," ujar Kak Rian sembari tersenyum.

 

Aku menatap Kak Rian yang sedang serius membaca beberapa tumpukan berkas di meja kerjanya. Aku mencoba mendekat. "Sibuk, ya, Kak?"

 

"Hmm, lumayan. Ada apa, Frel?" tanya Kak Rian balik setelah melihatku sekilas.

 

Kak Rian kembali menghadap tumpukan berkas itu, sesekali menandatangani beberapa lembar kertas. Dahiku berkerut ketika melihat Kak Rian yang baru pulang kerja tapi sudah bergelut lagi dengan pekerjaannya.

 

Harusnya masih ada dua jam lagi kan, sebelum waktu pulang Kak Rian dari kantor? Apa karena permintaan gue tadi, ya?

 

Aku berusaha menepis semua pemikiranku, kemudian berjalan dan duduk di ranjang dekat meja kerja Kak Rian.

 

"Ya, nggak ada apa-apa, Kak. Masa harus ada apa-apa dulu baru boleh ngomong sama Kak Rian," ucapku sebal sambil meraih sebuah guling di ranjang, lalu kupeluk erat.

 

Kak Rian tersenyum geli lalu menyeret kursi yang tadi ia duduki dan meletakkan di depanku. Ia duduk menatapku dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya.

 

"Kalo nggak ada apa-apa, terus ngapain tadi kalian berantem segalaaa...," ujar Kak Rian seraya menarik kedua pipiku gemas, membuatku meringis kesakitan.

 

"Kalo soal itu sih, emm ... tapi sebelum gue cerita, gue mau minta maaf sama Kak Rian." Kulihat Kak Rian mengangkat sebelah alisnya meminta penjelasan. "Emm, i-itu ... ehm."

 

Aku mendadak gugup. Kuingat-ingat, ini kali kedua aku dikuasai rasa bersalah luar biasa pada Kak Rian. Dulu, waktu Kak Rian heboh mencari ikan kesayangannya hilang di akuarium, akulah dalang yang sengaja mengambil ikannya lantas kuserahkan ke kucing saat aku temukan tanpa sengaja di tengah jalan, yang hampir tewas dilindas truk.

 

"Kak, maaf, ya. Gara-gara gue, Kak Rian harus pulang kantor lebih awal. Padahal maksud gue di W******p tadi itu beli martabaknya saat pulang kerja aja, nggak mesti buru-buru kayak gini," ucapku penuh penyesalan.

 

"Jadi karena itu?"

 

Aku menunduk lalu mengangguk pelan.

Kak Rian seketika tergelak. "Gue kirain apaan. Lo, Frel, nggak usah berlagak sok melankolis di depan gue. Tampang lo itu nggak cocok. Sama kayak Dara. Kalian itu pantesnya cekakak-cekikik kayak ABG labil di luar sono, noh."

 

Aku memasang muka cemberut. "Kok ABG labil sih, kak?"

 

"Lo nggak nyadar? Kalian itu tiap ketemu kerjaannya selalu gosipin cowok cakep sama nyari misi buat nembak. Nah, kalo bukan ABG labil, terus apa?" terang Kak Rian, lantas menyentil dahiku yang langsung kuusap-usap dengan kesalnya.

 

"Huh, emang yang biasa ngasih opsi nembak cowok, itu siapa coba," gerutuku tak terima dan dibalas dengan tawa yang lebih membahana lagi.

 

Kak Rian kalau nggak ada kerjaan, biasanya sering ikut nimbrung. Nggak jarang ia malah kasih solusi buat kami cara untuk menembak cowok yang hasilnya kebanyakan gagal total. Kadang aku sempat mikir, Kak Rian sepertinya memang sengaja membuat kami malu dengan ide-ide gilanya yang norak dan aneh itu, tapi lebih anehnya lagi, kami selalu melaksanakan semua perkataannya.

 

"Makanya jadi orang itu jangan banyak GR. Lagian sebelum lo kirim pesan, rencananya emang gue pengin pulang lebih awal buat melajari itu semua," ujar Kak Rian sambil nunjuk tumpukan berkas tersebut.

 

Oh, syukur, deh. Untung bukan karena aku. Akhirnya aku menceritakan semua yang terjadi di antara aku dan Dara. Tentang pertemuanku dengan Kak Kevan, tentang Dara yang naksir berat sama Kenn, bagaimana hebohnya Dara saat berkenalan dengan Kenn, tentang beberapa rencananya yang selalu gagal sebelum terlaksana, hingga adegan aku yang nggak sadar ninggalin Dara demi Kak Kevan dan berakhir Dara ngambek di sepanjang jam pelajaran.

 

Setengah jam, dua belas menit dan dua puluh detik, aku cerita panjang lebar tentang semua yang sudah terjadi belakangan ini antara aku dan Dara.

 

Sesuai yang aku duga Kak Rian terbelalak, lalu tertawa super kencang. "Bahahahahahahaha...."

 

Sialan! Bukannya prihatin malah ketawa, lagi!

 

Kak Rian pindah ke sebelahku dan berguling-guling di sana sambil memegangi perutnya. Tiba-tiba Dara datang dan mengempaskan pintu dengan kencang. Napasnya memburu, wajahnya menunjukkan amarah yang meluap-luap.

 

"DIEM LO, SETAN! GUE DENGER SEMUA!!"

 

Tawa Kak Rian semakin keras, sementara Dara maju dengan langkah lebar, menyambar bantal terdekat dan memukul kepala Kak Rian.

 

BUGH!

 

"Adaw,  sakit, woyy!"

 

"Rasain, siapa suruh lo ngetawain gue."

 

BUGH!

 

"Wadow ... sakit, Ra!"

 

Kak Rian berguling ke samping, menutup kepalanya dengan kedua tangan, sedangkan Dara tak kalah gesitnya, ia selalu bisa mengikuti pergerakan Kak Rian dan berkali-kali bantal itu tepat sasaran.

 

BUGH! BUGH!

 

"Woy, gue ini abang, lo. Gue kutuk jadi jomblo seumur hidup, mau?!"

 

"Punya nyali lo mau ngutuk gue, hah! Dasar kodok jelek!"

 

"Oke, oke, sorry. Gue nggak bakalan ngetawain lo lagi. Sekarang berhenti mukulin kakak, berasa maling aja gue," lanjut Kak Rian.

 

Dara langsung berhenti dari aksinya. "Sekali lagi lo ngetawain gue, bukan bantal lagi yang bicara, tapi ini, nih. Mau?" sahut Dara melotot sambil nunjukin kepalan tangannya ke wajah Kak Rian.

 

Kak Rian hanya mampu menggelengkan kepala dan berusaha menahan tawanya.

 

"Kalian mau nggak gue kasih tips buat nembak gebetan lo pada?" tanya Kak Rian kemudian, kali ini wajahnya tampak serius.

 

Aku mencibir. "Paling-paling idenya itu-itu aja."

 

"Kali ini beda, Frel. Ide kali ini lebih kreatif dan bakalan berhasil. Gue jamin! Gimana?" ujar Kak Rian seraya menaikturunkan kedua alisnya.

 

Kalau aku sih nggak minat, lagian stok ide untuk mendapatkan Kak Kevan masih banyak berkeliaran di kepala. Tinggal tunggu tanggal mainnya aja. Dara lain lagi, matanya langsung ijo begitu mendengar kata "ide" dan "berhasil".

 

Dan terbukti, nggak ada beberapa menit Dara sudah melompat dan memeluk Kak Rian dengan semangatnya, sampai-sampai Kak Rian hampir terjengkang ke belakang.

 

"Wow, wow, woww ...  slow aja, kali. Minat amat lo!"

 

"Ide apaan? Gue mau, gue mau," serbu Dara.

 

"Eits, tapi ada syaratnya." Kak Rian tersenyum jahil.

 

"Apaan sih, pakai acara syarat segala? Cepetan!" 

 

"Lo harus minta tolong sambil merayu kakak lo yang super ganteng ini."

 

Hahaha ... nggak nyangka, kakak adik ternyata sama-sama narsis.

 

Dara sontak melotot selebar-lebarnya. "NAJIS!"

 

"Ya, udah kalo nggak mau. Yang rugi bukan gue." Kak Rian berdiri berniat pergi, tapi tiba-tiba suara Dara menghentikannya.

 

"Oke, gue mau," sahut Dara.

 

Seketika Kak Rian berbalik dan menatap Dara dengan seringaian licik muncul di bibirnya. "Gue tunggu, jangan lupa harus ada kata kakak."

 

Dara menghela napas pasrah. "Kak Riiiaaan, kasih tau dong gimana caranya, kan kakak adalah kakak terbaik dan terganteng sedunia. Ya, ya ya...?" rayu Dara, suaranya lembut sengaja dibuat-buat.

 

Begitu melihat Kak Rian hanya diam dan berlagak mikir, Dara geram lalu kembali ke sifat aslinya. "TUNGGU APA LAGI? CEPETAAAN!"

 

Tanpa terpengaruh teriakan Dara, Kak Rian kini mengubah posisinya dengan memiringkan kepala sambil telunjuk tangan ia ketuk-ketukkan ke dagu.

 

"Masih kurang. Kata tersayang dan tercinta belum ada."

 

Bwahahahaha!

 

Mau tahu seperti apa wajah Dara sekarang? Kalian bisa bayangin wajah orang yang kena ambeien. Persis banget. Ingin rasanya aku tertawa sekeras-kerasnya. Namun aku masih punya akal sehat, daripada kena amukan Dara, mending aku cari amannya aja.

 

"Kakaaak, bagi tipsnya doong. Kan Kak Rian selain kakak terganteng, kakak juga kakak tercinta, tersayang, terpintar, termanis, dan terhebaaaat," tutur Dara dengan menekankan di tiap kata "kakak" dan menampilkan senyuman semanis mungkin.

 

Tanpa sepengetahuan Kak Rian, Dara melengos ke samping dan bergaya seakan-akan mau muntah. Aku terkikik geli melihatnya.

 

"Oke, udah cukup. Sini, gue kasih tau!"

 

Aku ikut mendekat bersama Dara. Entah mengapa perasaanku nggak enak.

 

Dan terbukti, setelah Kak Rian selesai bicara, mata kami melotot layaknya di film-film kartun begitu mendengar semua ide darinya. Ingin rasanya aku menendang bokong Kak Rian sekarang juga.

 

Aku dan Dara saling bertatapan sebentar dan seperti koor kami berteriak bareng, "APAA??"

 

...........................***.....................  

 

Related chapters

  • FREL.   9. Rencana terselubung

    Kuhitung sudah tiga kali lebih aku menguap. Ngantuk banget. Ini gara-gara ide Kak Rian yang sungguh gila. Dara lebih gila lagi, mau aja nurutin saran Kak Rian. Padahal dari kemarin ia tolak mentah-mentah ide darinya.Dan tadi, di pagi-pagi buta dengan seenak jidatnya Dara menggedor pintu rumahku kayak orang kesetanan, memaksaku mandi agar berangkat sekolah bersamanya."Hoooooaaaaaammm...." Sekali lagi aku menguap lebar dan kutepuk-tepuk mulutku.Kujulurkan leher, melihat Dara yang masih di depan gerbang menunggu Tomi datang. Aku menghela napas panjang, lalu kulipat kedua tangan di atas meja sambil memandang Pak Satpam yang lagi asyik memakan roti holland pemberian Dara.Lebih tepatnya, Dara dengan sengaja menyuap beliau supaya mengizinkan kami menunggu Tomi di sini.Gleg!Ini orang lagi doyan apa raku

    Last Updated : 2021-10-20
  • FREL.   10. Persiapan

    Untuk acara malam ini aku memilihdresssantai warna hitam selutut lengan pendek, kupadukansneakersputih kesayanganku dan jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Rambut panjang hitam lurusku, aku biarkan tergerai untuk menambah kesan manis pada gaya busanaku.Aku paling nggak suka dandanan terlalu ribet dan ramai. Aku lebih sukasimpletapi tetapelegant. Seperti ini,girlynamun tetap tampakcasual.Kutolehkan kepala ke kanan, tepat di sampingku ada Dara yang semobil denganku. Ia terlihat melepas jaket yang sebelumnya menutupi beberapa bagian tubuhnya.Kupandangi Dara dari ujung kaki sampai atas. Dahiku berkerut dan sontak melotot setelah melihat penampilan Dara.Ia memakaihigh heelssuper tinggi, tas tangan kecil be

    Last Updated : 2021-10-20
  • FREL.   11. Mendekati Rencana

    Kupandangi restoran mewah di depanku. Restoran 3 lantai dan tiap lantai mempunyai ruangan khusus masing-masing.Lantai 1, ada dapur dan tempat makan bernuansa anak muda.Lantai 2, khusus family room, ruangan dengan nuansa santai penuh kekeluargaan.Lantai 3, ruangan dengan tampilan eksklusif dalam tatanan interior mewah, ditujukan untuk kalangan profesional yang hendak menjamu rekan bisnisnya atau bahkan menyelenggarakan kegiatan meetinginternal perusahaan yang ruangannya bisa mencapai kapasitas 50 orang lebih.Meskipun sudah beberapa kali datang kemari, tapi tetap aja responsku tak pernah berubah. Takjub danwow ... amazing. Nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata.Aku masih ingat pertama kali datang kemari, sungguh memalukan. Memakai sandal jepit dan kaus oblong dengan tatanan rambut awut

    Last Updated : 2021-10-20
  • FREL.   12. Rencana Dimulai

    "Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!" Aku dan Dara berteriak sekencang-kencangnya begitu kami masuk ke dalam ruangan.Aku mengusap dadaku yang hampir jantungan karena kaget.Tomi benar-benar sialan! Ia sengaja menunggu kami di balik pintu dengan memakai topeng Ghostface untuk menutupi wajahnya.Siapa coba yang nggak takut kalau topengnya seseram itu?Melihat topeng Ghostface, membuatku selalu teringat film horor "Scream", di mana ceritanya sang pembunuh memakai topeng Ghostface dalam setiap melakukan aksi untuk menutupi jati dirinya.Tadinya kukira kami yang akan menjadi korban pembunuhan selanjutnya. Hiiii ... amit-amit!Tomi malah tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya sambil membungkuk. Mengguncangkan bahunya sedemikian rupa akibat tawa pecahnya. Dara tidak tinggal diam, ia langsung memukuli Tomi dengan tas kecil yang i

    Last Updated : 2021-10-20
  • FREL.   13. Perjalanan Bersama Kenn

    "Kenn, tungguin gue!""Gue ngasih tau lo, bukan berarti lo harus ngekorin gue.""Tapi gue terpaksa ngekorin lo, Kenn.""Lo pikir gue peduli?" Aish, mulai lagi mulutnya!Nggak tahu apa, ngejar dia itu sama aja kayak ngejar Hulk, satu langkah bagiku sama seperti sekilo jauhnya."Tunggu...!" teriakku sambil megap-megap kehabisan napas.Kenn berhenti dan berbalik menatapku. "Apa lagi?""Gu-gue capek ngejar lo. Jangan cepat-cepat dong jalannya.""Ck, siapa suruh punya badan kecil. Udah cepetan mau ngomong apa?"Emangnya gue mau apa, punya badan kecil gini!"G-gue ... eee ... gueee...." Tanpa sadar kedua jari telunjukku sudah terangkat main sundul-sundulan kayak magnet. Kebiasaan yang belum bi

    Last Updated : 2021-10-21
  • FREL.   14. Terungkap

    Acara mandi selesai, aku pun sudah minum obat flu. Dan saat ini kami berdua duduk berhadapan di ruang makan sambil menunggu kakek nenek membuat minuman hangat. Tampak Kenn juga sudah berganti pakaian santai milik kakek.Kuambil kotak berisi berbagai macam obat dan kuserahkan pada Kenn yang sejak tadi melihat ke arah dapur."Gue nggak sakit," ucapnya ketus.Mulai lagi! Perlu dilakban nih, mulutnya. Memangnya siapa yang tanya? Ck, sok ke-PD-an banget."Terserah lo, deh. Gue cuma ngikutin perintah nenek," sahutku, kesal.Akhirnya kuletakkan kotak obat itu ke atas meja tepat di depannya. Kenn tetap diam, masih menatap dapur dengan serius. Kadang ia ikut tersenyum ketika menyaksikan kakek dan nenek saling suap-suapan singkong rebus.Kenapa nih, cowok? Jangan-jangan karena kena rayuan nenek. Hebat banget nenek bisa

    Last Updated : 2021-10-21
  • FREL.   15. Dara Mengungsi

    Aku sampai di sekolah pukul 06.20. Sengaja aku berangkat lebih pagi supaya bisa bertemu dengan Dara di sekolah, tapi apa yang aku dapat, kelas kosong melompong tak berpenghuni.Aku duduk di bangkuku dan mengembuskan napas panjang.Sekali lagi kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan kelas, namun tak ada tanda kehidupan sama sekali. Hanya berderet bangku kosong tanpa pemiliknya.Mendadak aku teringat kejadian tadi pagi. Kukira aku hanya mimpi buruk saat peristiwa Kenn berada di rumahku semalam. Ternyata usai bangun tidur, aku disambut dengan ucapan nenek yang masih terngiang di kepalaku."Oh, ya, Frel, si ganteng nggak jadi menginap di sini. Setelah kamu pamit tidur, si ganteng juga pamit pulang," ujar nenek lemas sambil mengembuskan napasnya dengan lebay.Si ganteng?Dahiku mengernyit bingung. Aku masih ng

    Last Updated : 2021-10-21
  • FREL.   16. Hukuman

    Setelah Bu Sari masuk ke dalam kelas dan mengucapkan salam, beliau langsung memberikan ulangan untuk bab I yang telah dibahas kemarin."Masukkan semua buku catatan kalian ke dalam tas masing-masing. Di atas meja hanya ada kertas kosong dan alat tulis." Bu Sari mengedarkan pandangan ke kami semua. "Kita ulangan hari ini."JDER!"Huuuuuuuuuuu...." Ruang kelas menjadi gaduh oleh suara protes dan umpatan kecewa."Nggak ada bantahan!""Tapi Bu, harusnya kan info dulu kalau mau ulangan," protes Adam, tak terima."Betul itu, Bu. Harusnya ada pemberitahuan terlebih dahulu, biar kami bisa siapin, Bu," sahut Udin membenarkan."Maksudnya Udin pasti belum siapin kertas contekan tuh, Bu," potong Daniel, teman sebangku Udin sebelumnya. Karena wajah hitam dan perut gendutnya, kami sering

    Last Updated : 2021-10-21

Latest chapter

  • FREL.   84. BONUS (Surat Cinta dari Mama)

    Semilir angin, hijaunya pepohonan, serta kicauan burung seakan menyambutku tiap aku datang kemari. Seolah mereka menyapaku dengan salam terindah yang begitu manis.Aku berlari riang ke tempat yang lebih tinggi. Mataku terpejam, terbuai oleh rasa damai yang menentramkan jiwa. Kurentangkan kedua tangan, lalu kuhirup udara sebanyak-banyaknya. Bibir ini sontak tertarik ke atas saat udara segar telah memasuki paru-paruku."Lo kayaknya senang banget tiap gue ajak ke sini." Suara itu memecah kesunyian dalam beberapa menit terakhir.Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Karena di sini gue merasa tenang.""Emang sama gue, lo nggak tenang?" Ia menatapku lekat. Tanpa senyum."Ya ..., t-t-tenang." Mendadak aku gelagapan. Aku mencoba berpikir cepat. "Cuma di sini suasananya lebih damai. Bikin betah. "Ia masih me

  • FREL.   83. TAMAT

    Salah satu pelayan restoran menyambutku dan mengantarku berjalan menuju ke dalam. Semakin masuk, aku makin tidak mengerti. Bukannya berhenti di salah satu ruangan, pelayan itu malah tetap mengajakku melangkah terus sampai tiba di sebuah tempat bagian belakang restoran. Dan anehnya, di sini semua gelap tanpa penerangan apa pun.Aku berpaling pada pelayan restoran, melemparkan tatapan bertanya. Bukannya menjawab, ia justru memintaku menutup mata untuk beberapa saat. Walaupun masih banyak tanda tanya di kepala, tetapi tak urung aku melakukannya juga.Kupejamkan mata sambil menghitung waktu. Dalam enam puluh detik, aku sudah mendengar aba-aba membuka mata. Aku menoleh pada pelayan itu dan bertanya, "Apakah ada instruksi lain lagi?" Ia menggeleng dan tersenyum sopan, mempersilakanku maju dan menunjuk sesuatu di depan kami.Mataku melebar dan mulutku menganga dalam detik itu juga. Apa yang terdapat di

  • FREL.   82. Bersama Lagi

    Kami berdiri di depan sebuah restoran besar dan mewah. Dari sini, lampunya masih tampak menyala semua, tetapi rasanya sangat sepi. Mungkin karena permintaan Kenn, restoran ini sengaja dikosongkan.Aku dan Dara maju bermaksud mencapai pintu, namun sebelum itu terjadi tiba-tiba dari balik tiang besar yang berada di sisi kiri pintu masuk, Tomi keluar bersama seseorang yang tak asing bagiku.Mataku membola disertai rasa setengah tak percaya. Kututup mulutku begitu melihat jelas sosok cewek yang kini berjalan mendekat ke arahku. Seperti biasanya, ia sangat cantik dan anggun."Sasha, kan?" tanyaku, memastikan dengan mengacungkan jari telunjuk. Ia mengangguk. "Beneran? Sasha yang gampar Tomi pakai kamus?"Sekali lagi Sasha mengangguk sembari tersenyum geli, sedangkan Tomi melotot kejam ke arahku.Tanpa menanggapi Tomi, aku langsung berlari memel

  • FREL.   81. Surat Kak kevan

    'Untukmu,Cahaya dan napasku.Hidup membawaku pada sebuah misteri yang tak pernah kutahu jawabnya. Memberikan sepercik rasa dan asa namun sekejap hilang tanpa jejak. Memaksaku untuk melupakan seberkas cahaya hangat yang pernah menjadi milikku, dan harus rela menerima apa yang telah digariskan.Memangnya sekuat apa diriku? Memangnya, sebesar apa hati bisa menguasai diri? Jika akal berbicara, apakah hati juga diharuskan menerima? Lalu, untuk apa cahaya itu mendekat jika nyatanya tidak memberikan keleluasaan dalam alur napasku?Semua perasaan ini sangat menyiksaku. Berulangkali mencoba meyakinkan diri dan menghibur diri sendiri agar bisa kuat menerima takdir kita. Namun, sekuat apa pun aku berusaha, hatiku tetap sama. Masih mencintaimu sebagai gadisku yang dulu.Alam menunjukkan banyak peristi

  • FREL.   80. Akan Ada Akhir

    Tahu-tahu terdengar Abel bersorak girang. "Yeayy ... Kak Frel dan Kak Kenn mulai sekarang jagain Abel teruuuuus. Kak Reno di atas pasti senang liat Abel ada yang jagain. Horeeeeyyy...." Abel berteriak dan bertepuk tangan heboh. Aku dan Kenn ikut tertawa melihatnya."Di luar udah banyak yang nunggu. Ayo, waktunya pulang." Kenn menggenggam jemariku dan mengajakku keluar."Freeeeeeel...!" Baru aja pintu dibuka Kenn, Dara menerjang dan memelukku. "Gue senang akhirnya lo udah bebas.""Bebas? Lo pikir gue habis dipenjara!" Aku melotot, pura-pura marah.Dara cengengesan sembari meminta maaf. Sesudah itu Dara mengenalkanku dengan anak kecil bernama Dito—adiknya Kak Ari—yang usianya dua tahun di atas Abel.Sebenarnya sudah sering kali Dara bercerita tentang Dito. Mungkin aku belum pernah kasih tahu kalian siapa itu Dito, tapi yang jela

  • FREL.   79. Bangkit

    "Hai." Tiba-tiba Kenn memasuki ruangan dan menyapaku dengan suara seraknya.Aku tersenyum menyambutnya. "Hai, Kenn."Ketika aku mencoba duduk, dengan sigap Kenn membantuku dan mengatur bantal untuk sandaran punggungku.Ia kemudian duduk di sebelahku, tanpa senyum sedikit pun. "Gimana perasaan lo sekarang, setelah lima hari berturut-turut menolak gue temui?"Aku tersenyum getir. "Bukan hanya lo, Kenn, tapi semuanya.""Selama lo koma, gue kayak orang gila. Setiap hari gue ketakutan lo nggak akan membuka mata lagi. Gue takut, lo bakal pergi ninggalin gue kayak Hendra," ucap Kenn. "Dan saat lo siuman, dengan seenaknya lo melarang gue masuk. Lo udah berhasil bikin gue nyaris gila beneran." Kenn tertawa hambar meskipun terdengar pelan.Sementara aku sontak terdiam. Kugigit bibir bawahku. Semenjak aku siuman, memang

  • FREL.   78. Keajaiban

    Kalian percaya tentang keajaiban Tuhan? Jujur, dulu aku nggak pernah percaya dengan yang namanya keajaiban. Aku selalu merasa keajaiban itu hanya untuk orang-orang tertentu, dan itu bukan untukku.Akan tetapi, aku salah. Semua yang aku pikirkan selama ini salah besar.Suatu hari aku bermimpi bertemu nenek dan kakek. Kami duduk di suatu tempat yang sangat sepi juga asing, tapi bagiku begitu tenang. Aku tidur-tiduran di antara mereka berdua dengan posisi kepalaku di atas paha nenek, sedangkan kakiku dipijat oleh kakek.Kami bercerita banyak hal, atau lebih tepatnya akulah yang selalu melemparkan pertanyaan pada mereka."Kek, pintu di rumah rusak lagi. Tiap dibuka bunyinya berisik banget kayak biasanya. Kata kakek mau benerin, kok sampai sekarang belum, Kek?""Sekarang kakek nggak bisa, mintalah tolong sama Nak Kenn. Dia anak yang baik," jaw

  • FREL.   77. Kenn (3)

    Faktanya, kemauan tak pernah bisa sejalan dengan perasaan. Gue menghindar, bersikap dingin setiap berpapasan dengannya, tapi bukan berarti gue nggak mau peduli lagi padanya.Diam-diam tanpa sepengetahuan dia, gue tetap mengawasi pergerakannya dalam jarak aman. Memperhatikan tingkah bodohnya menyiksa diri sendiri di sekolah. Hingga sampai pada kabar dari Tomi mengenai kakek dan neneknya yang meninggal karena tabrak lari. Menghilangkan gengsi, gue langsung pergi mencarinya.Gue mencari ke segala tempat yang belum didatangi Tomi dan Dara. Gue panik, sampai-sampai gue beberapa kali berputar-putar di area yang sama. Gue mengumpat kasar, merutuki kebodohan gue. Hingga satu nama itu terlintas di kepala gue.Kevan.Seketika gue menelepon Pak Ahmad meminta data alamat Kevan dan segera melesat ke rumahnya. Di sana gue dikejutkan kenyataan kebenaran hubungan Kevan dan Frel.

  • FREL.   76. Kenn (2)

    Gue berpikir keras. Mengapa setiap kali gue berada di dekatnya, emosi gue selalu meledak tiap melihat kelakuan bodohnya? Kenapa dia bisa buat gue marah di suatu waktu dan khawatir di detik selanjutnya? Apa gue punya perasaan khusus untuknya? Nggak, nggak mungkin!Argh, dari mana pikiran konyol itu? Nggak mungkin gue suka cewek gila macam dia. Gue menggeleng kuat. Namun, semakin gue menyangkalnya, perasaan itu justru semakin mengganggu. Gue ingin mengabaikannya, tetapi bayangan cewek itu terus saja bercokol di kepala gue. Gue sudah berpikir, berpikir dan terus berpikir. Akan tetapi logika dan hati gue selalu berlawanan arah. Pikiran gue buntu. Akhirnya gue merutuki diri sendiri dan berusaha mengalihkan pikiran, menolak menelaah lebih jauh perasaan gue. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat Tomi dan Dara berlari mendekat. Menanyakan kondisi temannya yang masih berada di ruang operasi.

DMCA.com Protection Status