Home / Fiksi Remaja / FREL. / 6. Para Idola

Share

6. Para Idola

Author: malapalas
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bel istirahat telah berbunyi. Para murid segera bersiap-siap keluar sebelum Pak Mamat yang bertugas mengunci semua kelas, keburu datang.

 

Belum lima menit Pak Joko keluar dari pintu, terlihat sudah banyak cewek dari berbagai penjuru kelas berdatangan, berdesakan meneriaki nama Kenn dan Tomi.

 

Saat Kenn dan Tomi berjalan hampir sampai pintu, tiba-tiba para cewek itu memisah menjadi dua kelompok dan berebut mendekati mereka. Membuat dua lingkaran mengelilingi Kenn dan Tomi.

 

Aku dan Dara hanya bisa diam—masih di tempat kami duduk—memperhatikan dari jauh.

 

"Liat tuh, Frel. Fans Kenn lebih banyak ketimbang Tomi. Kalah saingan tuh anak," bisik Dara. Aku terkikik geli.

 

Kalau mau jujur, para cewek yang mengelilingi Kenn memang lebih banyak ketimbang Tomi.

 

"Emang pesona Kenn nggak ada yang bisa ngalahin. Benar-benar gantengnya level dewa," ucap Dara, menatap kagum Kenn. Aku hanya diam tak membalas ucapan Dara.

 

Jika mau lebih diamati lagi sih, ada benarnya juga kata Dara. Kenn memiliki rahang tegas, tinggi, hidung mancung, alis tebal, mata tajam, wangi dan jangan lupakan tubuh atletisnya.

 

Sebenarnya sih, aku masih penasaran sama perut six pack nya, hihihi.

 

Tapi Tomi juga cowoknya nggak kalah wangi kok. Biasalah, parfum orang kaya mah nggak usah diragukan lagi. Tomi juga tampan, keren, hidung mancung dan murah senyum.

 

Yang membedakan keduanya, meskipun postur tubuh Tomi tinggi—standarnya anak basket—Kenn jauh lebih tinggi.

 

Aku tebak Tomi tingginya sekitar 175cm, sedangkan Kenn tingginya 185cm hampir sama dengan tinggi Kak Kevan.

 

Kenn cuek, sedangkan Tomi matanya selalu jelalatan tiap ada cewek bening sedikit aja. Tubuh Tomi cenderung agak kurusan, berbeda dengan tubuh Kenn yang proporsional. Tomi orangnya ramah, sedangkan Kenn sudah kasar, galak lagi.

 

"MINGGIR!"

 

Tuh kan, kumat lagi. Apa aku bilang?!

 

"Tapi gue ke sini mau kasih lo kue, Kenn."

 

"Gue juga mau kasih lo cokelat, Kenn."

 

"Ambil punya gue aja. Dijamin enak banget."

 

"Bohong itu Kenn, enakan bekal gue. Gue masakin khusus buat lo."

 

"Ambil ini aja, Kenn."

 

"Jangan, Kenn. Ambil punya gue aja."

 

Terlalu banyak cewek yang mengelilinginya dengan suara-suara bersahutan, entah suara siapa. Kepala ini rasanya mau pecah saking berisiknya.

 

Tiba-tiba mereka terdiam saat Kenn memberikan tatapan tajam. Sorot matanya begitu dingin dan menakutkan. Seketika nyali semua cewek pada ciut.

 

"Apa kurang jelas?" Kenn menyapu pandangan setiap cewek yang ada di hadapannya. "Minggir sebelum kesabaran gue habis. GUE BILANG MINGGIR!!"

 

Astaga, Kenn! Cowok ini galaknya benar-benar nggak ada yang nandingin.

 

Para cewek langsung pucat pasi dan segera memberikan jalan, sedangkan Tomi sudah mendapatkan apa yang dia mau. Semua pemberian fans nggak luput dari genggamannya.

 

Dari dulu Tomi nggak pernah nolak pemberian cewek. Katanya ia nggak pernah tega melihat kekecewaan di wajah mereka.

 

Huh, alasan!

 

Padahal tiap cewek yang ia putuskan secara sepihak, banyak yang nangis dan meraung-raung minta balikan.

 

Aku berlari mendatangi Tomi. "Tom, doain gue, ya. Semoga Kak Kevan nggak bentak gue kayak cowok gila di kelas kita," ucapku sinis sambil melirik cowok brengsek yang ada di sebelah Tomi.

 

Kenn hanya diam, cuek menanggapi sindiranku.

 

Tomi menggenggam lenganku. "Ngapain lo ke sana? Ikut gue aja. Kita ke kantin bareng, gimana? Gue traktir."

 

Mataku langsung berbinar-binar mendengar kata "traktir".

 

Tomi memang sangat tahu kelemahanku. Kalau sudah urusan gratisan, aku paling doyan dan semangat. "Emm, mau sih. Tapi—"

 

"Udah, nggak usah ada kata tapi-tapian. Kita ikutan aja Frel, mumpung gratis loh," potong Dara. Halaah, bilang aja karena ada Kenn.

 

"Jadi, gimana?" tanya Tomi sekali lagi.

 

"Kalo nggak mau nggak usah dipaksa, Tom. Entar malah ngelunjak," sahut Kenn. Nyelekit. Aku menatapnya sengit.

 

Sabar Frel, sabar, jangan kepancing.

 

Aku kembali menatap Tomi. "Sorry, Tom. Gue kayaknya belum bisa, deh. Lain kali aja, ya?" Sebenarnya berat banget nolak. Kan sayang bisa irit uang jajan. "Gimana kalo besok? Mau, ya, ya...?" Aku berkedip sambil memohon, menyatukan kedua tanganku. Tak lupa juga aku tersenyum manis.

 

Biasanya kalau sudah begini siapa pun nggak akan sanggup menolakku, termasuk Tomi.

 

"Ya, udah, sana gih pergi. Besok gue traktir lagi," jawab Tomi sambil tersenyum lembut.

 

Yeay ... kuangkat kedua tanganku ke atas.

 

Aku senang banget, saking senangnya kutarik leher Tomi ke bawah supaya menunduk dan kukecup pipi kanannya. Kenn melotot, sedangkan Tomi tergelak di tempat.

 

Kalian jangan mikir yang aneh-aneh!

 

Kalau lagi senang banget kayak gini, sudah menjadi kebiasaanku, kalau nggak meluk, pasti kukecup semua orang terdekatku. Di sini bukan asal orang, tapi hanya untuk orang yang membuatku nyaman dan kukenal.

 

***

 

Aku berjalan cepat ke ruang kelas Kak Kevan. Kutarik paksa Dara untuk ikut denganku. Tak kuhiraukan Dara yang sedari tadi protes dan marah-marah nggak jelas.

 

Selain keren, ganteng, cool, wangi, hidung mancung, mata yang indah, selalu bersikap tenang, dan mempunyai senyuman yang memikat, Kak Kevan juga orangnya selalu ramah kepada siapa aja.

 

Dari kejauhan aku melihat banyak cewek yang berada di depan pintu kelas XII IPA 1. Kupercepat lagi jalanku, bahkan saat ini aku sudah melepaskan genggaman tangan Dara dan memilih berlari lebih dulu ke arah kerumunan itu.

 

Aku melihatnya. Di sana, di tengah kerumunan cewek. Kak Kevan berdiri bingung melihat cewek-cewek di sekitarnya menyebut namanya dengan semangat membabi buta.

 

Kak Kevan menghela napas pasrah. Ia hanya tersenyum dan mencoba meminta semua minggir dengan nada sopan. Namun, bukannya mendapat jalan keluar, para cewek itu malah berteriak histeris dan semakin mendekat.

 

"Kevaaan, lama kita nggak ketemu. Lo makin cakep aja, sih."

 

"Kak Kevaaaaan, i miss youuuuu."

 

"Kev, gue mau dong jadi pacar lo."

 

"Kak Kevan, liat kemari dooong."

 

Dan, bla, bla, bla....

 

Layaknya artis yang dikerubungi para penggemar, bahkan fans Kak Kevan jauh lebih banyak ketimbang fans Kenn dan Tomi. Barangkali karena dari awal Kak Kevan sudah menjadi idola di sekolah ini, makanya pengagumnya pada berjubel. Sementara Tomi dan Kenn masih baru sehingga banyak cewek yang belum tahu. 

 

Aku sampai melongo. Gimana caranya menerobos?

 

Badan kecilku ini rasanya mustahil bisa menembus ke dalam dengan keadaan selamat.

 

Kasihan Kak Kevan, nggak punya jalan keluar. Aku harus gimana, ya?

 

Aha! Aku tahu.

 

"KAK KEEEVAAAAAN!!!" teriakku super kencang.

 

Kukeluarkan seluruh tenaga untuk meneriakkan namanya. Sampai-sampai Dara yang baru datang dan cewek-cewek di dekatku kontan menutup telinga dan menatapku aneh. Dikira mungkin aku sudah gila. Tapi apa peduliku?!

 

Sekali lagi aku berteriak keras kayak orang kerasukan dan melompat-lompat sambil melambaikan tanganku ke atas. Kak Kevan melihatku, ia tersenyum lebar ke arahku.

 

Secara perlahan, para cewek menoleh mengikuti arah pandang Kak Kevan. Semua tertuju padaku. Kesempatan ini digunakan Kak Kevan untuk menerobos ke luar dengan mudah.

 

"Hai, Kak Kevaaan...," sapaku ceria.

 

Kak Kevan membalasku dengan senyum lembut dan mengacak rambutku gemas. Kemudian Kak Kevan menggenggam tanganku, mengajakku berjalan menjauh menuju kantin.

 

Aku melongo tak percaya. Ini bukan mimpi, kan?

 

Aku memandang ke bawah, ke arah tangan kami yang saling bertautan. Tak lama setelah aku tersadar, aku tersenyum dan segera menggenggam balik tangan Kak Kevan tak kalah eratnya.

 

Jangan tanyakan bagaimana reaksi para cewek yang ada di belakang kami. Yang jelas, terdengar mereka berteriak lebih histeris lagi, mengumpat lebih gila lagi, merasa tak terima, atau mugkin sebentar lagi akan muncul dendam kesumat lainnya yang ditujukan khusus untukku.

 

Tapi sekali lagi, apa peduliku?!

 

...........................***..............................

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tami Andriani
lope lope dehh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • FREL.   7. Hari Keberuntungan dan Penyelamat

    "Gue mau pesan soto ayam sama es teh. Lo, Frel?" Aku masih senyam-senyum sambil menatap Kak Kevan.Memandang Kak Kevan yang tepat di depanku merupakan suatu anugerah terbesar. Aku mengagumi ketampanannya dan keburuntunganku hari ini. Hingga terdengar suara yang mengalun indah miliknya, menyadarkanku."Frel?" panggil Kak Kevan sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku."Eh, i-iya, maaf," ucapku gugup. "Tadi Kak Kevan bilang apa?" tanyaku cengengesan.Kak Kevan tersenyum lembut dan mengulang perkataannya. "Lo mau pesan apa?""Emm, bakso, deh. Minumnya jus melon.""Oke, bentar gue pesankan dulu, ya." Aku mengangguk malu-malu.Kak Kevan memanggil pelayan kantin dan menyebutkan pesanan kami. Sambil menunggu pesanan datang, aku memutuskan mulai mengorek informasi tentang Kak K

  • FREL.   8. Misi Baru

    Selagi Dara asyik menonton drama kesukaannya, aku menyelinap naik ke lantai atas menemui Kak Rian. Aku mengetuk pelan pintu kamarnya dan dari dalam terdengar suara yang menyuruhku masuk."Hai, Kak Rian...," sapaku dengan senyum manis terpampang di wajah."Sini, Frel," ujar Kak Rian sembari tersenyum.Aku menatap Kak Rian yang sedang serius membaca beberapa tumpukan berkas di meja kerjanya. Aku mencoba mendekat. "Sibuk, ya, Kak?""Hmm, lumayan. Ada apa, Frel?" tanya Kak Rian balik setelah melihatku sekilas.Kak Rian kembali menghadap tumpukan berkas itu, sesekali menandatangani beberapa lembar kertas. Dahiku berkerut ketika melihat Kak Rian yang baru pulang kerja tapi sudah bergelut lagi dengan pekerjaannya.Harusnya masih ada dua jam lagi kan, sebelum waktu pulang Kak Rian dari kantor? Apa karena

  • FREL.   9. Rencana terselubung

    Kuhitung sudah tiga kali lebih aku menguap. Ngantuk banget. Ini gara-gara ide Kak Rian yang sungguh gila. Dara lebih gila lagi, mau aja nurutin saran Kak Rian. Padahal dari kemarin ia tolak mentah-mentah ide darinya.Dan tadi, di pagi-pagi buta dengan seenak jidatnya Dara menggedor pintu rumahku kayak orang kesetanan, memaksaku mandi agar berangkat sekolah bersamanya."Hoooooaaaaaammm...." Sekali lagi aku menguap lebar dan kutepuk-tepuk mulutku.Kujulurkan leher, melihat Dara yang masih di depan gerbang menunggu Tomi datang. Aku menghela napas panjang, lalu kulipat kedua tangan di atas meja sambil memandang Pak Satpam yang lagi asyik memakan roti holland pemberian Dara.Lebih tepatnya, Dara dengan sengaja menyuap beliau supaya mengizinkan kami menunggu Tomi di sini.Gleg!Ini orang lagi doyan apa raku

  • FREL.   10. Persiapan

    Untuk acara malam ini aku memilihdresssantai warna hitam selutut lengan pendek, kupadukansneakersputih kesayanganku dan jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Rambut panjang hitam lurusku, aku biarkan tergerai untuk menambah kesan manis pada gaya busanaku.Aku paling nggak suka dandanan terlalu ribet dan ramai. Aku lebih sukasimpletapi tetapelegant. Seperti ini,girlynamun tetap tampakcasual.Kutolehkan kepala ke kanan, tepat di sampingku ada Dara yang semobil denganku. Ia terlihat melepas jaket yang sebelumnya menutupi beberapa bagian tubuhnya.Kupandangi Dara dari ujung kaki sampai atas. Dahiku berkerut dan sontak melotot setelah melihat penampilan Dara.Ia memakaihigh heelssuper tinggi, tas tangan kecil be

  • FREL.   11. Mendekati Rencana

    Kupandangi restoran mewah di depanku. Restoran 3 lantai dan tiap lantai mempunyai ruangan khusus masing-masing.Lantai 1, ada dapur dan tempat makan bernuansa anak muda.Lantai 2, khusus family room, ruangan dengan nuansa santai penuh kekeluargaan.Lantai 3, ruangan dengan tampilan eksklusif dalam tatanan interior mewah, ditujukan untuk kalangan profesional yang hendak menjamu rekan bisnisnya atau bahkan menyelenggarakan kegiatan meetinginternal perusahaan yang ruangannya bisa mencapai kapasitas 50 orang lebih.Meskipun sudah beberapa kali datang kemari, tapi tetap aja responsku tak pernah berubah. Takjub danwow ... amazing. Nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata.Aku masih ingat pertama kali datang kemari, sungguh memalukan. Memakai sandal jepit dan kaus oblong dengan tatanan rambut awut

  • FREL.   12. Rencana Dimulai

    "Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!" Aku dan Dara berteriak sekencang-kencangnya begitu kami masuk ke dalam ruangan.Aku mengusap dadaku yang hampir jantungan karena kaget.Tomi benar-benar sialan! Ia sengaja menunggu kami di balik pintu dengan memakai topeng Ghostface untuk menutupi wajahnya.Siapa coba yang nggak takut kalau topengnya seseram itu?Melihat topeng Ghostface, membuatku selalu teringat film horor "Scream", di mana ceritanya sang pembunuh memakai topeng Ghostface dalam setiap melakukan aksi untuk menutupi jati dirinya.Tadinya kukira kami yang akan menjadi korban pembunuhan selanjutnya. Hiiii ... amit-amit!Tomi malah tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya sambil membungkuk. Mengguncangkan bahunya sedemikian rupa akibat tawa pecahnya. Dara tidak tinggal diam, ia langsung memukuli Tomi dengan tas kecil yang i

  • FREL.   13. Perjalanan Bersama Kenn

    "Kenn, tungguin gue!""Gue ngasih tau lo, bukan berarti lo harus ngekorin gue.""Tapi gue terpaksa ngekorin lo, Kenn.""Lo pikir gue peduli?" Aish, mulai lagi mulutnya!Nggak tahu apa, ngejar dia itu sama aja kayak ngejar Hulk, satu langkah bagiku sama seperti sekilo jauhnya."Tunggu...!" teriakku sambil megap-megap kehabisan napas.Kenn berhenti dan berbalik menatapku. "Apa lagi?""Gu-gue capek ngejar lo. Jangan cepat-cepat dong jalannya.""Ck, siapa suruh punya badan kecil. Udah cepetan mau ngomong apa?"Emangnya gue mau apa, punya badan kecil gini!"G-gue ... eee ... gueee...." Tanpa sadar kedua jari telunjukku sudah terangkat main sundul-sundulan kayak magnet. Kebiasaan yang belum bi

  • FREL.   14. Terungkap

    Acara mandi selesai, aku pun sudah minum obat flu. Dan saat ini kami berdua duduk berhadapan di ruang makan sambil menunggu kakek nenek membuat minuman hangat. Tampak Kenn juga sudah berganti pakaian santai milik kakek.Kuambil kotak berisi berbagai macam obat dan kuserahkan pada Kenn yang sejak tadi melihat ke arah dapur."Gue nggak sakit," ucapnya ketus.Mulai lagi! Perlu dilakban nih, mulutnya. Memangnya siapa yang tanya? Ck, sok ke-PD-an banget."Terserah lo, deh. Gue cuma ngikutin perintah nenek," sahutku, kesal.Akhirnya kuletakkan kotak obat itu ke atas meja tepat di depannya. Kenn tetap diam, masih menatap dapur dengan serius. Kadang ia ikut tersenyum ketika menyaksikan kakek dan nenek saling suap-suapan singkong rebus.Kenapa nih, cowok? Jangan-jangan karena kena rayuan nenek. Hebat banget nenek bisa

Latest chapter

  • FREL.   84. BONUS (Surat Cinta dari Mama)

    Semilir angin, hijaunya pepohonan, serta kicauan burung seakan menyambutku tiap aku datang kemari. Seolah mereka menyapaku dengan salam terindah yang begitu manis.Aku berlari riang ke tempat yang lebih tinggi. Mataku terpejam, terbuai oleh rasa damai yang menentramkan jiwa. Kurentangkan kedua tangan, lalu kuhirup udara sebanyak-banyaknya. Bibir ini sontak tertarik ke atas saat udara segar telah memasuki paru-paruku."Lo kayaknya senang banget tiap gue ajak ke sini." Suara itu memecah kesunyian dalam beberapa menit terakhir.Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Karena di sini gue merasa tenang.""Emang sama gue, lo nggak tenang?" Ia menatapku lekat. Tanpa senyum."Ya ..., t-t-tenang." Mendadak aku gelagapan. Aku mencoba berpikir cepat. "Cuma di sini suasananya lebih damai. Bikin betah. "Ia masih me

  • FREL.   83. TAMAT

    Salah satu pelayan restoran menyambutku dan mengantarku berjalan menuju ke dalam. Semakin masuk, aku makin tidak mengerti. Bukannya berhenti di salah satu ruangan, pelayan itu malah tetap mengajakku melangkah terus sampai tiba di sebuah tempat bagian belakang restoran. Dan anehnya, di sini semua gelap tanpa penerangan apa pun.Aku berpaling pada pelayan restoran, melemparkan tatapan bertanya. Bukannya menjawab, ia justru memintaku menutup mata untuk beberapa saat. Walaupun masih banyak tanda tanya di kepala, tetapi tak urung aku melakukannya juga.Kupejamkan mata sambil menghitung waktu. Dalam enam puluh detik, aku sudah mendengar aba-aba membuka mata. Aku menoleh pada pelayan itu dan bertanya, "Apakah ada instruksi lain lagi?" Ia menggeleng dan tersenyum sopan, mempersilakanku maju dan menunjuk sesuatu di depan kami.Mataku melebar dan mulutku menganga dalam detik itu juga. Apa yang terdapat di

  • FREL.   82. Bersama Lagi

    Kami berdiri di depan sebuah restoran besar dan mewah. Dari sini, lampunya masih tampak menyala semua, tetapi rasanya sangat sepi. Mungkin karena permintaan Kenn, restoran ini sengaja dikosongkan.Aku dan Dara maju bermaksud mencapai pintu, namun sebelum itu terjadi tiba-tiba dari balik tiang besar yang berada di sisi kiri pintu masuk, Tomi keluar bersama seseorang yang tak asing bagiku.Mataku membola disertai rasa setengah tak percaya. Kututup mulutku begitu melihat jelas sosok cewek yang kini berjalan mendekat ke arahku. Seperti biasanya, ia sangat cantik dan anggun."Sasha, kan?" tanyaku, memastikan dengan mengacungkan jari telunjuk. Ia mengangguk. "Beneran? Sasha yang gampar Tomi pakai kamus?"Sekali lagi Sasha mengangguk sembari tersenyum geli, sedangkan Tomi melotot kejam ke arahku.Tanpa menanggapi Tomi, aku langsung berlari memel

  • FREL.   81. Surat Kak kevan

    'Untukmu,Cahaya dan napasku.Hidup membawaku pada sebuah misteri yang tak pernah kutahu jawabnya. Memberikan sepercik rasa dan asa namun sekejap hilang tanpa jejak. Memaksaku untuk melupakan seberkas cahaya hangat yang pernah menjadi milikku, dan harus rela menerima apa yang telah digariskan.Memangnya sekuat apa diriku? Memangnya, sebesar apa hati bisa menguasai diri? Jika akal berbicara, apakah hati juga diharuskan menerima? Lalu, untuk apa cahaya itu mendekat jika nyatanya tidak memberikan keleluasaan dalam alur napasku?Semua perasaan ini sangat menyiksaku. Berulangkali mencoba meyakinkan diri dan menghibur diri sendiri agar bisa kuat menerima takdir kita. Namun, sekuat apa pun aku berusaha, hatiku tetap sama. Masih mencintaimu sebagai gadisku yang dulu.Alam menunjukkan banyak peristi

  • FREL.   80. Akan Ada Akhir

    Tahu-tahu terdengar Abel bersorak girang. "Yeayy ... Kak Frel dan Kak Kenn mulai sekarang jagain Abel teruuuuus. Kak Reno di atas pasti senang liat Abel ada yang jagain. Horeeeeyyy...." Abel berteriak dan bertepuk tangan heboh. Aku dan Kenn ikut tertawa melihatnya."Di luar udah banyak yang nunggu. Ayo, waktunya pulang." Kenn menggenggam jemariku dan mengajakku keluar."Freeeeeeel...!" Baru aja pintu dibuka Kenn, Dara menerjang dan memelukku. "Gue senang akhirnya lo udah bebas.""Bebas? Lo pikir gue habis dipenjara!" Aku melotot, pura-pura marah.Dara cengengesan sembari meminta maaf. Sesudah itu Dara mengenalkanku dengan anak kecil bernama Dito—adiknya Kak Ari—yang usianya dua tahun di atas Abel.Sebenarnya sudah sering kali Dara bercerita tentang Dito. Mungkin aku belum pernah kasih tahu kalian siapa itu Dito, tapi yang jela

  • FREL.   79. Bangkit

    "Hai." Tiba-tiba Kenn memasuki ruangan dan menyapaku dengan suara seraknya.Aku tersenyum menyambutnya. "Hai, Kenn."Ketika aku mencoba duduk, dengan sigap Kenn membantuku dan mengatur bantal untuk sandaran punggungku.Ia kemudian duduk di sebelahku, tanpa senyum sedikit pun. "Gimana perasaan lo sekarang, setelah lima hari berturut-turut menolak gue temui?"Aku tersenyum getir. "Bukan hanya lo, Kenn, tapi semuanya.""Selama lo koma, gue kayak orang gila. Setiap hari gue ketakutan lo nggak akan membuka mata lagi. Gue takut, lo bakal pergi ninggalin gue kayak Hendra," ucap Kenn. "Dan saat lo siuman, dengan seenaknya lo melarang gue masuk. Lo udah berhasil bikin gue nyaris gila beneran." Kenn tertawa hambar meskipun terdengar pelan.Sementara aku sontak terdiam. Kugigit bibir bawahku. Semenjak aku siuman, memang

  • FREL.   78. Keajaiban

    Kalian percaya tentang keajaiban Tuhan? Jujur, dulu aku nggak pernah percaya dengan yang namanya keajaiban. Aku selalu merasa keajaiban itu hanya untuk orang-orang tertentu, dan itu bukan untukku.Akan tetapi, aku salah. Semua yang aku pikirkan selama ini salah besar.Suatu hari aku bermimpi bertemu nenek dan kakek. Kami duduk di suatu tempat yang sangat sepi juga asing, tapi bagiku begitu tenang. Aku tidur-tiduran di antara mereka berdua dengan posisi kepalaku di atas paha nenek, sedangkan kakiku dipijat oleh kakek.Kami bercerita banyak hal, atau lebih tepatnya akulah yang selalu melemparkan pertanyaan pada mereka."Kek, pintu di rumah rusak lagi. Tiap dibuka bunyinya berisik banget kayak biasanya. Kata kakek mau benerin, kok sampai sekarang belum, Kek?""Sekarang kakek nggak bisa, mintalah tolong sama Nak Kenn. Dia anak yang baik," jaw

  • FREL.   77. Kenn (3)

    Faktanya, kemauan tak pernah bisa sejalan dengan perasaan. Gue menghindar, bersikap dingin setiap berpapasan dengannya, tapi bukan berarti gue nggak mau peduli lagi padanya.Diam-diam tanpa sepengetahuan dia, gue tetap mengawasi pergerakannya dalam jarak aman. Memperhatikan tingkah bodohnya menyiksa diri sendiri di sekolah. Hingga sampai pada kabar dari Tomi mengenai kakek dan neneknya yang meninggal karena tabrak lari. Menghilangkan gengsi, gue langsung pergi mencarinya.Gue mencari ke segala tempat yang belum didatangi Tomi dan Dara. Gue panik, sampai-sampai gue beberapa kali berputar-putar di area yang sama. Gue mengumpat kasar, merutuki kebodohan gue. Hingga satu nama itu terlintas di kepala gue.Kevan.Seketika gue menelepon Pak Ahmad meminta data alamat Kevan dan segera melesat ke rumahnya. Di sana gue dikejutkan kenyataan kebenaran hubungan Kevan dan Frel.

  • FREL.   76. Kenn (2)

    Gue berpikir keras. Mengapa setiap kali gue berada di dekatnya, emosi gue selalu meledak tiap melihat kelakuan bodohnya? Kenapa dia bisa buat gue marah di suatu waktu dan khawatir di detik selanjutnya? Apa gue punya perasaan khusus untuknya? Nggak, nggak mungkin!Argh, dari mana pikiran konyol itu? Nggak mungkin gue suka cewek gila macam dia. Gue menggeleng kuat. Namun, semakin gue menyangkalnya, perasaan itu justru semakin mengganggu. Gue ingin mengabaikannya, tetapi bayangan cewek itu terus saja bercokol di kepala gue. Gue sudah berpikir, berpikir dan terus berpikir. Akan tetapi logika dan hati gue selalu berlawanan arah. Pikiran gue buntu. Akhirnya gue merutuki diri sendiri dan berusaha mengalihkan pikiran, menolak menelaah lebih jauh perasaan gue. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat Tomi dan Dara berlari mendekat. Menanyakan kondisi temannya yang masih berada di ruang operasi.

DMCA.com Protection Status