Home / Fiksi Remaja / FREL. / 3. Merayu Kak Kevan

Share

3. Merayu Kak Kevan

Author: malapalas
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ada nggak yang sesial aku hari ini? Gara-gara tantangan bodoh itu semalaman aku nggak bisa tidur, sibuk memikirkan kalimat apa yang cocok kugunakan untuk merayu Kak Kevan. Akhirnya hari ini aku fix telat.

 

Nggak tanggung-tanggung, telatku sudah melewati batas wajar. Hampir 1 jam.

 

Kalian mau tahu aku sekarang di mana?

 

Aku sekarang berada di ruang OSIS dan dikepung 35 anggota OSIS, lengkap.

 

Di depanku ada Kak Farah yang berkacak pinggang, gayanya seperti mau ngajak berantem. "Sengaja lo ya, mentang-mentang hari ini hari terakhir acara MOS, lo mau buat sensasi datang semaumu, hah!"

 

Cara bicaranya sudah nggak seformal seperti kemarin-kemarin. Sudah pakai elo, gue, sama kayak Kak Alvin dan Kak Ari. Lalu matanya melirik ke arah kalungku yang berbahan tali rafia.

 

Wajahku langsung pias. Habislah aku!

 

Matanya melotot. "Lo kemanain kerupuk uyelnya? Kok tinggal 2?" Mak lampir ini matanya benar-benar awas!

 

Aku gelagapan. "Ee ... i-itu, Kak, yang 2 saya makan di perjalanan tadi. Saya ... bangun kesiangan dan belum sempat sarapan, Kak."

 

Tiba-tiba matanya membelalak dan mulutnya terbuka lebar. Kuperhatikan ada beberapa dari mereka yang frontal tertawa, terkikik geli, melongo, dan ada juga beberapa cewek yang menatapku tajam, setajam silet.

 

Semalam di rumah cuma ada aku. Kakek dan nenek sudah memberiku pesan, kalau malam ini mereka akan menginap di rumah teman yang sedang sakit parah. Tapi sayangnya, wekerku nggak mau berbunyi di saat yang tepat. Saat aku periksa ternyata baterai habis total. Aku sukses bangun kesiangan.

 

Sehabis mandi kilat, aku segera berangkat. Tapi sialnya, aku harus berlari kencang mengejar angkot yang kata sopirnya, ia nggak lihat kalau ada orang di halte.

 

Memangnya, aku dikira jin?

 

Perutku mulai keroncongan, terpaksa di dalam angkot kumakan 2 kerupuk uyel putih yang menggantung di leher. Toh kerupuknya tiap hari selalu kuganti. Masih bersih dan aman. Kan sayang, kerupuk uyel itu harusnya buat dimakan bareng sama gado-gado, bukan malah digantungin di leher buat acara beginian.

 

"Elo tuh, ya!" ucap Kak Farah geram.

Ketika ia berniat mencekikku, tangannya segera ditahan Kak Kevan. Kak Farah sontak menurunkan kedua tangan, berubah tersenyum genit ala tante-tante yang ada di emperan. Huek!

 

"Biar gue yang kasih hukuman," ucap Kak Alvin mengambil alih.

 

Dengan santai ia menarik tanganku, mengajakku ke lapangan. Ia mengambil mic dan menyerukan agar semua murid segera berkumpul di lapangan.

 

"Ada teman kalian terlambat sekolah hampir 1 jam. Dan untuk kali ini, hukuman yang pantas buatnya akan dipersembahkan untuk kalian semua."

 

Suara tepuk tangan dan sorakan terdengar riuh dari semua murid.

 

Kemudian ia berbisik di telingaku, "Gue harap lo masih ingat tantangan kita kemarin. Dan sekarang saatnya."

Mampus!

 

Kak Alvin kembali bersuara, "Kalian akan terkejut karena tidak hanya teman kalian ini saja yang ikut berperan, melainkan Ketua OSIS kita sendiri."

 

Seketika para siswi berteriak histeris begitu melihat Kak Kevan berjalan memasuki lapangan. Ia mengambil napas sejenak sebelum meraih mic. Ia menoleh ke arahku, memandangku lembut seakan-akan mengatakan semua akan baik-baik aja.

 

"Saya sebenarnya nggak pernah ingin terlibat dalam hal menghukum seseorang, saya biasanya memilih memberikan tugas untuk mereka yang lebih mendidik." Semua diam, menunggu kelanjutan dari Kak Kevan. "Tanpa sepengetahuan saya, wakil saya sendiri telah membuat keputusan secara sepihak. Dan saya putuskan, hukuman ini sudah tidak berlaku lagi."

 

"Huuuuuuu!" Kontan semua murid berseru menolak.

 

Amaaan ... aman. Aku mengelus dada beberapa kali. Seakan batu besar terangkat dari pundakku. Tapi ketika aku melirik Kak Alvin, senyum miringnya menunjukkan betapa pengecutnya aku. Aku buru-buru menunduk, menyembunyikan wajahku.

 

Beberapa detik kemudian aku segera menghampiri Kak Kevan, menyampaikan niatku.

 

"Kamu yakin?" tanya Kak Kevan.

 

Aku tersenyum sembari mengangguk.

 

Kuraih mic pemberiannya. Kusapu pandangan ke seluruh murid yang ada di depanku. "Maafkan saya. Karena saya yang salah, saya akan terima hukumannya."

 

Preet! Hukuman apaan?! Yang ada hanya tantangan konyol! Kesepakatan brengsek!!

 

Riuh suara tepuk tangan terdengar kembali. Buset dah. Ada orang dapat hukuman, malah dikasih tepuk tangan. Ck, ck, ck....

 

Oke, puas-puasin deh kalian. Setelah tahu hukuman apa yang aku maksud, dijamin kalian para cewek pasti mewek berjamaah, hahaha....

 

Aku berusaha mengingat-ingat kalimat apa yang sudah aku rangkai semalam. Aku berpikir keras, alisku sampai berkerut berkali-kali lipat.

 

Shit!

 

Aku baru ingat semalaman aku sudah menghabiskan berpuluh-puluh kertas untuk merangkai kata indah, bukannya jadi karya indah, malah jadi seperti rayuan cewek genit yang malu-malu nista.

 

Ujung-ujungnya semua kertas nasibnya berakhir di tong sampah. Aaaarrrrrggh!

 

Apa yang harus aku perbuat sekarang?

Tiba-tiba aku dilanda kecemasan yang luar biasa. Keringat dingin mulai bercucuran di dahi, pipi, bahkan di belakang leherku. Wajahku memerah. Aku menggigit bibirku, biarlah, sampai jontor pun masa bodoh.

 

"Wooy, sampai kapan berdiri terus?! Panas, woy, panas!"

 

Tomi sialaaaaan. Dasar setan alas!

 

"Cepetan dong, panas nih," keluh salah satu cewek dan disetujui yang lainnya.

 

Aku berdeham. Ayo, dong, mikir, mikir! Ke mana nih, otak. Duh, kenapa kakiku ikut gemetaran begini?

 

Mataku menari ke sana kemari untuk mencari bala bantuan dari wajah asing yang berada di depanku. Beberapa dari wajah itu ternyata sudah aku kenal, teman-teman satu sekolah di SMP-ku dulu. Tapi, hanya 2 orang yang akrab denganku, siapa lagi kalau bukan Tomi dan Dara.

 

Ah, iya, Dara! Siapa tahu dia bisa membantu.

 

Aku mencari sosok itu, ternyata nggak jauh dari tempatku berdiri. Aku menoleh ke arahnya yang berada di depan, baris pertama sebelah kanan. Ia menangkap sinyal daruratku, tapi ia malah menggeleng dan mengedikkan bahu, bertanya balik tanpa suara.

 

Oh, Tuhan! Kenapa aku benar-benar bodoh, Dara kan belum tahu tantangan laknat ini.

 

Bodoh, bodoh, bodoh!

 

Aku menarik napas panjang. Suasana saat ini benar-benar sunyi senyap karena semua sedang menantikanku membuka suara. Kualihkan tatapanku ke arah Kak Kevan. Tepat di sana, cowok yang mempunyai mata sayu dan indah. Kutatap mata itu, mata yang sekarang juga menatapku.

 

Tiba-tiba ilham datang di kepalaku. "Emm ... baiklah." Tanpa sadar aku sudah berjalan maju mendekati Kak Kevan. Aku mendongak dan tatapanku tak pernah lepas darinya. Ia masih berdiri di tempat yang sama. Menatapku.

 

"Kak Kevan tau, pertama kali aku liat mata kakak, aku merasakan beribu-ribu kenyamanan dan ketenangan yang belum pernah aku dapatkan sebelumnya. Entah kenapa saat liat senyum kakak, serasa ada sesuatu yang hangat mengaliri dadaku, namun juga luar biasa membuatku senang, Kak. Bahkan, aku merasa ikut bahagia ketika melihat tawa kakak." Aku terdiam sesaat. "Mungkin ini aneh, tapi, emm ... aku merasa kita udah lama saling kenal. Seperti déjà vu." Aku menatap lekat Kak Kevan. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Kak? Siapa tau di kehidupan lain atau jangan-jangan di kehidupan yang akan datang? Hehehe ... Ehm, tapi kuharap bukan aku sendiri yang merasakannya, melainkan ... Kak Kevan juga."

 

Aku menajamkan indra pendengarku, tak ada suara apa pun. Sepi.

 

Apa mereka terkesima? Atau akan mengejek dan mentertawaiku?

 

Aku nggak berani menoleh sedikit pun. Rasanya kepalaku susah digerakkan. Terlintas di hati ingin mengetahui apa yang dipikirkan Kak Kevan.

 

Aku menatap Kak Kevan penuh selidik. Ekspresinya kayak orang yang sedang kaget dan tegang. Tatapannya seperti ... ah, susah sekali menebak raut wajah seseorang. Sebaiknya aku harus menyelesaikan ini semua sebelum aku pingsan karena malu.

 

Aku meringis lebar. "Kak, pasti akan sangat menyenangkan menghabiskan liburan akhir pekan nanti bersama-sama. Kak Kevan mau, kan?"

 

Kak Kevan menatapku bingung ketika kuarahkan mic kepadanya. Namun sedetik kemudian ia tergelak pelan, lalu menjawab, "Ya. Akhir pekan nanti aku bakal jemput kamu."

 

Hah? Aku nggak salah dengar, kan? Ini bukan mimpi di siang bolong, kan?

 

Dengan mata yang berbinar-binar aku memandangnya. "Benar, Kak?" Tanyaku sekali lagi, untuk memastikan.

 

Kak Kevan mengangguk sambil tersenyum geli.

 

Yes. Aku bersorak kegirangan, melompat-lompat di tempat.

 

Ups!

 

Aku langsung berhenti melompat dan menciut ketika semua cewek menatapku tajam, seakan-akan ingin menerkamku saat ini juga.

 

***

 

Acara selanjutnya pergi ke panti asuhan "CINTA KASIH". Kami bersama-sama naik kendaraan yang telah disediakan pihak sekolah.

 

Jadwal hari ini bertemakan "Berbagi Antar Sesama".

 

Setiap anak diminta membawa barang apa aja selain uang. Barang harus dalam kondisi baru, bukan bekas pakai dan nantinya akan diberikan ke anak-anak panti.

 

"Lo hebat banget tadi, Frel. Itu kalimat dapat dari mana? Kapan-kapan lo ajari gue ya, buat nembak Kenn," serbu Dara saat kami baru memasuki bus dan duduk di nomor dua dari belakang.

 

Ya. Sekarang aku sudah tahu siapa nama cowok cuek itu. Namanya, Kenn Alvaro Pratama.

 

Semalam sehabis pusing mikirin rayuan buat Kak Kevan, aku langsung nelpon Dara minta penjelasan siapa tuh cowok yang bisa buat cewek sekelas diam berjamaah.

 

"Dari mbah dukun," jawabku asal jeplak.

 

"Hah! Yang benar lo? Mana, mana alamatnya?"

 

Aku melotot tak percaya. "Lo serius?" Begitu melihat Dara mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menyatukan kedua tangan memohon, aku geleng-geleng kepala. Makin yakin, nih anak pasti habis kesurupan setan jomblo. "Sinting lo, Ra."

 

"Ayolah, Frel. Pliiisss...." Aku makin syok melihat Dara seserius ini.

 

"Lo percaya sama omongan gue? Serius lo??" Aku menepuk jidatku. "Tadi kan gue cuma bercanda, Ra. Lagian, gue anti sama begituan."

 

Mendengar perkataanku, Dara yang beberapa saat lalu semangat 45, sekarang berubah drastis tampak lesu dan loyo. Aku mengerutkan dahi, bingung sama sikap nih anak.

 

Dara itu anaknya manis, rambut sebahu, kaya, tinggi. Ya, iyalah tinggi, selisihnya sama aku aja sampai 15cm.

 

Terus, apalagi, ya?

 

Oh, anaknya ceria dan yang bikin kami kompak, kami itu sama-sama cuek kalau sudah ngobrol bareng, nggak peduli apa kata dunia, somplak, mata kami langsung ijo begitu ketemu cowok cakep dikit aja, tapi kami juga alergi sama cowok yang suka mainin cewek alias playboy.

 

Yang bikin aku PD saat jalan bareng dengannya itu cuma warna kulit kami. Kalau kulitku putih cerah, sedangkan Dara kulitnya agak hitam.

 

"Elo sih, enak. Belum apa-apa udah dikasih lampu ijo sama Kak Kevan. Nah, kalo gue?"

 

Aku ingat cerita Dara waktu itu—saat hari pertama MOS—ada cewek kelas X-4 yang hampir ditampar Kak Farah hanya karena penampilan cupu si cewek, tapi sebelum ia melayangkan tamparan, tangannya keburu ditahan Kenn.

 

"Sekali lagi lo berani nyakitin dia, gue nggak bakal lepasin lo. Lo camkan ini baik-baik," ucap Kenn dingin dan dihempaskan tangan itu dengan kasar, sampai-sampai Kak Farah meringis kesakitan.

 

Dan kata Dara, hampir semua siswa-siswi menyaksikan kejadian itu saat jam istirahat berlangsung. Banyak para cewek terkagum-kagum atas sikap gentle dan ketampanan Kenn.

 

"Lo yang sabar ya, Ra. Jangan patah semangat gitu, dong. Pepet terus, Ra, pepeeet...."

 

"Pepet, pepet, lo pikir angkot!" ketus Dara.

 

Aku sebenarnya pengin banget ketawa ngakak, berhubung aku sadar diri ini di mana, jadi dari tadi bisanya cekikak-cekikik ngetawain Dara.

 

Ada satu lagi yang lucu saat Dara ingin PDKT sama Kenn. Ceritanya gini nih, ya, waktu Kenn jalan dari ujung koridor, Dara sudah siap siaga mengeluarkan rencana terselubungnya. Saat nanti Kenn lewat, ia mau pura-pura terpeleset dan jatuh, pikir Dara, Kenn akan simpatik dan nolongin. Seperti di drama-drama.

 

Kalian tahu nggak apa yang terjadi selanjutnya?

 

Rencana tinggal rencana. Perkiraan Dara melenceng jauh, saudara-saudara!

 

Boro-boro Kenn nolongin, lewat aja nggak. Kenn bukannya jalan lurus menuju Dara, eh, dia malah belok ke kanan ambil jalan samping, hahaha.

 

"Udah, ah, masa cuma gitu doang udah nyerah. Mana Dara yang gue kenaaal...." Aku berusaha kasih semangat lagi buat Dara sambil tetap menahan senyum.

 

"Jadi?" tanya Dara kemudian. Alisku berkerut bingung dengan pertanyaannya. "Lo dapat dari mana rayuan maut tadi? Kan lo biasanya demen banget nyontek kutipan rayuan kayak gini, bahkan puisi dari Chairil Anwar, Aan mansyur, Gunawan Maryanto dan penyair lainnya udah lo embat karyanya buat nembak mangsa lo. Jadi, sekarang dari siapa lagi?"

 

Kuputar bola mataku sambil mendengus kesal. "Kali ini bukan dari siapa-siapa, Ra. Entah kenapa kalimat itu meluncur tiba-tiba." Aku terdiam sejenak. "Apa yang gue omongin di lapangan tadi jujur apa adanya. Gue juga nggak tau dari awal ketemu Kak Kevan, saat liat matanya, gue merasa pernah kenal dia." Kualihkan pandanganku ke luar jendela bus dengan pikiran yang masih bingung.

 

Aku juga baru terpikirkan sekarang, kenapa semalam aku susah-susah belain ngarang, ya? Bukannya aku dan Dara sudah punya setumpuk deretan syair pengarang terkenal yang kami koleksi dari SMP?

 

"Kayaknya lo lagi jatuh cinta deh, Frel."

 

***

Di dua tempat berbeda pada waktu bersamaan, Kevan yang berada dalam bus khusus anggota OSIS, juga terdiam melihat ke arah luar jendela. Pikirannya berkecamuk memikirkan kejadian di lapangan beberapa puluh menit yang lalu.

 

"Lo kenapa, Kev? Gue perhatiin dari tadi lo diam terus," tanya Ari yang berada di sebelahnya.

 

Tiba-tiba kepala Alvin muncul dari kursi depan. "Lo masih mikirin kejadian tadi ya, Kev? Jujur lo! Nggak nyangka gue si kecebong bisa romantis juga." Ia geleng-geleng dengan wajah penuh kekaguman. "Lo harusnya bilang makasih sama gue, Kev. Sama tantangan yang gue buat. Daripada nungguin si Putri yang nggak ada kabarnya, nggak ada kejelasannya, kan?" cerocos Alvin, nggak mau berhenti bicara sebelum dipelototi Ari.

 

Ups!

 

Alvin cengengesan setelah menyadari mulutnya yang nggak bisa direm. 

Sudah menjadi rahasia umum, Kevan dan Putri adalah sepasang kekasih yang dulunya sangat serasi.

 

Sama-sama tampan dan cantik. Sama-sama kaya dan populer dalam prestasi akademik maupun non akademik. Namun sayangnya, hubungan mereka terpaksa kandas setelah Putri pindah sekolah ke luar negeri.

 

"Kalo boleh jujur, gue juga ngerasain apa yang Frel rasain. Gue seperti pernah ketemu sama dia sebelumnya dan gue merasa nyaman." Tanpa sadar Kevan tersenyum mengingat tingkah laku Frel yang menurutnya konyol dan lucu.

 

Sedangkan Ari dan Alvin saling pandang, sikap Kevan tidak seperti biasanya.

 

Setiap kali mendengar nama Putri disebut, seketika itu juga raut wajahnya akan berubah mendung dan kecewa. Tapi ini malah sebaliknya.

 

Di bangku lain, tepat di belakang kursi yang diduduki Kevan dan Ari, seorang cewek sedari tadi terlihat menguping pembicaraan mereka dengan sangat baik dan jelas.

 

Siapa lagi kalau bukan Farah!

 

Farah yang dulunya tidak bisa berkutik lantaran—Putri—saingannya lebih kaya dan cantik, ketika mendengar kabar mereka putus, ia langsung bersorak hore dan sok berkuasa di sekolah ini.

 

Ia menjadi lebih gencar mendekati Kevan meskipun tidak ada respons balik darinya. Tapi begitu mendengar satu nama lain yang disebut mereka akhir-akhir ini, ia kembali meradang. Apalagi saingannya kali ini hanya seorang cewek pendek dan dari kalangan kelas bawah. Ia merasa terhina.

 

Farah mengepalkan tangan erat, giginya gemeletuk saking marahnya dan darahnya semakin mendidih kala telinganya mendengar sendiri, Kevan mengucapkan kata nyaman untuk cewek pendek seperti dia.

............................***..............................

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tami Andriani
hhhmm.. makin menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • FREL.   4. Panti Asuhan dan Hujan

    Sesampainya di panti asuhan Cinta Kasih, kami segera turun dari bus.Khusus untuk para murid yang memperoleh tanda tangan anggota OSIS di bawah 20 orang, termasuk aku, berhak mendapat hukuman mengangkat semua barang bawaan yang akan disumbangkan untuk anak panti.Nggak peduli cewek maupun cowok, semua harus saling bantu angkat barang dan segera dimasukkan ke dalam aula panti.Setelah semua bawaan diturunkan dari tiga truk pengangkut barang, mataku langsung membulat sempurna. Ini sih bukan sumbangan biasa namanya, melainkan lebih pantas disebut pameran barang mewah.Mulutku terbuka lebar, takjub. Baru kali ini aku melihat sumbangan yang segini banyak dan mewahnya.Mataku masih meneliti dan menghitung barang apa aja yang keluar dari truk-truk itu. Di antaranya ada sofa, tv layar datar 50 inchi, komputer, laptop, lemari, kipas angin besar,&n

  • FREL.   5. Perkenalan

    Ini hari yang paling ditunggu-tunggu untuk anak remaja sepertiku. Sekolah baru, suasana baru, teman baru, guru baru dan gebetan baru, hehehe.Ini hari pertamaku masuk sekolah dengan memakai atribut SMA Bakti Airlangga. Semalam sudah kupersiapkan semua perlengkapan sekolahku. Jam wekerku juga sudah ku-setting dua jam sebelum jadwal bangun biasanya.Sekarang aku di depan gerbang sekolah, tersenyum ceria dan merentangkan tanganku lebar-lebar sambil menatap logo SMA Bakti Airlangga. Tak kuhiraukan tatapan aneh dari setiap murid yang melewatiku. Aku hanya ingin menikmati rasa bangga dan bahagia ini.Aku berjalan memasuki gerbang dan menyapa Pak Satpam penjaga gerbang yang bertubuh tinggi besar dan memiliki kumis mungil tersembul lucu dari atas bibirnya."Selamat pagi, Pak...," sapaku Ceria."Selamat pagi, Nona," kata Pak Satpam

  • FREL.   6. Para Idola

    Bel istirahat telah berbunyi.Para murid segera bersiap-siap keluar sebelum Pak Mamat yang bertugas mengunci semua kelas, keburu datang.Belum lima menit Pak Joko keluar dari pintu, terlihat sudah banyak cewek dari berbagai penjuru kelas berdatangan, berdesakan meneriaki nama Kenn dan Tomi.Saat Kenn dan Tomi berjalan hampir sampai pintu, tiba-tiba para cewek itu memisah menjadi dua kelompok dan berebut mendekati mereka. Membuat dua lingkaran mengelilingi Kenn dan Tomi.Aku dan Dara hanya bisa diam—masih di tempat kami duduk—memperhatikan dari jauh."Liat tuh, Frel. Fans Kenn lebih banyak ketimbang Tomi. Kalah saingan tuh anak," bisik Dara. Aku terkikik geli.Kalau mau jujur, para cewek yang mengelilingi Kenn memang lebih banyak ketimbang Tomi."Emang pesona Kenn nggak ada yang bisa ngalahin.

  • FREL.   7. Hari Keberuntungan dan Penyelamat

    "Gue mau pesan soto ayam sama es teh. Lo, Frel?" Aku masih senyam-senyum sambil menatap Kak Kevan.Memandang Kak Kevan yang tepat di depanku merupakan suatu anugerah terbesar. Aku mengagumi ketampanannya dan keburuntunganku hari ini. Hingga terdengar suara yang mengalun indah miliknya, menyadarkanku."Frel?" panggil Kak Kevan sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku."Eh, i-iya, maaf," ucapku gugup. "Tadi Kak Kevan bilang apa?" tanyaku cengengesan.Kak Kevan tersenyum lembut dan mengulang perkataannya. "Lo mau pesan apa?""Emm, bakso, deh. Minumnya jus melon.""Oke, bentar gue pesankan dulu, ya." Aku mengangguk malu-malu.Kak Kevan memanggil pelayan kantin dan menyebutkan pesanan kami. Sambil menunggu pesanan datang, aku memutuskan mulai mengorek informasi tentang Kak K

  • FREL.   8. Misi Baru

    Selagi Dara asyik menonton drama kesukaannya, aku menyelinap naik ke lantai atas menemui Kak Rian. Aku mengetuk pelan pintu kamarnya dan dari dalam terdengar suara yang menyuruhku masuk."Hai, Kak Rian...," sapaku dengan senyum manis terpampang di wajah."Sini, Frel," ujar Kak Rian sembari tersenyum.Aku menatap Kak Rian yang sedang serius membaca beberapa tumpukan berkas di meja kerjanya. Aku mencoba mendekat. "Sibuk, ya, Kak?""Hmm, lumayan. Ada apa, Frel?" tanya Kak Rian balik setelah melihatku sekilas.Kak Rian kembali menghadap tumpukan berkas itu, sesekali menandatangani beberapa lembar kertas. Dahiku berkerut ketika melihat Kak Rian yang baru pulang kerja tapi sudah bergelut lagi dengan pekerjaannya.Harusnya masih ada dua jam lagi kan, sebelum waktu pulang Kak Rian dari kantor? Apa karena

  • FREL.   9. Rencana terselubung

    Kuhitung sudah tiga kali lebih aku menguap. Ngantuk banget. Ini gara-gara ide Kak Rian yang sungguh gila. Dara lebih gila lagi, mau aja nurutin saran Kak Rian. Padahal dari kemarin ia tolak mentah-mentah ide darinya.Dan tadi, di pagi-pagi buta dengan seenak jidatnya Dara menggedor pintu rumahku kayak orang kesetanan, memaksaku mandi agar berangkat sekolah bersamanya."Hoooooaaaaaammm...." Sekali lagi aku menguap lebar dan kutepuk-tepuk mulutku.Kujulurkan leher, melihat Dara yang masih di depan gerbang menunggu Tomi datang. Aku menghela napas panjang, lalu kulipat kedua tangan di atas meja sambil memandang Pak Satpam yang lagi asyik memakan roti holland pemberian Dara.Lebih tepatnya, Dara dengan sengaja menyuap beliau supaya mengizinkan kami menunggu Tomi di sini.Gleg!Ini orang lagi doyan apa raku

  • FREL.   10. Persiapan

    Untuk acara malam ini aku memilihdresssantai warna hitam selutut lengan pendek, kupadukansneakersputih kesayanganku dan jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Rambut panjang hitam lurusku, aku biarkan tergerai untuk menambah kesan manis pada gaya busanaku.Aku paling nggak suka dandanan terlalu ribet dan ramai. Aku lebih sukasimpletapi tetapelegant. Seperti ini,girlynamun tetap tampakcasual.Kutolehkan kepala ke kanan, tepat di sampingku ada Dara yang semobil denganku. Ia terlihat melepas jaket yang sebelumnya menutupi beberapa bagian tubuhnya.Kupandangi Dara dari ujung kaki sampai atas. Dahiku berkerut dan sontak melotot setelah melihat penampilan Dara.Ia memakaihigh heelssuper tinggi, tas tangan kecil be

  • FREL.   11. Mendekati Rencana

    Kupandangi restoran mewah di depanku. Restoran 3 lantai dan tiap lantai mempunyai ruangan khusus masing-masing.Lantai 1, ada dapur dan tempat makan bernuansa anak muda.Lantai 2, khusus family room, ruangan dengan nuansa santai penuh kekeluargaan.Lantai 3, ruangan dengan tampilan eksklusif dalam tatanan interior mewah, ditujukan untuk kalangan profesional yang hendak menjamu rekan bisnisnya atau bahkan menyelenggarakan kegiatan meetinginternal perusahaan yang ruangannya bisa mencapai kapasitas 50 orang lebih.Meskipun sudah beberapa kali datang kemari, tapi tetap aja responsku tak pernah berubah. Takjub danwow ... amazing. Nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata.Aku masih ingat pertama kali datang kemari, sungguh memalukan. Memakai sandal jepit dan kaus oblong dengan tatanan rambut awut

Latest chapter

  • FREL.   84. BONUS (Surat Cinta dari Mama)

    Semilir angin, hijaunya pepohonan, serta kicauan burung seakan menyambutku tiap aku datang kemari. Seolah mereka menyapaku dengan salam terindah yang begitu manis.Aku berlari riang ke tempat yang lebih tinggi. Mataku terpejam, terbuai oleh rasa damai yang menentramkan jiwa. Kurentangkan kedua tangan, lalu kuhirup udara sebanyak-banyaknya. Bibir ini sontak tertarik ke atas saat udara segar telah memasuki paru-paruku."Lo kayaknya senang banget tiap gue ajak ke sini." Suara itu memecah kesunyian dalam beberapa menit terakhir.Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Karena di sini gue merasa tenang.""Emang sama gue, lo nggak tenang?" Ia menatapku lekat. Tanpa senyum."Ya ..., t-t-tenang." Mendadak aku gelagapan. Aku mencoba berpikir cepat. "Cuma di sini suasananya lebih damai. Bikin betah. "Ia masih me

  • FREL.   83. TAMAT

    Salah satu pelayan restoran menyambutku dan mengantarku berjalan menuju ke dalam. Semakin masuk, aku makin tidak mengerti. Bukannya berhenti di salah satu ruangan, pelayan itu malah tetap mengajakku melangkah terus sampai tiba di sebuah tempat bagian belakang restoran. Dan anehnya, di sini semua gelap tanpa penerangan apa pun.Aku berpaling pada pelayan restoran, melemparkan tatapan bertanya. Bukannya menjawab, ia justru memintaku menutup mata untuk beberapa saat. Walaupun masih banyak tanda tanya di kepala, tetapi tak urung aku melakukannya juga.Kupejamkan mata sambil menghitung waktu. Dalam enam puluh detik, aku sudah mendengar aba-aba membuka mata. Aku menoleh pada pelayan itu dan bertanya, "Apakah ada instruksi lain lagi?" Ia menggeleng dan tersenyum sopan, mempersilakanku maju dan menunjuk sesuatu di depan kami.Mataku melebar dan mulutku menganga dalam detik itu juga. Apa yang terdapat di

  • FREL.   82. Bersama Lagi

    Kami berdiri di depan sebuah restoran besar dan mewah. Dari sini, lampunya masih tampak menyala semua, tetapi rasanya sangat sepi. Mungkin karena permintaan Kenn, restoran ini sengaja dikosongkan.Aku dan Dara maju bermaksud mencapai pintu, namun sebelum itu terjadi tiba-tiba dari balik tiang besar yang berada di sisi kiri pintu masuk, Tomi keluar bersama seseorang yang tak asing bagiku.Mataku membola disertai rasa setengah tak percaya. Kututup mulutku begitu melihat jelas sosok cewek yang kini berjalan mendekat ke arahku. Seperti biasanya, ia sangat cantik dan anggun."Sasha, kan?" tanyaku, memastikan dengan mengacungkan jari telunjuk. Ia mengangguk. "Beneran? Sasha yang gampar Tomi pakai kamus?"Sekali lagi Sasha mengangguk sembari tersenyum geli, sedangkan Tomi melotot kejam ke arahku.Tanpa menanggapi Tomi, aku langsung berlari memel

  • FREL.   81. Surat Kak kevan

    'Untukmu,Cahaya dan napasku.Hidup membawaku pada sebuah misteri yang tak pernah kutahu jawabnya. Memberikan sepercik rasa dan asa namun sekejap hilang tanpa jejak. Memaksaku untuk melupakan seberkas cahaya hangat yang pernah menjadi milikku, dan harus rela menerima apa yang telah digariskan.Memangnya sekuat apa diriku? Memangnya, sebesar apa hati bisa menguasai diri? Jika akal berbicara, apakah hati juga diharuskan menerima? Lalu, untuk apa cahaya itu mendekat jika nyatanya tidak memberikan keleluasaan dalam alur napasku?Semua perasaan ini sangat menyiksaku. Berulangkali mencoba meyakinkan diri dan menghibur diri sendiri agar bisa kuat menerima takdir kita. Namun, sekuat apa pun aku berusaha, hatiku tetap sama. Masih mencintaimu sebagai gadisku yang dulu.Alam menunjukkan banyak peristi

  • FREL.   80. Akan Ada Akhir

    Tahu-tahu terdengar Abel bersorak girang. "Yeayy ... Kak Frel dan Kak Kenn mulai sekarang jagain Abel teruuuuus. Kak Reno di atas pasti senang liat Abel ada yang jagain. Horeeeeyyy...." Abel berteriak dan bertepuk tangan heboh. Aku dan Kenn ikut tertawa melihatnya."Di luar udah banyak yang nunggu. Ayo, waktunya pulang." Kenn menggenggam jemariku dan mengajakku keluar."Freeeeeeel...!" Baru aja pintu dibuka Kenn, Dara menerjang dan memelukku. "Gue senang akhirnya lo udah bebas.""Bebas? Lo pikir gue habis dipenjara!" Aku melotot, pura-pura marah.Dara cengengesan sembari meminta maaf. Sesudah itu Dara mengenalkanku dengan anak kecil bernama Dito—adiknya Kak Ari—yang usianya dua tahun di atas Abel.Sebenarnya sudah sering kali Dara bercerita tentang Dito. Mungkin aku belum pernah kasih tahu kalian siapa itu Dito, tapi yang jela

  • FREL.   79. Bangkit

    "Hai." Tiba-tiba Kenn memasuki ruangan dan menyapaku dengan suara seraknya.Aku tersenyum menyambutnya. "Hai, Kenn."Ketika aku mencoba duduk, dengan sigap Kenn membantuku dan mengatur bantal untuk sandaran punggungku.Ia kemudian duduk di sebelahku, tanpa senyum sedikit pun. "Gimana perasaan lo sekarang, setelah lima hari berturut-turut menolak gue temui?"Aku tersenyum getir. "Bukan hanya lo, Kenn, tapi semuanya.""Selama lo koma, gue kayak orang gila. Setiap hari gue ketakutan lo nggak akan membuka mata lagi. Gue takut, lo bakal pergi ninggalin gue kayak Hendra," ucap Kenn. "Dan saat lo siuman, dengan seenaknya lo melarang gue masuk. Lo udah berhasil bikin gue nyaris gila beneran." Kenn tertawa hambar meskipun terdengar pelan.Sementara aku sontak terdiam. Kugigit bibir bawahku. Semenjak aku siuman, memang

  • FREL.   78. Keajaiban

    Kalian percaya tentang keajaiban Tuhan? Jujur, dulu aku nggak pernah percaya dengan yang namanya keajaiban. Aku selalu merasa keajaiban itu hanya untuk orang-orang tertentu, dan itu bukan untukku.Akan tetapi, aku salah. Semua yang aku pikirkan selama ini salah besar.Suatu hari aku bermimpi bertemu nenek dan kakek. Kami duduk di suatu tempat yang sangat sepi juga asing, tapi bagiku begitu tenang. Aku tidur-tiduran di antara mereka berdua dengan posisi kepalaku di atas paha nenek, sedangkan kakiku dipijat oleh kakek.Kami bercerita banyak hal, atau lebih tepatnya akulah yang selalu melemparkan pertanyaan pada mereka."Kek, pintu di rumah rusak lagi. Tiap dibuka bunyinya berisik banget kayak biasanya. Kata kakek mau benerin, kok sampai sekarang belum, Kek?""Sekarang kakek nggak bisa, mintalah tolong sama Nak Kenn. Dia anak yang baik," jaw

  • FREL.   77. Kenn (3)

    Faktanya, kemauan tak pernah bisa sejalan dengan perasaan. Gue menghindar, bersikap dingin setiap berpapasan dengannya, tapi bukan berarti gue nggak mau peduli lagi padanya.Diam-diam tanpa sepengetahuan dia, gue tetap mengawasi pergerakannya dalam jarak aman. Memperhatikan tingkah bodohnya menyiksa diri sendiri di sekolah. Hingga sampai pada kabar dari Tomi mengenai kakek dan neneknya yang meninggal karena tabrak lari. Menghilangkan gengsi, gue langsung pergi mencarinya.Gue mencari ke segala tempat yang belum didatangi Tomi dan Dara. Gue panik, sampai-sampai gue beberapa kali berputar-putar di area yang sama. Gue mengumpat kasar, merutuki kebodohan gue. Hingga satu nama itu terlintas di kepala gue.Kevan.Seketika gue menelepon Pak Ahmad meminta data alamat Kevan dan segera melesat ke rumahnya. Di sana gue dikejutkan kenyataan kebenaran hubungan Kevan dan Frel.

  • FREL.   76. Kenn (2)

    Gue berpikir keras. Mengapa setiap kali gue berada di dekatnya, emosi gue selalu meledak tiap melihat kelakuan bodohnya? Kenapa dia bisa buat gue marah di suatu waktu dan khawatir di detik selanjutnya? Apa gue punya perasaan khusus untuknya? Nggak, nggak mungkin!Argh, dari mana pikiran konyol itu? Nggak mungkin gue suka cewek gila macam dia. Gue menggeleng kuat. Namun, semakin gue menyangkalnya, perasaan itu justru semakin mengganggu. Gue ingin mengabaikannya, tetapi bayangan cewek itu terus saja bercokol di kepala gue. Gue sudah berpikir, berpikir dan terus berpikir. Akan tetapi logika dan hati gue selalu berlawanan arah. Pikiran gue buntu. Akhirnya gue merutuki diri sendiri dan berusaha mengalihkan pikiran, menolak menelaah lebih jauh perasaan gue. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat Tomi dan Dara berlari mendekat. Menanyakan kondisi temannya yang masih berada di ruang operasi.

DMCA.com Protection Status