Home / Fiksi Remaja / FREL. / 5. Perkenalan

Share

5. Perkenalan

Author: malapalas
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ini hari yang paling ditunggu-tunggu untuk anak remaja sepertiku. Sekolah baru, suasana baru, teman baru, guru baru dan gebetan baru, hehehe.

 

Ini hari pertamaku masuk sekolah dengan memakai atribut SMA Bakti Airlangga. Semalam sudah kupersiapkan semua perlengkapan sekolahku. Jam wekerku juga sudah ku-setting dua jam sebelum jadwal bangun biasanya.

 

Sekarang aku di depan gerbang sekolah, tersenyum ceria dan merentangkan tanganku lebar-lebar sambil menatap logo SMA Bakti Airlangga. Tak kuhiraukan tatapan aneh dari setiap murid yang melewatiku. Aku hanya ingin menikmati rasa bangga dan bahagia ini.

 

Aku berjalan memasuki gerbang dan menyapa Pak Satpam penjaga gerbang yang bertubuh tinggi besar dan memiliki kumis mungil tersembul lucu dari atas bibirnya.

 

"Selamat pagi, Pak...," sapaku Ceria.

 

"Selamat pagi, Nona," kata Pak Satpam sambil tersenyum ramah.

 

Kulangkahkan kaki ini dengan ringan ke dalam bangunan sekolah dan bersenandung kecil. Sayup-sayup kudengar suara langkah orang berlarian. 

 

Kupikir, orang aneh mana yang berlarian pagi-pagi seperti ini di sekolah? Jam masuk sekolah pun masih kurang setengah jam lagi.

 

Kuperlambat langkahku setelah kurasa langkah itu semakin mendekat. Aku terkejut begitu mendengar sebuah suara teriakan yang nyaring memanggil namaku dari arah belakang. 

 

"Freeeeelll...!" Belum sempurna kutolehkan kepala, tubuhku sudah diterjang oleh tubuh lain dengan antusiasme yang terlalu tinggi.

 

Astaga, DARA...!

 

Dara meringis lebar. "Peace, Frel." Belum sempat aku menyampaikan rasa kagetku, Dara sudah membombardir dengan beraneka pertanyaan. "Kemarin gimana, Frel? Lo diantar Kenn, ya? Lo diajak ke mana aja pakai motornya? Terus dia baik kan, orangnya? Eh, Frel, lo tau nggak, lo itu beruntung banget loh bisa diboncengin Kenn. Gue juga mau dooong."

 

Ya, Tuhan, tolong sembuhkanlah sahabatku ini. Otaknya benar-benar nggak waras, Tuhan....

 

Kuputar bola mataku. Makin hari makin parah penyakit lebaynya. Pasti gara-gara Kenn!

 

"Baik apaan?! Dia itu cowoknya sengak nggak ketulungan. Udah gitu kalo ngomong, tuh mulut rasanya pengin gue gampar."

 

"Terus, terus?"

Dan terpaksa mau tidak mau, kuceritakan semua kejadian yang kualami kemarin sambil berjalan menuju ruang kelas. Tanpa terkecuali. Karena jika tidak, sampai ke ujung dunia pun, anak satu ini pasti akan menemukanku dan meminta jawaban atas semua pertanyaannya.

Bahkan saat setelah kejadian pohon tumbang dan menghalangi motor Kenn, ia menuntut, meminta jawabanku yang sejelas-jelasnya.

"Ya, udah, kami lewat jalan memutar aja. Meski jauh, ya ... mau gimana lagi."

 

"Wow, keren!" ucap Dara dengan antusiasnya.

 

Aku melotot tak percaya. Keren apaan?

 

Wah, ini anak benar-benar stres. Nggak nyambung. Orang kena apes malah dibilang keren.

 

Aku menepuk jidatku, nggak habis pikir dengan otak lemotnya yang tetap dipelihara sampai sekarang.

 

Setelah sampai rumah, sengaja HP nggak aku aktifkan kembali karena aku tahu bakal kayak gini jadinya.

 

"Kenn nganternya sampai depan rumah lo, Frel?" tanya Dara dengan wajah polos.

 

"Ya, iyalah ... masa di depan rumah Pak Lurah," jawabku jengkel, sementara Dara hanya manggut-manggut.

 

"Terus, terus, lo suruh masuk nggak?" tanya Dara, lagi.

 

"Nggak mungkinlah, Ra. Lo kira gue bego, apa? Gue tutup pintu rumah gue, sebelum nenek tau siapa yang datang." Seketika kami tergelak bersama. 

Kami berdua memang sudah tahu bagaimana sikap nenek jika bertemu cowok keren sedikit aja. Biasanya Tomi yang sering jadi korbannya jika nenek di rumah, maksudnya bahan rayuannya hehehe....

 

***

 

Kalau di kegiatan MOS, anggota OSIS yang menentukan tempat duduk kita. Tapi kalau sekarang, kita bebas memilih di tempat mana dan dengan siapa kita duduk.

 

Bunyi bel masih kurang dua puluh menit, tapi tempat duduk sudah hampir terisi penuh.

 

Aku dan dara celangak-celinguk mencari bangku kosong. Tomi berdiri, melambaikan tangan ke arah kami dan tak lupa di sekelilingnya terdapat banyak cewek berlomba merebut perhatiannya.

 

Aku dan Dara sudah terbiasa melihat kejadian seperti ini di sekolah sebelumnya, jadi kami nggak mau ambil pusing.

 

Tampak Tomi mengatakan sesuatu kepada mereka sambil tersenyum manis, setelah itu para cewek tersebut langsung bubar menuju bangkunya masing-masing.

 

Dasar playboy tengik!

 

Kami diseret Tomi menuju bangku nomor dua dari belakang, dekat jendela. Katanya ini bangku sudah ada banyak cewek yang mau menempati, tapi ia tolak mentah-mentah demi kami. Dara menanggapi ucapan Tomi dengan angkat dua jempol sambil tertawa ngakak.

 

Bilang aja biar gampang nyonteknya. Dikira aku nggak tahu apa, otak licik mereka!

 

Yeah ..., mereka ini memang kompak banget kalau urusan contek-mencontek.

 

Khusus bangku terakhir persis di belakang kami, siapa lagi kalau bukan bangkunya Tomi. Ia dari dulu memang paling jitu soal cari tempat terselubung dan aman.

 

Tapi ada yang aneh.

 

Kenapa kursi di sebelah Tomi kosong, ya? Orangnya mana?

 

Keningku berkerut, saat aku ingin menanyakan secara langsung, kelas yang awalnya ramai mendadak sepi dalam sekejap.

 

Aku merasa déjà vu. Suasana kayak gini pernah terjadi. Sempat kulirik Dara yang mematung dengan mulut menganga lebar. Posisi kepala dan badanku masih dalam kondisi melihat kursi Tomi yang kosong. Tiba-tiba timbul perasaan tak enak. Aku berharap semoga pikiranku salah.

 

Perlahan kutolehkan kepalaku ke belakang walaupun leherku terasa berat. Mataku membulat saat melihat cowok yang baru memasuki kelas sedang berjalan santai dan penuh percaya diri, sekarang menuju ke arah kami lalu duduk tepat di sebelah Tomi.

 

Aduuuh ... mampus!

 

Cowok itu adalah Kenn.

 

Hari yang seharusnya aku anggap sebagai hari yang menggembirakan kini pupus sudah, setelah melihat cowok sialan itu duduk tepat di belakangku yang berdekatan dengan jendela.

 

Aku melihat Tomi dan Kenn sempat melakukan tos berdua. Kemungkinan mereka sudah saling kenal dan hebatnya lagi Tomi tak pernah cerita apa pun kepadaku maupun Dara.

 

Kulipat kedua tanganku di depan dada dan menatap tajam ke arah Tomi.

 

"Wuidih ... serem, Bu. Udahan, ya, marahnya," goda Tomi sambil terkekeh. "Oke, Kenn kenalin dua sahabat gue. Ini Dara, dan ini Frel," lanjut Tomi memperkenalkan kami.

 

"Nggak ada kenalan-kenalan. Gue udah tau," kataku jutek tanpa membalas jabatan tangannya.

 

Kenn mengepalkan tangan sesaat, menahan amarah, kemudian melepasnya lagi. 

 

Argh! Andaikan aku tahu dari awal,  nggak bakalan aku setuju duduk di sini.

Dara yang masa bodoh akan situasi yang mulai panas di antara kami, langsung menyergap tangan kanan Kenn yang masih berada di udara dengan kedua tangannya. 

Ternyata, ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan langka ini.

"Kenalin, gue Adara Salsabila. Lo bisa panggil gue Dara," ucap Dara dengan intonasi yang begitu menggebu-gebu dan wajah berbinar-binar.

 

Saking semangatnya, ia sampai lupa bagaimana cara melepas genggamannya. Hingga akhirnya ada suara dehaman dari si pemilik tangan.

 

"Eh, m-m-maaf, maaf," Dara salah tingkah sambil senyam-senyum sendiri.

 

Aku memutar bola mataku jengah.

 

Kelakuan Dara sebenarnya sama kayak kelakuanku ketika sedang berkenalan dengan cowok keren. Tapi bagiku, terkecuali untuk cowok belagu seperti Kenn. Sedangkan Tomi, ia hanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Dara. 

 

"Kalian emang udah tau nama Kenn, tapi ada satu hal yang belum kalian ketahui. Kenn sebenarnya ...," Tomi tersenyum misterius, "saudara sepupu gue!" tambah Tomi, membuat kami syok.

 

***

 

Hari pertama diisi beberapa penjelasan guru yang sangat santai, tanpa ada tugas apa pun. Bahkan ada yang hanya diisi untuk mengabsen para murid satu per satu dan sisanya kami dibebaskan bercanda bersama.

 

Seperti sekarang. Pelajaran sejarah tapi diisi perkenalan antara guru dan murid. Kata Pak Joko selaku guru sejarah, perkenalan ini juga bisa dikategorikan sejarah di masa yang akan datang, dengan syarat peristiwa tersebut merupakan peristiwa penting untuk kita, peristiwa itu besar pengaruhnya pada masa sekarang dan masa berikutnya, peristiwa tersebut abadi dan unik.

 

Setiap murid maju ke depan satu per satu untuk memperkenalkan diri masing-masing.

 

Ada yang sok cantik, sok kecakepan, sok kaya, sok ke-PD-an, sok imut.

 

Ada yang gaya bicaranya meledak-ledak, ada yang dibuat seanggun mungkin, ada yang irit ngomong, apa adanya, si culun juga ada, sombong, ada yang pemalu, ada juga yang malu-maluin.

 

Ada yang bikin ngiri, bikin mata perih, bikin pengen nabok tuh orang, bikin melongo, bikin jengkel, ada juga yang bikin ngakak.

 

Contohnya, nih:

 

"Kenalin nama gue Maya. Kalo mau kalian bisa kok nambahin Estianty di belakang nama gue." Ehm! Ini cewek kayaknya ngarep banget jadi artis. "Hobi gue shopping. Kata mami, gue harus habisin uang yang cuma sepuluh juta per hari, kalo nggak habis disuruh nginep di hotel."

 

Hellooo ... cuma katanya? Sepuluh juta dibilang cuma? Itu mah super banyak, woy!

 

"Nama saya Santi Safitri. Saya mau terus belajar biar bisa jadi dokter seperti ayah saya."

 

Wah, ada juga ya di sini anak yang baik-baik dan patuh.

 

"Nama gua Adam. Gua anak tunggal. Gua orangnya nggak sombong, kok." Halah, preet. "Gua punya banyak mobil dan rumah, perusahaan nyokap bokap juga tersebar di beberapa kota." Nggak sombong, kepalamu! "Gua nggak butuh cita-cita, hidup gua udah perfect."

 

Sekali lagi, itu namanya apa kalau bukan sombong??

 

"Nama gue Udin. Bukan Udin yang lagi di jalan maupun di kamar, apalagi Udin Sedunia. Nama gue Sabarudin yaitu Udin yang nggak suka marah." Oke, ini Udin yang penyabar. "Cita-cita gue ingin mondok di pesantren dan berkhotbah di hadapan kalian semua supaya insyaf. Wahai ... teman-temanku yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa!"

 

Eh, kok malah khotbah puasa?

 

Semua cengo.

 

"Kenalin nama gue Dwi Andika, bisa dipanggil Andika, atau nggak usah dipanggil juga nggak apa-apa." Ya, ya, ya ... terserah kamulah."Gue bukan Andika Kangen Band, tapi gue mungkin berharap bisa dapat cewek cantik kayak nasib Bang Andika, hehehe."

 

Hmm, boleh-boleh, entar aku bantu doa, Dik. Hahaha....

 

Dan sekarang giliranku maju ke depan.

 

"Nama gue Frel. Cita-cita gue ... entah, sampai saat ini gue hanya ingin jadi diri gue sendiri. Gue—"

 

"Siapa nama kamu?" potong Pak Joko.

 

"Nama saya Frel, Pak."

 

Pak Joko menatap buku absen sekali lagi. Ia betulkan kacamata yang sempat melorot dan mencoba membacanya. "Di sini nama kamu Frela Lidiana Putri," ujar Pak Joko, meyakinkan.

 

"Bukan, Pak," jawabku mantap.

 

"Lho, jika ini bukan nama kamu, terus nama siapa? Di sini apa ada yang namanya Frela Lidiana Putri?" Semua hanya diam. "Kamu tetap nggak  mau mengaku?"

 

Aku masih diam. Kukepalkan tanganku erat-erat. Setiap mendengar nama itu rasanya susah sekali untuk bernapas, emosiku selalu muncul ke permukaan.

 

"Saya nggak suka nama itu, Pak," jawabku akhirnya. Kudengar beberapa anak ada yang berbisik-bisik membicarakanku.

 

"Tenang, tenang!" Setelah kelas tenang kembali, Pak Joko melanjutkan, "Kamu yakin? Namamu bagus lho. Kamu nggak takut orangtuamu marah melihatmu begini?"

 

"Biarin aja, Pak, entar singa betinanya ngamuk malah berabe," sela Tomi sambil nyengir kuda, sementara murid lain mulai gaduh.

 

"Kamu kenapa nggak suka nama dari orangtuamu sendiri?" tanya Pak Joko lagi.

 

"Oh, ya, Pak Joko suka soto atau bakso? Atau mungkin sayur sop?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

 

Terlihat Pak Joko mengernyitkan dahinya, kemudian beliau tersenyum lalu berkata, "Saya suka soto, apalagi kalau Soto Lamongan, enak sekali itu. Mantap!" jawab Pak Joko tanpa sadar.

 

Seketika semua murid tertawa.

 

Ketika sadar, beliau melotot ke arahku dan berteriak, "Maksud kamu apa??!"

 

"Tenang, tenang, Pak. Saya nggak bermaksud apa-apa, kok. Saya tanya seperti itu karena ada hubungannya dengan pertanyaan Bapak." Pak Joko menatapku bingung. "Jadi begini, ibarat bapak yang nggak suka bakso maupun sayur sop, tapi lebih suka Soto Lamongan. Nah, saya juga begitu, Pak, saya lebih suka nama dan panggilan Frel. Bukan yang bapak sebutkan tadi," ujarku menjelaskan.

 

"Tapi itu kan bed—"

 

"Suruh aja dia ngurus akta kelahiran baru, Pak! Makin bagus kalo ditambah kacang atom di belakangnya," celetuk Kenn santai.

 

Brengsek! Cari gara-gara terus nih, cowok.

 

"Kali aja dengan ganti nama, monyet di tubuhnya keluar, Pak."

 

Kontan semua tertawa ngakak, tak terkecuali Tomi dan Dara. Pak Joko hanya menghela napas dan geleng-geleng kepala.

 

Siiiaaaalll. Kenn bedebah, brengsek!

 

Kemarahanku sudah sampai di ubun-ubun kepala. Aku langsung berjalan ke arah Kenn dengan menggebrak mejanya, aku nggak peduli rasa sakit yang menjalar di tanganku, aku juga nggak peduli berapa pasang mata yang melihatku sekarang. Lama-lama kulakban mulutnya.

 

"LO MAU GUE BUNUH, HAH!!" Aku berteriak kalap, sedangkan cowok brengsek itu malah tertawa terbahak-bahak.

 

Oh, Tuhan, aku benar-benar malu sekarang. Rasanya ingin sekali menghilang dari muka bumi.

 

Ya, benar kata Pak Joko. Peristiwa ini bisa aja di kemudian hari akan menjadi sejarah yang tak terlupakan bagi kami. Terutama buatku.

 

Sejarah yang sangat memalukan!

 

Ternyata, Kenn dan Tomi benar-benar sama gilanya. Dua saudara yang sama stresnya.

 

Satu kelas juga sama-sama SARAP!

........................***.............................

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tami Andriani
baguuuuussss
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • FREL.   6. Para Idola

    Bel istirahat telah berbunyi.Para murid segera bersiap-siap keluar sebelum Pak Mamat yang bertugas mengunci semua kelas, keburu datang.Belum lima menit Pak Joko keluar dari pintu, terlihat sudah banyak cewek dari berbagai penjuru kelas berdatangan, berdesakan meneriaki nama Kenn dan Tomi.Saat Kenn dan Tomi berjalan hampir sampai pintu, tiba-tiba para cewek itu memisah menjadi dua kelompok dan berebut mendekati mereka. Membuat dua lingkaran mengelilingi Kenn dan Tomi.Aku dan Dara hanya bisa diam—masih di tempat kami duduk—memperhatikan dari jauh."Liat tuh, Frel. Fans Kenn lebih banyak ketimbang Tomi. Kalah saingan tuh anak," bisik Dara. Aku terkikik geli.Kalau mau jujur, para cewek yang mengelilingi Kenn memang lebih banyak ketimbang Tomi."Emang pesona Kenn nggak ada yang bisa ngalahin.

  • FREL.   7. Hari Keberuntungan dan Penyelamat

    "Gue mau pesan soto ayam sama es teh. Lo, Frel?" Aku masih senyam-senyum sambil menatap Kak Kevan.Memandang Kak Kevan yang tepat di depanku merupakan suatu anugerah terbesar. Aku mengagumi ketampanannya dan keburuntunganku hari ini. Hingga terdengar suara yang mengalun indah miliknya, menyadarkanku."Frel?" panggil Kak Kevan sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku."Eh, i-iya, maaf," ucapku gugup. "Tadi Kak Kevan bilang apa?" tanyaku cengengesan.Kak Kevan tersenyum lembut dan mengulang perkataannya. "Lo mau pesan apa?""Emm, bakso, deh. Minumnya jus melon.""Oke, bentar gue pesankan dulu, ya." Aku mengangguk malu-malu.Kak Kevan memanggil pelayan kantin dan menyebutkan pesanan kami. Sambil menunggu pesanan datang, aku memutuskan mulai mengorek informasi tentang Kak K

  • FREL.   8. Misi Baru

    Selagi Dara asyik menonton drama kesukaannya, aku menyelinap naik ke lantai atas menemui Kak Rian. Aku mengetuk pelan pintu kamarnya dan dari dalam terdengar suara yang menyuruhku masuk."Hai, Kak Rian...," sapaku dengan senyum manis terpampang di wajah."Sini, Frel," ujar Kak Rian sembari tersenyum.Aku menatap Kak Rian yang sedang serius membaca beberapa tumpukan berkas di meja kerjanya. Aku mencoba mendekat. "Sibuk, ya, Kak?""Hmm, lumayan. Ada apa, Frel?" tanya Kak Rian balik setelah melihatku sekilas.Kak Rian kembali menghadap tumpukan berkas itu, sesekali menandatangani beberapa lembar kertas. Dahiku berkerut ketika melihat Kak Rian yang baru pulang kerja tapi sudah bergelut lagi dengan pekerjaannya.Harusnya masih ada dua jam lagi kan, sebelum waktu pulang Kak Rian dari kantor? Apa karena

  • FREL.   9. Rencana terselubung

    Kuhitung sudah tiga kali lebih aku menguap. Ngantuk banget. Ini gara-gara ide Kak Rian yang sungguh gila. Dara lebih gila lagi, mau aja nurutin saran Kak Rian. Padahal dari kemarin ia tolak mentah-mentah ide darinya.Dan tadi, di pagi-pagi buta dengan seenak jidatnya Dara menggedor pintu rumahku kayak orang kesetanan, memaksaku mandi agar berangkat sekolah bersamanya."Hoooooaaaaaammm...." Sekali lagi aku menguap lebar dan kutepuk-tepuk mulutku.Kujulurkan leher, melihat Dara yang masih di depan gerbang menunggu Tomi datang. Aku menghela napas panjang, lalu kulipat kedua tangan di atas meja sambil memandang Pak Satpam yang lagi asyik memakan roti holland pemberian Dara.Lebih tepatnya, Dara dengan sengaja menyuap beliau supaya mengizinkan kami menunggu Tomi di sini.Gleg!Ini orang lagi doyan apa raku

  • FREL.   10. Persiapan

    Untuk acara malam ini aku memilihdresssantai warna hitam selutut lengan pendek, kupadukansneakersputih kesayanganku dan jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Rambut panjang hitam lurusku, aku biarkan tergerai untuk menambah kesan manis pada gaya busanaku.Aku paling nggak suka dandanan terlalu ribet dan ramai. Aku lebih sukasimpletapi tetapelegant. Seperti ini,girlynamun tetap tampakcasual.Kutolehkan kepala ke kanan, tepat di sampingku ada Dara yang semobil denganku. Ia terlihat melepas jaket yang sebelumnya menutupi beberapa bagian tubuhnya.Kupandangi Dara dari ujung kaki sampai atas. Dahiku berkerut dan sontak melotot setelah melihat penampilan Dara.Ia memakaihigh heelssuper tinggi, tas tangan kecil be

  • FREL.   11. Mendekati Rencana

    Kupandangi restoran mewah di depanku. Restoran 3 lantai dan tiap lantai mempunyai ruangan khusus masing-masing.Lantai 1, ada dapur dan tempat makan bernuansa anak muda.Lantai 2, khusus family room, ruangan dengan nuansa santai penuh kekeluargaan.Lantai 3, ruangan dengan tampilan eksklusif dalam tatanan interior mewah, ditujukan untuk kalangan profesional yang hendak menjamu rekan bisnisnya atau bahkan menyelenggarakan kegiatan meetinginternal perusahaan yang ruangannya bisa mencapai kapasitas 50 orang lebih.Meskipun sudah beberapa kali datang kemari, tapi tetap aja responsku tak pernah berubah. Takjub danwow ... amazing. Nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata.Aku masih ingat pertama kali datang kemari, sungguh memalukan. Memakai sandal jepit dan kaus oblong dengan tatanan rambut awut

  • FREL.   12. Rencana Dimulai

    "Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!" Aku dan Dara berteriak sekencang-kencangnya begitu kami masuk ke dalam ruangan.Aku mengusap dadaku yang hampir jantungan karena kaget.Tomi benar-benar sialan! Ia sengaja menunggu kami di balik pintu dengan memakai topeng Ghostface untuk menutupi wajahnya.Siapa coba yang nggak takut kalau topengnya seseram itu?Melihat topeng Ghostface, membuatku selalu teringat film horor "Scream", di mana ceritanya sang pembunuh memakai topeng Ghostface dalam setiap melakukan aksi untuk menutupi jati dirinya.Tadinya kukira kami yang akan menjadi korban pembunuhan selanjutnya. Hiiii ... amit-amit!Tomi malah tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya sambil membungkuk. Mengguncangkan bahunya sedemikian rupa akibat tawa pecahnya. Dara tidak tinggal diam, ia langsung memukuli Tomi dengan tas kecil yang i

  • FREL.   13. Perjalanan Bersama Kenn

    "Kenn, tungguin gue!""Gue ngasih tau lo, bukan berarti lo harus ngekorin gue.""Tapi gue terpaksa ngekorin lo, Kenn.""Lo pikir gue peduli?" Aish, mulai lagi mulutnya!Nggak tahu apa, ngejar dia itu sama aja kayak ngejar Hulk, satu langkah bagiku sama seperti sekilo jauhnya."Tunggu...!" teriakku sambil megap-megap kehabisan napas.Kenn berhenti dan berbalik menatapku. "Apa lagi?""Gu-gue capek ngejar lo. Jangan cepat-cepat dong jalannya.""Ck, siapa suruh punya badan kecil. Udah cepetan mau ngomong apa?"Emangnya gue mau apa, punya badan kecil gini!"G-gue ... eee ... gueee...." Tanpa sadar kedua jari telunjukku sudah terangkat main sundul-sundulan kayak magnet. Kebiasaan yang belum bi

Latest chapter

  • FREL.   84. BONUS (Surat Cinta dari Mama)

    Semilir angin, hijaunya pepohonan, serta kicauan burung seakan menyambutku tiap aku datang kemari. Seolah mereka menyapaku dengan salam terindah yang begitu manis.Aku berlari riang ke tempat yang lebih tinggi. Mataku terpejam, terbuai oleh rasa damai yang menentramkan jiwa. Kurentangkan kedua tangan, lalu kuhirup udara sebanyak-banyaknya. Bibir ini sontak tertarik ke atas saat udara segar telah memasuki paru-paruku."Lo kayaknya senang banget tiap gue ajak ke sini." Suara itu memecah kesunyian dalam beberapa menit terakhir.Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Karena di sini gue merasa tenang.""Emang sama gue, lo nggak tenang?" Ia menatapku lekat. Tanpa senyum."Ya ..., t-t-tenang." Mendadak aku gelagapan. Aku mencoba berpikir cepat. "Cuma di sini suasananya lebih damai. Bikin betah. "Ia masih me

  • FREL.   83. TAMAT

    Salah satu pelayan restoran menyambutku dan mengantarku berjalan menuju ke dalam. Semakin masuk, aku makin tidak mengerti. Bukannya berhenti di salah satu ruangan, pelayan itu malah tetap mengajakku melangkah terus sampai tiba di sebuah tempat bagian belakang restoran. Dan anehnya, di sini semua gelap tanpa penerangan apa pun.Aku berpaling pada pelayan restoran, melemparkan tatapan bertanya. Bukannya menjawab, ia justru memintaku menutup mata untuk beberapa saat. Walaupun masih banyak tanda tanya di kepala, tetapi tak urung aku melakukannya juga.Kupejamkan mata sambil menghitung waktu. Dalam enam puluh detik, aku sudah mendengar aba-aba membuka mata. Aku menoleh pada pelayan itu dan bertanya, "Apakah ada instruksi lain lagi?" Ia menggeleng dan tersenyum sopan, mempersilakanku maju dan menunjuk sesuatu di depan kami.Mataku melebar dan mulutku menganga dalam detik itu juga. Apa yang terdapat di

  • FREL.   82. Bersama Lagi

    Kami berdiri di depan sebuah restoran besar dan mewah. Dari sini, lampunya masih tampak menyala semua, tetapi rasanya sangat sepi. Mungkin karena permintaan Kenn, restoran ini sengaja dikosongkan.Aku dan Dara maju bermaksud mencapai pintu, namun sebelum itu terjadi tiba-tiba dari balik tiang besar yang berada di sisi kiri pintu masuk, Tomi keluar bersama seseorang yang tak asing bagiku.Mataku membola disertai rasa setengah tak percaya. Kututup mulutku begitu melihat jelas sosok cewek yang kini berjalan mendekat ke arahku. Seperti biasanya, ia sangat cantik dan anggun."Sasha, kan?" tanyaku, memastikan dengan mengacungkan jari telunjuk. Ia mengangguk. "Beneran? Sasha yang gampar Tomi pakai kamus?"Sekali lagi Sasha mengangguk sembari tersenyum geli, sedangkan Tomi melotot kejam ke arahku.Tanpa menanggapi Tomi, aku langsung berlari memel

  • FREL.   81. Surat Kak kevan

    'Untukmu,Cahaya dan napasku.Hidup membawaku pada sebuah misteri yang tak pernah kutahu jawabnya. Memberikan sepercik rasa dan asa namun sekejap hilang tanpa jejak. Memaksaku untuk melupakan seberkas cahaya hangat yang pernah menjadi milikku, dan harus rela menerima apa yang telah digariskan.Memangnya sekuat apa diriku? Memangnya, sebesar apa hati bisa menguasai diri? Jika akal berbicara, apakah hati juga diharuskan menerima? Lalu, untuk apa cahaya itu mendekat jika nyatanya tidak memberikan keleluasaan dalam alur napasku?Semua perasaan ini sangat menyiksaku. Berulangkali mencoba meyakinkan diri dan menghibur diri sendiri agar bisa kuat menerima takdir kita. Namun, sekuat apa pun aku berusaha, hatiku tetap sama. Masih mencintaimu sebagai gadisku yang dulu.Alam menunjukkan banyak peristi

  • FREL.   80. Akan Ada Akhir

    Tahu-tahu terdengar Abel bersorak girang. "Yeayy ... Kak Frel dan Kak Kenn mulai sekarang jagain Abel teruuuuus. Kak Reno di atas pasti senang liat Abel ada yang jagain. Horeeeeyyy...." Abel berteriak dan bertepuk tangan heboh. Aku dan Kenn ikut tertawa melihatnya."Di luar udah banyak yang nunggu. Ayo, waktunya pulang." Kenn menggenggam jemariku dan mengajakku keluar."Freeeeeeel...!" Baru aja pintu dibuka Kenn, Dara menerjang dan memelukku. "Gue senang akhirnya lo udah bebas.""Bebas? Lo pikir gue habis dipenjara!" Aku melotot, pura-pura marah.Dara cengengesan sembari meminta maaf. Sesudah itu Dara mengenalkanku dengan anak kecil bernama Dito—adiknya Kak Ari—yang usianya dua tahun di atas Abel.Sebenarnya sudah sering kali Dara bercerita tentang Dito. Mungkin aku belum pernah kasih tahu kalian siapa itu Dito, tapi yang jela

  • FREL.   79. Bangkit

    "Hai." Tiba-tiba Kenn memasuki ruangan dan menyapaku dengan suara seraknya.Aku tersenyum menyambutnya. "Hai, Kenn."Ketika aku mencoba duduk, dengan sigap Kenn membantuku dan mengatur bantal untuk sandaran punggungku.Ia kemudian duduk di sebelahku, tanpa senyum sedikit pun. "Gimana perasaan lo sekarang, setelah lima hari berturut-turut menolak gue temui?"Aku tersenyum getir. "Bukan hanya lo, Kenn, tapi semuanya.""Selama lo koma, gue kayak orang gila. Setiap hari gue ketakutan lo nggak akan membuka mata lagi. Gue takut, lo bakal pergi ninggalin gue kayak Hendra," ucap Kenn. "Dan saat lo siuman, dengan seenaknya lo melarang gue masuk. Lo udah berhasil bikin gue nyaris gila beneran." Kenn tertawa hambar meskipun terdengar pelan.Sementara aku sontak terdiam. Kugigit bibir bawahku. Semenjak aku siuman, memang

  • FREL.   78. Keajaiban

    Kalian percaya tentang keajaiban Tuhan? Jujur, dulu aku nggak pernah percaya dengan yang namanya keajaiban. Aku selalu merasa keajaiban itu hanya untuk orang-orang tertentu, dan itu bukan untukku.Akan tetapi, aku salah. Semua yang aku pikirkan selama ini salah besar.Suatu hari aku bermimpi bertemu nenek dan kakek. Kami duduk di suatu tempat yang sangat sepi juga asing, tapi bagiku begitu tenang. Aku tidur-tiduran di antara mereka berdua dengan posisi kepalaku di atas paha nenek, sedangkan kakiku dipijat oleh kakek.Kami bercerita banyak hal, atau lebih tepatnya akulah yang selalu melemparkan pertanyaan pada mereka."Kek, pintu di rumah rusak lagi. Tiap dibuka bunyinya berisik banget kayak biasanya. Kata kakek mau benerin, kok sampai sekarang belum, Kek?""Sekarang kakek nggak bisa, mintalah tolong sama Nak Kenn. Dia anak yang baik," jaw

  • FREL.   77. Kenn (3)

    Faktanya, kemauan tak pernah bisa sejalan dengan perasaan. Gue menghindar, bersikap dingin setiap berpapasan dengannya, tapi bukan berarti gue nggak mau peduli lagi padanya.Diam-diam tanpa sepengetahuan dia, gue tetap mengawasi pergerakannya dalam jarak aman. Memperhatikan tingkah bodohnya menyiksa diri sendiri di sekolah. Hingga sampai pada kabar dari Tomi mengenai kakek dan neneknya yang meninggal karena tabrak lari. Menghilangkan gengsi, gue langsung pergi mencarinya.Gue mencari ke segala tempat yang belum didatangi Tomi dan Dara. Gue panik, sampai-sampai gue beberapa kali berputar-putar di area yang sama. Gue mengumpat kasar, merutuki kebodohan gue. Hingga satu nama itu terlintas di kepala gue.Kevan.Seketika gue menelepon Pak Ahmad meminta data alamat Kevan dan segera melesat ke rumahnya. Di sana gue dikejutkan kenyataan kebenaran hubungan Kevan dan Frel.

  • FREL.   76. Kenn (2)

    Gue berpikir keras. Mengapa setiap kali gue berada di dekatnya, emosi gue selalu meledak tiap melihat kelakuan bodohnya? Kenapa dia bisa buat gue marah di suatu waktu dan khawatir di detik selanjutnya? Apa gue punya perasaan khusus untuknya? Nggak, nggak mungkin!Argh, dari mana pikiran konyol itu? Nggak mungkin gue suka cewek gila macam dia. Gue menggeleng kuat. Namun, semakin gue menyangkalnya, perasaan itu justru semakin mengganggu. Gue ingin mengabaikannya, tetapi bayangan cewek itu terus saja bercokol di kepala gue. Gue sudah berpikir, berpikir dan terus berpikir. Akan tetapi logika dan hati gue selalu berlawanan arah. Pikiran gue buntu. Akhirnya gue merutuki diri sendiri dan berusaha mengalihkan pikiran, menolak menelaah lebih jauh perasaan gue. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat Tomi dan Dara berlari mendekat. Menanyakan kondisi temannya yang masih berada di ruang operasi.

DMCA.com Protection Status